Penginderaan Jauh Cahaya Tampak Ocean Color

Gambar 6 Spektrum Radiasi Elektromagnetik REM yang digunakan dalam inderaja Jars, 1993.

2.3.1 Penginderaan Jauh Cahaya Tampak Ocean Color

Istilah “ocean color” atau inderaja warna air laut diartikan sebagai inderaja yang memanfaatkan radiasi GEM yang dipantulkan dari bawah permukaan laut Hovis et al., 1980. Penginderaan jauh cahaya tampak ocean color menggunakan sensor pada panjang gelombang cahaya tampak 400 hingga 700 nm. Sensor ini dapat digunakan untuk mendeteksi material terlarut dan kandungan klorofil dari fitoplankton yang ada di permukaan perairan hingga kedalaman tertentu Gaol, 2003. Dilihat dari segi fisiologis tumbuhan fitoplankton, spektrum cahaya terpenting untuk tumbuhan laut terdapat pada kisaran panjang gelombang 400-720 nm atau yang dikenal sebagai PAR Photosytetically Available Radiation. Spektrum ini hampir sama dengan spektrum sinar tampak yakni 360 -780 nm Parson et al., 1984 dalam Prasasti et al ., 2005. Dalam interpretasi perlu diketahui bagaimana parameter-parameter di laut mempengaruhi sifat optik perairan. Spectral signature air murni digunakan hingga sebagai acuan untuk tipe spektral air yang menggabung obyek pengabsorbsi dan penghambur. Koefisien absorbsi spektral air untuk berbagai kondisi dapat dilihat pada Gambar 7. Sifat optik dari air murni dan air laut secara umum mudah dimengerti, dimana attenuasi cahaya meningkat tajam di luar kisaran cahaya tampak. Di atas panjang gelombang 700 nm, penetrasi cahaya dibatasi oleh meningkatnya hamburan. Sifat optik secara drastis akan berubah jika ada zat tersuspensi dan atau terlarut bertambah ke dalam perairan Van der Piepen, 1991. Gambar 7 Koefisien absorbsi spektral air jernih, suspensi sedimen dan klorofil dalam berbagai panjang gelombang cahaya tampak nm. Van der Piepen 1991. Distribusi spektral dari radiasi gelombang elektromagnetik REM yang berasal dari tubuh air laut memberikan informasi tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan kualitas air laut tersebut, termasuk material yang terlarut dalam air. Material tersebut dapat berasal dari zat organik maupun anorganik Gaol, 2003. Tipe variasi spektral dari absorbsi dan scattering air laut murni menurut Robinson 1985, dapat dilihat pada Gambar 8 dimana ada indikasi kuat bahwa absorbsi akan menurun dan hamburan menaik dengan menurunnya panjang gelombang, sesuai dengan sifat warna biru air laut. Air yang mengandung fitoplankton mempunyai karakteristik spektral yang lebih rumit karena sel hidup dari organisme tumbuhan kecil dan alga mengandung klorofil yang digunakan untuk fotosintesis. Klorofil mempunyai karakteristik absorbsi sedangkan fitoplankton mempunyai struktur yang secara optik sebagai materi penghambur cahaya selain karakter absorbsi spektrum yang lain karena keberadaannya dikelilingi materi organik yang mengandung phaeophytin a. Gambar 8. Absorbsi a dan hamburan kembali b dari air laut murni Robinson 1985. Sedangkan variasi absorbsi dan hamburan menurut Robinson 1985, dapat dilihat pada Gambar 9. Terjadi absorbsi yang kuat pada puncak 440 nm dan lebih rendah sekitar 675 nm. Backscatter hampir seragam menurun terjadi pada panjang gelombang yang diperkirakan terjadi puncak absorbsi. Gambar 9 Tipe keragaman spektral dari a absorbsi klorofil, dan b koefisien hamburbalik spesifik. Nilai-nilai dari a pada 440 nm beragam antara 0.01 dan 0.1 m -1 mg m -3 -1 , tergantung pada umur dan spesies fitoplankton. Satuan-satuan dari b ordo tipe 10 -3 m -1 mg m -3 -1 dari Robinson 1985. Sifat absorbsi tertinggi klorofil ditemukan pada kanal biru dan merah sebaliknya pantulan tertinggi pada saluran hijau yang mana hal tersebut disebabkan karena meningkatnya