4.3.3. Populasi
Pengambilan data populasi dilakukan secara sensus dengan metode Concentration Count atau metode titik konsentrasi. Titik konsentrasi ditempatkan
pada lokasi yang diduga sebagai tempat dengan perjumpaan satwa yang tinggi. Pada penelitian ini, titik diambil di sarang tidur tarsius. Penentuan sarang tidur ini
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Melakukan survei dengan mendengarkan suara tarsius pada pagi hari
lalu menentukan lokasi asal suara. 2. Mencari lokasi asal suara tarsius. Umumnya sarang tidur tarsius berupa
pohon yang rimbun. 3. Mencium bau urin yang ditinggalkan tarsius. Menurut Rowe et al.
1996, salah satu ciri penandaan keberadaan tarsius berasal dari urine yang memiliki bau khas sehingga manusia pun bisa mendeteksinya.
Pengamatan dilakukan pada saat tarsius meninggalkan lokasi tidurnya, yaitu sebelum matahari terbenam antara pukul 16.30 - 18.00 WITA dan pada saat
tarsius kembali ke tempat tidurnya, yaitu sebelum matahari terbit antara pukul 05.00 - 07.00 WITA. Semua pengamatan tersebut dilakukan dengan tiga kali
pengulangan untuk setiap kelompok agar mendapatkan hasil yang lebih akurat.
4.3.4. Sebaran kelompok
Data sebaran geografis tarsius menurut lokasi tempat tidur dilakukan dengan menandai daerah yang menjadi sarang tarsius dengan menggunakan GPS
lalu dianalisis dengan menggunaka software ArcMap GIS 10.
4.4. Analisis Data
4.4.1. Karakteristik Habitat 4.4.1.1. Komponen Fisik
Komponen fisik habitat tarsius yang dianalisis terdiri dari ketinggian tempat, suhu dan kelembaban udara serta jarak dari pemukiman. Komponen
tersebut dianalisis secara deskriptif dari hasil identifikasi, pengamatan dan pengukuran serta kondisi sesungguhnya di lapangan.
4.4.1.2. Analisis vegetasi Data hasil pengamatan tumbuhan yang dikumpulkan dari lapangan
digunakan untuk menghitung frekuensi, kerapatan, dominansi dan indeks nilai penting suatu jenis tumbuhan. Nilai-nilai tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk
nilai mutlak maupun nilai relatif dengan persamaan sebagai berikut : Kerapatan K
= Kerapatan Relatif
= × 100
Dominansi D =
× 100 Dominansi Relatif DR
=
D D
× 100 Indeks Nilai Penting INP
= KR + DR pohon dan tiang Indeks Nilai Penting INP
= KR semai dan pancang Luas bidang dasar ke-i
=
4
. �.�
�
Untuk mengetahui keragaman jenis tumbuhan digunakan indeks persamaan Shanon-Wiener yaitu:
�′ = − � �� ln ��
� �=
dengan pi =niN Keterangan :
H’ = Indeks keragaman jenis Shannon-Wiener
ni = jumlah individu atau nilai penting jenis ke-i
N = total individu atau nilai penting seluruh jenis
Kesamaan komposisi tiap vegetasi dihitung dengan Indeks of Similarity IS dengan persamaan sebagai berikut:
IS = 2
� +
× 100 Keterangan :
IS = Indeks kesamaan komunitas
W = jumlah nilai yang sama dan nilai yang terendah dari jenis-jenis yang
terdapat dalam dua tegakan yang dibandingkan. a
= jumlah nilai kuantitatif dari semua yang terdapat pada tegakan pertama.
b = jumlah nilai kuantitatif semua jenis yang terdapat pada tegakan kedua.
4.4.1.3. Karakteristik sarang
Setelah melakukan analisis vegetasi disekitar sarang tarsius dilakukan juga analisis deskriptif terhadap jenis tumbuhan yang diduga menjadi lokasi tidur
tarsius.
