Fisheries Development Analysis of Purse Seine Fisheries Aceh Besar District

(1)

AULIA PUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

Dengan ini, saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Pengembangan Perikanan Purse Seine Kabupaten Aceh Besar, adalah benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2011

Aulia Putra NRP. C452090031


(3)

AULIA PUTRA. Fisheries Development Analysis of Purse Seine Fisheries Aceh Besar District. Supervised by TRI WIJI NURANI and PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM.

Purse seine is one the productive fishing gear for fishing pelagic fishes. Fishing capacity is one the important issue in sustainable fisheries. This study aimed to measure fishing capacity of purse seine in Aceh Besar district, estimated the maximum economic yield (MEY) the targeted pelagic fishes, and formulate management strategies purse seine in the district of Aceh Besar. Fishing capacity was analyzed using the data envelopment analysis (DEA) method based on fishing capacity efficiency of monthly total catch as single output, from September 2009 to August 2010. Fishing vessel was used as decision making unit (DMU). Fixed input consists gross tonnage (GT), engine horse power (HP) and length of webb. Variable input consists number of crew, lamp power (watt), hold capacity (ton), and number of trip. The result showed that fishing capasity, 17 vessels reached optimum (CU=1), and fishing capacity of purse seine was 257 ton/year/unit. Thus bioeconomic analysis of pelagic fishes showed that MEY reached at 3,753.37 ton/year and optimum effort at 8,623 trip/year with total cost Rp 34,992,314,500 year and total revenue Rp 51,643,083,629. Management strategy for purse seine fishery in Aceh Besar district is the development of technology, human resource development and the role of institutions such as institutions laot commander.

Keywords: Aceh Besar District, fisheries development, management strategies, maximum economic yield (MEY), purse seine


(4)

AULIA PUTRA. Analisis Pengembangan Perikanan Purse Seine Kabupaten Aceh Besar. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI dan PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM.

Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan sekitar 11.131 ton, terdiri dari ikan pelagis 2,0 ton/km2 dan ikan dimersal sebesar 3,2 ton/km2. Potensi yang telah dimanfaatkan 5.057,2 ton per tahun atau 45,43%, sehingga peluang untuk pengembangan perikanan laut sebanyak 6.074 ton atau 54,56% (DKP Aceh Besar 2010).

Dewasa ini pengembangan dan pengelolaan kapasitas penangkapan berikut metode pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang disusun oleh FAO (1995) mengajak seluruh negara untuk menghindari overfishing dan kelebihan kapasitas penangkapan ikan. Kelebihan kapasitas penangkapan dapat dikurangi pada level dimana keberlanjutan penangkapan ikan akan terjamin melalui metode pengukuran kapasitas penangkapan.

Menurut Lindebo (2003), kapasitas penangkapan adalah kemampuan suatu armada dalam melakukan penangkapan. Kemampuan ini didasarkan pada 1) banyaknya kapal nelayan dalam suatu armada, 2) ukuran setiap kapal, 3) efisiensi setiap kapal yang ditentukan oleh peralatan tehnis yang tersedia, 4) kemampuan nelayan dalam penangkapan, dan 5) waktu yang dibutuhkan. Menurut Kirkley and Squires (1998), kapasitas penangkapan dapat diukur, baik berdasarkan ketersediaan sumberdaya (stok) maupun tidak berdasarkan ketersedian. Kapasitas diukur berdasarkan ketersediaan stok, diartikan sebagai potensi maksimum output yang datanya dihasilkan melalui tingkat sumberdaya yang ada. Sebaliknya, kapasitas penangkapan diukur tidak berdasarkan ketersedian stok, diartikan sebagai output potensial yang dapat dihasilkan, dimana sumberdaya tidak menjadi kendala.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengukur kapasitas penangkapan purse seine di Kabupaten Aceh Besar, mengestimasi nilai maximum economi yield (MEY) ikan pelagis dan merumuskan strategi pengelolaan purse seine di Kabupaten Aceh Besar. Pengukuran kapasitas pemanfaatan (capacity utilization) dianalisis dengan menggunakan teknik data envelopment analysis (DEA) dengan menggunakan nilai tingkat efisiensi pemanfaatan kapasitas penangkapan yang dihitung berdasarkan bulan dengan menggunakan single output yaitu hasil total tangkapan mulai September 2009 s/d Agustus 2010. Sebagai DMU (Decision Making Unit) adalah Kapal (vessel). Input tetap (fixed input) terdiri dari gross tonnage (GT), house power (HP) dan panjang jaring (m). Input peubah (variable input) terdiri dari jumlah anak buah kapal (ABK), kekuatan lampu (watt), volume palkah (ton) dan jumlah trip.

