Tiap-tiap Umat Mempunyai Ajal yang Pasti

B. Tiap-tiap Umat Mempunyai Ajal yang Pasti

1. QS. Al-A’rāf [7]: 34 11 Ibn Kath īr menjelaskan QS. al-A’rāf [7]: 34 yakni bagi tiap-tiap kurun dan generasi terdapat batasan waktu yang telah ditakdirkan bagi mereka. Kemudian Allah swt memperingatkan kepada umat manusia bahwa Dia akan mengutus Rasul-rasul-Nya kepada mereka yang akan membacakan atau mengabarkan kepada mereka ayat-ayat-Nya, membawa berita gembira dan peringatan. 12 Berbeda pandangan Sayyid Qu ṭb dalam penjelasan QS. al-A’rāf [7]: 34 adalah sebuah hakikat yang mendasar dari hakikat-hakikat akidah ini, yang disampaikan ke senar hati yang lalai – yang tidak mau ingat dan bersyukur – supaya sadar, sehingga tidak teperdaya oleh lamanya kehidupan. Apa yang dimaksud dengan ajal di sini boleh jadi ajal tiap-tiap generasi manusia yang berupa kematian yang memutuskan kehidupan sebagaimana yang terkenal itu, dan boleh jadi ajal setiap umat dalam arti masa tertenut kekuatan dan kekuasaannya di muka bumi. Baik yang ini maupun yang itu, semuanya sudah ditentukan waktunya. Mereka tidak dapat memajukannya dan memundurkannya. 13 Kesimpulan dari QS. al- A’rāf [7]: 34 setiap manusia atau makhluk lainnya mempunyai keterbatasan waktu untuk hidupnya yang berbeda dan itu pasti akan terjadi. Lalu Allah mengutus para Rasul-rasulnya untuk 11 QS. Al- A’rāf [7]: 34               “tiap-tiap umat mempunyai batas waktu maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat pula memajukannya.” QS. Al- A’rāf [7]: 34 12 Al- Imām Abū al-Fida Ismā’il Ibn Kathīr al-Dimashqī, Tafsīr al-Qur‟ān al-„Azīm, terj. Bahrun Abu Bakar, dkk. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000, h. 296-297. 13 Sayyid Qu ṭb, Tafsīr fi ilāl al-Qur‟ān, juz VIII, h. 308. memberitahukan dan mengabarkan ayat-ayat Allah yang diturunkan untuk hamba- Nya dalam hal berupa kabar gembira maupun suatu peringatan. 2. QS. Yūnus [10]: 49 14 Sebelum ayat 49 dalam QS. Y ūnus penulis akan membahas ayat sebelumnya terlebih dahulu, yakni dari ayat 48 yang menggambarkan tentang sikap orang-orang kafir dan musyrik yang bertanya-tanya bila datangnya siksaan Allah yang telah dijanjikan di dalam al- Qur’an. Kemudian berlanjut ke ayat 49 bahwa Allah swt menyuruh Rasul-Nya dan Rasul- Nya menjawab, “Aku tidak berdaya mendatangkan mudharat bagi diri aku sendiri, dan aku tidak mengetahui selain apa yang telah diberitahukan oleh Allah kepada para Nabi. Aku hanya hamba-Nya dan Rasul-Nya dan aku telah memberitahukan kepada manusia bahwa hari kiamat itu pasti akan tiba, namun Allah tidak mengungkapkan kepada para Nabi saatnya dan harinya yang pasti. Akan tetapi Allah telah menentukan dan menetapkan ajal bagi tiap umat yang tidak dapat dilampauinya atau dimajukannya. 15 Sayyid Qu ṭb menjelaskan ajal itu kadang-kadang berakhir dengan kehancuran secara indrawi, seperti dibabat habisnya sebagian umat terdahulu. Ajal 14 QS. Yūnus [10]: 49                           “Katakanlah: Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak pula kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah. tiap-tiap umat mempunyai ajal. apabila telah datang ajal mereka, Maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang ses aatpun dan tidak pula mendahulukannya.” QS. Yūnus [10]: 49 15 Ibn Kathīr, Mukhtaṣar Tafsīr Ibn Kathīr, terj. H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, h. 220-221. kadang-kadang berakhir dengan kehancuran secara maknawi, mengalami kerusakan dan hilang dari peredaran, seperti yang terjadi pada beberapa bangsa. Mungkin untuk sementara waktu kemudian kembali lagi, dan mungkin dalam kondisi seperti itu secara terus-menerus sehingga hilang pamornya dan hilang pula wujudnya sebagai umat bangsa, meskipun pribadi-pribadinya masih ada. Semua itu terjadi sesuai dengan sunnah Allah yang tidak akan pernah berganti, tidak akan berbenturan, tidak serampangan, tidak zalim, dan tidak pilih kasih. Maka, bangsa-bangsa yang melakukan hal-hal yang menjadikan mereka hidup eksis, niscaya mereka akan eksis. Namun, bangsa yang menyimpang dari sebab-sebab itu, niscaya mereka aka menjadi lemah, lenyap pamornya, atau mati, sesuai dengan penyimpangannya. 