Karakteristik limbah cair yang dihasilkan sangat erat hubungannya dengan bahan-bahan yang digunakan dalam proses tekstil. Berdasarkan tahapan yang
dilakukan pada proses produksi tekstil, maka air limbah industri tekstil banyak dihasilkan dari proses penghilangan kanji, pengelantangan, pelepasan
wax, merserisasi, pencelupan, pencucian dan penyabunan. Pada umumnya
karakteristik limbah cair industri tekstil disajikan seperti pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik limbah cair tekstil
Sumber : Azbar et al. 2004.
2.4. Metode Pengolahan Limbah Cair
Pengendalian pencemaran dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain menggunakan teknologi pengolahan limbah, perbaikan teknologi proses
produksi, daur ulang, reuse, recovery dan penghematan bahan baku serta energi
Ginting 2007. Limbah pada konsentrasi tertentu melewati ambang batas yang ditetapkan akan mempengaruhi kondisi lingkungan. Hingga saat ini, sungai
merupakan salah satu tempat pembuangan limbah. Ketika jumlah limbah yang dihasilkan sangat banyak sungai tidak lagi memiliki kemampuan
self purification dan akan menurunkan kualitas air sungai serta menimbulkan pencemaran.
Berbasis pada wawasan kita terhadap resiko pencemaran lingkungan oleh bahan-bahan pencemar yang terkandung pada air limbah, teknologi pengolahan
limbah yang dipergunakan harus memadai agar limbah yang dihasilkan memenuhi syarat baku mutu limbah sebelum dibuang ke lingkungan. Untuk
menghasilkan teknologi pengolahan limbah cair yang efektif dan efisien, maka pengembangan sistem pengolahan limbah cair harus diarahkan pada
peningkatan efisiensi, pemanfaatan sumberdaya lokal, dan pemenuhan bahan baku. Beberapa teknologi pengolahan limbah cair yang umum diterapkan
maupun dan terus dikembangkan adalah cara fisika, kimia dan biologi atau Parameter Satuan
Nilai pH -
7,0-9,0 Biological Oxygen Demand BOD
mgL 80-6.000
Chemical Oxygen Demand COD mgL
150-12.000 Total Suspended Solid TSS mgL
15-8.000 Klorida Cl
mgL 2.900-3.000
Nitrogen total mgL
1000-1.600 Warna Pt-Co
50-2.500
gabungan dari ketiga sistem pengolahan tersebut. Proses fisika bertujuan untuk mengolah limbah secara fisik, proses kimia bertujuan untuk mengikat bahan
pencemar melalui reaksi kimia dengan adanya penambahan bahan kimia ke dalam limbah. Sedangkan proses biologi bertujuan untuk merombak bahan
organik menjadi zat-zat yang lebih sederhana.
2.4.1. Pengolahan Fisika
Pengolahan fisika adalah pemanfaatan proses-proses fisika untuk menghilangkan bahan pencemar. Proses fisika ditujukan untuk mengolah limbah
secara fisik seperti pengendapan. Beberapa proses fisika yang digunakan dalam pengolahan limbah cair antara lain :
1. Teknologi membran Membran adalah materi tipis yang memungkinkan lewatnya partikel-
partikel dengan ukuran tertentu atau karakteristik fisika dan kimia tertentu. Dalam pengolahan limbah cair, teknologi membran dimanfaatkan untuk
menghilangkan atau me- recovery materi-materi tertentu. Teknologi membran
ditekankan pada tiga katagori, yaitu filtrasi ultra, filtrasi nano dan osmosis fase balik. Teknologi ini pada umumnya memerlukan biaya dan energi yang
besar. Filtrasi nano dan osmosis fase balik dapat digunakan sebagai proses utama atau proses akhir untuk pemisahan, pemurnian dan penggunaan
kembali dari garam-garam dan molekul-molekul yang besar dalam proses tekstil. Pada osmosis fase balik, limbah dialirkan pada tekanan sedang
melewati semipermeabel. Proses ini dapat mengambil sekitar 98 pengotor- pengotor dalam air yang mempunyai massa molekul lebih besar dari 100
sedangkan filtrasi nano, membran secara efektif dapat menyaring material yang mempunyai massa molekul lebih besar dari 200 Southern 1995
2. Adsorpsi Adsorpsi didasarkan pada afinitas yang tinggi dari adsorben terhadap
bahan pencemar. Pengolahan limbah cair melalui proses adsorpsi dipengaruhi oleh faktor fisika-kimia seperti interaksi bahan pencemar dengan
adsorben, luas permukaan adsorben, ukuran partikel, pH dan lama waktu kontak antara adsorben dengan bahan pencemar Mattioli
et al. 2002. Beberapa jenis adsorben yang sering digunakan untuk mengadsorpsi bahan
pencemar dalam air limbah di antaranya zeolit, resin polimer, penukar ion, granula ferihidroksida, serbuk gergaji, biomassa bakteri, dan biomassa fungi.
