Penilaian Publik Internal Terhadap Peran Humas (Studi Kasus Terhadap Pdam Tirta Pakuan Kota Bogor)

(1)

PERAN HUMAS

(Studi Kasus terhadap PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor)

JK

Oleh:

ROSSY DINARYATI HIDAYAT A14201027

DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005


(2)

HUMAS. STUDI KASUS TERHADAP PDAM TIRTA PAKUAN KOTA BOGOR DALAM MEMBENTUK CITRA POSITIF PERUSAHAAN (Di Bawah Bimbingan Pudji Muljono)

Kesinambungan pekerjaan jangka panjang dan kelestarian hidup suatu perusahaan memerlukan lebih dari sekedar sukses profit orientation semata, hal ini dikarenakan perusahaan juga memerlukan sekali adanya itikad baik, rasa simpati, pengakuan dan dukungan dari publik yang berkaitan dengannya baik publik internal maupun publik eksternal suatu perusahaan. PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor seba gai salah satu perusahaan publik yang berdiri sejak tahun 1977 tentunya sudah memiliki banyak konsumen sesuai dengan misi yang diembannya yakni memberikan kepuasan pelayanan air minum secara berkesinambungan kepada masyarakat maka PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor senantiasa berusaha meningkatkan pelayanannya. Hal ini tentunya harus didorong dengan pengelolaan internal yang baik dalam artian bahwa PDAM Tirta pakuan Kota Bogor harus me miliki karyawan yang berkualitas dan dapat diandalkan. Karyawan yang memiliki motivasi yang besar, loyalitas yang tinggi dan kinerja yang baik bagi perusahaan sehingga perusahaan dapat meningkatkan pelayanannya terhadap konsumen.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara karakteristik publik internal dengan penilaian publik internal terhadap peranan humas, (2) Untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara penilaian publik internal terhadap peranan humas dengan motivasi karyawan, (3) Untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara penilaian publik internal terhadap peranan humas dengan loyalitas karyawan, (4) Untuk mengetahui hubungan antara motivasi karayawan dengan kinerja


(3)

peranan humas dengan kinerja karyawan.

Penelitian ini dilakukan di PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor yang dikhususkan pada divisi humas. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Agustus 2005.Metode penentuan responden untuk penelitian ini menggunakan metode

Proporsional Stratified Random Sampling. Responden diambil dari sebelas divisi yang sub divisinya memiliki jumlah personel karyawan terbanyak Selanjutnya dari jumlah total karyawan tersebut diambil 50% sebagai responden. Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan program SPSS 11.0 dengan uji chi square dan spearman.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara umur dengan penilaian publik internal terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor. Dimana karyawan yang muda memiliki skor penilaian yang buruk atau rendah terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor sedangkan karyawan yang muda memiliki penilaian yang tinggi terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor.

Terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan penilaian publik internal terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor. Dimana karyawan berjenis kelamin laki-laki aka n memperlihatkan penilaian yang tinggi terhadap peran humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dan karyawan berjenis kelamin perempuan memperlihatkan penilaian yang rendah terhadap peran humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor.

Terdapat hubungan antara lama jabatan dengan penilaian publik internal terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor. Dimana karyawan yang baru akan


(4)

peran humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor.

Terdapat hubungan antara unit kerja dengan penilaian publik internal terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor. Dimana unit kerja hukum dan kesekretariatan dan unit kerja trandist aka n memperlihatkan penilaian yang tinggi terhadap peran humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor sedangkan unit kerja sumber daya manusia dan unit kerja perawatan memperlihatkan penilaian yang rendah terhadap peran humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor.

Tidak terdapat hubungan antara penilaian publik internal terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dengan motivasi kerja karyawan. Baik karyawan yang memiliki skor penilaian publik internal yang tinggi terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor maupun karyawan yang memiliki skor penilaian yang rendah terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor sama -sama memiliki motivasi kerja yang tinggi. Hal ini dikarenakan motivasi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya lebih disokong oleh unit kerja sumber daya manusia yang lebih banyak bersentuhan dengan kebutuhan, permasalahan dan solusinya, sehingga tidak ada hubungannya dengan unit kerja humas.

Tidak terdapat hubungan antara penilaian publik internal terhadap peranan humas dengan loyalitas kerja karya wan. Baik karyawan yang memiliki skor penilaian publik internal yang tinggi terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor maupun yang memiliki skor penilaian yang rendah terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor sama-sama memiliki loyalitas yang tinggi. Hal ini dikarenakan loyalitas


(5)

Semua hal yang berkaitan dengan loyalitas karyawan tersebut dipupuk oleh unit kerja sumber daya manusia yang bersentuhan langsung dengan karyawan, sehingga tidak ada hubungannya dengan unit kerja humas.

Tidak terdapat hubungan antara motivasi dan kinerja karyawan.Baik karyawan yang memiliki kinerja ya ng rendah maupun kinerja yang tinggi yang tinggi terhadap perusahaan sama-sama memiliki motivasi yang tinggi.

Terdapat hubungan antara loyalitas dan kinerja karyawan. Semakin tinggi loyalitas maka akan semakin tinggi pula kinerja karyawan terhadap pekerjaan yang dilakukan.

Tidak terdapat hubungan antara penilaian publik internal terhadap peranan humas dengan kinerja karyawan. Baik karyawan yang memiliki skor penilaian publik internal yang tinggi terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor maupun ya ng memiliki skor penilaian yang rendah terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor sama-sama memiliki kinerja yang tinggi.


(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA PROPOSAL INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DISAJIKAN SEBAGAI STUDI PUSTAKA ATAU KARYA ILMIAH LAIN PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2005

Rossy Dinaryati A14201027


(7)

(8)

DAFTAR ISI... ...i

DAFTAR TABEL... ...iv

DAFTAR GAMBAR...vi

DAFTAR LAMPIRAN... ...vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ...1

1.2Perumusan Masalah ...4

1.3Tujuan... ...5

1.4Kegunaan... ...6

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka ...7

2.1.1 Konsep Dasar Humas...7

2.1.2 Humas Sebagai Suatu Kebutuhan Perusahaan...10

2.1.3 Opini Publik Sebagai dasar Pembentukan Citra ...17

2.1.4 Mekanisme dan Kode Etik Profesi Humas ...23

2.1.5 Motivasi ...28

2.1.5.1. Teori-teori Motivasi...28

1. Te ori Hierarki Kebutuhan Maslow ...29

2. Teori Peme liharaan Motivasi Dua Faktor ...30

2.1.5.2. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Motivasi ...31

2.1.5.3. Teknik Memotivasi Karyawan...32

2.1.6 Loyalitas...33

2.1.7 Kinerja...35

2.1.7.1. Kinerja dan Manfaat Penilaian Kinerja ...35

2.1.7.2. Syarat-syarat Penilai...37


(9)

ii

2.4. Definisi Operasional ...46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Obyek Penelitian...50

3.2 Metode Penarikan Contoh...51

3.3 Metode Pengumpulan Data ...54

3.4 Metode Pengolahan Data dan Analisis Data ...54

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Lokasi Penelitian...57

4.1.1. Profile Perusahaan ...57

4.1.2. Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...58

4.2 Karakteristik Responden Penelitian...58

4.2.1 Publik Internal...58

4.2.2 Umur.... ...59

4.2.3 Jenis Kelamin ...60

4.2.4 Lama Jabatan...61

4.2.5 Unit Kerja ...61

4.3 Penilaian Publik Internal...63

4.4 Motivasi Karyawan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...64

4.5 Loyalitas Karyawan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...66

4.6 Kinerja Karyawan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...67

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hubungan Antara Karakteristik Publik Internal Dengan Penilaian Publik Internal Terhadap Peranan Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...69

5.1.1 Hubungan Antara Umur Dengan Penilaian Publik Internal Terhadap Peranan Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...69


(10)

iii 5.1.3 Hubungan Antara Lama Jabatan Dengan Penilaian

Publik Internal Terhadap Peranan Humas PDAM

Tirta Pakuan Kota Bogor ...73

5.1.4. Hubungan Antara Unit Kerja Dengan Penilaian Publik Internal Terhadap Peranan Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...76

5.2 Hubungan Antara Penilaian Publik Internal terhadap Peran Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dengan Motivasi Karyawan ...78

5.3 Hubungan Antara Penilaian Publik Internal terhadap Peran Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dengan Loyalitas Karyawan ...80

5.4 Hubungan Antara penilaian Publik Internal terhadap Peran Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dengan Kinerja Karyawan ...84

5.5 Hubungan Antara Motivasi dan Kinerja ...87

5.6. Hubungan Antara Loyalitas dan Kinerja ...88

5.6 Ikhtisar ...89

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ...92

6.2. Saran...95

DAFTAR PUSTAKA ...96


(11)

iv

No

Halaman

1 Waktu Penelitian...51

2 Hasil Sampel responden Yang Diambil Secara Acak...53

3 Jumlah dan Presentase Karakteristik Publik Internal Berdasarkan Umur ... 59

4 Jumlah dan Presentase Karakteristik Publik Internal Berdasarkan Jenis Kelamin ...60

5 Jumlah dan Presentase Karakteristik Publik Internal Berdasarkan Lama Jabatan...61

6 Karakteristik Publik Internal Berdasarkan Unit Kerja ...62

7 Jumlah dan Presentase Penilaian Publik Internal...63

8 Skor Motivasi Karyawan ...65

9 Jumlah dan Presentase Karakteristik Motivasi Karyawan... 65

10 Jumlah dan Presentase Karakteristik Loyalitas Karyawan ...66

11 Jumlah dan Presentase Karakteristik Kinerja Publik Internal...67

12 Hasil Uji Spearman Antara Umur dengan Penilaian Publik Internal ... 69

13 Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Penilaian Publik Internal ...71

14 Tabulasi Silang Antara Lama Jabatan dengan Penilaian Publik Internal...73

15 Hasil Uji Spearman Antara Lama Jabatan Dengan Penilaian Publik Internal...74

16 Jumlah dan Presentase Karyawan berdasarkan Divisi ...76

17 Tabulasi Silang Antara Unit Kerja Dengan Penilaian Publik Internal...77

18 Hubungan Antara Motivasi dengan Penilaian Publik Internal ...79

19 Tabulasi Silang Antara Loyalitas dengan Penilaian Publik internal...81

20 Hasil Uji Spearman Antara Loyalitas dengan Penilaian Publik Internal ...82


(12)

v

23 Tabulasi Silang Antara Motivasi Dan Kinerja ...87

24 Tabulasi Silang Antara Loyalitas Dan Kinerja ...88

25 Hasil Uji Spearman Antara Kinerja dan Loyalitas... 88


(13)

vi

No

Halaman

1 Proses Transfer dalam Humas ...23 2 Piramida Hierarki Kebutuhan Maslow ...29 3 Kerangka Pemikiran...45


(14)

vii

No

Halaman

1 Kerangka Sampling... 99 2 Data Jumlah Karyawan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...100 3 Data Mentah Skor Responden Berdasarkan Kuesioner ...102 4. Hasil Output SPSS Tentang Hubungan Antara Umur Dengan Peniliaian

Publik Internal Terhadap Peranan Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...105 5. Hasil Output SPSS Tentang Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan

Peniliaian Publik Internal Terhadap Peranan Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...106 6 Hasil Output SPSS Tentang Hubungan Antara Lama Jabatan Dengan

Peniliaian Publik Internal Terhadap Peranan Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...107 7 Hasil Output SPSS Tentang Hubungan Antara Unit Kerja Dengan

Peniliaian Publik Internal Terhadap Peranan Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...108 8 Hasil Output SPSS Tentang Hubungan Antara Penilaian Publik Internal

Terhadap Peranan Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Dengan Motivasi Karyawan...109 9 Hasil Output SPSS Tentang Hubungan Antara Penilaian Publik Internal

Terhadap Peranan Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Dengan Loyalitas Karyawan ... 110 10 Hasil Output SPSS Tentang Hubungan Antara Penilaian Publik Internal

Terhadap Peranan Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Dengan Kinerja Karyawan ...111 11 Hasil Output SPSS Tentang Hubungan Antara Motivasi Dengan Kinerja

Karyawan ...112 12 Hasil Output SPSS Tentang Hubungan Antara Loyalitas Dengan Kinerja

Karyawan ...113


(15)

1.1. Latar Belakang

Dalam masyarakat yang serba saling berkepentingan satu sama lain dewasa ini, eksistensi suatu perusahaan, organisasi atau lembaga dibebani tanggung jawab terhadap semua kegiatan dan tindakannya yang berhubungan dengan orang, yang mengakibatkan tumbuhnya pikiran, lahirnya pendapat dan bangkitnya sikap dan tingkah laku orang banyak.