koefisien hambur b b λ sedangkan Gaol 2003, menyatakan bahwa pada saluran hijau koefisien absorbs a λ , secara tajam berubah karena pigmen klorofil-a tidak menyerap pada kanal hijau. Pada kanal biru daya absorbsi klorofil-a sangat tinggi, karena daya absorbsi lebih besar dari daya hambur akibat pantulan menjadi rendah pada kanal biru. Berdasarkan pemahaman karakteristik interaksi obyek terhadap radiasi elektromagnetik, disamping ketidak seragaman kondisi setiap perairan maka diperlukan algoritma yang sesuai dalam pengkajian lautan berdasarkan warna air laut yang memanfaatkan radiasi gelombang elektromagnetik. Menurut Campbell 1999, bahwa algoritma ocean color adalah sebuah formula atau prosedur matematik untuk menentukan keberadaan perairan dari radiansi yang diukur dengan sensor ocean color. Algortima dapat dikembangkan secara analitik yang lebih mengarah pada pengembangan algoritma secara teoritis dan pengembangan secara empiris yaitu berdasarkan hubungan radiansi pada masing-masing kanal atau rasio kanal dengan konsentrasi klorofil di suatu perairan dengan statistik regresi. Sathyendranath and Morel 1983 dalam Wouthuyzen et al., 2005, membagi perairan berdasarkan sifat optiknya atas dua tipe, yakni tipe 1 case-1 waters dan tipe 2 case-2 waters. Pada perairan tipe 1, fitoplankton dan bio produknya memegang peranan dominan dalam menentukan sifat optik perairan. Perairan tipe 1 akan berubah menjadi perairan tipe 2, jika sedikitnya salah satu komponen berikut ini masuk ke dalam perairan tipe 1, yaitu sedimen yang tersuspensi ulang dari dasar perairan, terutama perairan dangkal; zat organik terlarut berasal dari daratan yang masuk melalui sungai run off; dan material tersuspensi berasal dari limbah rumah tangga anthropogenic. Dari sifat optik tersebut, maka pada umumnya perairan tipe 1 diklasifikasikan sebagai perairan lepas pantai oseanik, sedangkan tipe 2 adalah perairan pantaidangkal wilayah pesisir. Dasar estimasi konsentrasi klorofil-a dengan data citra satelit adalah berdasarkan rasio antara kanal yang tingkat absorbsi maksimum dengan kanal yang tingkat absorbsi minimum terhadap klorofil-a maka prinsip pengembangan algoritma ocean color adalah rasio antara kanal biru dan hijau. Bebarapa algoritma yang dikembangkan untuk ocean color berdasarkan rasio kanal menurut Gaol 2003, adalah sebagai berikut : 1 Algoritma untuk sensor Coastal Zone Color Scanner CZCS, Klorofil Chl = 1.130 L w 443L w 550 -1.705 untuk Chl 1.5 mgm 3 .... 1 Chl mgm 3 = 3.327 L w 520L w 550 -2.44 untuk Chl 1.5 mgm 3 ….. 2 Dimana L w 550 = radiansi kanal hijau; L w 443 = radiansi kanal biru. 2 Algoritma untuk sensor Ocean Color and Thermal Sensor OCTS, Chl mgm 3 = 0.2818 L w 520 + L w 565 L w 490 3.47 …………. 3 Dimana L w 520= kanal hijau; L w 490 = kanal biru. 3 Algoritma untuk sensor SeaWiFS. Berdasarkan hasil evaluasi, dengan menggunakan formulasi rasio kanal maksimum maximum band ratioMBR maka didapatkan bahwa algoritma yang paling baik hasilnya adalah algoritma Ocean Chlorophyll 4 OC4 yang menghasilkan koefisien determinasi r 2 0.932 O’Reilly et al., 1998; Hooker and McClain 2000 dalam Gaol 2003. Chl-a mgm 3 = 10 a0 + a1R + a2R2 + a3R3 + a4. OC4 ..………. 4 Dikatakan pula bahwa, formulasi MBR merupakan suatu pendekatan baru dalam pengembangan algoritma ocean color secara empiris dan mempunyai keunggulan dalam mengatasi kemungkinan tingkatan kisaran konsentrasi klorofil rendah, sedang dan tinggi. Dengan demikian model MBR juga berguna untuk penentuan konsentrasi klorofil dalam hubungannya dengan status trophic yaitu : oligotrophic , konsentrasi klorofil 0.3 µgL, mesotrophic 0.3-1.5 µgL dan eutrophic 1.5 µgL.

2.3.2 Penginderaan Jauh Gelombang Mikro Altimetri