3. Koagulasi Koagulasi ditujukan untuk menurunkan TDS dan COD pada air limbah.
Prinsip koagulasi ini adalah penambahan koagulan seperti garam-garam magnesium, besi dan aluminium pada limbah sehingga terjadi asosiasi antara
bahan pencemar dengan koagulan membentuk endapan.
2.4.2. Pengolahan Kimia
1. Advanced Oxidation Processes
Advanced oxidation processes AOP adalah oksidasi menggunakan senyawa yang mempunyai nilai potensial oksidasi E
o
lebih tinggi dari oksigen 1,23 V. Senyawa kimia yang memiliki potensial oksidasi lebih besar
dari oksigen di antaranya hidrogen peroksida 1,78 V dan ozon 2,07 V. AOP didasarkan pada prinsip pembentukan spesies radikal bebas hidroksil
OHy yang dapat bereaksi dengan bahan pencemar Van der Zee 2002. Beberapa jenis AOP yang banyak digunakan adalah UVH
2
O
2
, pereaksi fenton Fe
2+
H
2
O
2
, UVTiO
2
, H
2
O
2
UVFe
2+
, ozonUV, ozonH
2
O
2
, ozonUVH
2
O
2
, ozonTiO
2
H
2
O
2
, dan ozonultrasonik Kdasi et al., 2004.
Oksidasi fenton didasarkan pada pembentukan radikal bebas berupa HO- dari reagen fenton 35vv H
2
O
2
dan FeCl
2
13,5 wv Fe
2+
ketika ion besi II dioksidasi oleh hidrogen feroksida.
H
2
O
2
+ Fe
2+
→ HO• + FeOH
2+
+ OH
-
Oksidasi fenton berlangsung baik pada kondisi asam. Pada kenyataannya limbah tekstil biasanya bersifat basa. Dengan demikian, banyak besi III
yang mengendap sehingga proses tersebut tidak efektif Van der Zee 2002. 2. Ozonasi
Ozon adalah agen pengoksidasi kuat dapat bereaksi dengan kebanyakan spesies yang mempunyai ikatan ganda seperti C=C, C=N, N=N serta ion-ion
sederhana yang mudah dioksidasi seperti ion S
2-
membentuk oksoanion misalnya SO
3 2-
dan SO
4 2-
. Dekomposisi ozon membutuhkan kondisi pH yang tinggi pH10. Pada proses ozonasi, hidroksi radikal terbentuk ketika ozon
terdekomposisi dalam air. O
3
+ H
2
O HO
3 +
+ OH
-
2 HO
2
2 HO
2
+ 2 O
3
HO• + 2 O
2
Pada kondisi basa, ozon bereaksi dengan komponen lain yang terdapat dalam limbah terutama dengan senyawa hidrogen menjadi molekul yang
lebih sederhana. Keterbatasan utama dari pengolahan dengan metode ozonasi adalah memerlukan biaya yang tinggi.
