90
balita itu sendiri. Hal ini berdasarkan asumsi peneliti bahwa balita masih dalam bimbingan orang tua, yaitu ibu dalam aktivitas sehari-harinya.
Selain itu, variabel dependen berupa diare dalam penelitian ini tidak spesifik hanya diakibatkan oleh infeksi. Sehingga dapat
menimbulkan bias dengan diare yang diakibatkan oleh masalah gizi maupun psikologi.
Pada segi pengumpulan data, keterbatasan terdapat pada penentuan sampel kasus dan sampel kontrol. Jumlah sampel dalam penelitian ini
terbilang cukup besar yaitu 122 dengan perbandingan kasus kontrol 1:1. Sehingga ketika penetapan sampel kontrol perlu melewati kriteria yang
cukup banyak untuk meminimalisir bias. Namun pada pengambilan data ditemani dengan kader sehingga penentuan kontrol tidak terlalu sulit.
Pada instrumen pengukuran, yaitu menggunakan meteran pun terdapat keterbatasan dengan adanya kesulitan memastikan ukuran jarak yang
tepat antara sarana air bersih dengan sumber pencemar.
6.2. Gambaran Riwayat Penyakit Diare di Kelurahan Andir Kecamatan
Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
Menurut World Health Organization WHO, penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi
tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang
mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah Simatupang, 2004.
91
Penelitian ini memiliki perbandingan kasus dan kontrol sebesar 1:1 dengan jumlah masing-masing 122 responden. Jumlah keseluruhan balita
di Kelurahan Andir mencapai 6.587 jiwa dengan jumlah yang menderita diare sebanyak 1.209 balita pada tahun 2013.
6.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Riwayat Penyakit Diare
pada Balita Sekitar Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
Faktor-faktor yang dijadikan variabel penelitian adalah sarana sanitasi dasar, yaitu sarana air bersih, jamban, saluran pembuangan air
limbah dan pengelolaan sampah rumah tangga; personal hygiene, yaitu kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita dan kebiasaan
cuci tangan sebelum makan ibu balita; serta kebiasaan jajan. Berikut pembahasan terhadap faktor-faktor yang diteliti yang mempengaruhi
riwayat penyakit diare.
6.3.1. Hubungan Sarana Sanitasi Dasar dengan Riwayat Penyakit
Diare 1.
Sarana Air Bersih
Sarana air bersih adalah sarana yang dapat menghasilkan air bersih seperti sumur gali SG, sumur pompa tangan SPT,
penempungan air hujan PAH, perlindungan mata air PMA, sistem perpipaan PP dan terminal air TA. Sumur gali
merupakan sarana air bersih dengan cara mengambil air dari lapisan tanah dengan kedalaman tertentu. Sumur gali banyak
92
didapat dan diterapkan di daerah pedesaan karena mudah dalam pembuatan dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat itu sendiri
dengan peralatan sederhana dan biaya yang murah Sanropie. dkk., 1984.
Hasil uji statistik menunjukkanbahwa nilai OR sebesar 1,369 dengan nilai interval CI 95 0,759-2,468, sehingga dapat
disimpulkan sarana air bersih merupakan penyebab sakit karena nilai OR1 namun tidak memiliki hubungan karena nilai interval
CI 95 yang tidak menunjukkan tidak ada hubungan. Sarana air bersih di Kelurahan Andir sudah cukup baik
terlihat dari 244 responden diantaranya sejumlah 185 responden telah memenuhi syarat. Sehingga kecil kemungkinannya sarana air
bersih menjadi faktor risiko terjadinya penyakit diare. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Amaliah 2010 yang
menyatakan bahwa sarana air bersih tidak berhubungan mengakibatkan diare pada balita. Pada sampel yang diambil pun
didapatkan banyak reponden yang telah memakai sumber air terlindung yang hal ini sudah sesuai dengan persyaratan sarana air
bersih menurut Depkes 1995 yang menurutnya sumber air bersih yang tidak terlindunglah yang dapat mudah terkontaminasi oleh
agen penyebab penyakit. Kontaminasi yang paling umum adalah karena penapisan air dari sarana pembuangan kotoran manusia dan
binatang. Hal ini menjadi tidak berisiko dalam penelitian ini karena