Kesinambungan pekerjaan jangka panjang dan kelestarian hidup suatu perusahaan, organisasi, atau lembaga memerlukan lebih daripada hanya sukses

profit orientation semata. Namun perusahaan, organisasi dan lembaga juga memerlukan sekali adanya itikad baik, rasa simpati, pengakuan, penerimaan dan dukungan dari para pegawai, pemegang saham, penduduk di sekitarnya, pers, pemerintah dan lain sebaga inya. Usaha memperoleh kesemuanya itu baik itikad baik, rasa simpati, pengakuan, penerimaan, dukungan dan kerjasama dari orang-orang akan diperoleh melalui pendekatan yang luwes dan teknik yang persuasif untuk membentuk citra positif dari suatu perusahaan, organisasi maupun lembaga.

Hilangnya itikad baik akan membawa akibat yang serius, di antaranya adalah rendahnya produktivitas pegawai, menurunnya moralitas pegawai, biaya produksi menjadi lebih mahal, mutu produksi rendah. Semua hal ini tidak memungkinkan perusahaan bersaing dengan perusahaan lainnya yang sejenis di mana para pegawainya memiliki itikad baik yang lebih tinggi secara kuantitas. Gejala pemogokan merupakan tanda dari lunturnya itikad baik para pegawai.


(16)

Sukarnya memperoleh tenaga kerja, tingginya presentase pegawai yang cakap dan baik serta berpengalaman keluar dan pindah kerja ke perusahaan lain sejenis, kegagalan untuk memperoleh agen penjual yang baik, besarnya jumlah konsumen yang complain dan rasa anti pati dari penduduk sekitarnya menunjukkan respon yang tidak baik terhadap perusahaan, sehingga apabila kondisi ini dipertahankan secara terus-menerus akan mengancam eksistensi sebuah perusahaan. Dalam hal ini kita menyadari bahwa peran publik internal atau karyawan dalam terciptanya eksistensi perusahaan sangatlah besar. Tanpa adanya karyawan yang loyal, berkinerja baik dan memiliki motivasi kerja yang tinggi sebuah perusahaan tentunya tidak akan memiliki produktivitas dan kompetensi untuk senantiasa bersaing dengan perusahaan lainnya dan dapat survive ditengah-tengah masyarakat.

Untuk ini, kaum eksekutif manajemen dewasa ini menyadari, bahwa selama perusahaan masih menghendaki usahanya untuk berproduksi, menjual, melakukan keuangan dengan baik, memanfaatkan teknologi industri yang tinggi, kegiatan usaha harus dilengkapi dengan memiliki tenaga ahli yang memiliki kemampuan untuk menanamkan, menumbuhkan, dan mengembangkan serta memelihara apa yang dinamakan dengan itikad baik dan rasa simpati publik melalui pembentukan citra positif perusahaan yang dewasa ini dikenal dengan hubungan masyarakat

Dalam hubungannya dengan penciptaan citra positif terhadap publik internal, humas berperan untuk menumbuhkembangkan kepercayaan karyawan, melakukan edukasi terhadap karyawan dan mengembangkan tanggung jawab


(17)

sosial perusahaan, sehingga nantinya akan menciptakan motivasi kerja, loyalitas, dan peningkatan kinerja karyawan.

Kepercayaan karyawan terhadap perusahaan sangatlah berperan dominan dalam eksistensi suatu perusahaan. Karena dengan adanya kepercayaan karyawan akan menciptakan dan meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga produktivitas perusahaan juga akan meningkat yang nantinya akan berimplikasi pada peningkatan profabilitas perusahaan.

Edukasi terhadap karyawan dilakukan agar karyawan memiliki pengetahuan optimal mengenai profil perusahaan tempatnya bekerja sehingga nantinya akan menumbuhkan rasa loyalitas karyawan dikarenakan mereka mengenal dengan baik perusahaan tersebut.

Sementara tanggung jawab sosial adalah upaya perusahaan dalam rangka membentuk itikad baik terhadap karyawannya dengan cara memperhatikan kesejahteraan dan kebutuhan karyawan baik secara moril maupun secara materil sehingga nantinya akan meningkatkan kinerja positif karyawan.

PDAM Tirta Pakuan Bogor sebagai suatu perusahaan publik memiliki jumlah karyawan yang cukup besar. Hal ini sebanding dengan peran PDAM Tirta Pakuan sebagai perusahaan publik yang menangani pelanggan yang cukup banyak sehingga kinerja, motivasi, dan loyalitas karyawan PDAM Tirta Pakuan berpengaruh terhadap ke langsungan perusahaan. Untuk itulah diperlukan suatu penelitian mengenai bidang kehumasan di PDAM Tirta Pakuan Bogor.

PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor sebagai salah satu perusahaan publik berdiri sejak tahun 1977 tentunya sudah memiliki banyak konsumen dan sesuai dengan misi yang diembannya untuk memberikan kepuasan pelayanan air minum


(18)

secara berkesinambungan kepada masyarakat maka PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor senantiasa berusaha meningkatkan pelayanannya. Hal ini tentunya harus didorong dengan pengelolaan internal yang baik dalam artian bahwa PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor harus memiliki karyawan yang berkualitas dan dapat diandalakan. Karyawan yang memiliki motivasi yang besar, loyalitas yang tinggi dan kinerja yang baik bagi perusahaan sehingga perusahaan dapat meningkatkan pelayanannya terhadap konsumen. Humas sebagai jembatan komunikasi antara perusahaan dan karyawan berperan untuk dapat meningkatkan motivasi, loyalitas dan kinerja karyawan terhadap perusahaan. Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor yang terdiri dari tiga sub bagian ini Sub bagian Humas dan Langganan, Sub bagian Pembacaan Meter serta Sub bagian Penagihan, ketiganya secara sinergis senantiasa berusaha untuk membentuk citra positif perusahaan terhadap karyawannya dengan cara membentuk kepercayaan ka ryawan, membentuk anggung jawab sosial perusahaan terhadap karyawan dan mengedukasi karyawan dengan pengetahuan optimal.

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana hubungan antara karakteristik publik internal dengan penilaian publik internal terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor? 2. Bagaimana hubungan antara penilaian publik internal terhadap peranan humas

PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor terhadap motivasi karyawan?

3. Bagaimana hubungan antara penilaian publik internal terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dengan loyalitas karyawan?


(19)

5. Bagaimana hubungan antara loyalitas karyawan dengan kinerja karyawan? 6. Bagaimana hubungan antara penilaian publik internal terhadap peran humas

dengan kinerja karyawan?

1.3. Tujuan Penelitian

1 Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik publik internal dengan penilaian publik internal terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor

2. Untuk mengetahui hubungan antara penilaian publik internal terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dengan motivasi kerja karyawan

3. Untuk mengetahui hubungan antara penilaian publik internal terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dengan loyalitas karyawan

4. Untuk mengetahui hubungan antara motivasi karayawan dengan kinerja karyawan

5. Untuk mengetahui hubungan antara loyalitas karyawan dengan kinerja karyawan

6. Untuk mengetahui hubungan antara penilaian publik internal terhadap peranan humas dengan kinerja karyawan.


(20)

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pembacanya untuk dapat menambah pengetahuan serta memperluas wawasan dalam bidang komunikasi terutama yang berkaitan dengan bidang profesi kehumasan. Sedangkan bagi pihak PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi divisi humas dalam meningkatkan kinerjanya dalam pembentukan citra positif perusahaan terutama kepada publik internal.


(21)

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Dasar Humas

Kusumastuti, 2001 mengatakan bahwa humas dipandang dalam 3 segi, yakni humas sebagai sebuah aktivitas, humas sebagai sebuah divisi dan humas sebagai sebuah profesi. Humas sebagai sebuah aktivitas mengandung arti bahwa humas merupakan aktivitas komunikasi timbal balik antara perusahaan dengan publik yang berkaitan dengannya, baik publik internal maupun publik eksternal sehingga dari hasil komunikasi tersebut terbentuklah sikap saling mempercayai anatara kedua belah pihak yang akhirnya akan terbentuk suatu hubungan baik. Humas sebagai sebuah divisi mengandung arti bahwa humas sebagai bagian dari suatu perusahaan, sebagai pusat informasi keluar dan ke dalam. Oleh karena itu humas harus memiliki pengorganisasian yang jelas, dari mulai struktur oraganisasi sampai tanggung jawab dan kewenangannya. Sementara humas sebagai sebuah profesi merupakan lapangan pekerjaan yang akhirnya menuntut sebuah profesionalitas, sehingga untuk menjadi seorang humas diperlukan kulifikasi-kualifikasi tertentu.

Secara kelembagaan atau institusional, profesi humas diakui dengan sendirinya sejak terbentuknya Bakohumas (Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat) pada tanggal 13 Maret 1971. Bakohimas ini menghimpun para pejabat dan staf humas di lingkungan departemen, lembaga -lembaga pemerintahan dan BUMN. Perkembangan humas di Indonesia cukup pesat karena


(22)

tiga faktor yang melatarbelakanginya. Pertama, cepatnya kemajian teknologi. Kedua pertumbuhan ekonomi dan ketiga adalah kian hausnya masyarakat akan informasi yang akurat (Anggoro, 2000).

Selanjutnya, lembaga pertama di Indonesia yang menghimpun para praktisi humas (individual) adalah Perhumas (Perhimpunan Hubungan Masyarakat). Lembaga ini didirikan pada tanggal 12 Desember 1972. Perhumas dibentuk dengan tujuan meningkatkan keterampilan profesional humas, memperluas dan memperdalam pengetahuan teknis humas dan sebagai wahana pertemuan dan praktisi humas Perhumas telah tercatatat sebagai anggota IPRA (International Public Relations Associations) yang berpusat di Jenewa, Swiss, serta telah ikut serta dalam pembentukan FAPRO (Federations of ASEAN Public Relations Organizations) pada awal tahun 1980-an (Anggoro, 2000).