2.4.3. Pengolahan Biologi
Perombakan bahan organik menggunakan mikroorganisme dapat berlangsung pada kondisi aerob maupun anaerob. Perbedaan mendasar antara
perombakan aerob dan anaerob adalah terletak pada senyawa yang berperan sebagai penerima
ion hidrogen. Pada kondisi aerob, yang berperan sebagai penerima ion hidrogen adalah oksigen dengan melepaskan lebih besar energi
sedangkan pada kondisi anaerob yang berperan sebagai penerima ion hidrogen adalah nitrat atau sulfat atau bahan-bahan organik lain dengan melepaskan
energi lebih sedikit Adanya kandungan karbohidrat, lemak dan protein dalam limbah sangat
penting dalam metabolisme kehidupan mikroorganisme. Teknologi pengolahan limbah cair secara biologi muncul sebagai teknologi alternatif yang potensial
untuk dikembangkan. Teknologi pemanfaatan jasa mikroorganisme digunakan untuk limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi di mana
mikroorganisme menggunakan bahan organik tersebut sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Proses pengolahan limbah cair secara biologi tersebut
dapat dilakukan pada kondisi aerob dengan udara, kondisi anaerob tanpa udara atau kombinasi anaerob dan aerob tergantung pada karakteristik bahan
pencemar. Untuk mendesain suatu proses pengolahan limbah cair yang menggunakan mikroorganisme, variabel yang perlu diperhatikan adalah
pemilihan strain yang sesuai, waktu kontak, proses pemisahan dan pertimbangan ekonomis proses Ginting 2007. Secara garis besar pengolahan limbah cair
secara biologi dilakukan melalui dua mekanisme dasar, yaitu proses pengolahan dengan pertumbuhan tersuspensi
suspended growth treatment processes dan proses pengolahan dengan pertumbuhan terlekat atau teramobil
attachment growth treatment processes.
2.4.3.1. Pengolahan Menggunakan Proses Pertumbuhan Tersuspensi
Proses pengolahan dengan pertumbuhan tersuspensi adalah sistem pengolahan dimana terjadi interaksi antara mikroorganisme dengan limbah
membentuk flokulan yang mampu bergerak sesuai dengan arah aliran limbah. Beberapa metode pengolahan limbah cair menggunakan proses pertumbuhan
tersuspensi antara lain Siregar et al. 2004.
1. Lumpur aktif Proses lumpur aktif merupakan pengolahan dengan memanfaatkan
mikroorganisme untuk menguraikan polutan, baik dalam suasana aerob dengan aerasi maupun anaerob tanpa aerasi. Prinsip pengolahnnya
adalah bahan organik diuraikan oleh mikroorganisme dalam tangki aerasi. Limbah dan lumpur aktif dialirkan ke bak pengendap dan dibiarkan dalam
waktu tertentu sehingga terjadi pemisahan fase padat dan fase cair. Fase cair dikeluarkan sedangkan fase padat lumpur aktif diresirkulasi dan dicampur
dengan influen limbah cair. Udara dialirkan ke dalam tangki aerasi untuk memberikan oksigen pada proses aerob.
Gambar 4 Diagram alir pengolahan limbah cair dengan activated sludge.
2. Sequential Batch Reactor SBR
Sequential batch reactor merupakan modifikasi dari proses lumpur aktif dengan mengubah aliran
inflow dan aerasi kontinyu menjadi diskrit batch. Prinsip kerja dari SBR adalah limbah cair dialirkan ke dalam reaktor anaerob
dan dibiarkan selama waktu tertentu untuk berlangsungnya proses reaksi anaerob. Setelah selang waktu tertentu, limbah dialirkan ke reaktor aerob
diikuti pengaliran oksigen ke dalam reaktor untuk mensuplai oksigen yang diperlukan dalam proses oksidasi. Limbah cair dipisahkan menjadi dua fase
yaitu, fase padat lumpur aktif dan fase cair air jernih. Fase cair dialirkan di keluarkan dari tangki sedangkan fase padat dikembalikan ke reaktor
anaerob untuk digunakan kembali.
