Anak Balita Metode frekuensi makanan food frequency. 2.5. Kerangka konsep

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anak Balita

Anak Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Kelompok ini yang merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi KKP, dan jumlahnya dalam populasi besar. Beberapa kondisi atau anggapan yang menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : a. Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa. b. Biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik, atau ibunya sudah bekerja penuh sehingga perhatian ibu sudah berkurang. c. Anak balita sudah mulai main tanah, dan sudah dapat main di luar rumahnya sendiri, sehingga lebih terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi yang memungkinkan untuk terinfeksi dengan berbagai macam penyakit. d. Anak balita belum dapat mengurus dirinya sendiri, termasuk dalam memilih makanan. Menurut Soekirman 2000 istilah status gizi diartikan sebagai keadaan kesehatan fisik seseorangsekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu kombinasi dari ukuran gizi tertentu. Untuk mengetahui pertumbuhan anak, secara praktis dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan secara teratur. Ada beberapa cara menilai status gizi yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia dan biofisik yang disebut dengan penilaian status gizi secara langsung Supariasa, 2002. 7 Universitas Sumatera Utara Kurang gizi pada anak, bisa terjadi di usia Balita Bawah Lima Tahun. Pedoman untuk mengetahui anak kurang gizi adalah dengan melihat berat dan tinggi badan yang kurang normal. Jika tinggi badan si anak tidak terus bertambah atau kurang dari normal, itu menandakan bahwa kurang gizi pada anak tersebut sudah berlangsung lama Maryunani, 2010.