4.4.1.4. Serangga
Keanekaragaman jenis serangga dihitung dengan menggunakan indeks keragaman Shannon-Wiener Ludwig dan Reynolds 1988 :
�′ = − � �� ln ��
� �=
Keterangan : H’= indeks keragaman Shannon-Wiener
Pi = proporsi jumlah individu ke-i niN ni = banyaknya individu spesies ke-i
N = total individu seluruh jenis
4.4.2. Populasi
Perhitungan ukuran populasi tarsius dengan metode titik konsentrasi dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:
n x
P
i i
∑
=
∑
=
i
P P
Keterangan: = ukuran populasi di lokasi konsentrasi ke-i individu
= jumlah individu yang dijumpai pada pengamatan ke-i = total populasi di seluruh areal penelitian
= jumlah ulangan pengamatan Sedangkan untuk kepadatan populasi diperlukan data mengenai luas areal
pengamatan yang dilakukan dengan analisis program ArcMap GIS 10 dengan menghubungkan garis terluar wilayah pengamatan. Kepadatan populasi
didapatkan dengan membagi jumlah individu yang ditemukan dengan luas areal pengamatan.
4.4.3. Sebaran
Data sebaran tarsius menurut lokasi tempat tidur yang telah ditandai di GPS, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan software ArcMap GIS 10.
4.4.4. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk data-data kualitatif yang tidak dilakukan pengukuran secra kuantitatif. Data mengenai karakter pohon sarang
akan disajikan dalam bentuk diagram dan grafik yang akan dibahas secara deskriptif.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Habitat
Habitat adalah suatu lingkungan dengan kondisi tertentu yang dapat mendukung kehidupan suatu spesies secara normal. Menurut Odum 1993,
habitat merupakan suatu kawasan berhutan maupun tidak berhutan yang menjadi tempat ditemukannya organisme tertentu. Sehingga, setiap habitat satwaliar akan
didukung oleh komponen biotik dan abiotik yang disesuaikan dengan kebutuhan satwaliar tersebut, seperti air, udara, iklim, vegetasi, mikro dan makrofauna juga
manusia Alikodra 2002. Begitu juga dengan tarsius yang ditemukan di TN Babul. Secara umum habitat tarsius tersebut berada di area hutan sekunder,
perbatasan hutan sekunder dengan perkebunan atau perladangan dan di sekitar kawasan perumahan penduduk.
5.1.1. Komponen fisik
Komponen fisik yang diukur dalam penelitian ini terdiri dari suhu dan kelembaban udara, ketinggian tempat serta jarak dari pemukiman. Penelitian
dilakukan pada bulan Mei – Juli 2011 saat sedang terjadinya musim peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Berikut data curah hujan yang diperoleh dari
Badan Meteorolgi dan Geofisika wilayah IV Makassar. Tabel 1 Data curah hujan Balocci, Pangkep
Bulan Curah Hujan mm Hari Hujan hari
Mei 305
14 Juni
9 1
Juli -
- Sumber: BMG wilayah IV Makassar
Lokasi penelitian yang berada di sekitar tebing dan masih dipengaruhi angin laut membuat lokasi penelitian sesekali diterpa angin yang cukup kencang
dan terkadang disertai dengan hujan pada malam hari. Kisaran suhu harian selama penelitian adalah 21 – 24 °C dengan kelembaban antara 67 - 91. Kelembaban
tertinggi terjadi pada bulan Mei yang mencapai 91. Sedangkan intensitas hujan tertinggi pada saat penelitian juga terjadi pada bulan Mei dan terjadi pada siang
sampai malam hari. Intensitas hujan paling rendah pada bulan Juli. Kelembaban terendah terjadi pada akhir bulan Juni, yaitu 67. Akan tetapi, pada bulan ini
sering terjadi angin yang cukup kencang. Perbedaan kelembaban ini dapat