Efluen Bak
pengendap Tangki
aerasi
Resirkulasi lumpur aktif Ke pengolahan lumpur
Influen
Gambar 5 Diagram alir pengolahan limbah cair dengan sequential batch
reactor. 3.
Contact Stabilization System CSS Contact Stabilization System juga merupakan modifikasi dari proses
lumpur aktif yang memanfaatkan proses biosorpsi, yaitu pengikatan polutan oleh biomassa dalam reaktor. Prinsip kerja CSS adalah limbah cair diaerasi
bersamaan dengan biomassa dalam tangki kontak selama jangka waktu tertentu sehingga terjadi proses biosorpsi bahan pencemar oleh biomassa.
Biomassa selanjutnya diendapkan dan dialirkan ke tangki stabilisasi untuk diaerasi lebih lanjut kemudian limbah cair dan biomassa dialirkan ke bak
pengendap. Efluen yang jernih dikeluarkan sedangkan biomassa yang mengendap diresirkulasi ke tangki kontak untuk digunakan kembali.
Gambar 6 Diagram alir pengolahan limbah cair dengan contact stabilization
system. 4.
Upflow Anaerob Sludge Bed UASB Upflow Anaerob Sludge Bed merupakan teknologi pengolahan limbah
cair secara anaerob. Pada teknologi ini, limbah cair dialirkan dari bawah
Fase cair Proses
anaerob Proses
aerob Pengendapan
Limbah cair
Tangki stabilisasi Efluen
Resirkulasi Tangki kontak
Pengolah lumpur Influen
Bak pengendap
ke atas upflow melalui sludge bed. Prinsip kerja UASB adalah limbah cair
masuk dan didistribusikan melalui pendistributor yang terdapat pada bagian bawah reaktor. Mikroorgansime dalam bioreaktor membentuk
pellet berukuran sekitar 0,5-2 mm yang mengendap di dasar reaktor membentuk
sludge bed sebagai tempat berlangsungnya reaksi anaerob. Sistem distribusi dan gas yang dihasilkan dari reaksi di
sludge bed menghasilkan turbelensi yang memungkinkan terjadinya pencampuran dalam reaktor. Bagian
terpenting dari UASB adalah 3 fase separator untuk memisahkan bagian padat, cair dan gas.
Gambar 7 Desain reaktor pengolahan limbah cair dengan upflow anaerobic
sludge bed.
2.4.3.2. Pengolahan Menggunakan Proses Pertumbuhan Terlekat
Cara pengolahan air limbah dengan proses pertumbuhan terlekat dilakukan dengan mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologi yang di dalamnya berisi
media penyangga untuk pelekatan mikroorganisme. Terjadinya pelekatan mikroorganisme pada permukaan padatan disebabkan oleh adanya interaksi
yang kuat antara permukaan padatan dengan mikroorganisme melalui pembentukan polimer ekstraseluler di permukaan sel Kumar and Prasad 2006.
Sekali terjadi pelekatan, sel akan tumbuh dan berkembang dengan menggunakan nutrien yang ada di lingkungannya. Faktor utama untuk pelekatan
dan pertumbuhan mikroorganisme di permukaan padatan adalah bahan tersebut kasar dan berpori. Pembentukan koloni mikrob meningkat dengan semakin
besarnya luas permukaan dan porous karena energi yang dibutuhkan lebih kecil Prakash
et al. 2003. Untuk aplikasi dilapangan, persyaratan yang dipenuhi oleh material sebagai padatan pendukung di antaranya mudah diperoleh, harganya
Efluen
Influen Pendistribusi aliran
Sampling ports
Gas
Pemisah gas-padat-cair
murah dan bersifat inert. Beberapa padatan pendukung yang sering digunakan di antaranya keramik, nylon, pasir, batu, gel, poliurethane dan karbon aktif.
