yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil resiko
anak terkena penyakit dan kekurangan gizi. Sedangkan penyebab dasar masalah gizi di atas adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial, yang mempengaruhi
ketidak-seimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita Soekirman, 2000.
Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan dan adanya penyakit infeksi. Makin bertambah usia anak makin bertambah pula
kebutuhannya. Konsumsi makanan dalam keluarga dipengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan
secara perorangan. Konsumsi juga tergantung pada pendapatan, adat-istiadat, pendidikan keluarga Almatsier, 2001.
2.3.1. Konsumsi Makanan
Konsumsi makanan dan zat-zat gizi, secara langsung masalah gizi timbul karena tidak tersedianya zat-zat gizi dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi makanan merupakan faktor utama untuk memenuhi akan zat-zat gizi. Konsumsi makanan itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang saling berkaitan secara kompleks seperti tidak tersedianya bahan makanan, status ekonomi, segi-segi sosial budaya serta status kesehatan WKNPG, 1979.
Suhardjo 2003 menyatakan bahwa status gizi atau tingkat konsumsi pangan merupakan bagian terpenting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi
yang memepengaruhi kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga mempengaruhi status gizi. Hal ini sejalan dengan pendapat Sediaoetama 2000 yang
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa tingkat kesehatan gizi sesuai dengan konsumsi pangan, tingkat kesehatan gizi terbaik adalah kesehatan gizi optimun. Tubuh terbebas dari penyakit
dan mempunyai daya kerja dan efisiensi yang sebaik-baiknya, serta mempunyai daya tahan setinggi-tinginya. Masalah ini disebabkan karena konsumsi gizi yang tidak
mencukupi kebutuhannya dalam waktu tertentu. Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang sedang tumbuh merupakan masalah serius. Kondisi ini
mencerminkan kebiasaan makan yang buruk Wirjatmadji, 2012. Konsumsi makanan anak harus memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan
yaitu zat gizi esensial energi, protein, vitamin, mineral dan air dalam jumlah yang cukup Pudjiadi, 1999. Menurut Suhardjo 2003 berpendapat bahwa seseorang tidak
dapat menghasilkan energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika meminjam atau menggunakan cadangan energi dalam tubuh, namun
kekurangan gizi khususnya energi. Kartasapoetra dan Marsetyo 2001 juga berpendapat bahwa dalam usaha menciptakan manusia yang sehat pertumbuhannya,
penuh semangat dan penuh kegairahan dalam kerja, serta tinggi harus tetap selalu berada dalam serba kecukupan.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Fauziah, 2009 yang dilakukan di Kabupaten Banjar Negara dan Kabupaten Pejawaran, Propinsi Jawa Tengah
menggambarkan pola konsumsi pangan balita yang masih dipengaruhi oleh pola konsumsi pangan orang tua. Pola konsumsi pangan balita didasarkan atas kelompok
pangan pokok dan sumber protein berdasarkan kontribusi energi dan protein terhadap konsumsi sehari.
Universitas Sumatera Utara
Senada dengan hasil penelitian di atas, Suhardjo 1989 mengemukakan bahwa meningkatnya besar keluarga tanpa diimbangi dengan peningkatan
pendapatan, maka pendistribusian konsumsi pangan akan semakin sedikit, sehingga konsumsi pangan keluarga tersebut tidak cukup untuk mencegah kejadian kurang
gizi. Besar keluarga juga diduga erat kaitannya dengan perhatian ibu dalam merawat anak. Jumlah anak yang lebih sedikit akan memungkinkan ibu memberikan perhatian
dan kasih sayang yang cukup dalam merawat anaknya. Sering terjadi pangan pokok yang biasa dimakan penduduk tidak tersedia
cukup, selain itu pangan yang dipakai sebagai pelengkap pangan pokok juga kurang. Kekurangan pangan yang berkelanjutan menyebabkan kekurangan gizi musiman atau
tetap yang secara teratur bahkan bagian hidup. Keadaan demikian mengakibatkan jumlah penderita kurang gizi meningkat Suhardjo, 1986.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman empiris faktor gizi terbukti berpengaruh terhadap pengembangan kualitas sumberdaya manusia. Kualiatas
sumberdaya manusia ini mencakup dimensi kemampuan tubuh untuk bertahan terhadap penyakit akut atau kronis. Pada masa pertumbuhan anak, gizi akan
berpengaruh pada kualitas intelektual, pertumbuhan fisik. Usaha mempertahakan kualitas manusia dari aspek gizi memerlukan upaya terpadu untuk membentuk
kesadaran pangan dan gizi masyarakat terus-menerus dan berkesinambungan, sehingga tertanam kebiasaan makan yang baik dan sehat Seto, 2001.
Fungsi pangan dalam masyarakat yang berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan, agama, adat, kebiasaan, dan pendidikan masyarakat tersebut. Pada
umumnya penduduk Indonesia yang sebagian besar terdiri atas petani, masih
Universitas Sumatera Utara
mengandalkan sebagian besar dari konsumsi makanannya pada makanan pokok. Penggunaan makanan pokok didasarkan atas ketersediaannya didaerah bersangkutan
yang pada umumnya berasal dari hasil usaha tani keluarga dan kemudian berkembang menjadi kebiasaan makan didaerah tersebut Almatsier, 2009.
2.3.2. Pola Penyakit