2.2. Masalah Gizi Anak Balita

Masalah gizi terutama pada anak yang dapat mengganggu perkembangan optimal fisik dan mental anak Arisman, 2007. Pada masa bayi dan anak–anak gizi sangat penting untuk pertumbuhan. Kurang Energi Protein biasanya timbul bilamana seorang anak hanya makan sedikit kalori dan protein dibandingkan yang seharusnya dibutuhkan tubuh. Kurang Energi Protein mungkin kelihatan dalam bentuk seperti penyakit yang dinamakan marasmus dan kwashiorkor Suhardjo, 1986. Di Indonesia anak kelompok anak balita menunjukkan prevalensi yang paling tinggi untuk penyakit KKP dan defisiensi vitamin A serta anemia defisiensi Fe. Kelompok ini sulit dijangkau oleh berbagai upaya kegiatan perbaikan gizi dan kesehatan lainnya Sediaoetama, 1996. Dalam kurun waktu 1989–2000 persentase balita berstatus gizi kurang mengalami penurunan dari 31,7 menjadi 17,3. Angka ini meningkat kembali menjadi 19,24 pada tahun 2005, walaupun secara keseluruhan mengalami penurunan cukup besar. Menurunnya persentase balita gizi kurang ini tidak diimbangi dengan turunnya persentase balita yang mengalami gizi buruk MDGs. Universitas Sumatera Utara Penanggulangan masalah gizi kurang perlu dilakukan secara terpadu, melalui upaya– upaya peningkatan pengadaan pangan, penganekaragaman produksi dan konsumsi pangan, peningkatan status sosial ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat. Status sosial ekonomi pendidikan, pendapatan juga secara tidak langsung mempengaruhi konsumsi. Upaya penanggulangan masalah gizi kurang : pemenuhan persediaan pangan, peningkatan usaha perrbaikan gizi keluarga, peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu mulai dari Posyandu, Puskesmas dan Rumah Sakit, peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi, peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat. 2.3. Faktor-Faktor Penyebab Gizi Kurang Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat patologi yang timbul karena tidak cukup makan dan konsumsi energi kurang selama jangka waktu tertentu. Di negara–negara yang berkembang, konsumsi pangan yang tidak menyertakan pangan cukup energi biasanya juga kurang dalam waktu satu atau lebih zat gizi esensial lainnya Suhardjo, 1986. Terjadinya gizi kurang dan buruk pada balita disebabkan antara lain oleh kurangnya asupan gizi dan serangan penyakit infeksi. Adapun faktor penyebab tidak langsung adalah rendahnya daya beli dan ketidaktersediaan pangan yang bergizi, serta keterbatasan pengetahuan tentang pangan yang bergizi terutama untuk ibu dan balita MDGs. Adapun faktor-faktor mendorong terjadinya gangguan gizi pada balita antara lain : Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga yang sungguhpun berpenghasilan Universitas Sumatera Utara cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya saja. Dengan demikian, kejadian gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan relatif baik Sjahmien, 2003. Gizi kurang pada umur kurang dari 5 tahun dapat berakibat terganggunya pertumbuhan jasmani dan kecerdasan mereka. Kalau cukup banyak orang–orang yang termasuk golongan ini masyarakat yang bersangkutan sulit berkembang. Secara langsung gizi kurang tidak menyebabkan anak–anak mereka mati seperti halnya karena serangan penyakit–penyakit tertentu. Tapi jelas gizi kurang memperhebat masalah–masalah kesehatan yang dihadapi anak, yaitu mudah terserang penyakit, tertunda pertumbuhannya, badan cacat dan lain sebagainya Sajogyo, dkk, 1994. Kekurangan energi yang kronis pada anak–anak dapat menyebabkan anak terganggu. Kekurangan protein yang kronis pada anak–anak menyebabkan pertun buhan anak–anak itu terlambat dan tampak tidak sebanding dengan umurnya. Pada keadaan yang lebih buruk, dapat mengakibatkan berhentinya proses pertumbuhan, dan pada anak–anak tampak gejala–gejala khusus seperti kulit bersisik pucat, bengkak dan perubahan warna rambut. Kwashiorkor terjadi apabila konsumsi protein kurang walaupun energi cukup. Marasmus terjadi apabila konsumsi protein energi sangat rendah Suhardjo, 2008. Menurut Unicef 1998 gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh beberapa faktor yang kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah, pokok masalah. Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup Universitas Sumatera Utara baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena kurang gizi Soekirman, 2000. Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi dua hal yang saling mempengaruhi. Dampak Penyebab Penyebab Langsung Gambar 1. Skema Terjadinya Gizi Kurang Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola asuh anak yang tidak memadai, kurangnya sanitasi lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tidak memadai merupakan faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air bersih Gizi Kurang Makan Penyakit Infeksi Tidak Seimbang Pola Asuh Anak Tidak Memadai Tidak Cukup Persediaan Sanitasi dan Air BersihPelayanan Kesehatan Dasar Tidak Memadai Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang Pemanfaatan sumber daya masyarakat Krisis ekonomi, politik dan sosial Kurang Pendidikan, Pengetahuan dan Keterampilan Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan Akar Masalah Penyebab Langsung Penyebab Tidak Langsung Pokok Masalah di Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi. Sedangkan penyebab dasar masalah gizi di atas adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial, yang mempengaruhi ketidak-seimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita Soekirman, 2000. Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan dan adanya penyakit infeksi. Makin bertambah usia anak makin bertambah pula kebutuhannya. Konsumsi makanan dalam keluarga dipengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan. Konsumsi juga tergantung pada pendapatan, adat-istiadat, pendidikan keluarga Almatsier, 2001.

