melahirkan kemudian melakukan perkawinan, implantasi blastosisnya akan mengalami penundaan selama 2-4 hari. Pada rodensia saat terjadi implantasi
menunjukan blastosis bersifat pasif dan endometrium dipengaruhi progesteron Smith Mangkoewidjojo 1988.
II.3 Organ Reproduksi Ovarium
Organ reproduksi betina terdiri atas organ reproduksi primer dan sekunder. Organ reproduksi primer terdiri dari ovarium sedangkan organ reproduksi
sekunder terdiri atas tuba falopii, uterus, serviks, vagina. Ovarium menghasilkan sel telur dan hormon kelamin betina. Ovarium mengandung oosit dalam jumlah
banyak namun hanya sedikit dari jumlah oosit tersebut yang dimatangkan dan diovulasikan selama masa reproduktif. Organ reproduksi sekunder berfungsi
menerima dan menyalurkan sel-sel kelamin jantan dan betina, memberi makan dan melahirkan individu baru Toelihere 1985. Ovarium pada mamalia memiliki
sepasang organ yang mensekresikan progesteron, estrogen, prostaglandin, relaksin dan oksitosin. Ovarium terletak pada rongga abdomen dan permukaan
ovariumnya dibungkus oleh satu lapisan epitel dan digantung oleh mesovarium Hafez 2000.
Gambar 4 Ovarium Tikus Ovarium terbagi atas medula dan korteks. Bagian korteks menjadi tempat
pembentukan folikel primer, sekunder, de Graaf dan korpus luteum serta tempat terbentuknya hormon-hormon reproduksi. Ukuran ovarium sangat tergantung
pada umur dan status reproduksi. Pada ovarium dewasa ditemukan beberapa
folikel yaitu folikel primer, folikel sekunder dan folikel de Graaf Hafez 2000. Morfologi folikel sebelum masa pubertas hanya terlihat sebagai foliker primer.
Pada usia dewasa kelamin, folikel primer akan berkembang menjadi folikel sekunder dan folikel de Graaf yang akan mengalami ovulasi sehingga terbentuk
korpus luteum dan folikel atresia. FSH dan LH yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa anterior akan
merangsang sel target ovarium dengan berkombinasi pada reseptor FSH dan LH yang sangat spesifik pada membran sel sehingga ovarium dapat berfungsi.
Reseptor yang diaktifkan akan meningkatkan laju kecepatan sekresi sel-sel target dan pertumbuhan proliferasi sel Guyton 1994. FSH berfungsi dalam
perangsangan dan pematangan folikel de Graaf kemudian bersama LH akan merangsang pembentukan dan sekresi estrogen. Estrogen yang dihasilkan folikel
akan merangsang sekresi LH. Sekresi LH yang terjadi secara cepat dengan konsentrasi tinggi akan menyebabkan terjadinya ovulasi Johnson Everitt
1984. Ovulasi adalah pelepasan sel telur ovum dari folikel sel de Graaf Partodiharjo 1987. Folikel yang pecah tadi nantinya akan membentuk korpus
rubrum. Perkembangan dari korpus rubrum ini akan membentuk korpus luteum jika terjadi fertilisasi pada endometrium dan akan membentuk korpus albikans
jika tidak terjadi pembuahan pada ovum.
Korpus Luteum
Korpus luteum adalah bagian dari ovarium yang berasal dari ruptura folikel pada saat ovulasi. Jumlah korpus luteum yang terbentuk bergantung kepada
jumlah telur yang diovulasi. Menurut Guyton 1994 korpus luteum merupakan organ yang dapat menghasilkan estrogen dalam jumlah lebih sedikit dan
progesteron dalam jumlah banyak pada fase luteal. Korpus luteum mempunyai efek umpan balik negatif yang kuat terhadap kelenjar hipofisa anterior untuk
mengurangi sekresi LH dan FSH. Sel luteal akan mensekresikan inhibin dalam jumlah cukup banyak sehingga kadar LH dan FSH dalam darah jadi rendah.
Keadaan ini menyebabkan korpus luteum mengalami degenerasi menyeluruh yang disebut deengan involusi korpus luteum.
Korpus luteum berperan dalam menjaga ketebalan endometrium dengan cara memproduksi hormon progesteron. Proses ini dikenal dengan fase sekresi
dari endometrium. Jika terbentuk korpus albikans, maka hormon progesteron tidak akan terbentuk dan dinding endometrium tidak menebal. Korpus luteum
akan tetap terpelihara selama kebuntingan untuk selalu mensekresi progesteron karena adanya estrogen. Estrogen dalam masa kebuntingan berperan dalam
memelihara korpus luteum agar tetap mensekresikan progesteron. Estrogen bekerja dengan cara merangsang biosintesis kolesterol agar tetap tersedia
kolesterol bebas yang akan digunakan oleh korpus luteum agar terbentuk hormon progesteron Azhar et al. 1989. Jumlah korpus luteum merupakan faktor penting
dalam menentukan kadar progesteron dalam serum induk. Penelitian yang dilakukan Satyaningtijas Isdoni 1995 melaporkan adanya korelasi antara
jumlah korpus luteum dengan kadar progesteron pada domba lokal peranakan ekor kurus. Peningkatan progesteron dengan peningkatan jumlah korpus luteum
menjadi signal biologis untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan uterus dalam mempersiapkan lingkungan yang cocok untuk implantasi dan pertumbuhan
serta perkembangan embrio .
II.3 Hormon hormon