Humas merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan usaha atau bisnis karena humas akan memberikan informasi kepada masyarakat yang disampaikan secara persuasif dan dimaksudkan untuk mengubah sikap dan tingkah laku masyarakat terhadap perusahaan demi kepentingan kedua belah pihak sehingga terdapat komunikasi timbal balik antara perusahaan dengan publiknya. Dengan demikian akan terjadi integrasi sikap dan perbuatan antara keduanya. Salah satu fokus orientasi humas dewasa ini adalah penanganan situasi krisis yang setiap saat dapat melanda perusahaan. Di samping itu bidang perhatian lainnya adalah pengelolaan hubungan politik, yakni pembinaan hubungan baik antara organisasi atau perusahaan yang bersangkutan dengan kekuatan-kekuatan politik terutama pula urusan melobi atau negosiasi (Kusumastuti, 2002).


(23)

Sementara menurut Djanalis (1993) dua fungsi humas yakni fungsi koretif dan fungsi konstruktif. Fungsi konstruktif mengacu pada peranan humas dalam mempersiapkan mental publik untuk menerima setiap kebijakan organisasi, lembaga atau perusahaan. Humas mengeva luasi perilaku publik untuk direkomendasikan pada pihak manajemen, humas menyiapakan prakondisi untuk mencapai saling pengertian terhadap tujuan-tujuan publik perusahaan yang diwakilinya. Fungsi konstruktif ini mendorong humas untuk membuat aktivitas ataupun kegiatan-kegiatan terencana dan berkesinambungan yang cenderung bersifat proaktif. Sedangkan fungsi korektif mengacu pada peran humas dalam mengatasi dan menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi antara perusahaan dengan publiknya, baik publik internal maupun eksternal perusahaan.

Khalayak (publik) lazim digunakan dalam humas, namun maknanya bukan masyarakat secara keseluruhan, melainkan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat yang penting atau berkepentingan dengan perusahaan. Khalayak adalah kelompok atau orang-orang yang berkomunikasi dengan suatu organisasi baik secara internal maupun eksternal (Assumpta & Rumanti, 2001).

Publik internal adalah orang-orang yang berada di dalam atau yang tercakup oleh organisasi, yaitu seluruh karyawan dari mulai staf sampai karyawan yang terbawah, dengan karakteristik kepentingan berupa publik pemegang saham yang memiliki kepentingan investasi yang aman, terjaganya aset; publik pengelola yang memiliki kepentingan terhadap peningkatan kinerja organisasi ataupun lembaga. Sementara itu publik eksternal adalah orang-orang yang berada di luar organisasi yang ada hubungannya dan diharapkan ada hubungannya dengan organisasi tersebut. Misalnya adalah komunitas lokal yang memiliki kepentingan


(24)

rasa aman, rasa bangga, kein dahan, kesehatan lingkungan dan kesempatan bekerja; publik pers yang memiliki kepentingan terhadap peristiwa-peristiwa yang memiliki sumber berita; publik pemerintah yang memiliki kepentingan terhadap mitra pengelola sumber daya alam dan lingkungan, pemasukan pajak, penyerapan tenaga kerja dan sebagainya. (Kasali, 1994).

Setiap organisasi memiliki sendiri khalayak khususnya. Kepada khalayak yang terbatas itulah humas senantiasa menjalin komunikasi baik secara internal maupun eksternal, sehingga kita dapat mengatakan bahwa suatu organisasi, lembaga maupun perusahaan tidak hanya menyelenggarakan komunikasi dengan staf maupun konsumennya saja. Meskipun khalayak dari suatu organisasi dapat berbeda antara satu dengan yang lain,namun kita dapat mengklasifikasikan kesembilan khalayak yang utama yang sering dijadikan sebagai subjek khalayak. Menurut Anggoro (2000) kesembilan khalayak yang utama itu diantaranya adalah: (1) Masyarakat umum, (2) Calon pegawai, (3) Pegawai/anggota, (4) Mitra usaha pemasok jasa atau berbagai macam barang yang merupakan kebutuhan rutin dari organisasi atau perusahaan yang bersangkutan, (5) Para investor, kalangan perbankan dan pemegang saham, (6) Para distributor, (7) Konsumen,pelanggan atau nasabah. (8) para pemimpin pendapat umum, (9) Pemerintah.

2.1.2. Humas Sebagai Sebuah Kebutuhan Perusahaan

Di era globalisasi dan informasi dewasa ini tidak perlu diragukan lagi betapa pentingnya peran humas bagi dunia bisnis, baik bagi perusahaan profit oriented maupun perusahaan non-profit oriented (nirlaba). Dalam definisi kerja dari IPRA melalui A Model for Public Relation Educations for Professional


(25)

Practice, menyatakan bahwa definisi kerja Humas adalah “Humas merupakan fungsi manajemen yang mendukung pembinaan, pemeliharaan, jalur bersama organisasi dengan publiknya mengenai komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerjasama. Melibatkan manajemen dalam permasalahan, membantu memberikan penerangan dan tanggapan dalam hubungan dengan opini publik, menetapkan dan menekankan tanggung jawab manajemen untuk melayani kepentingan umum, menopang manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif, bertindak sebagai sistem peringatan dalam membantu mendahului kecenderungan dan menggunakan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama” (Kasali, 1994).

Bila memperhatikan definisi tersebut jelaslah bahwa kegiatan Humas memiliki peranan penting dalam sebuah organisasi atau perusahaan karena kegiatan ini akan mendukung dan menyempurnakan manajemen dalam organisasi ata u perusahaan. Humas mempengaruhi setiap aspek organisasi dan dalam fungsinya seperti itu humas harus diperlakukan sebagai bagian integral kegiatan dari fungsi suatu organisasi.

Menurut Anggoro (2000) dalam menjelaskan bahwa humas dalam organisasi/ perusahaan muncul karena adanya beberapa alasan diantaranya: (1) Adanya kebutuhan memperbaiki hubungan baik dengan publik sehingga terdapat saling pengertian dan publik dapat lebih mengenal dan mengerti mengenai perusahaan tersebut sehingga tercipta rasa saling percaya demi keuntungan kedua belah pihak yang nantinya akan membawa pada kemajuan baik bagi kontinuitas perusahaan maupun bagi kebutuhan publik; (2) Adanya keinginan untuk semakin bersikap terbuka terhadap publik dengan komunikasi dua arah juga dengan opini


(26)

publik yang sangat diperlukan untuk pengembangan dan kelangsungan hidup organisasi/ perusahaan; (3) Adanya kebutuhan untuk semakin memasyarakat merupakan proses mencapai kemenangan dalam mempengaruhi hal-hal penting bagi kepentingan umum, sehingga membuat publik semakin mengenal perusahaan dengan lebih baik dan publik semakin terbuka mengenai kebutuhan, keinginan dan keluhan; (4) Adanya kebutuhan untuk berkomunikasi dua arah dalam menghadapi permasalahan sosial yang kompleks dan semakin berkembang, maka dibutuhkan hubungan sosial yang sehat dan etis.

Dengan demikian dapat terlihat betapa pentingnya peranan humas dalam suatu perusahaan maka untuk memenuhi kebutuhan akan peran tersebut biasanya perusahaan akan menggunakan jasa praktisi humas baik humas internal maupun humas eksternal atau yang lebih dikenal dengan biro humas.

Humas dapat ditempatkan pada posisi yang berbeda-beda. Menurut pandangan Hugo A de. Roode dalam Djanalis (1993) posisi yang berbeda-beda tersebut ditentukan oleh tipe manajemen, apa yang diharapkan oleh humas, mengapa dibutuhkan humas dalam perusahaan, tugas apa yang dipercayakan, hubungan humas dengan organisasi, tersedianya tenaga humas, arti keadaan humas dan bagaimana kepekaannya dengan lingkungan.

Namun berdasarkan pengalaman para ahli yang bergabung dengan IPRA, yang paling tepat humas itu harus diposisikan secara langsung berdekatan dengan manjemen, dalam arti menjadi staf manajemen puncak. Hal ini sesuai dengan fungsi manajemen di dalam organisasi. Maka humas harus terletak pada lini manajemen tersebut. Adapun PRO (Public Relations Organizations) seharusnya berada di dalam redaksi karena salah satu tugasnya adalah mengorganisir seluruh


(27)

kegiatan komunikasi organisasi baik secara internal maupun secara eksternal. Hal tersebut baru dapat dilaksanakan dengan baik apabila humas mengetahui bagaimana sebenarnya masalah yang sedang dihadapi, responsif terhadap permasalahan tersebut sehingga dapat diatasi dengan baik dan mengetahui arah perkembangan atau pembaruan dari suatu perusahan beserta problematika yang dihadapinya (Kusumastuti,2001).

Menurut Kusumastuti (2001) ada banyak macam struktur organisasi divisi humas. Mulai dari tingkatan strukturnya di perusahaan, jumlah jabatan dan personalia yang ada. Dari tingkatan strukturnya dalam perusahaan divisi humas terbagi menjadi 3 level, yakni divisi humas yang berada di level atas (top level), level menengah (middle level) dan level bawah (lower level).

Struktur idealnya apabila dihubungkan dengan fungsi dan tujuan tentu saja berada pada top level. Dengan demikian humas dikepalai oleh direktur humas dengan beberapa manajer, kepala bagian dan staf. Di tingkat middle level, divisi humas dikepalai oleh seorang manajer dengan beberapa kepala bagian dan staf. Sedangkan pada lower level divisi humas hanya diisi oleh kepala humas dan dua atau tiga orang staf.

Pada dasarnya ada dua struktur utama organisasi humas yakni departemen humas internal dan departemen humas eksternal. Departemen humas internal adalah bidang yang melembaga dan menjadi salah satu bagian dari sebuah perusahaan. Memiliki seseorang yang memimpin, memiliki staf dan ruang, tempat, sarana dan prasarana pendukungnya.Dimana jabatan-jabatan yang ada didalamnya memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas. Sedangkan humas eksternal adalah humas yang berdiri sendiri sebagai perusahaan


(28)

jasa yang memang secara ekslusif bergerak di bidang kehumasan meliputi humas

full service dan konsultan event orgianizer.

Adapun tugas-tugas utama dari seorang manajer humas dapat dirinci sebagai berikut, yaitu: Menciptakan dan memelihara suatu citra yang baik dan tepat atas organisasinya, baik itu yang berkenaan dengan kebijakan, produk, jasa, maupun dengan para personelnya; Memantau pendapat umum mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan citra, kegiatan, reputasi maupun kepentingan-kepentingan organisasi, dan menyampaikan setiap informasi yang penting ini langsung kepada pihak manajemen atau pimpinan puncak untuk ditanggapi atau ditindaklanjuti; Memberi nasehat atau masukan kepada pihak manajemen mengenai masalah komunikasi yang penting dengan berbagai teknik untuk mengatasi dan memecahkannya; menyediakan berbagai informasi kepada khalayak, perihal kebijakan organisasi, kegiatan, produk, jasa, dan personalia selengkap mungkin demi menciptakan suatu pengetahuan yang maksimum dalam rangka menjangkau pengertian khalayak (Ruslan, 1995).

Dalam pelaksanaan tugasnya, humas internal memiliki banyak kekurangan dan kelebihan. Kelebihan dari departemen humas internal tersebut, diantaranya adalah: humas internal mengetahui seluk beluk informasi perusahaan jauh lebih banyak dari pihak-pihak lainnya yang berada di perusahaan karena nantinya manajer humas yang akan memberikan nasihat atau masukaan pada pihak manajemen puncak; Manajer humas memiliki keahlian dan pengalaman dalam bidang perdagangan, sektor industri atau subjek yang digeluti oleh organisasi atau perusahaannya sehingga mereka pandai menerapkan kecakapannya untuk menangani setiap masalah komunikasi dalam perusahaan atau organisasi; Staf


(29)

bagian humas bekerja secara full-time untuk kepentingan perusahaan. Dedikasinya jelas berbeda apabila di bandingkan dengan seorang konsultan yang waktu dan perhatian yang dicurahkan bergantung pada besarnya fee yang tersedia; Manajer humas mampu menciptakan jalur-jalur komunikasi di dalam organisasi dan dapat mengumpulkan berbagai macam informasi yang penting dan dapat dipercaya dengan cepat; Manajer humas itu selalu siaga, dan dapat bertindak cepat, terutama dalam situasi-situasi krisis; manajer humas memiliki posisi yang pasti dan kuat untuk memberikan masukan-masukan secara rutin kepada pihak manajemen (Anggoro, 2000).

