Bambu Betung Spektrofotometri Pengukuran Daya Serap CO

Kurz 1876 dalam Dransfield Widjaya 1995 menyatakan bahwa bambu merupakan salah satu sumberdaya alam tropis dan penyebarannya luas dengan pertumbuhan cepat, mudah dibentuk dan telah luas penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Asia. Kekuatan batang, kelurusan, kelicinan, keringanan yang dipadukan dengan kekerasan, keteraturan sehingga mudah dibelah, ukuran yang berbeda, variasi panjang dan ketebalan membuat bambu dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan. Bambu termasuk ke dalam famili Graminae, sub famili Bambusoidae dan suku bambuseae. Bambu biasanya mempunyai batang yang berlubang, akar yang kompleks, daun berbentuk pedang dan pelepah yang menonjol Dransfield Widjaya 1995.

2.7 Bambu Betung

Taksonomi bambu betung adalah kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Liliopsida, ordo Poales, famili Poaceae atau Gramineae, genus Dendocalamus, spesies Dendrocalamus asper backer Anonim, 2008. Dransfield Widjaya 1995 menjelaskan bahwa Dendrocalamus asper merupakan salah satu bambu yang banyak ditemui di Indonesia. Bambu ini disebut juga Giant Bamboo Inggris, Awi Bitung Sunda, Buluah Batung Batak dan paling sering disebut Bambu Betung. Tersebar di Sumatra, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Seram dan Irian Barat. Di Jawa, Bambu Betung dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 2000 m di atas permukaan laut. Bambu Betung dapat tumbuh pada banyak jenis tanah, namun akan lebih baik pada tanah berat dengan drainase yang baik. Selanjutnya Dransfield Widjaya 1995 menyatakan batang bambu ini memiliki tipe simpodial, merumpun yang terdiri dari beberapa batang saja, batang tegak dengan ujung melengkung. Tinggi 20-30 m, diameter 8-20 cm, tebal 11-36 mm. Panjang ruas 10-20 cm bagian bawah sampai 30-50 cm bagian atas. Buku-buku menggelembung, buku dekat pangkal batang mempunyai akar udara. Batang muda berwarna coklat keemasan. Cabang muncul dari buku bagian tengah ke atas.

2.8 Spektrofotometri

Day and Underwood 1998 menyatakan spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya pengabsorpsian energi cahaya sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi, spektrofotometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari pemantauan secara visual dimana studi yang lebih terinci mengenai pengabsorpsian energi cahaya oleh bahan kimia memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam pencirian dan pengukuran kuantitatif.

2.9 Pengukuran Daya Serap CO

2 Beberapa penelitian yang telah pernah dilakukan mengenai pengukuran daya serap tanaman terhadap CO 2 yaitu hanya terbatas pada pohon saja untuk mengetahui kemampuan pohon tersebut menyerap karbon. Beberapa penelitian itu dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor IPB. Antara lain disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Pengukuran daya serap CO 2 dan riap berdasarkan beberapa hasil penelitian Jenis Riap volume m 3 hatahun Riap volume m 3 pohontahun Daya serap bersih CO 2 kgpohontahun Acacia mangium 33,5 4 0,1206 905 1 Peronema canescens 17,5 6 0,0438 1200 2 Agathis dammara 27,4 3 0,0986 25 2 Acacia auriculiformis 17,5 6 0,0438 74,47 2 Ceiba pentandra - 0,6310 7 8606 2 Swietenia machrophylla 16,7 3 0,0418 2509 1 Tectona grandiis 9,4 3 0,0235 207 2 Diospyros celebica - 0,0160 9 5166 2 Santalum album - 0,0220 8 4 2 Terminalia cattapa 17,5 5 0,0438 756 2 1 Iqbal 2010 4 Seksiono 2008 7 Anonim 2010 2 Ardiansyah 2009 5 Thomson L dan Barry Evans 2006 8 Wowo 2008 3 Hasanu Simon 2008 6 Anonim 2011 9 Rauf 2010

2.10 Kurva Respon Cahaya