Latar Belakang HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat besar, bahkan menempati urutan ke tiga terbesar di dunia. Hutan tropika Indonesia ditumbuhi sekitar 30.000 spesies tumbuhan berbunga dan diperkirakan sekitar 3.689 spesies di antaranya merupakan tumbuhan obat Endjo Hernami 2004. Berbagai macam tumbuhan yang ada di hutan tropika Indonesia belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pengobatan. Di pedesaan sudah menjadi tradisi dalam memanfaatkan obat-obatan yang diolah secara tradisional. Obat tradisional yang biasa dibuat dari batang, rimpang, buah, daun, dan bunga tanaman . Obat tradisional ini digunakan berdasarkan pada pengalaman secara turun temurun, namun kebanyakan belum memberikan pembuktian dasar ilmiah. Purwoceng Pimpinella alpina merupakan tanaman obat asli Indonesia endemik dataran tinggi. Habitat alami purwoceng berada pada ketinggian 1.800 – 3.500 m dari permukaan laut Heyne 1987. Daerah pengembangan budidaya purwoceng saat ini hanya di Dataran Tinggi Dieng dengan luasan terbatas, pada ketinggian 1.850- 2.050 m dari permukaan laut, dan suhu antara 15–21°C Rahardjo et al. 2006. Purwoceng sudah banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai obat dalam bentuk ramuan dan tidak berbahaya. Bentuk ramuan yang sudah banyak dibuat dalam bentuk kemasan teh dan jamu Wahyuni 2010 bahkan saat ini sudah diproduksi susu purwoceng. Akar tanaman herbal ini dilaporkan berkhasiat sebagai obat afrodisiak meningkatkan gairah seksual dan menimbulkan ereksi, obat diuretik melancarkan saluran air seni, seduhan purwoceng juga digunakan sebagai minuman tonik untuk meningkatkan stamina tubuh Ajijah et al. 2010. Purwoceng dikenal sebagai salah satu tanaman herbal yang mampu memperbaiki kinerja reproduksi karena diduga mengandung bahan androgenik atau estrogenik. Ekstrak akar purwoceng sebanyak 50 mg mampu memperbaiki kinerja reproduksi tikus jantan yaitu meningkatkan kadar hormon Luteinizing hormone LH dan testosteron pada tikus Sprague Dawley Taufiqqurrachman 1999. Pada penelitian ini akar purwoceng diberikan pada tikus betina bunting untuk melihat perbaikan kinerja reproduksi pada tikus betina Sprague Dawley.

I.2 Tujuan

Dokumen yang terkait

Efektivitas pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) selama 13 21 hari kebuntingan terhadap bobot organ reproduksi dan anak tikus putih

1 14 47

Efektivitas pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) selama 13-21 hari kebuntingan terhadap bobot organ reproduksi dan anak tikus putih (Rattus sp.)

0 5 82

Efektivitas pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) selama 1-13 hari kebuntingan terhadap bobot ovarium dan uterus tikus putih (Rattus sp.)

3 27 83

Efektifitas Pemberian Ekstrak Etanol Purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap Pertambahan Bobot Badan Tikus Betina Buting Umur Kebuntingan 0 – 13 Hari

0 5 78

Efektivitas Pemberian Ekstrak Etanol Purwoceng (Pimpinella alpina KDS) Selama 21 Hari Laktasi terhadap Bobot Badan Anak Tikus Putih (Rattus norvegicus)

0 3 94

Tampilan anak tikus jantan (rattus novergicus) dari induk yang diberi ekstrak etanol akar purwoceng (pimpinella alpina) selama 1-13 hari kebuntingan

1 5 45

Perkembangan Tulang Anak Tikus Jantan Dari Induk Yang Diberi Ekstrak Etanol Purwoceng Pada Hari Ke 13-21 Kebuntingan

0 3 28

Bobot Badan Tikus Betina Bunting Yang Diberi Ekstrak Etanol Akar Purwoceng (Pimpinella Alpina) Pada Hari 13-21 Kebuntingan

2 14 31

Efektivitas Ekstrak Etanol Akar Purwoceng (Pimpinella Alpina Kds) Pada Induk Tikus Selama 1-13 Hari Kebuntingan Terhadap Siklus Estrus Anak Betinanya

0 8 40

Tampilan anak tikus betina dari induk bunting yang diberi ekstrak akar purwoceng (Pimpinella alpina KDS) selama 1-13 hari.

0 5 35