Meskipun setiap organisasi atau perusahaan dianjurkan untuk memiliki sendiri manajer atau unit humasnya, tidak berarti departemen humas internal bebas dari kelemahan. Beberapa kelemahan yang sering terjadi adalah: Manajer humas tidak dapat sepenuhnya objektif dalam menilai segala sesuatu berkenaan dengannya, hal ini apabila dibiarkan hanya akan menonjolkan hal-hal yang serba baik dan menyenangkan saja dari perusahaan, dalam kondisi yang demikian maka kredibilitas humas dimata media massa atau pers menjadi buruk; Seandainya manajer humas tersebut ternyata tidak cukup terampil atau terlatih maka ia hanya akan menjadi beban permanen perusahaan (tidak dapat dipecat begitu saja); Kebanyakan manajer humas tidak memiliki posisi atau status resmi yang cukup tinggi di mana ia bisa setiap saat mengadakan hubungan secara langsung dengan pucuk pimpinan; Tidak jarang jabatan manjer humas diadakan hanya sebagai tempat persinggahan menjelang pensiun dari seorang pejabat perusahaan yang dianggap berjasa dan tidak jarang pula terjadi bahwa jabatan tersebut merupakan jabatan “sisa” sehingga akan diisi oleh orang yang tidak mendapatkan jabatan


(30)

lain; Pihak manajemen acapkali tidak memiliki spesifikasi pekerjaan yang jelas bagi departemen atau manajer humasnya. Dalam kondisi seperti ini, manajer ini pun sulit diharapkan untuk mampu menjalankan semua tanggung jawabnya dengan baik (Kasali, 1994).

Anggoro (2000) merinci kegiatan yang dilakukan oleh humas eksternal dalam hal ini yaitu konsultan humas di antaranya adalah: Menyelidiki kasusnya secara mendalam, menuliskan rincian kisahnya, mencari bukti-bukti dan berbagai versinya, menulis masing-masing versi ke jurnal, mengumpulkan daftar alamat khusus, menerbitkan paparan berita, mengirim dan menerima surat-surat, membayar perangko dan ongkos kirim korespondensi, membayar biro kliping serta menjawab pertanyaan-pertanyaan kalangan media massa.

Jasa pelayanan yang disediakan oleh konsultan kehumasan bersifat konsultatif dan bukan eksekutif. Hal ini menandakan bahwa hasil jasa pelayanan mereka lebih berupa nasihat-nasihat bukannya instruksi mutlak yang harus diikuti. Dalam melaksanakan tugasnya, misalnya saja dalam menyelidiki masala h-masalah komunikasi di suatu perusahaan pihak konsultasi humas akan menyelidikinya dengan cara mendalam kemudian menyusunnya dalam suatu rumusan yang terdiri atas langkah-langkah yang yang harus segera dilakukan demi memecahkan masalah tersebut. Pelaksnaannya akan dikerjakan sendiri oleh manajer humas atau unit humas dari perusahaan klien. Apabila perusahaan klien tersebut menghendaki bisa saja pihak konsultan humas memberikan bantuan selama proses pelaksanaan tersebut. Namun pada intinya, pelaksanaan tersebut merupakan hak dan tanggung jawab perusahaan yang menjadi klien, sehingga kapasitas konsultan humas hanya sekedar pemberi masukan.


(31)

Terlepas dari pemilihan humas internal maupun eksternal yang akan digunakan oleh perusahaan, ada enam kriteria yang merangkum kualitas diri seorang praktisi humas yang baik, terlepas dari latar belakang pribadinya, di antaranya adalah; (1) Mampu menghadapi semua orang yang memilki aneka ragam karakter dengan baik, hal itu berarti seorang praktisi humas harus mampu dan mau berusaha memahami dan harus berusaha setoleran mungkin terhadap orang-orang yang dihadapinya tanpa harus menjadi seorang penjilat; (2) Harus mampu berkomunikasi dengan baik, dalam arti bahwa ia mampu menjelaskan sesuatu dengan jelas dan lugas baik secara lisan maupun tertulis atau bahkan melalui visualisasi (gambar atau foto); (3) Pandai mengorganisir segala sesuatu, hal ini nantinya akan menuntut kemampuan perencanaan yang prima; (4) Memiliki integritas personal yang baik di dalam profesi maupun kehidupan personal pribadinya; (5) Memiliki imajinasi, dalam artian bahwa memiliki daya kreatif yang cukup baik sehingga akan membantu dia dalam pembuatan jurnal internal, menulis naskah film atau video, menyusun rencana kampanye humas yang rinci dan jelas serta mampu menemukan cara-cara yang semula tak terbayangkan guna memecahkan berbagai macam masalah; (6) Serba tahu, dalam artian seorang praktisi humas harus memiliki akses informasi yang seluas-luasnya. Dalam hal ini mau ataupun tidak mau ia memang harus dituntut untuk menjadi “manusia super” (Anggoro ,2000).

2.1.3. Opini Publik Sebagai Dasar Pembentukan Citra

Opini publik adalah pandangan atau anggapan yang dimiliki oleh masyarakat dan sekelompok orang yang berkaitan dan berkepentingan pada suatu


(32)

objek dalam perusahaan (Muntaha,1985). Dari pengertian tersebut dapat kita simpulkan bahwa peran humas adalah untuk menciptakan opini publik yang berkualitas sehingga diperlukan sikap saling percaya dan terbuka antara publik dan perusahaan. Dengan adanya sikap terbuka terhadap publik akan memudahkan orang untuk dapat membentuk dan mengembangkan opini publik.

Bagi humas opini publik merupakan suatu konfirmasi dan merupakan suatu pernyataan terhadap suatu keinginan dan kebutuhan yang diungkapkan melalui berbagai macam ide, pendapat, usulan, kritik, keluhan, tulisan dan gambar. Bagi organisasi, lembaga atau perusahaan opini publik ini penting untuk mengadakan perbaikan dan koreksi, mengadakan perkembangan, menjadikan organisasi semakin kompetitif dan mampu bersaing dengan organisasi sejenisnya dan menjadikan organisasi atau perusahaan unggulan sehingga dapat menjamin eksistensinya. (Kusumastuti, 2001).

Sebelum menggunakan opini publik maka hal-hal yang harus diperhatikan diantaranya adalah: siapa kelompok publiknya, apa tujuannya, kapan harus dicapai, mengapa hal tersebut harus dilaksanakan, media apa yang tepat bagi pelaksanaan, apa yang harus dicapai, apa yang dapat dicapai, siapa yang harus melaksanakannya dan bagaimana evaluasi masing-masing kegiatan secara keseluruhan (Assumpta & Rumanti, 2001).

Menurut Djanalis (1993) hal yang perlu diperhatikan dalam membentuk dan mempengaruhi opini publik, yakni: (1) Pembentukan atau perubahan opini publik memerlukan keterbukaan yang akan mempermudah dan menguatkan opini publik tersebut; (2) Humas dalam fungsinya bertujuan untuk mencapai sikap terbuka dan saling mengembangkan keterbukaan, maka humas merupakan bagian


(33)

dari keterbukaan suatu kehidupan manusia atau kehidupan publik; (3) Humas berusaha untuk mempengaruhi opini publik,sebaliknya opini publik akan memberikan masukan pada humas. Dengan penjelasan tentang pentingnya kepercayaan dan keterbukaan dalam menciptakan opini publik dan pentingnya opini publik bagi perusahaan maka humas dan opini publik akan sangat erat hubungannya dan akan saling berhubungan.

Opini publik akan mempengaruhi relasi terhadap keterbukaan humas. Misalnya, ketika organisasi mendapatkan masalah yang berhubungan dengan lingkungan maka opini publik merupakan dasar dalam mengatasi masalah tersebut. Setelah diproses bersama manajemen, humas dapat menyampaikan hal tersebut secara terbuka kepada umum. Keadaan terbuka untuk umum merupakan gejala umum pada publik yang ditekankan pada kegiatan sebagai relasi humas dan opini publik. Misalnya, perkembangan masyarakat yang diwujudkan dapat merupakan kebutuhan publik yang penting terhadap strategi humas dalam organisasi. Dengan kesadaran bahwa opini publik tersebut memiliki arti seimbang untuk saling mempengaruhi, adanya rasa saling percaya, saling pengertian, dan mementingkan kepentingan umum ( Kasali,1994).

Ada beberapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian untuk menciptakan opini publik yang efektif, diantaranya yaitu: (1) Dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang tepat; (2) Dengan metode penyampaian pesan atau cara mengadakan pendekatan pada publik; (3) Dengan intensitas informasi dan pesan yang tinggi.

Kegiatan humas internal dalam rangka menciptakan opini publik internal adalah dengan cara menciptakan komunikasi internal (komunikasi


(34)

pegawai/employee communication). Ada tiga bentuk komunikasi pegawai, yakni komunikasi ke bawah (downward communication), komunikasi ke atas (upward communication) dan komunikasi sejajar (sideways communication). Komunikasi ke bawah adalah komunikasi dari atasan ke bawahan dalam hal ini adalah dari pihak manjemen atau pimpinan perusahaan kepada para pegawai. Komunkasi ke atas adalah komunikasi dari atasan ke bawahan dalam hal ini adalah dari pegawai ke pihak manajemen. Sementara komunikasi sejajar adalah komunikasi yang berlangsung antara sesama pegawai (Anggoro, 2000).

Sementara menurut Greener (1995) menjelaskan bahwa tingkat efektifitas dari humas internal sangat dipengaruhi oleh tiga hal, yakni: (1) Keterbukaan dari pihak manjemen; (2) Kesadaran dan pengakuan pihak manajemen akan nilai dan arti penting komunikasi dengan para pegawai; (3) Keberadaan seorang manajer komunikasi atau manajer humas tidak hanya seorang ahli yang berpengalaman namun juga didukung oleh sumber daya teknis yang modern.

Dalam memilih perangkat bantu komunikasi (media internal) umumnya akan disesuaikan dengan karakteristik organisasi, jumlah dan strata personel dan juga lokasi kerja. Tujuan penggunaan media internal adalah untuk menjalin hubungan baik dan komunikasi yang berkesinambungan baik komunikasi ke atas, ke bawah maupun komunikasi sejajar sehingga dapat meningkatkan citra positif perusahaan di mata publik internal (Assumpta & Rumanti, 2001).

Ada beberapa media internal yang dapat digunakan oleh humas untuk membentuk citra positif perusahaan terhadap publik internal di antaranya adalah: (1) Jurnal internal; (2) Papan Pengumuman; (3) Kotak saran; (4) Obrolan


(35)

langsung; (5) Literatur informasi; (6) Konfrensi staf; (7) Acara kekeluargaan (Greener, 1995).