Pelekatan mikroorganisme di permukaan padatan membentuk lapisan tipis disebut dengan biofilm. Biofilm terdiri dari sekumpulan sel mikroorganisme yang
melekat pada padatan sehingga berada dalam keadaan diam, tidak mudah lepas atau berpindah tempat atau biofilm juga disebut sebagai komunitas yang
terstruktur dari mikroorganisme di dalam suatu matriks Prakash et al. 2003.
Pada Biofilm terjadi penumpukan bahan organik yang diselubungi oleh matrik polimer ekstraseluler dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut Donlan 2002.
Proses Pembentukan Biofilm
Mekanisme pembentukannya biofilm pada permukaan padatan dibagi menjadi 3 tahap yaitu 1 tahap pelekatan mikrob ke permukaan padatan,
2 tahap kolonisasi, dan 3 tahap pertumbuhan biofilm. Mekanisme pembentukan mikrob biofilm pada permukaan padatan disajikan pada Gambar 8.
dimodifikasi dari Borja et al. 2003
Gambar 8 Mekanisme pembentukan biofilm bakteri pada permukaan padatan.
Pada tahap pelekatan, bakteri pertama-tama mendekati permukaan melalui gaya elektrostatik maupun gaya fisika. Pada umumnya, ketersediaan nutrisi,
suhu air dan laju alir cairan yang memadai serta karakteristik mikrob seperti adanya flagela dan permukaan sel yang terasosiasi dengan poplisakarida atau
protein mempercepatan proses pelekatan mikrob pada permukaan padatan Prakash
et al. 2003. Setelah mikrob melekat pada permukaan padatan inert atau jaringan hidup, asosiasi menjadi stabil dengan terbentuknya mikrokoloni.
Beberapa dari sel bakteri terikat secara permanen pada permukaan material melalui pembentukan polimer ekstraseluler. Polimer ekstraseluler terdiri dari
sejumlah besar protein, polisakarida, asam nukleat dan fosfolipid yang berfungsi
Pelekatan Kolonisasi
Pertumbuhan
Permukaan padatan pendukung
sebagai jembatan antar permukaan sel dan menjadi inisiasi pada pembentukan biofilm. Polimer ekstraseluler juga mencegah difusi senyawa-senyawa toksik
yang membahayakan serta mengatur pertumbuhan sel. Pemasakan biofilm umumnya terjadi dalam rentang beberapa jam hingga berminggu-minggu
tergantung pada jenis bakteri. Biofilm bakteri memiliki keunggulan dibandingkan dengan bakteri yang
hidup secara bebas. Beberapa keunggulannya adalah menghasilkan kepadatan populasi sel yang lebih tinggi, lebih efisien terhadap penggunaan nutrisi dan lebih
tahan terhadap perubahan kondisi lingkungan. Hal ini menghasilkan aktivitas biodegradasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tersuspensi
Brault 1991. Berdasarkan keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh mikroorganisme pertumbuhan terlekat, teknologi biofilm prospektif untuk
diterapkan pada pengendalian pencemaran lingkungan terutama untuk menguraikan senyawa organik kompleks menjadi senyawa-senyawa organik dan
anorganik yang lebih sederhana. Dewasa ini, teknologi biofilm banyak digunakan untuk memproduksi bahan kimia seperti etanol dengan menggunakan
Saccharomyces cerevisiae, produksi butanol dengan menggunakan Clostridium acetobutylicum serta bahan kimia lainnya Qureshi et al. 2005. Biofilm bakteri
Pseudomonas sp. yang teramobil pada keramik dan sponge digunakan pada pengolahan air limbah mengandung fenol Misson and Razali 2007. Beberapa
contoh proses pengolahan limbah cair dengan pertumbuhan terlekat antara lain Siregar
et al. 2004. 1.