2.3.1. Konsumsi Makanan

Konsumsi makanan dan zat-zat gizi, secara langsung masalah gizi timbul karena tidak tersedianya zat-zat gizi dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi makanan merupakan faktor utama untuk memenuhi akan zat-zat gizi. Konsumsi makanan itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan secara kompleks seperti tidak tersedianya bahan makanan, status ekonomi, segi-segi sosial budaya serta status kesehatan WKNPG, 1979. Suhardjo 2003 menyatakan bahwa status gizi atau tingkat konsumsi pangan merupakan bagian terpenting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang memepengaruhi kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga mempengaruhi status gizi. Hal ini sejalan dengan pendapat Sediaoetama 2000 yang Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa tingkat kesehatan gizi sesuai dengan konsumsi pangan, tingkat kesehatan gizi terbaik adalah kesehatan gizi optimun. Tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya kerja dan efisiensi yang sebaik-baiknya, serta mempunyai daya tahan setinggi-tinginya. Masalah ini disebabkan karena konsumsi gizi yang tidak mencukupi kebutuhannya dalam waktu tertentu. Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang sedang tumbuh merupakan masalah serius. Kondisi ini mencerminkan kebiasaan makan yang buruk Wirjatmadji, 2012. Konsumsi makanan anak harus memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan yaitu zat gizi esensial energi, protein, vitamin, mineral dan air dalam jumlah yang cukup Pudjiadi, 1999. Menurut Suhardjo 2003 berpendapat bahwa seseorang tidak dapat menghasilkan energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika meminjam atau menggunakan cadangan energi dalam tubuh, namun kekurangan gizi khususnya energi. Kartasapoetra dan Marsetyo 2001 juga berpendapat bahwa dalam usaha menciptakan manusia yang sehat pertumbuhannya, penuh semangat dan penuh kegairahan dalam kerja, serta tinggi harus tetap selalu berada dalam serba kecukupan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Fauziah, 2009 yang dilakukan di Kabupaten Banjar Negara dan Kabupaten Pejawaran, Propinsi Jawa Tengah menggambarkan pola konsumsi pangan balita yang masih dipengaruhi oleh pola konsumsi pangan orang tua. Pola konsumsi pangan balita didasarkan atas kelompok pangan pokok dan sumber protein berdasarkan kontribusi energi dan protein terhadap konsumsi sehari. Universitas Sumatera Utara Senada dengan hasil penelitian di atas, Suhardjo 1989 mengemukakan bahwa meningkatnya besar keluarga tanpa diimbangi dengan peningkatan pendapatan, maka pendistribusian konsumsi pangan akan semakin sedikit, sehingga konsumsi pangan keluarga tersebut tidak cukup untuk mencegah kejadian kurang gizi. Besar keluarga juga diduga erat kaitannya dengan perhatian ibu dalam merawat anak. Jumlah anak yang lebih sedikit akan memungkinkan ibu memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup dalam merawat anaknya. Sering terjadi pangan pokok yang biasa dimakan penduduk tidak tersedia cukup, selain itu pangan yang dipakai sebagai pelengkap pangan pokok juga kurang. Kekurangan pangan yang berkelanjutan menyebabkan kekurangan gizi musiman atau tetap yang secara teratur bahkan bagian hidup. Keadaan demikian mengakibatkan jumlah penderita kurang gizi meningkat Suhardjo, 1986. Berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman empiris faktor gizi terbukti berpengaruh terhadap pengembangan kualitas sumberdaya manusia. Kualiatas sumberdaya manusia ini mencakup dimensi kemampuan tubuh untuk bertahan terhadap penyakit akut atau kronis. Pada masa pertumbuhan anak, gizi akan berpengaruh pada kualitas intelektual, pertumbuhan fisik. Usaha mempertahakan kualitas manusia dari aspek gizi memerlukan upaya terpadu untuk membentuk kesadaran pangan dan gizi masyarakat terus-menerus dan berkesinambungan, sehingga tertanam kebiasaan makan yang baik dan sehat Seto, 2001. Fungsi pangan dalam masyarakat yang berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan, agama, adat, kebiasaan, dan pendidikan masyarakat tersebut. Pada umumnya penduduk Indonesia yang sebagian besar terdiri atas petani, masih Universitas Sumatera Utara mengandalkan sebagian besar dari konsumsi makanannya pada makanan pokok. Penggunaan makanan pokok didasarkan atas ketersediaannya didaerah bersangkutan yang pada umumnya berasal dari hasil usaha tani keluarga dan kemudian berkembang menjadi kebiasaan makan didaerah tersebut Almatsier, 2009.

2.3.2. Pola Penyakit

Penyakit adalah suatu keadaan dimana terdapat gangguan terhadap bentuk dan fungsi tubuh sehingga berada dalam keadaan tidak normal. Kekurangan energi dan protein tidak hanya kurang makan tetapi karena penyakit infeksi, anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang demam, akhirnya dapat menderita KEP kekurangan energi dan protein. Sebaliknya anak yang tidak memperoleh makan cukup dan seimbang, daya tahan tubuh dapat melemah. Dalam keadaan demikian anak mudah diserang infeksi dan kurang nafsu makan sehinhgga anak kurang makan Soekirman, 2000.