Semua pegawai berhak untuk mengetahui apakah per usahaannyaa masih layak dan bernilai untuk dijadikan tempat sandaran hidup, baik dari segi penghasilan maupun prospek karir jabatan. Pertimbangan inilah yang kemudian merupakan intisari kepuasan kerja dari setiap orang. Seeorang akan bekerja jauh lebih baik dan merasa puas terhadap pekerjaannya jika mengetahui nasib dan masa depannya. Dengan demikian kepuasan kerja itu sangat erat sekali hubungannya dengan pengetahuan dan pemahaman yang merupakan tujuan inti dari dunia kehumasan. Hal penting terakhir yang dapat memicu tumbuhnya suatu komunikasi positif antar pihak manjemen dan pegawainya adalah yang harus diupayakan adalah dengan menciptakan rasa saling memiliki dan tanggung jawab bersama sehingga masing-masing pihak merasa dibutuhkan dan dihargai. Model iklan, gaya bangunan, nama perusahaan dan kemasan produk harus dapat dimanfaatkan untuk dapat menumbuhkan sikap dan perusahaan positif tersebut (Anggoro, 2000).

Komunikasi eksternal dapat menciptakan opini publik sebagai efeknya. Maka dari itu komunikasi eksternal akan menciptakan relasi dan mengembangkannya yang selanjutnya akan menentukan keberlangsungan hidup sebuah organisasi. Ada tiga hal mendasar yang harus dilakukan oleh seorang praktisi humas dalam melakukan komunikasi eksternal dalam rangka menciptakan citra positif perusahaan, diantaranya adalah: (1) Seorang praktisi humas harus mampu menyusun konsep dan menentukan strategi, sebagai penasehat harus mampu mengetahui isu-isu sentral yang akan diproses secara sistematis; (2)


(36)

Sebagai seorang teknisi harus mampu mengoperasikan suatu konsep secara terkoordinir, terorganisir; (3) Perlu memiliki keahlian yang diperlukan dan sebagai bagian dari tim kerja perlu memiliki berbagai macam ilmu (Assumpta & Rumanti, 2001).

Sementara menurut Greener (1995) dalam melaksanakan tugasnya, humas menggunakan media. Tujuan dari penggunaan media ini adalah untuk: (1) Membantu untuk mempromosikan dan meningkatkan pemasaran suatu produk dan jasa; (2) Menjalin komunikasi berkesinambungan; (3) Meningkatkan kepercayaan publik; (4) Meningkatkan citra baik perusahaan.

Untuk mendukung tujuan tersebut, secara garis besar media humas dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu: (1) Media cetak, termasuk di dalamnya house journal, surat kabar, tabloid, majalah; (2) Broadcasting media atau media audio visual; (3) Special event, termasuk di dalamnya konferensi pers, seminar, dan pameran; (4) Media luar ruang, termasuk di dalamnya spanduk, papan reklame, dan lain-lain.

Penggunaan dari variasi media publikasi yang ada bertujuan untuk menciptakan atau mempertahankan reputasi perusahaan pada publiknya dengan cara membangun citra perusahaan melalui karakteristik, misi, maupun sifat-sifat positif dari perusahaan yang akan disosialisasikan oleh media publisitas tersebut. Semua hal ini merupakan upaya humas dalam rangka menciptakan citra positif perusahaan terhadap publik eksternal.


(37)

2.1.4. Mekanisme dan Kode Etik Profesi Humas

Ada tiga tugas humas dalam organisasi atau perusahaan yang memilki kaitan yang erat dengan tujuan dan fungsi humas, yakni: (1) Menginterpretasikan, menganalisis dan mengevaluasi kecenderungan prilaku publik; (2) Mempertemukan kepentingan organisasi, lembaga atau perusahaan dengan kepentingan publik; (3) Mengevaluasi program-program organisasi/ lembaga/ perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan publik (Kusumastuti, 2001).

Tugas menginterpretasikan kecenderungan prilaku publik akan bermanfaat bagi pihak manajemen untuk merumuskan kebijakan organisasi, lembaga atau perusahaan. Kecenderungan perilaku publik diklasifikasikan oleh Frank Jeffkins dalam Anggoro (2000) menjadi 4 situasi atau kondisi kecenderungan publik yang dihadapi oleh humas yakni: tidak tahu, apatis, prasangka dan memusuhi. Mengacu pada klasifikasi publik menurut Jeffkins tersebut, maka tugas humas adalah merubah publik yang tidak tahu menjadi, yang apatis menjadi peduli, yang berprasangka menjadi menerima dan yang memusuhi menjadi simpati. Tugas ini melekat dengan kemampuan praktisi humas dalam mengamati dan meneliti perilaku berdasarkan kajian ilmu-ilmu sosial (Gambar 1).

Proses Transfer dalam Humas

Negatif Positif

Antipati Simpati Kecurigaan Penerimaan Masa Bodoh Minat Lalai Pengertian


(38)

Tugas mempertemukan kepentingan organisasi, lembaga atau perusahaan dengan kepentingan publik berkenaan dengan adanya perbedaan kepentingan antara pihak perusahaan dan pihak publik sehingga dalam hal ini humas bertugas untuk menghubungkan dua kepentingan yang berbeda dan masing-masing pihak dapat saling menghargai,memahami dan menghormati.

Muntaha (1985) mengatakan bahwa garis besar tugas hubungan masyarakat adalah: (1) Mengerahkan daya upaya untuk memperoleh jaminan situasi dan kondisi masyarakat internal dan eksternal perusahaan guna memperoleh jangka panjang yang berkesinambungan; (2) Memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi publik, baik internal maupun eksternal untuk sampai pada titik optimal guna menciptakan dan meningkatkan seluruh citra, identitas, reputasi dan integritas organisasi atau perusahaan untuk menjamin kelestarian eksistensinya di tengah-tengah masyarakat luas.

Sedangkan Anggoro (2000) menyatakan ada lima pokok tugas humas sehari-hari, yakni: (1) Menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas sosialisasi informasi baik secara lisan, tertulis maupun secara visual kepada publik agar publik memilki pengertian yang benar tentang organisasi atau perusahaan dan tujuan serta kegiatan yang dilakukan. Itu semua disesuaikan dengan kebutuhan keinginan dan harapan publik internal dan eksternal; (2) Memonitor, merekam dan mengevaluasi tanggapan serta pendapat umum atau masyarakat Menjalankan dan bertanggung jawab tentang kehidupan kita bersama lingkungan. Serta memperhatikan, mengolah dan mengintegrasikan pengaruh lingkungan yang masuk demi perbaikan dan perkembangan organisasi,lembaga ataupun perusahaan; (3) Memperbaiki citra atau identitas dari suatu organisasi, lembaga


(39)

maupun perusahaan dalam hal ini humas bertugas untuk membentuk kepercayaan publik sehingga perusahaan mendapatkan respon positf dari publik; (4) Memiliki tugas tanggung jawab sosial, dalam hal ini humas merupakan instrumen untuk bertanggung jawab terhadap semua kelompok yang berhak terhadap tanggung jawab tersebut, terutama kelompok publik internal, publik eksternal maupun pers; (5) Bertugas untuk menyelenggarakan komunikasi yang bersifat timbal balik, sehingga kemampuan untuk berkomunikasi menjadi modalnya.

Semakin tingginya persaingan profesonalisme di lapangan bisnis modern, menuntut kepribadian yang mantap dengan rasa percaya diri yang tinggi. Kepribadian adalah organ dinamis dalam diri individu yang yang sistem psikofisiknya menentukan bagaimana penampilannya dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sehingga nantinya ia mengetahui apa yang dapat dikerjakan dan apa yang dapat diharapkan darinya, memiliki motivasi agar tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai, tidak bekerja setengah-setengah tetapi sampai tuntas. Di mana ia bekerja atau hidup, memberi sumbangan dan saran yang positif agar tujuan dapat dicapai secara optimal dan ikut bertanggung jawab atas tugas yang dibebankan terhadap dirinya. (Assumpta & R umanti, 2001).

Pengembangan kepribadian adalah usaha individu agar mampu memahami diri sendiri mengenai minat, hasrat, loyalitas dan integritas tinggi sebagai persiapan untuk menghadapi tantangan di masa depan. Adapun yang menjadi kriteria umum pengembangan kepribadian adalah sebagai berikut: (1) Kemampuan untuk mengaktualisasikan dirinya agar dapat hidup secara mandiri. Karena seorang yang sudah matang tidak lagi memusatkan perhatiannya pada dirinya sendiri akan tetapi mengarahkan perhatian dan usahanya untuk


(40)

kepentingan orang lain; (2) Kemampuan untuk melihat diri sendiri dan orang lain secara objektif, dapat mengenali dirinya sendiri sebagaimana adanya; (3) Memiliki pandangan hidup yang dapat membawa tindakannya ke suatu arah tertentu; (4) Menghargai orang lain karena memiliki perasaan dasar untuk memberi perhatian kemanusiaan; (5) Mampu membedakan alat dan tujuan, terbuka terhadap pengalaman baru dalam rangka memperkaya ilmu pengetahuan; (6) Memiliki humor falsafi, artinya humornya bersifat spontan tanpa harus menyakiti perasaan orang lain. Di samping itu selalu berorientasi terhadap orang lain dan bukan pada diri sendiri. (Assumpta & Rumanti,2001).

Kata Profesi berasal dari bahasa latin yaitu Professues yang berarti “suatu kegiatan atau pekerjaan yang semula dihubungkan dengan sumpah atau janji yang bersifat religius” (Ruslan, 2001). Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa seseorang yang memilki profesi berarti juga memiliki ikatan batin dengan pekerjaannya. Maka jika terjadi pelanggaran janji atau sumpah jabatan sama saja dengan menodai “kesucian” profesi tersebut. Sehingga seseorang yang profesional tidak akan pernah melanggar sumpah jabatan yang telah dilakukannya dan akan senantiasa bertindak menurut koridor sumpah tersebut.

Selanjutnya definisi profesional dalam humas menurut Howard Stephenson dalam Greener (1995) humas merupakan sebuah profesi yang menuntut profesionalitas adalah humas harus dapat memberikan pelayanan tertentu berdasarkan kualifikasi pendidikan dan pelatihan, serta memiliki pengetahuan yang memadai yang harus sesuai dengan standar etika profesi.

Kiat menjadi seorang profesional, yaitu harus memiliki ciri khusus tertentu yang melekat pada profesi yang ditekuni oleh yang bersangkutan tersebut,


(41)

khususnya profesional humas, maka secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

(1) Memiliki skill atau kemampuan, yaitu pengetahuan tinggi yang tidak dimiliki oleh orang umum lainnya, apakah itu diperoleh dari hasil pendidikan atau pelatihan yang diperolehnya;

(2) Memiliki kode etik yang merupakan standard moral bagi setiap profesi yang dituangkan secara formal, tertulis dan normatif yang dituangkan dalam bentuk aturan main, yang nantinya akan memberikan bimbingan, arahan, serta pedoman bagi dasar perilaku kita;

(3) Memiliki tanggung jawab profesi dan integritas pribadi yang tinggi baik terhadap dirinya sebagai penyandang profesi humas, maupun terhadap publik, klien, pimpinan, serta pers;

(4) Memiliki jiwa pengabdian kepada publik atau masyarakat dengan penuh dedikasi tanpa pamrih dalam memberikan pelayanan jasa keahlian dan bantuan kepada publik;

(5) Otonomisasi organisasi profesional, yaitu memiliki kemampuan untuk mengelola organisasi humas yang memiliki kemampuan dalam perencanaan program kerja secara jelas, strategik, mandiri, dan tidak tergantung pada pihak lain serta dapat dipercaya dalam melaksanakan operasional, peran dan fungsinya. Di samping itu memilki standard dan etos kerja profesional yang tinggi;

(6) Menjadi anggota salah satu organisasi profesi sebagai wadah untuk menjaga eksistensinya, mempertahankan kehormatan dan menertibkan perilaku standard profesi sebagai tolak ukur itu agar tidak dilanggar.(Ruslan, 2001).


