II -
Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD Kab Rembang 2015
Sedangkan jika pada suatu periode perekonomian mengalami pertumbuhan negatif, berarti kegiatan ekonomi pada periode tersebut
mengalami penurunan. Beberapa hal yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi daerah antara lain ketersediaan tenaga kerja,
sumber daya alam, sumber daya modal dan kondisi sosial masyarakat setempat.
Kinerja sektor Perekonomian Kabupaten Rembang selama lima tahun terakhir tumbuh stabil pada kisaran angka diatas 4 persen.
Pada tahun 2009 Laju Pertumbuhan Ekonomi mencapai angka 4,46 dimana pertumbuhan tertinggi berada di sektor Bangunan
8,16 dan terendah di sektor Industri pengolahan 2,69. Tren kenaikan Laju Pertumbuhan Ekonomi terus berlanjut di tahun 2010
dimana mencapai 4,45, melambat menjadi 4,40 ditahun 2011 dan meningkat kembali menjadi 4,48 di tahun 2012 dan pada
tahun 2013 kembali meningkat hingga 50,03. Trend pertumbuhan perekonomian selama dua tahun terakhir masih disokong oleh
perkembangan sektor pertanian terutama sub sektor tanaman pangan dengan indikasi perbaikan produktivitas serta harga
komoditas padi dan palawija, disamping perkembangan signifikan komoditas sub sektor perkebunan dan perikanan. Selain itu terus
tumbuhnya kinerja sektor sektor Listrik, gas dan air bersih dengan rata-rata pertumbuhan 10,06 juga turut mempengaruhi kinerja
perekonomian Kabupaten Rembang secara keseluruhan.
b.2. Laju Inflasi
Tingkat Inflasi di suatu daerah pada suatu tahun dapat dihitung salah satunya dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen IHK dan
dapat juga dilihat dari besaran perubahan permintaan komoditas. Laju Inflasi di Kabupaten Rembang berfluktuasi dari tahun ke tahun,
dimana perubahan nilai inflasi paling banyak terjadi di kelompok pengeluaran bahan makanan, makanan jadi, minuman, rokok,
tembakau, perumahan, air, listrik dan bahan bakar minyak. Namun demikian laju Inflasi di Kabupaten Rembang tiga tahun terakhir relatif
masih terkendali dibawah angka dua digit. Pada tahun 2011 angka inflasi berada pada kisaran 2,73, di tahun berikutnya sedikit
meningkat menjadi 4,28 dan meningkat kembali menjadi 6,88 di tahun 2013.
II -
Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD Kab Rembang 2015
b.3. Indeks Gini dan Indeks Williamson
Keberhasilan pembangunan biasanya dikaitkan dengan masalah pemerataan pembangunan. Secara logika, adanya ketimpangan
yang semakin lebar antara kelompok penduduk berpenghasilan tinggi dan rendah berarti terjadinya ketidakmerataan pembangunan.
Dengan demikian orientasi pemerataan merupakan usaha untuk memangkas kesenjangan kelompok penduduk berpenghasilan tinggi
dan rendah. Tolok ukur untuk menghitung tingkat pemerataan pendapatan antara lain dengan Indeks Gini atau Gini Ratio. Adapun
kriteria kesenjanganketimpangan adalah G 0,30 berarti ketimpangan rendah, 0,30 ≤ G ≤ 0,50 berarti ketimpangan sedang
dan G 0,50 berarti ketimpangan tinggi. Indeks Gini di Kabupaten Rembang
selama tahun
2011-2013 berkisar
0,267 yang
menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan penduduk di Kabupaten Rembang adalah rendah, atau distribusi pendapatan
penduduk di Kabupaten Rembang semakin merata. Apabila dikaitkan dengan angka pendapatan per kapita yang semakin meningkat dari
tahun ke tahun dengan angka indeks Gini yang semakin menurun mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk Kabupaten
Rembang semakin meningkat dan semakin banyak penduduk yang dapat menikmatinya.
Sedangkan Indeks Williamson digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan per kapita suatu wilayah pada waktu
tertentu. Dari perhitungan yang telah dilakukan, Indeks Williamson secara umum di Kabupaten Rembang bergerak di kisaran 0,203
data tahun 2011, hal ini dapat diartikan bahwa tingkat ketimpangan pembangunan antar wilayah di Kabupaten masih berada di level
yang rendah. Meskipun demikian, Pemerintah Kabupaten Rembang selalu berupaya menurunkan Indeks Williamson agar mencapai
angka ideal melalui intervensi kebijakan spasial dan mendasarkan pada karakteristik khusus setiap wilayah.
b.4. Nilai Tukar Petani NTP