16 Kesimpulan dari QS. Y ūnus [10]: 49 Allah swt mengutus seorang Rasul untuk menyampaikan kabar gembira atau suatu peringatan dari ayat-ayat Allah yang di turunkan untuk hamba-Nya. Lalu Rasul tidak kuasa mengabarkan dari ayat-ayat Allah yang berupa kapan waktu yang pasti terjadinya kiamat dan kapan makhluk yang ada di dunia ini akan mengalami kematian itu. 3. QS. al-Hijr [15]: 5 17 Bahwa Allah tidak membinasakan suatu kota dengan penduduknya melainkan sesudah cukup alasan yang menjadikan mereka patut mendapatkan azab dan sesudah pula usai masa yang telah ditetapkan bagi kebinasaan mereka. 16 Sayyid Qu ṭb, Tafsīr fi ilāl al-Qur‟ān, juz XI, h. 136. 17 QS. al-Hijr [15]: 5         “Tidak ada suatu umatpun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak pula dapat mengundurkan Ẓya.” QS. al-Hijr [15]: 5 Tidaklah suatu umat dapat mendahului masa binasanya atau menangguhkannya ke suatu masa yang lain. Ayat ini merupakan peringatan yang keras kepada orang- orang Quraisy agar mereka menghentikan syirik mereka yang akan menyebabkan kebinasaan dan kehancuran mereka. 18 Maka, janganlah meminta kemunduran siksa untuk mereka pada suatu saat. Karena, hal itu adalah sunnatullah yang berlaku pada jalannya yang ditentukan, dan mereka pasti akan mengetahuinya. Demikianlah kitab ketentuan masa yang ditetapkan dan ajal yang ditentukan, yang diberikan Allah bagi negeri-negeri dan bangsa-bangsa, agar mereka berkarya. Atas dasar karya dan perbuatannya, mereka tetap ingat tempat kembali mereka. Jika bangsa-bangsa dan negeri itu beriman dan berbuat baik, melakukan perbaikan dan menegakkan keadilan, niscaya Allah akan memanjangkan usia kejayaan bangsa dan negeri itu, sampai ia menyimpang dari asas-asas tersebut dan tak ada lagi kebaikan yang diharapkan. Saat itulah sampai ajalnya, hilang eksistensinya, kemungkinan binasa sebinasa-binasanya atau melemah secara bertahap. 19 Kesimpulan dari QS. al-Hijr [15]: 5 bahwa Allah swt tidak akan memberikan suatu azab di dunia ini melainkan orang-orang yang berbuat syirik ataupun kezhaliman yang sudah melampaui batas yang dapat diampuni oleh Allah. 18 Ibn Kathīr, Mukhtaṣar Tafsīr Ibn Kathīr, terj. H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, h. 510-511. 19 Sayyid Qu ṭb, Tafsīr fi ilāl al-Qur‟ān, juz XIV, h. 124. 4. QS. al-Naḥl [16]: 61 20 Dalam firman-Nya ini, Ibn Kath īr menjelaskan sifat-sifat kasih sayang- Nya terhadap hamba-hamba-Nya walaupun mereka telah melakukan kezhaliman dan penganiayaan. 21 Allah swt masih memberikan kesempatan agar mereka kembali ke jalan yang benar, dengan menangguhkan pembalasan-Nya dan azab siksa-Nya. Karena jika Allah hendak menjatuhkan hukuman-Nya yang setimpal dengan perbuatan hamba-hamba-Nya yang durhaka itu, niscaya binasalah semua yang ada di atas bumi ini dan tidak ditinggalkan sesuatu makhluk pun, akan tetapi bila waktu yang ditentukan tiba, maka tiada suatu kekuatan pun yang dapat mengundurkannya barang sesaat pun atau mendahulukannya. 22 Pandangan Sayyid Qu ṭb bahwa Allah telah menciptakan mahkluk bernama manusia dan melimpahkan untuknya berbagai nikmat-Nya. Tetapi, manusia sendiri yang berbuat kerusakan dan berbuat zalim di muka bumi, menyimpang dari ajaran Allah dan menyekutuhkan-Nya, mereka saling menindas dan berbuat aniaya kepada makhluk lainnya. Sekalipun demikian, Akkah tetap berlaku arif dan kasih 20 QS. al-Na ḥl [16]: 61                           “Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktunya yang ditentukan bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak pula mendahulukannya.” QS. al-Naḥl [16]: 61 21 Ibn Kathīr, Mukhtaṣar Tafsīr Ibn Kathīr, terj. H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, h. 572. 22 Ibn Kathīr, Mukhtaṣar Tafsīr Ibn Kathīr, terj. H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, h. 573. sayang kepadanya. Dia menangguhkan siksa atasnya, tetapi Dia tidak membiarkannya. Inilah sifat kebijaksanaan beriring dengan sifat kuat, dan sifat kasih sayang bersanding dengan sifat adil. Tetapi, sayang dan kebijaksaan Allah, sehingga Allah menyiksa manusia atas dasar keadailan dan kekuatan-Nya. Yaitu, sesudah waktu yang ditentukan oleh Allah dengan kebijaksaan dan kasih sayang-Nya itu tiba, “Maka, apabila telah tiba waktu yang ditentuak bagi mereka, maka tidaklah mereka dapat mengudurkannya barang sesaat pun dan tidak pula mendahulukannya. 