4.5 Toksisitas Limbah Hasil Pengolahan
Evaluasi efek toksik limbah tekstil sebelum dan setelah pengolahan menggunakan hewan uji
Daphnia magna ISO 66431. Penilaian toksisitas limbah menggunakan EC
50
yaitu efek konsentrasi yang menyebabkan kematian sebesar 50 terhadap hewan uji pada waktu paparan 48 jam. Kurva hubungan
dosis respon log persentase konsentrasi limbah terhadap persentase mortalitas Daphnia magna selama paparan 48 jam untuk limbah sebelum dan sesudah
pengolahan disajikan pada Gambar 39 dan 40. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 15.
Gambar 39. Hubungan dosis respon log konsentrasi limbah terhadap mortalitas
Daphnia magna selama paparan 48 jam untuk limbah sebelum pengolahan
Pengolahan tahap anaerob Pengolahan tahap aerob
Gambar 40 Hubungan dosis respon log konsentrasi limbah terhadap mortalitas
Daphnia magna selama paparan 48 jam untuk limbah setelah pengolahan.
Gambar 39 memperlihatkan kurva hubungan antara persentase pengenceran limbah dengan persentase mortalitas
Daphnia magna. Regresi
y = 43,185x - 24,37 R
2
= 0,9826
10 20
30 40
50 60
70
0,7 1,1
1,5 1,9
2,3 Log konsentrasi efluen
M or
tal itas
D a
phn ia m
a gna
y = 23,254x - 8,5071 R
2
= 0,9423
5 10
15 20
25 30
35 40
45
1 2
3 Log konsentrasi efluen
M o
rt a
lit as
D aph
ni a m
ag na
y = 39,863x - 33,726 R
2
= 0,973
10 20
30 40
50 60
0,5 1,0
1,5 2,0
2,5 Log konsentrasi limbah
M ort
al it
as D
aphni a
m agna
linear dari kurva tersebut mempunyai nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 0,973 yang berarti 97,3 kematian
Daphnia magna dapat disebabkan bahan pencemar dalam limbah. Koefisien korelasinya r dari persamaan tersebut
adalah 0,98. Hal ini berarti terdapat hubungan linear yang kuat antara peningkatan konsentrasi bahan pencemar limbah tekstil dengan jumlah
Daphnia magna yang mati pada lama paparan 48 jam. Nilai EC
50
dari limbah tekstil sebelum diolah adalah 126. Menurut Coleman and Qureshi 1985, jika
EC
50
100 berarti limbah tekstil CV. Mama Leon, Bali masuk ke dalam katagori limbah tidak toksik.
Limbah tekstil setelah diolah dalam reaktor kombinasi anaerob-aerob selama 6 hari menggunakan konsorsium bakteri terlekat pada batu vulkanik
menghasilkan nilai EC
50
pada pengolahan anaerob sebesar 52,74 dan 328,10 setelah pengolahan aerob Gambar 40. Temuan ini, menunjukkan
pengolahan tahap anaerob menghasilkan air limbah masuk ke dalam katagori tosksisitas sedang dan setelah pengolahan tahap aerob masuk ke dalam
katagori tidak toksik. Toksisitas limbah hasil pengolahan anaerob lebih besar dibandingkan dengan limbah tekstil sebelum pengolahan kemungkinan
disebabkan oleh terbentuknya senyawa amina aromatik. Namun, amina aromatik tersebut mengalami perombakan pada tahap aerob sehingga toksisitasnya
menjadi hilang. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil kajian-kajian tentang toksisitas
perombakan zat warna azo yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Mlegoza
et al.2004, melakukan kajian toksisitas hasil perombakan zat warna azo
disperse blue pada kondisi anaerob-aerob. Hasil kajiannya adalah zat warna disperse blue termasuk katagori tidak toksik tetapi setelah mengalami fase
perombakan anaerob toksisitasnya meningkat menjadi 14,4 satuan toksisitas. Meningkatnya toksisitas hasil perombakan anaerob disebabkan oleh
terbentuknya produk amina aromatik berupa senyawa amina 2-bromo 4,6 dinitroanilin BDNA dan N,N disubstitusi 1,4-diaminbenzen NNDB pada
perombakan disperse blue. Akan tetapi, kedua senyawa amina aromatik tersebut
mengalami perombakan lebih lanjut pada fase aerob sehingga toksisitasnya menjadi menurun. Frijters
et al. 2006 dalam kajiannya melaporkan bahwa toksisitas hasil perombakan limbah tekstil pada fase anaerob lebih besar
dibandingkan limbah aslinya. Toksisitas limbah menjadi menurun setelah memasuki fase pengolahan aerob. Shin
et al. 2002, melaporkan zat warna azo
amaranth sebelum dan sesudah dirombak menggunakan jamur Trametes versicolor mempunyai nilai EC
50
ebih besar dari 100 terhadap Vibrio fischeri
selama paparan 48 jam. Hal ini berarti zat warna tersebut sebelum dan sesudah dirombak berada dalam katagori tidak toksik.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan 1. Bakteri yang diisolasi dari lumpur lingkungan limbah tekstil CV. Mama
Leon Tabanan dan lumpur Sungai Badung, Denpasar, Bali teridentifikasi bakteri
Aeromonas sp., Pseudomonas sp.,
Plesiomonas sp.,
Flavobacterium sp., dan Vibrio sp. Bakteri Aeromonas sp. ML6, Aeromonas sp. ML14, Aeromonas sp. ML24, Pseudomonas sp. ML8 dan
Flavobacterium sp. ML20 potensial digunakan untuk merombak limbah zat warna tekstil.
2. Aktivitas bakteri dalam merombak zat warna tekstil sangat dipengaruh oleh
faktor lingkungan. Aktivitas perombakan zat warna berlangsung efisien pada kondisi anaerob dan memerlukan sumber karbon eksternal untuk
meningkatkan efisiensi perombakan. Kondisi lingkungan optimum yang diperlukan bakteri untuk merombak 200 mgL zat warna
remazol yellow, remazol red, remazol blue, remazol black dan remazol campuran adalah
pada pH 7-8 dan memerlukan 2-3 gL glukosa. 3.
Pengolahan limbah tekstil sistem kombinasi anaerob-aerob dengan proses pertumbuhan terlekat menggunakan konsorsium bakteri yang teramobil
pada batu vulkanik menghasilkan efisiensi lebih tinggi dibandingkan dengan kultur tunggal. Pengolahan limbah tekstil buatan dalam reaktor anaerob-
aerob selama 6 hari pengolahan mampu menurunkan warna, TDS, TSS, COD dan BOD masing-masing sebesar 96,94, 75,73, 68,03, 97,68
dan 94,60. Pengolahan tahap aerob selama 30-40 jam sudah mampu menurunkan nilai COD dan BOD sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan
untuk limbah lindustri. Konsorsium yang digunakan pada pengolahan tahap anerob terdiri dari
Aeromonas sp.ML6, Aeromonas sp.ML14, Pseudomonas sp.ML8 dan
Flavobacterium sp. ML20. Sedangkan konsorsium bakteri pada tahap aerob terdiri dari
Plesiomonassp.SB1, Plesiomonassp.SB2, Vibrio sp.SB1,
Vibrio sp.SB2 dan Vibrio sp.SB3. 4.
Pengolahan limbah tekstil skala lapang menggunakan sistem kombinasi anaerob-aerob selama 6 hari menghasilkan efisiensi perombakan warna,
TDS, TSS, COD dan BOD masing-masing sebesar 95,72, 80,87, 87,50, 98,38 dan 93,90.