Trickling Filter Trickling
filter adalah proses pengolahan limbah cair secara biologi dengan memanfaatkan mikrooganisme yang teramobil pada permukaan
media filter. Mikroorgansime yang berperan dalam trickling filter adalah
mikroorganisme fakultatif yang dapat hidup dengan maupun tanpa kehadiran oksigen. Prinsip kerja
trickling filter adalah limbah cair dialirkan melalui bak filter yang berisi media batu berdiameter 25-100 mm. Pertumbuhan
mikroorganisme menyebabkan slime layer bertambah tebal sehingga pada
bagian luarnya berlangsung proses aerob sedangkan bagian dalam terjadi proses anaerob. Limbah cair yang telah diolah dikeluarkan melalui sistem
underdrain yang terdapat di bagian bawah bak filter. Desain pengolahan limbah dengan
trickling filter disajikan pada Gambar 9.
Dimodifikasi dari Rittman and McCarty, 2001 Gambar 9 Desain pengolahan limbah cair dengan
trickling filter. 2.
Fluidized Bed Reactor Fluidized
bed reactor adalah sistem pengolahan limbah dengan aliran
limbah secara upflow melalui media berpori berisikan mikroorganisme yang
teramobil. Fluidized bed reactor terdiri atas tiga komponen utama yaitu
bagian pendistribusi, bagian pemisah dan carrier. Carrier berfungsi sebagai
tempat melekatnya mikroorganisme. Inlet limbah cair didesain sedemikian rupa untuk mendistribusikan limbah secara merata ke seluruh tangki. Pada
bagian atas, plat memiliki lubang-lubang dengan diameter lebih kecil dari media pengamobil untuk menjaga agar media pengamobil tetap berada di
reaktor. Secara umum, desain pengolahan limbah cair Fluidized Bed Reactor
seperti disajikan pada Gambar 10.
Dimodifikasi dari Rittman and McCarty 2001 Gambar 10 Desain
pengolahan limbah cair dengan fluidized bed reactor.
media Influen
Udara Udara
Efluen Lumpur
Air bersih Daur ulang
Pompa Pendistribusi
Influen berputar
¤
Influen Daur ulang
Efluen
Pendistribusi aliran
Gas
Fluidized media
Studi perombakan limbah cair yang dilakukan oleh Nusa 2000, melaporkan beberapa keunggulan pengolahan limbah cair menggunakan proses
pertumbuhan terlekat adalah sebagai berikut: 1. Proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm, tanpa dilakukan
resirkulasi lumpur seperti pada pengolahan dengan lumpur aktif. Oleh karena itu, pengelolaannya relatif mudah.
2. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, lumpur yang dihasilkan pada proses biofilm relatif lebih kecil. Di dalam lumpur aktif sekitar 30-60 dari
BOD yang dihilangkan diubah menjadi lumpur aktif biomassa, sedangkan pada proses biofilm sekitar 10-30. Hal ini disebabkan karena pada proses
biofilm bahan pencemar terurai lebih sempurna dibandingkan pada proses lumpur aktif.
3. Faktor suhu sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme.
Penurunan dan kenaikan suhu mengakibatkan aktivitas mikroorganisme menjadi terganggu. Pembentukan biofilm merupakan salah satu bentuk
pertahanan mikroorganisme terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Biofilm mempunyai lapisan terstruktur dengan ketebalan
tertentu. Substrat maupun enzim dapat terdifusi sampai ke bagian dalam lapisan biofilm dan juga lapisan biofilm bertambah tebal sehingga aktivitas
mikroorganisme pada biofilm tidak begitu dipengaruhi oleh perubahan suhu. 4. Aktivitas mikroorganisme biofilm dinilai lebih ekonomis karena densitas
populasi mikroorganisme relatif stabil dan sel memiliki kemampuan untuk diregenerasi berdasarkan kemampuan pertumbuhannya.
2.5. Pengolahan Air Limbah Tekstil