23 Kesimpulan dari QS. al-Na ḥl [16]: 61 walaupun hamba-Nya telah melakukan kezhaliman yang sangat berat atau besar Allah akan tetap memaafkannya karena Allah mempunyai sifat kasih sayangnya yang besar yang melebihi kemurkaannya kepada hamba-Nya yang berbuat kesalahan. 5. QS. al-Isrā’ [17]: 58 24 Dalam penafsiran QS. al-Isr ā’ [17]: 58, Ibn Kathīr menerangkan bahwa ayat ini menjelaskan dan memperingatkan, bahwa Allah telah menentukan dan menggariskan di dalam Lau ḥ Maḥfūẓ-Nya. 23 Sayyid Qu ṭb, Tafsīr fi ilāl al-Qur‟ān, juz XIV, h. 191. 24 QS. al- Isrā’ [17]: 58                     “Tak ada suatu negeripun yang durhaka penduduknya, melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab penduduknya dengan azab yang sangat keras. yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab Lauh Mahfuzh.” QS. al- Isrā’ [17]: 58 Tiada suatu negeri yang penduduknya durhaka, melakukan kemaksiatan dan kezhaliman, melainkan akan dibinasakan negeri itu dengan seluruh penduduknya atau melimpahkan azab yang sangat keras atasnya, 25 dan Allah juga berfirman dalam QS. al- al āq [65]: 9.         “Maka mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan adalah akibat perbuatan mereka kerugian yang besar.” QS. al- alāq [65]: 9 Sayyid Qu ṭb juga memberi penjelasan bahwa sesungguhnya Allah semata yang berkuasa mengatur nasib para hambanya. Jika Allah menghendaki, maa Dia merahmati mereka; dan jika menghendaki lain, maka Dia mengazab mereka. Sesungguhnya Tuhan-tuhan mereka yang mereka seru selain Allah itu tidak memiliki kekuasaan untuk menghilangkan marabahaya dari mereka dan memindahkannya kepada orang lain, selain mereka. Sekarang rangkaian ayat-ayat dalam surat ini berlanjut kepada penjelasan tentang nasib akhir yang akan dialami umat manusia seluruhnya, sebagaimana yang telah ditakdirkan Allah dan sesuai dengan ilmu dan qadha-Nya. Yaitu, berkahirnya negara-negara dan kehancurannya sebelum datangnya hari kiamat. Atau, turun azab atas sebagian negeri-negeri itu jika ia melakukan dosa yang menyebabkan turunya azab itu. Sehingga, tak ada satu negeri pun yang ada kecuali akan menemui ajalnya, dengan sendirinya atau hancur karena turunnya azab kepadanya. 26 25 Ibn Kathīr, Mukhtaṣar Tafsīr Ibn Kathīr, terj. H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, h. 60. 26 Sayyid Qu ṭb, Tafsīr fi ilāl al-Qur‟ān, juz XV, h. 296. Kesimpulan dari QS. al- Isrā’ [17]: 58, surat ini menjelaskan kepada hamba-Nya bahwa Allah swt sebelumnya sudah menentukan ketentuan-ketentuan yang ada di dunia ini. Baik itu berupa musibah, bencana, kesenangan, kesedihan dan ajal di dalam Lau ḥ Maḥfūẓ-Nya. 6. QS. Faṭir [35]: 45 27 Kalau Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya dan ulahnya, niscaya binasalah semua manusia di permukaan bumi ini, akan tetapi Allah menangguhkan penyiksaan mereka sampai waktu yang telah ditentukan, yaitu hari kiamat yang mana mereka akan dihisab dan dibalas masing-masing menurut amal perbuatannya selama hidup di dunia. Dan Allah Maha Mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya. 28 Kesimpulan dari QS. al-Fa ṭir [35]: 45 jikalau Allah ingin mengazab hamba-Nya di dunia entah itu dari perbuatan atau tingkah laku manusia yang sudah melampaui batas, niscaya pasti akan binasa semua yang ada di muka bumi ini. Tetapi Allah menunda azab tersebut sampai pada hari kiamat nanti yang mana amal perbuatannya akan dihisab. 27 QS. Fa ṭir [35]: 45                             “Dan kalau Sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun 27 akan tetapi Allah menangguhkan penyiksaan mereka, sampai waktu yang tertentu; Maka apabila datang ajal mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha melihat keadaan hamba- hamba- Ẓya.” QS. Faṭir [35]: 45 28 Ibn Kathīr, Mukhtaṣar Tafsīr Ibn Kathīr, terj. H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, h. 394-395.

C. Sesaat Menjelang Mati