2.3.3. Pola Asuh

Pola pengasuhan anak adalah sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberi makan. Pola asuh yang tidak memadai dapat menyebabkan anak tidak suka makan atau tidak diberikan makanan seimbang, dan juga dapat memudahkan terjadinya penyakit infeksi. Menurut Soekirman 2000, pola asuh adalah berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberi makan, kebersihan dan kasih sayang, dan sebagainya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan fisik dan mental. Universitas Sumatera Utara

2.3.4. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu atau pengetahuan sebagai segala apa yang diketahui berkenaan dengan sesuatu hal Notoatmodjo, 2003. Belajar dan menyebarkan pengetahuan gizi harus disertai dengan belajar sendiri dan perlu tambahan pengetahuan dalam berbagai hal lain. Untuk menggiatkan pengajaran pengetahuan gizi, khusus pada golongan ibu-ibu. Selain dengan kunjungan kerumah, tempat terbaik bagi penyuluhan gizi bagi ibu ialah di taraf rukun tetangga masing-masing Sajogyo, dkk, 1994. Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan : 1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan. 2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi. 3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat dapat belajar mengugunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi. Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum di setiap negara didunia. Lain sebab yang penting dari gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari Suhardjo, 1986. Universitas Sumatera Utara

2.3.5. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunujukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi dalam kehidupan sehari-hari yang bersifat emosional Notoatmodjo, 2003. Berbagai sikap yang muncul pada anak sebagai reaksi ketidaknyamanan yang dirasakannya. Namun demikian, tidak setiap anak mengalaminya karena ada pula yang mudah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sebenarnya, keberadaan problem tersebut bisa menjadi masalah psikologis yang harus dicermati oleh orangtua agar bisa diketahui faktor penyebab dan strategi yang bisa dilakukan untuk menanganinya Merryana, 2012. Sikap merupakan faktor yang ada di dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku tertentu. Jadi seseorang mempunyai sikap yang baik terhadap gizi akan melahirkan perilaku yang baik pula dalam meningkatkan status gizinya, namun seringkali sikap tidak sejalan dengan tindakan. Seperti dalam hal menyediakan kebutuhan makanan bagi keluarga, ibu yang mempunyai sikap positif belum tentu dapat menyediakan kebutuhan gizi keluarga dengan optimal, begitu pula sebaliknya ibu yang mempunyai sikap negatif, dapat menyediakan kebutuhan gizi keluarga dengan optimal.

2.3.6. Pendidikan

Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan intuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga melakukan apa yang diharapkan Notoatmodjo, 2003. Pendidikan gizi ibu bertujuan untuk meningkatkan Universitas Sumatera Utara sumber daya makanan yang tersedia. Dari hal tersebut dapat diasumsikan bahwa tingkat kecukupan energi energi dan zat gizi pada balita relatif tinggi bila pendidikan ibu tinggi Depkes RI, 2004. Tingkat pendidikan orangtua adalah faktor yang sangat penting. Pendidikan formal merupakan salah satu cara orangtua untuk memperoleh pengetahuan sebagai dasar dalam berperilaku dan bertindak yang bermanfaat di dalam kehidupan. Pendidikan berpengaruh pada faktor sosial ekonomi seperti pekerjaan dan pendapatan. Tingkat pendidikan juga menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Menurut Nurmiati 2006, pengetahuan dan pendidikan orangtua sangat penting dalam menentukan status gizi keluarga, karena pendidikan seseorang dapat membantu sampainya informasi tentang kesehatan juga gizi, sehingga kurangnya pendidikan merupakan penyebab tidak langsung timbulnya masalah gizi pada anak. Anak-anak dengan ibu yang mempunyai latar belakang pendidikan lebih tinggi akan mendapat kesempatan tumbuh lebih baik karena keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal baru yang berguna untuk pemeliharaan kesehatan anak. Pendidikan yang tinggi diharapkan sampai kepada tingkah laku yang baik. Tingkat pendidikan orangtua yang rendah akan memiliki konsekuensi terhadap rendahnya kemampuan ekonomi dan pengetahuan gizi. Menurut Atmarita dan Fallah 2004 tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk mengimplementasikan pengetahuannya dalam perilaku khususnya dalam hal kesehatan dan gizi, dengan demikian pendidikan ibu yang relatif rendah akan Universitas Sumatera Utara berkaitan dengan sikap dan tidakan ibu dalam menangani masalah kurang gizi pada anak balitanya.