(42)

2.1.5. Motivasi

2.1.5.1. Teori-Teori Motivasi

Sperling dalam Mangkunegara (2001) mendefinisikan motif sebaga i suatu kecenderungan untuk beraktivitas yang dimulai dari dorongan dalam diri sendiri dan diakhiri dengan penyesuaian diri untuk memuaskan motif.

Stanford dalam Mangkunegara (2001) mendeinisikan motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakan manusia ke arah suatu tujuan tertentu. Sementara dalam hubungannya dengan lingkungan kerja Mc Comick dalam Mangkunegara (2001) mengemukakan bahwa motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

Manfaat dari motivasi adalah terciptanya gairah kerja sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah: (1) Pekerjaan akan cepat selesai dalam standar yang benar dan skala waktu yang tepat; (2) Orang akan senang dalam melakukan pekerjaannya; (3) Orang akan merasa sangat berharga; (4) Orang akan bekerja keras karena dorongan yang begitu tegas untuk berhasil sesuai target terhadap apa yang akan mereka kerja kan; (5) Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan; (6) Semangat juangnya akan tinggi hal ini akan menciptakan suasana kerja yang tinggi di setiap bagian.

Secara umum, teori motivasi dikelompokkan atas dua kelompok, yaitu teori kepuasan dan teori proses. Teori kepuasan (content theory) mencoba


(43)

menjawab apa yang memotivasi seseorang, sedangkan teori proses terfokus pada bagaimana memotivasi seseorang. Uraian beberapa teori motivasi yang terkait dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow

Kebutuhan dapat diartikan sebagai kekuatan yang menghasilkan dorongan bagi manusia untuk melakukan kegiatan, agar dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhan tersebut. Mereka dimotivasi oleh suatu keinginan untuk memuaskan berbagai macam kebutuhan. Maslow membagi kebutuhan manusia menjadi bertingkat-tingkat (hirarki) seperti pada gambar berikut:

5 4 3 2 1

Gambar 4. Piramida Hirarki Kebutuhan Maslow

Kebutuhan ini tersusun secara berurutan dalam satu jenjang dan tingkatan yang berbeda kekuatannya dalm memotivasi seseorang melakukan suatu kegiatan atau bekerja. Kebutuhan seseorang bergerak dari tingkat lebih rendah ke tingkat berikutnya, setelah kebutuhan yang lebih rendah tersebut minimal terpuaskan. Untuk meningkatkan motivasi karyawan maka seorang pemimpin harus mampu mengidentifikasi kebutuhan apa yang dibutuhkan oleh karyawan. Karyawan yang memiliki motivasi berprestasi pada umumnya membutuhkan tanggung jawab atau


(44)

tantangan dalam pekerjaan sehingga mereka perlu diberikan penghargaan (Saydam, 1996).

2. Teori Pemeliharaan Motivasi Dua Faktor dari Frederick Herzberg

Saydam menyebutkan bahwa teori pemeliharaan motivasi ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu: faktor pemuas, dan faktor pemeliharaan

a. Faktor Pemuasan (Motivation Factor)

Faktor pemuas merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri orang yang bersangkutan (intrinstic).

Menurut Herzberg dalam Syadam, faktor motivator ini mencakup: (1)Kepuasan kerja itu sendiri (the work it self)

(2)Prestasi kerja yang diraih (achievment)

(3)Peluang untuk maju (advancement)

(4)Pengakuan orang lain (recognation)

(5)Kemungkinan pengembangan karier (possibility of growth)

(6)Tanggung jawab (responsible)

b. Faktor Pemeliharaan (Maintenance Factor)

Faktor pemeliharaan merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan.

Manusia berkembang dengan pribadi yang sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Setiap manusia lahir dan tumbuh memiliki harapan atau tujuan yang akan dicapai, tujuan ini akan menentukan motivasi seseorang dalam


(45)

berprilaku. Motivasi utama seseorang adalah kecenderungan untuk tumbuh dan mengaktualisasikan diri, yaitu kecenderungan untuk mengisi sepenuhnya ke aarah aktualisasi diri, ke arah pemeliharan dan peningkatan mutu organisme. Dengan demikian, seseorang tumbuh selalu ingin memenuhi potensinya, meningkatkan mutu dan memelihara diri. Namun ada faktor yang harus diperhatikan dalam upaya mengaktualisasi diri. Hal ini disebabkan karena mungkin seseorang menghadapi hambatan lingkungannya dan kondisi internalnya, sehingga harapan atau tujuannya mungkin tidak tercapai. Dengan demikian, seseorang yang menyadari kondisi internal dan eksternalnya dapat lebih rasional dalam mengaktualisasi dirinya.

2.1.5.2. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Motivasi

Motivasi sebagai proses psikologi dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Syaidam (1996), ada faktor ekstern (berasal dari luar diri karyawan) dan faktor intern (berasal dari dalam diri karyawan) yang akan mempengaruhi motivasi seseorang tersebut.

(a) Faktor ekstern, mencakup antara lain:

1) Lingkungan kerja yang menyenangkan 5) Status dan tanggung jawab 2) Peraturan yang berlaku 6) Supervisi yang baik. 3) Kompensasi yang memadai

4) Adanya penghargaan atas prestasi (b) Sedangkan Faktor Intern antara lain:

1) Kematangan pribadi 4) Kebutuhan


(46)

3) Keinginan dan harapan pribadi 6) Kepuasan kerja

2.1.5.3 Teknik Memotivasi Karyawan

Teknik pemberian motivasi adalah cara-cara atau kiat-kiat yang dianggap paling tepat untuk memberikan motivasi sehingga karyawan mau bekerja sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan.

Mangkunegara (2001), mengungkapkan bahwa teknik memotivasi pegawai dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:

a. Teknik pemenuhan kebutuhan pegawai

Menganalisa apa yang menjadi kebutuhan karyawan, yakni kebutuhan yang terdapat dalam jenjang hierarkhis kebutuhan Maslow untuk kemudian dipenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

-Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan akan makan, minum, perlindungan fisik, bernafas, sexual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling mendasar untuk itu perusahaan harus dapat memberikan kompensasi yang sesuai dan layak pada karyawan.

-Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan perlindungan dari ancaman, bahaya dan lingkungan kerja. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini, perusahaan perlu memberikan tunjangan kesehatan, perumahan, dana pensiun.

-Kebutuhan sosial atau rasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk diterima dalam kelompok unit kerja, berafiliasi, berinteraksi serta rasa dicintai dan mencintai. Dalam hubungan dengan hal ini harus terjalin komunikasi yang positif antara atasan dan bawahan antara bawahan dan bawahan dalam satu unit kerja maupun antar unit kerja.


(47)

- Kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain. Dalam hubungannya dengan hal ini perusahaan tidak boleh sewenang-wenang dalam memperlakukan karyawannya karena mereka perlu dihormati dan diberikan penghargaan atas prestasi kerjanya.

-Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan diri dan potensi, mengemukakan ide, memberikan penilaian, kritik dan berpr estasi. Dalam hubungannya dengan kebutuhan ini perusahaan harus memberikan kesempatan pada karyawannya untuk dapat mengembangkan diri secara wajar dalam perusahaan.

2.1.6. Loyalitas

Ruslan (2001) mengatakan bahwa sikap loyalitas dan kejujuran berarti sikap mengakui kelemahan yang dimilikinya dan tidak pernah menyombongkan diri serta terus berupaya untuk mengembangkan diri secara optimal dalam mencapai kesempurnaan di profesinya, baik melalui pelatihan, pengalaman, maupun pendidikan. Disamping itu ia tidak akan pernah melacurkan profesinya untuk tujuan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan hanya demi memperoleh materi semata -mata atau hanya pada kepentingan sepihak saja.

Loyalitas dan integritas tidak hanya semata-mata merupakan suatu ketaatan dan kepatuha n saja melainkan lebih mengarah pada kesadaran dan kesetiaan dalam melaksanakan tugasnya dalam rangka mencapai tujuan dari perusahaan.

Loyalitas dan integritas tidak hanya semata-mata merupakan suatu ketaaatan dan kepatuhan saja melainkan lebih mengarah pada kesadaran dan


(48)

kesetiaan dalam melaksanakan tugasnya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Dapat ditegaskan dengan seseorang yang memiliki sikap terbuka. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari tidak mencari yang negatif melainkan yang negatif itu diterima, dianalisis, diolah dan dipergunakan sebagai perbaikan, perubahan, pengembangan diri maupun tugasnya. Maka kritik pun diterimanya secara positif sebagai input yang menguntungkan. Secara berangsur-angsur yang negatif akan semakin hilang dan yang positif akan semakin dikembangkan. Martabat manusia selalu diangkat dalam setiap kegiatan. Dengan semangat semacam itu, tidak mudah orang akan merendahkan orang lain dan bersikap sombong terhadap sesamamya. Kerja sama akan dipupuk secara terus -menerus dan ditingkatkan untuk mencapai tujuan organisasi sesuai tujuan loyalitas dan integritas yang saling terkait, bersikap loyal, memikirkan kepentingan orang lain dengan tidak menyisihkan kepentingan diri sendiri (Assumpta & Rumanti,2001).

Sementara Ruslan (2001) mengatakan bahwa sikap loyalitas dan kejujuran berarti sikap mengakui kelemahan yang dimilikinya dan tidak pernah menyombongkan diri serta berupaya terus untuk mengembangkan diri dalam mencapai kesempurnaan dalam profesinya tersebut baik melalui pelatihan, pengalaman maupun pendidikan, di samping itu ia tidak akan melacurkan profesinya untuk tujuan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan demi tujuan materi semata -mata atau hanya pada kepentingan sepihak saja.

Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah sikap integrasi terhadap organisasi atau perusahaan ditempat kita berada. Dalam arti bahwa kerja sama dengan atasan maupun teman kerja harus meningkat secara etis tanpa adanya paksaan melainkan harus ada motivasi dari dalam. Apabila hal ini terjadi maka


(49)

kita akan merasakan bahwa bekerja itu akan jauh lebih mudah apabila tercipta suasana kerja yang kondusif. Dengan kejujuran, loyalitas dan integritas kita akan memproses dan membangun diri kita untuk menjadi seorang profesional yang sukses. Loyal dan terbuka untuk integrasi akan melatih kita untuk memiliki jiwa yang peka terhadap kebutuhan, harapan dan keinginan orang lain untuk kemudian dianalisis, diolah dan diintegrasikan dengan kemauan, tatanan dari perusahaan sehingga akan menciptakan hasil kerja yang sukses (Austin, 1996).

2.1.7. Kinerja

2.1.7.1. Kinerja dan Manfaat Penilaian Kinerja

Kinerja karyawan (employee Perfomance) adalah tingkat terhadap mana para karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan (Simmamora, 1995). Maka penilaian kinerja (performance assesment) merupakan proses yang mengukur kinerja karyawan, yang pada umumnya mencakup baik aspek kuantitatif maupun kulitatif dari pelaksanaan pekerjaan.

