II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Profil Industri Tekstil Indonesia
Hingga tahun 2006, jumlah industri tekstil Indonesia mencapai 2.699 perusahaan, dengan total investasi Rp 135,7 triliun. Jumlah ini mengalami sedikit
kenaikan dibanding tahun sebelumnya yang berjumlah 2,656 perusahaan. Lokasi industri TPT terkonsentrasi di Jawa Barat 57, Jawa Tengah 14 , dan
Jakarta 17. Sisanya tersebar di Jawa Timur, Bali, Sumatera dan Yogyakarta API 2007. Sebagian besar negara tujuan tekstil dan produk tekstil Indonesia
adalah Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang. Pada 2006, ekspor ke AS mencapai 41,3 persen, Uni Eropa 16,5 persen, dan Jepang 3,7 persen. Bila
diperhatikan, terlihat bahwa kenaikan ekspor pada 2006 juga didorong oleh kenaikan harga rata-rata produk TPT yang cukup signifikan dibanding tahun
sebelumnya yakni dari USD 4,76kg pada 2005 menjadi USD 4,99kg. Perkembangan ekspor TPT Indonesia seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia Tahun
Volume ribu kg
Nilai Ribu USD
Harga rata-rata USDkg
2000 1.777132 8.377397
4,71 2001 1.721312
7.678422 4,46
2002 1.758675 6.888559
3,92 2003 1.555920
7.052181 4,53
2004 1.626461 7.647441
4,70 2005 1.796800
8.555000 4,76
2006 1.877400 9,376000
4,99 Sumber : Asosiasi Pertekstilan Indonesia 2007
2.2. Zat Warna Pencelupan Tekstil
Penggunaan zat warna alam pada industri tekstil dari tahun ke tahun semakin tergeser setelah tersebarnya zat warna sintetik di pasaran. Pada saat
ini, hampir setiap industri tekstil menggunakan zat warna sintetik, hal ini disebabkan karena zat warna sintetik lebih murah dan penggunaannya lebih
praktis dibandingkan zat warna alam serta dapat memenuhi kebutuhan industri pada skala besar. Zat warna sintetik merupakan molekul dengan sistem elektron
terdelokalisasi dan mengandung dua gugus yaitu, kromofor dan auksokrum. Kromofor berfungsi sebagai penerima elektron sedangkan auksokrum sebagai
pemberi elektron yang mengatur kelarutan dan warna Carliell 1995. Kromofor menyebabkan warna melalui pengubahan pita serapan pada daerah tampak
visible. Beberapa kromofor yang umum di antaranya gugus etilen –C=C-, gugus karbon-nitrogen -C=NH-, CH=N-, gugus karbonil -C=O, gugus azo
-N=N-, gugus nitro -NO
2
, dan gugus nitroso –NO sedangkan auksokrum di antaranya –NH
2
, -NR
2
, -COOH, -SO
3
H, -OH dan OCH
3
Van der Zee 2002. Dewasa ini, telah tersebar bermacam-macam jenis zat warna sintetik yang
penggunaannya disesuaikan dengan jenis serat yang akan dicelup, ketahanan warna yang dikehendaki, faktor-faktor teknis dan ekonomis lainnya.
Penggolongan zat warna tekstil berdasarkan cara pencelupannya dapat disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Penggolongan zat warna menurut sifat dan cara pencelupannya No Golongan
zat warna
Sifat 1
Zat warna direk Mempunyai daya ikat kuat dengan serat selulosa.
Pencelupan dilakukan secara langsung dalam larutan dengan zat-zat tambahan yang sesuai.
2 Zat warna mordan Mempunyai daya ikat yang lemah dengan serat.
Pada proses pencelupan biasanya dilakukan pengerjaan pendahuluan dengan penambahan
krom pada zat warna sehingga membentuk kompleks logam.
3 Zat warna reaktif
Mempunyai gugus reaktif yang dapat membentuk ikatan kovalen kuat dengan serat selulosa, protein,
poliamida dan poliester.Pemakaian zat warna ini bisa pada suhu rendah dan suhu tinggi.
4 Zat warna penguat Mempunyai daya ikat yang kuat dengan serat selulosa, warna terbentuk dalam serat setelah
ditambahkan garam penguatnya. 5
Zat warna asam Memiliki daya ikat yang kuat dengan serat protein
dan poliamida. Pencelupan dilakukan pada kondisi asam dan secara langsung ditambahkan pada
serat.
6 Zat warna basa
Memiliki daya ikat yang kuat dengan serat protein Pencelupan dilakukan pada kondisi basa dan
secara langsung ditambahkan pada serat. 7 Zat
warna belerang Memiliki daya ikat yang kuat dengan serat
selulosa. Pada sistem kromofor dan gugus sampingnya mengandung belerang yang mampu
berikatan kuat dengan serat.
Penggunaan zat warna reaktif terus berkembang untuk pewarnaan kain dari serat protein, poliamida, poliester dan polipropilen. Blackburn dan
Burkinshaw 2002, melaporkan bahwa sekitar 40 bahan tekstil dunia terbuat dari selulosa dengan lebih dari 50 zat warna yang digunakan adalah zat warna
reaktif azo. Zat warna reaktif merupakan zat warna organik sintetik yang dapat
membentuk ikatan kovalen antara gugus reaktif dari molekul zat warna dengan gugus nukleofil dari rantai polimer serat Suwanruji 2004. Proses pencelupan
kain menggunakan zat warna reaktif azo membutuhkan garam-garam dan natrium hidroksida yang cukup besar. Garam diperlukan untuk memudahkan
terjadinya adsorpsi zat warna ke dalam serat sedangkan natrium hidroksida digunakan untuk mengkondisikan agar pH sekitar 11 sehingga terbentuknya
gugus anion dari selulosa selulosa-O- untuk proses fiksasi. Fiksasi zat warna pada kain selulosa melalui mekanisme reaksi adisi nukleofilik gugus reaktif
vinilsulfon yang dituliskan dalam reaksi : Dye-SO
2
-CH
2
-CH
2
-OSO
3
Na + NaOH Dye-SO
2
-CH2=CH2 + Na
2
SO
4
+ H
2
O Dye-SO
2
-CH2=CH2 + Selulosa-OH Dye-SO
2
-CH2-CH2-O-Selulosa
2.3. Proses Produksi Tekstil dan Karakteristik Limbah