2.3.7. Pendapatan

Pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan ataupun tahunan Sukirno, 2006. Keterbatasan penghasilan keluarga tidak dapat disangkal bahwa penghasilan keluarga akan turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari baik kualitas maupun jumlah makanan Sjahmien, 1986. Keluarga dengan pendapatan terbatas besar kemungkinan tidak dapat memenuhi kebutuhan makanannya, setidaknya keanekaragaman bahan makanan kurang bisa dijamin. Banyak sebab yang turut berperan dalam menentukan besar kecilnya pendapatan keluarga. Pada keluarga dimana hanya ayah yang mencari nafkah tertentu berbeda dengan besarnya pendapatannya dengan keluarga yang mengandalkan sumber keuangan dari ayah dan ibu serta pekerjaan sampingan yang bisa diusahakan sendiri dirumah. Bahan makanan yang mahal harganya biasanya jarang, atau bahkan tidak pernah di beli. Hal ini menyebabkan satu jenis bahan makanan tidak pernah di hidangkan dalam susunan makanan keluarga. Oleh karena itu tingkat ekonomi keluarga sangat berpengaruh terhadap kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarganya. Universitas Sumatera Utara

2.4. Status Gizi

Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan pengguna zat-zat gizi Almatsier, 2002. Sedangkan menurut Suhardjo, Status gizi adalah keadaan individu-individu atau kelompok- kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisiknya dapat diukur secara antropometri. Keadaan gizi seseorang yang dapat dinilai untuk mengetahui apakah seseorang itu normal atau bermasalah. Gizi salah adalah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan atau ketidakseimbangan zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, kecerdasan, aktivitas, dan produktivitas Depkes RI, 2001.

2.4.1. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi adalah upaya menginterpretasikan semua informasi yang diperoleh melalui penilaian antropometri, konsumsi makanan, biokimia, dan klinik yang berguna untu menetapkan status kesehatan perorangan atau kelompok orang yang dipengaruhi oleh konsumsi dan utilitas zat-zat gizi Gibson, 1998. Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dengan metode antropometri sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dengan metode survei konsumsi makanan. 1. Penilaian Secara Langsung dengan Metode Antropometri Penilaian antropometri dilakukan melalui pengukuran dimensi fisik dan komposisi kasar tubuh. Penilaian dilakukan terhadap berat badan BB, panjang badan PB atau tinggi badan TB, lingkar kepala, lingkar lengan atas LLA dan tebal lemak bawah kulit Almatsier, 2011. Universitas Sumatera Utara Untuk menilai status gizi balita dengan menggunakan beberapa indeks penilaian yaitu berat badan menurut umur BBU, berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan BBPB atau BBTB, panjang badan atau tinggi badan menurut umur PBU atau TBU, dan indeks yang diperkenalkan oleh WHO 2005 yaitu indeks massa tubuh menurut umur IMTU. Dalam menggunakan semua indeks tersebut, dianjurkan menggunakan perhitungan Z-Score menggunakan nilai median sebagai nilai normalnya. Adapun kategori dan ambang batas status gizi anak adalah sebagai berikut : Tabel 2.1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas Z-Score Berat Badan menurut Umur BBU Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih - 3 SD -3 SD sd -2 SD -2 SD sd 2 SD 2 SD Panjang Badan menurut Umur PBU atau Tinggi Badan menurut Umur TBU Sangat Pendek Pendek Normal Tinggi - 3 SD -3 SD sd 2 SD -2 SD sd 2 SD 2 SD Berat Badan menurut Panjang Badan BBPB Atau Berat Badan menurut Tinggi Badan BBTB Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk -3 SD -3 SD sd -2 SD -2 SD sd 2 SD 2 Sd Sumber : Kemenkes RI, 2011 a. Indeks berat badan menurut umur BBU Merupakan pengukuran antoropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh otot dan lemak. Massa tubuh sangat sensitif terhadap Universitas Sumatera Utara perubahan keadaan yang mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BBU menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang sifat labil, menyebabkan indeks lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini Supariasa, 2001. b. Indeks panjang badan atau tinggi badan menurut umur PBU atau TBU Indeks PBU atau TBU disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi Beaton dan Bengoa, 1973 dalam Supariasa 2001. c. Indeks berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan BBPB-TB Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu Supariasa, 2001. Sebagai indeks antropometri, untuk menginterpretasinya dibutuhkan ambang batas. Penentuan ambang batas yang paling umum digunakan saat ini adalah dengan memakai standar deviasi unit SD atau disebut juga Z-Score. Rumus perhitungan Z-Score adalah : Z-Score = Nilai individu subyek – Nilai median Baku Rujukan Nilai Simpangan Baku Rujukan 2. Penilaian Secara Tidak langsung dengan Metode Survei Konsumsi Makanan Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Metode survei konsumsi makanan untuk individu antara lain : Universitas Sumatera Utara a. Metode recall 24 jam