Penilaian kinerja sebagaimana halnya fungsi-fungsi lain dalam perusaahaan, memiliki manfaat dan tujuan. Manfaat dan tujuan dari penilaian kinerja tersebut menurut Mangkuprawira (2002) adalah:

(1) Perbaikan kinerja

Umpan balik kinerja bermanfaat bagi karyawan, manajer, dan spesialis personal dalam bentuk kegiatan yang tepat untuk memperbaiki kinerja.


(50)

(2) Penyesuaian Kompensasi

Penilaian kinerja membantu pengambil keputusan menentukan siapa yang seharusnya menerima peningkatan pembayaran dalam bentuk upah dan bonus yang didasarkan pada sistem balas jasa.

(3) Keputusan penempatan

Promosi, transfer, dan penurunan jabatan biasanya didasarkan pada kinerja masa lalu dan antisipatif, misalnya dalam bentuk penghargaan.

(4) Kebutuhan pelatihan

Kinerja buruk mengindikasikan sebuah kebutuhan untuk melakukan pelatihan kembali. Setiap karyawan hendaknya mampu mengembangkan dir i. (5) Perencanaan dan pengembangan karier

Umpan balik kinerja membantu proses pengambilan keputusan tentang karier spesifik karyawan.

(6) Defisiensi proses penempatan staf

Baik buruknya kinerja berimplikasi dalam hal kekuatan dan kelemahan dalam prosedur penempatan staf di departemen SDM.

(7) Ketidakakuratan informasi

Kinerja buruk dapat mengindikasikan kesalahan dalam informasi analisis pekerjaan, rencana SDM atau hal lain dari sistem manajemen personal.Hal demikian akan mengarah pada ketidaktepatan dalam keputusan menyewa karyawan, pelatihan dan konseling.

(8) Kesalahan rancangan pekerjaan

Kinerja buruk mungkin sebuah gejala dari rancangan pekerjaan yang keliru. Lewat penilaian dapat didiagnosis kesalahan-kesalahan tersebut.


(51)

(9) Kesempatan kerja yang sama

Penilaian kinerja yang akurat yang secara aktual menghitung kaitannya dengan kinerja dapat menjamin bahwa keputusan penempatan internal bukanlah sesuatu yang bersifat diskriminatif.

(10) Tantangan-tantangan eksternal

Kadang-kadang kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan pekerjaan, seperti keluarga, finansial, kesehatan atau masalah-masalah lainnya. Jika masalah-masalah tersebut tidak dapat diatasi melalui penilaian maka departemen SDM mungkin mampu menyediakan bantuannya

(11) Umpan balik pada SDM

Kinerja yang baik dan buruk di seluruh organisasi mengindikasikan bagaimana baiknya fungsi departemen SDM yang diterapkan.

Pada dasarnya, tujuan penilaian kinerja dapat dilihat dari dua hal, yakni evaluasi dan pengembangan (Simamora,1995). Dari pendekatan evaluasi, tujuan dari penila ian kinerja adalah untuk menilai kinerja masa lalu sebagai basis untuk pelaksanaan keputusan-keputusan personalia. Sedangkan dari pendekatan pengembangan, tujuannya adalah untuk memotivasi dan mengarahkan kinerja.

2.1.7.2. Syarat -Syarat Penilai

Untuk menentukan siapa yang melakukan penilaian merupakan suatu masalah pokok dalam proses penilaian kinerja karena proses penilaian ini erat sekali hubungannya dengan persoalan apakah hasil penilaian itu objektif atau tidak.


(52)

Menurut Hasibuan (2001), penetapan penilai yang berkualitas sangat sulit karena harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

(1) Penilai harus jujur, adil dan objektif serta memiliki pengetahuan yang mendalam tentang unsur -unsur yang akan dinilai agar penilaiannya sesuai dengan realitas dan fakta yang ada.

(2) Penilai hendaknya mendasarkan penilaiannya atas dasar benar atau salah, baik atau buruk terhadap unsur-unsur yang dinilai sehingga hasil penilaiannya harus jujur, adil and ojektif. Penilai tidak boleh mendasarkan penilaiannya atas fisis rasa supaya penilaian bukan didasarkan atas suka atau tidak suka. (3) Penilai harus mengetahui secara jelas uraian pekerjaan dari setiap karyawan

yang akan dinilainya supaya hasil penilaiannya dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.

(4) Penilai harus memiliki kewenangan formal, agar mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

(5) Penilai harus memiliki keimanan, supaya penilaiannya jujur dan adil.

Meskipun dalam setiap proses penilaian kinerja suatu perusahaan seorang penilai dituntut untuk menilai secara objektif, jujur dan adil namun kemungkinan hal tersebut tidak terlaksana dengan baik pasti ada. Oleh karena itu perusahaan harus dapat menciptakan suatu sistem penilaian yang baik dan terarah agar penilaian yang bias dapat terhindari.

2.1.7.3. Unsur-Unsur Yang Dinilai

Dalam proses pelaksanaan penilaian kinerja, suatu perusahaan harus memperhatikan unsur-unsur apa yang akan dinilai karena jika tidak sesuai dengan


(53)

kebutuhan perusahaan akan mempengaruhi tujuan perusahaan tersebut.Unsur-unsur yang dinilai dalam penilaian kinerja menurut Hasibuan (2001) yaitu: (1) Kesetiaan

Penilai menilai kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, jabatannya dan organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan dalam menjaga dan membela perusahaan didalam maupun diluar pekerjaannya dari rongrongan orang yang tidak bertanggung jawab.

(2) Prestasi kerja

Penilai menilai hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang akan dapat dihasilkan oleh karyawan tersebut dari uraian pekerjaannya. (3) Kejujuran

Penilai menilai kejujuran karyawan dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain seperti kepada bawahannya.

(4) Kedisiplinan

Penilai menilai disiplin karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya.

(5) Kreativitas

Penilai menilai kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreatifitasnya untuk menyelesaikan pekerjaannya sehingga bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna.


(54)

(6) Kerja sama

Penilai menilai kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lainnya secara vertikal atau horizontal didalam maupun diluar pekerjaan sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik.

(7) Kepemimpinan

Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi yang kuat, dihormati berwibawa dan dapat memotivasi orang lain atau bawahannya untuk bekerja secara efektif.

(8) Kepribadian

Penilai menilai karyawan dari perilaku, kesopanan, periang, disukai, memberi kesan yang menyenagkan serta memperlihatkan sikap baik da n penampilan yang simpatik.

(9) Prakarsa

Penilai menilai kemampuan berpikir yang murni dan berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisis, menilai, menciptakan, memberi alasan, mendapatkan kesimpulan serta membuat keputusan penyelesaian masalah yang dihadapinya

(10) Kecakapan

Penilai menilai kecakapan karyawan dalam menyatukan dan menyelaraskan bermacam-macam elemen yang semuanya terlibat didalam penyusunan kebijaksanaan dan didalam situasi manajemen.


(55)

Penilai menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang dipergunakannya serta perilaku kerjanya.

Unsur penilaian kinerja karyawan yang akan dinilai oleh setiap organisasi atau perusahaan tidak selalu sama. Namun pada dasarnya unsur-unsur yang dinilai itu mencakup hal-hal di atas.

Ross (1997) mengemukakan ada sembilan faktor atau dorongan yang perlu diperhatikan dalam usaha meningkatkan kinerja karyawan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan karyawan, diantaranya adalah: (1) Kerja yang bersifat menantang,kreatif,menarik dan memberikan kesempatan untuk berprestasi; (2) Partisipasi dalam pengambilan keputusan yang berpengaruh terhadap individu; (3) Kompensasi yang dikaitkan dengan kinerja; (4) Komunikasi dan saluran komando yang sederhana; (5) Pengawasan yang kompeten; (6) Pengakuan terhadap prestasi; (7) Kesempatan untuk mengembangkan diri; (8) Kesempatan untuk memimpin, memperhatikan dan melayani kebutuhan langganan atau rekan kerja; (9) Pola atau tipe organisasi yang lebih fleksibel.

Untuk meningkatkan kinerja yang berkaitan dengan motivasi seseorang ada beberapa hal yang perlu diperhatikan (Mangkunegara,2001) : (1) Memahami perilaku karyawan, dalam artian bahwa pemimpin harus dapat memperhatikan dan mengamati perilaku para karyawannya sehingga karyawan dapat lebih mengenal apa yang menjadi tugasnya dan diharapkan dapat mengerjakannya dengan baik;(2) Pemberian motivasi harus mengacu pada orang, dalam artian bahwa seorang pemimpin harus dapat memperlakukan karyawannya sebagai seorang karyawan dan bukan sebagai dirinya sendiri yang sudah memiliki kesadaran sendiri untuk


(56)

bekerja; (3) Tingkat kebutuhan setiap orang berbeda, dalam artian bahwa setiap orang tidak ada yang sama tingkat kebutuhannya. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan,keinginan dan harapan yang berbeda antara satu orang dan orang lainnya pada saat yang sama; (4) Harus dapat memberikan tauladan, dalam artian bahwa ketauladanan merupakan contoh nyata yang dapat dilihat oleh seorang karyawan yang akan membuat kinerja mereka menjadi lebih baik.


(57)

2.2.Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan teoritis di atas maka dilakukan pengarahan teori-teori dan fakta tersebut menjadi suatu kerangka pemikiran. Adapun kerangka pemikiran ini menjadi tongkat atau dengan kata lain merupakan alat yang digunakan dalam usaha mendapatkan jawaban atas permasalahan penelitian ini.

Publik yang dimaksud dalam hal ini adalah publik internal yakni semua karyawan yang terdapat dalam suatu perusahaan mulai dari tingkatan bawah, tingkatan mene ngah sampai pada tingkatan atas (Assumpta dan Rumanti, 2001). Publik internal atau karyawan memiliki beragam karakteristik yang menjadikan mereka unik, namun dalam penelitian ini hanya dirumuskan empat buah karakteristik publik internal yakni: umur, jenis kelamin, lama jabatan dan unit kerja.

Karakteristik publik internal tersebut, baik umur, jenis kelamin, lama jabatan maupun unit kerja di duga mempengaruhi penilaian publik internal terhadap peranan humas dalam meningkatkan kepercayaan, mengedukasi publik dan mempublikasikan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap karyawan sehingga dapat meningkatkan motivasi, loyalitas dan kinerja karyawan terhadap perusahaan

Peranan humas dalam sebuah perusahaan dalam kaitannya dengan publik internal adalah untuk meningkatkan motivasi, loyalitas dan kinerja karyawan terhadap perusahaan (Veronica, 2003).

Motivasi adalah dorongan yang memberikan semangat kerja kepada para pegawai untuk berperilaku tertentu dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Wursanto,1989).


(58)

Menurut Syaidam (1996) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi adalah faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern mencakup: Lingkungan kerja yang menyenangkan; Peraturan yang berlaku; Kompensasi yang memadai; Adanya penghargaan atas prestasi; Status dan tanggung jawab serta supervisi yang baik. Sementara faktor eksternal mencakup: Kematangan pribadi; Kelelahan dan kebosanan; Keinginan dan harapan pribadi; Kebutuhan; Tingkat pendidikan serta kepuasan kerja.

Loyalitas menurut Rus lan (2001) adalah kejujuran berarti sikap mengakui kelemahan yang dimilikinya dan tidak pernah menyombongkan diri serta berupaya terus untuk mengembangkan diri dalam mencapai kesempurnaan dalam profesinya tersebut baik melalui pelatiha n, pengalaman maupun pendidikan.

