Pada Gambar 2 terlihat bahwa terdapat dua jenis tarsius yang memiliki nama yang hampir sama yaitu Selayar tarsier dan tarsier. Perbedaan yang dimiliki
oleh kedua jenis tarsius tersebut adalah rambut pada ekor tarsier lebih lebat daripada Selayar tarsier. Setelah revisi yang dilakukan Groves dan Shekelle
2010, Tarsius tarsier berganti nama menjadi Tarsius fuscus sedangkan Selayar tarsier menggunakan nama Tarsius tarsier. Perbedaan morfologi lainnya dari
kedua spesies ini adalah kaki belakang T. fuscus lebih pendek dibandingkan T. tarsier, warna bulu T. fuscus juga lebih coklat kemerahan dan hanya sedikit
bagian yang berwarna abu-abu, panjang ekor T. tarsier adalah 221 dari panjang seluruh tubuh dan kepala. Menurut Musser dan Dagosto 1988, panjang ekor T.
fuscus adalah 143 - 166 dari panjang seluruh tubuh dan kepala.
2.3. Habitat dan Penyebaran
Tarsius banyak ditemukan di luar hutan lindung atau area perbatasan hutan antara hutan primer dengan hutan sekunder, hutan sekunder dengan perkebunan
masyarakat serta areal perladangan atau pertanian. Sedangkan pohon tidur atau sarang tarsius umumnya ditemukan di sekitar hutan sekunder dan perladangan
dengan vegetasi yang rapat Sinaga et al. 2009. Sedangkan menurut Napier dan Napier 1986, habitat tarsius adalah berbagai tipe hutan yaitu hutan hujan tropis,
semak berduri, hutan bakau dan ladang penduduk. Selain itu, tarsius juga dapat hidup di hutan primer yang didominasi oleh famili Dipterocarpaceae dan
perkebunan karet Niemitz dan Verlag 1984 Pohon tidur merupakan pusat kehidupan bagi tarsius dan terdapat paling
sedikit satu pohon tempat tidur dalam satu wilayah kawanan Kinnaird 1997. Pohon tidur atau sarang tarsius lebih banyak menempati jenis-jenis pohon
Bambusa sp., Ficus sp., Imperata cylindrica, Arenga pinnata dan Hibiscus tiliaceus Sinaga et al. 2009. Menurut Widyastuti 1993, kelompok tarsius di
hutan primer lebih sering memilih tempat tidur di rongga-rongga pohon yang berlubang terutama pohon Ficus sp., pandan hutan, bambu, dan umumnya jenis
berongga, terlindung dari sinar matahari dan agak gelap. Sinaga et al. 2009 menambahkan bahwa ketinggian pohon tidur atau sarang tarsius adalah antara 0-
20 m di atas permukaan tanah serta lebih tergantung pada jenis tumbuhan dan kondisi habitatnya.
Kawasan hutan Pattunuang dahulunya merupakan Taman Wisata Alam sebelum diintegrasikan menjadi taman nasional di sepanjang hutan riparian
Bisseang Labboro Bislab dan Gua Pattunuang, mulai dari HM 1000 sampai HM 2500 termasuk lokasi yang bagus untuk pengamatan tarsius Mustari dan
Kurniawan 2009.
2.4. Populasi
Menurut Shekelle et al.2008 sampai saat ini telah ditemukan 16 populasi tarsius di Sulawesi yang kemungkinan dapat menjadi spesies tersendiri dan baru
lima spesies di antaranya yang sudah mempunyai nama yaitu T. spectrum, T. sangirensis, T. pumillus, T. pelengensis dan T. dianae. Sebelas spesies lainnya
masih perlu pemberian nama untuk keperluan konservasi. Wirdateti dan Dahrudin 2006 menyatakan bahwa setiap sarang tarsius terdapat 3-6 individu dengan
komposisi anak, remaja dan induk atau dalam bentuk keluarga. Daerah Bislap sampai Gua Pattunuang HM 1000-HM 2500, mengikuti
aliran sungai ke arah hulu, tercatat sedikitnya 6 kelompok, atau minimal 12 ekor tarsius dengan jumlah 2 ekor setiap kelompok Mustari dan Kurniawan 2009.
Selain itu, tercatat 3 kelompok tarsius di Kampung Pute dan 1 kelompok tarsius di Pappang.
Pola hidup tarsius selalu membentuk suatu unit sosial yang meliputi sepasang individu dewasa bersifat monogami dan tinggal bersama keturunannya
dalam suatu teritorial. Sifat ini akan mempercepat pemusnahan spesies karena mereka akan sukar beradaptasi dengan kelompok lain apabila terjadi perusakan
habitat dan hutan. Unit sosial Tarsius spectrum pada umumnya membentuk pasangan sebanyak 80 monogamus dan hanya sekitar 20 saja yang bersifat
multi male-multi female beberapa jantan atau betina dalam suatu kelompok Supriatna dan Wahyono 2000.
2.5. Perilaku