b. Metode frekuensi makanan food frequency. 2.5. Kerangka konsep

Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang dicapai dalam penelitian ini, maka kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut : Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian Status gizi secara langsung dipengaruhi oleh konsumsi makanan jenis makanan, frekuensi makan dan jumlah konsumsi energi dan protein dan pola penyakit. Pola asuh dan status sosial ekonomi pendidikan, pendapatan, pengetahuan dan sikap, juga secara tidak langsung berpengaruh terhadap status gizi. Status Sosial Ekonomi : - Pendidikan - Pendapatan - Pengetahuan - Sikap Konsumsi Makanan : - Jenis Makanan - Frekuensi Makan - Jumlah Konsumsi Energi dan Protein Pola Asuh Pola Penyakit Status Gizi Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk menggambarkan konsumsi makanan pada anak balita penderita gizi kurang. Desain penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang cross-sectional. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah. Adapun alasan dalam pemilihan lokasi penelitian ini adalah berdasarkan survey awal, ditemukan bahwa kesadaran tentang pentingnya pola makan yang beraneka ragam oleh masyarakat setempat masih sangat kurang dan tergantung pada satu jenis bahan makanan saja. Begitu juga berdasarkan data dari Puskesmas Sipea- pea terdapat 63 orang 4,86 anak balita penderita gizi kurang yang ditimbang pada saat posyandu.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sd Agustus 2013 meliputi penelusuran pustaka, survey awal, pengumpulan data sampai kepada penulisan hasil penelitian. Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Perilaku Konsumsi Makanan dengan Status Gizi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015

2 60 126

Gambaran Status Gizi Anak Balita di Tinjau Dari Pola Pengasuhan Pada Ibu Pekerja dan Bukan Pekerja di Desa Buluh Cina Kecamatan Hamparan Perak Tahun 2000

0 44 68

Status Gizi Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMTP) Di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau

2 43 79

Gambaran Pola Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Anak Balita Penderita Diare Di Ruang Anak RSU Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tahun 2008

0 66 64

Gambaran Konsumsi Makanan Dan Status Gizi Pada Anak Penderita Karies Gigi Di SDN 091285 Panei Tongah Kecamatan Panei Tahun 2009

0 27 68

Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan Tahun 2009

0 57 105

GAMBARAN KONSUMSI MAKANAN PADA ANAK USIA Gambaran Konsumsi Makanan Pada Anak Usia Toddler Yang Mengalami Gizi Kurang Di Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun.

0 1 17

BAB 1 PENDAHULUAN Gambaran Konsumsi Makanan Pada Anak Usia Toddler Yang Mengalami Gizi Kurang Di Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun.

0 2 6

DAFTAR PUSTAKA Gambaran Konsumsi Makanan Pada Anak Usia Toddler Yang Mengalami Gizi Kurang Di Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun.

0 1 5

GAMBARAN KONSUMSI MAKANAN PADA ANAK USIA TODDLER YANG MENGALAMI GIZI KURANG DI KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN Gambaran Konsumsi Makanan Pada Anak Usia Toddler Yang Mengalami Gizi Kurang Di Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun.

0 1 16