Beberapa indikator dari loyalitas adalah kesadaran untuk menjalankan tugas, keterbukaan, sikap menghargai, dedikasi, profesional, rasa memiliki, menjaga nama baik, hubungan kekeluargaan, peka terhadap kebutuhan orang lain, dan sikap ikhlas (Ruslan, 2001).

Kinerja karyawan (employee Perfomance) adalah tingkat terhadap mana para karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan (Simmamora, 1995). Maka penilaian kinerja (performance assesment) merupakan proses yang mengukur kinerja karyawan, ya ng pada umumnya mencakup baik aspek kuantitatif maupun kualitatif dari pelaksanaan pekerjaan.

Beberapa indikator dari kinerja karyawan adalah tanggung jawab, prestasi, sikap jujur dan transparan, patuh dan disiplin, kreatifitas, sikap simpatik, korporatif , cakap dalam mengerjakan tugas, berwibawa, kemampuan berpikir yang murni (Hasibuan, 2001).


(59)

(1) (2) (3) (4)

(6)

(5)

Gambar 5. Kerangka Pemikiran

2.3. Hipotesa

1. Diduga terdapat hubungan anta ra karakteristik publik internal dengan penilaian publik internal terhadap peranan humas sebagai pembentuk kepercayaan, edukasi dan tanggung jaawab sosial.

2. Diduga terdapat hubungan antara penilaian publik internal terhadap peranan humas dengan motivasi ka ryawan

3. Diduga terdapat hubungan antara penilaian publik internal terhadap peranan humas dengan loyalitas karyawan.

4. Diduga terdapat hubungan antara motivasi karayawan dengan kinerja karyawan

5. Diduga terdapat hubungan antara loyalitas karyawan dengan kinerja karyawan

6. Diduga terdapat hubungan antara penilaian publik internal terhadap peran humas dengan kinerja karyawan.

Karakteristik Publik Internal: - Umur

- Jenis Kelamin - Lama Jabatan - Unit Kerja

Penilaian Publik Internal Terhadap peranan Humas: - Kepercayaan

- Edukasi - Tanggung Jawab Sosial


(60)

2.4. Definisi Operasional

1. Publik internal adalah orang-orang yang berada di dalam atau yang tercakup dalam suatu organisasi, yaitu seluruh karyawan dari level atas sampai dengan level terbawah. Dalam hal ini terbagi menjadi dua tingkatan yakni, Tingkatan Menengah atau Kepala Sub Bagian dan Tingkatan Bawah atau Tingkatan Staf Pelaksana.

2. Umur adalah hitungan lama seseorang dalam melaksanakan hidupnya, biasanya dihitung berdasarkan satuan tahun, yaitu:

a. Muda (20-39 tahun), b. Tua (>39 tahun)

3. Lama Jabatan adalah ukuran periode yang dimiliki oleh karyawan suatu perusahaan dalam mengemban tugasnya, biasanya dihitung dalam satuan tahun. Terbagi menjadi bagian, yaitu:

a. Pegawai baru adalah pegawai yang bekerja kurang dari 10 tahun. b. Pegawai lama adalah pegawai yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun

4. Jenis Kelamin adalah pembedaan responden dengan kategori a. Laki-laki

b. Perempuan

5. Unit Kerja adala h posisi dimana seorang karyawan ditempatkan dalam sebuah perusahaan. Dalam hal ini kemudian dibagi menjadi 11 unit kerja/divisi yakni:


(61)

a. unit kerja Satuan Pengawasan Intern b. unit kerja Pengolahan Data

c. unit kerja Penelitian dan Pengembangan d. unit kerja Umum

e. unit kerja Keuangan

f. unit kerja Sumber Daya Manusia g. unit kerja Hukum dan Sekretariat h. unit kerja Produksi

i. unit kerja Trandist

j. unit kerja Perencanaan Teknik k. unit kerja Perawatan

6. Penilaian publik internal terhadap peranan humas ada lah tingkat dimana karyawan menilai kinerja yang dilakukan oleh humas dalam sebuah perusahaan, dalam hal ini meliputi bagaimana humas membentuk kepercayaan karyawan, mengedukasi karyawan dan mengembangkan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap karyawan.

Pengukuran: Penilaian publik internal terhadap peranan humas dilakukan dengan memberikan skor terhadap kuisioner yang diberikan: Sangat baik: 4; Baik: 3; Cukup Baik:2; Kurang baik:1.

Jumlah total skor (skor Kumulatif) kemudian dikelompokkan ke dalam kelompok baru, yaitu:

a. Rendah (Kode: 1) : (15-37) b. Tinggi (Kode: 2) : (38-60)


(62)

7. Kepercayaan Publik Internal adalah oreantasi pada sikap (afeksi) yang membentuk adanya keyakinan dari karyawan terhadap perusahaan yang diperoleh melalui sikap-sikap persuasif.

8. Edukasi Publik Internal adalah suatu strategi pemupukan kesadaran bagi publik internal dengan tujuan untuk menumbuhkan loyalitas karyawan. 9. Tanggung Jawab Sosial adalah sikap dan perilaku yang berkaitan dengan

kewajiban sebagai anggota masyaraka t dalam proses interaksi yang menyangkut hubungan interpersonal baik secara perseorangan dan langsung maupun secara bersama-sama atau kelompok dalam bentuk kelembagaan. 10. Motivasi Kerja adalah kondisi yang berpengaruh dalam membangkitkan,

mengarahkan dan me melihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

Pengukuran untuk motivasi : Penilaian motivasi dilakukan dengan memberikan skor terhadap kuisioner yang diberikan: Sangat setuju: 4; Setuju: 3; Kurang setuju:2; Tidak setuju:1.

Jumlah total skor (skor Kumulatif) kemudian dikelompokkan ke dalam kelompok baru, yaitu:

a. Rendah (Kode:1) : (10-20) b. Tinggi (Kode:2) : (21-40)

11. Loyalitas adalah sikap kesediaan karyawan dalam menjaga dan membela perusahaan didalam maupun diluar pekerjaannya dari setiap rongrongan yang ada.


(63)

Pengukuran: Pengukuran Loyalitas dilakukan dengan memberikan skor terhadap kuisioner yang diberikan: Sangat baik: 4; Baik: 3; Cukup Baik:2; Kurang baik:1.

Jumlah total skor (skor Kumulatif) kemudian dikelompokkan ke dalam kelompok baru, yaitu:

a. Rendah (Kode:1) : (10-20) b. Tinggi (Kode:2) : (21-40)

12. Kinerja adalah tingkat terhadap mana para karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan yang telah ditetapkan sesuai dengan standar perusahaan.

Pengukuran: Pengukuran kinerja dila kukan dengan memberikan skor terhadap kuisioner yang diberikan: Sangat baik: 4; Baik: 3; Cukup Baik:2; Kurang baik:1.

Jumlah total skor (skor Kumulatif) kemudian dikelompokkan ke dalam kelompok baru, yaitu:

a. Rendah (Kode:1) : (10-20) b. Tinggi (Kode:2) : (21-40)


(1)

karyawan lebih dipengaruhi oleh dedikasi terhadap perusahaan, perasaan memiliki, perasaan terbuka terhadap kritik dan saran dan berbagai indikator loyalitas lainnya. Semua hal yang berkaitan dengan loyalitas karyawan tersebut dipupuk oleh unit kerja sumber daya manusia yang bersentuhan langsung dengan karyawan, sehingga tidak ada hubungannya dengan unit kerja humas.

Tidak terdapat hubungan antara motivasi dan kinerja karyawan.Baik karyawan yang memiliki kinerja ya ng rendah maupun kinerja yang tinggi yang tinggi terhadap perusahaan sama-sama memiliki motivasi yang tinggi.

Terdapat hubungan antara loyalitas dan kinerja karyawan. Semakin tinggi loyalitas maka akan semakin tinggi pula kinerja karyawan terhadap pekerjaan yang dilakukan.

Tidak terdapat hubungan antara penilaian publik internal terhadap peranan humas dengan kinerja karyawan. Baik karyawan yang memiliki skor penilaian publik internal yang tinggi terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor maupun ya ng memiliki skor penilaian yang rendah terhadap peranan humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor sama-sama memiliki kinerja yang tinggi.


(2)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA PROPOSAL INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DISAJIKAN SEBAGAI STUDI PUSTAKA ATAU KARYA ILMIAH LAIN PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2005

Rossy Dinaryati A14201027


(3)

KATA PENGANTAR


(4)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... ...i

DAFTAR TABEL... ...iv

DAFTAR GAMBAR... ...vi

DAFTAR LAMPIRAN... ...vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ...1

1.2Perumusan Masalah ...4

1.3Tujuan... ...5

1.4Kegunaan... ...6

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka ...7

2.1.1 Konsep Dasar Humas...7

2.1.2 Humas Sebagai Suatu Kebutuhan Perusahaan...10

2.1.3 Opini Publik Sebagai dasar Pembentukan Citra ...17

2.1.4 Mekanisme dan Kode Etik Profesi Humas ...23

2.1.5 Motivasi ...28

2.1.5.1. Teori-teori Motivasi...28

1. Te ori Hierarki Kebutuhan Maslow ...29

2. Teori Peme liharaan Motivasi Dua Faktor ...30

2.1.5.2. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Motivasi ...31

2.1.5.3. Teknik Memotivasi Karyawan...32

2.1.6 Loyalitas...33

2.1.7 Kinerja...35

2.1.7.1. Kinerja dan Manfaat Penilaian Kinerja ...35

2.1.7.2. Syarat-syarat Penilai...37


(5)

ii

2.2. Kerangka Pemikiran...43

2.3. Hipotesa ...45

2.4. Definisi Operasional ...46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Obyek Penelitian...50

3.2 Metode Penarikan Contoh...51

3.3 Metode Pengumpulan Data ...54

3.4 Metode Pengolahan Data dan Analisis Data ...54

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Lokasi Penelitian...57

4.1.1. Profile Perusahaan ...57

4.1.2. Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...58

4.2 Karakteristik Responden Penelitian...58

4.2.1 Publik Internal...58

4.2.2 Umur.... ...59

4.2.3 Jenis Kelamin ...60

4.2.4 Lama Jabatan...61

4.2.5 Unit Kerja ...61

4.3 Penilaian Publik Internal...63

4.4 Motivasi Karyawan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...64

4.5 Loyalitas Karyawan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...66

4.6 Kinerja Karyawan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...67

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hubungan Antara Karakteristik Publik Internal Dengan Penilaian Publik Internal Terhadap Peranan Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...69

5.1.1 Hubungan Antara Umur Dengan Penilaian Publik Internal Terhadap Peranan Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...69


(6)

iii 5.1.2 Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan

Penilaian Publik Internal Terhadap Peranan

Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...71

5.1.3 Hubungan Antara Lama Jabatan Dengan Penilaian Publik Internal Terhadap Peranan Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...73

5.1.4. Hubungan Antara Unit Kerja Dengan Penilaian Publik Internal Terhadap Peranan Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor ...76

5.2 Hubungan Antara Penilaian Publik Internal terhadap Peran Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dengan Motivasi Karyawan ...78

5.3 Hubungan Antara Penilaian Publik Internal terhadap Peran Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dengan Loyalitas Karyawan ...80

5.4 Hubungan Antara penilaian Publik Internal terhadap Peran Humas PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dengan Kinerja Karyawan ...84

5.5 Hubungan Antara Motivasi dan Kinerja ...87

5.6. Hubungan Antara Loyalitas dan Kinerja ...88

5.6 Ikhtisar ...89

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ...92

6.2. Saran...95

DAFTAR PUSTAKA ...96