Berdasarkan penghitungan pemanfaatan kapasitas penangkapan selama setahun (September 2009–Agustus 2010) diperoleh 17 kapal yang mencapai nilai optimum (CU=1). Melalui penghitungan ini, diperoleh bahwa kapasitas penangkapan purse seine adalah 257 ton/unit per tahun. Hasil analisis


(5)

total penerimaan (TR) sebesar Rp 51.643.083.629 per tahun dengan rente ekonomi yang diperoleh adalah sebesar Rp 16.650.769.129. Strategi pengelolaan untuk perikanan purse seine di Kabupaten Aceh Besar adalah pengembangan teknologi, peningkatan SDM dan peran lembaga terkait seperti lembaga panglima laot.

Kata kunci: Aceh Besar, maximum economi yield (MEY), pengembangan, purse seine, strategi pengelolaan.


(6)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, tinjauan suatu maslah

b Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2 Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya tulisan dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

AULIA PUTRA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister sains pada

Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

(9)

Nama : Aulia Putra

NIM : C452090031

Program Mayor : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Teknologi Dekan Sekolah Pascasarjana Perikanan Laut

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr


(10)

Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat yang diberikan sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis yang berjudul Analisis Pengembangan Perikanan Purse Seine Kabupaten Aceh Besar, merupakan karya tulis yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada yang telah mendorong, membantu dan membimbing penulis sejak awal hingga selesainya penyusunan Tesis. Penulis haturkan terima kasih dan penghargaan yang tulus, terutama kepada:

1. Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku Ketua komisi pembimbing

2. Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si selaku Anggota komisi pembimbing

3. Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc selaku Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Laut.

4. Prof. Dr. John Haluan, M.Sc

5. Dr. Ir. Sugeng H. Wisudo, M.Si selaku penguji luar komisi 6. Teman-teman Mayor SPT dan Mayor TPT angkatan 2009 7. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Besar 8. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

Secara khusus, penulis ingin sampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayah (Alm) dan Bunda tercinta, Ayah dan Mama, Istri dan anakku tercinta (Nasywa) serta saudara-saudaraku tercinta yang dengan penuh kasih sayang dan kesabaran telah memberikan dorongan semangat.

Bogor, November 2011


(11)

Penulis dilahirkan di Aceh Besar pada tanggal 06 April 1984 sebagai anak ketiga, dari empat bersaudara, dari keluarga Drs. H. Djauhari Sufi (Almarhum) dan Hj. Kartini Abdullah. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada SD Negeri 1 Kota Jantho pada tahun 1996, sekolah menengah pertama di SMP N 1 Kota Jantho selesai tahun 1999, dan sekolah menengah umum di Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri Ladong Aceh Besar tahun 2002. Penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Besar tahun 2002, dan berkerja hingga sekarang. Penulis melanjutkan pendidikan sarjana pada Program Studi Budidaya Perairan tahun 2003, Fakultas Perikanan, Universitas Abulyatama Banda Aceh dan dinyatakan lulus pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2009 penulis mengikuti pendidikan Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT), dengan bantuan beasiswa dari Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar.


(12)

Daerah penangkapan : Suatu kawasan perairan yang mengandung satu atau beberapa jenis species ikan yang dijadikan sebagai target tangkapan (Martasuganda 2004)

Gross tonnage (GT) : Volume total dari semua ruangan tertutup dalam kapal dikurangi dengan volume dari sejumlah ruangan–ruangan tertentu untuk keamanan kapal (Lindebo E 2003)

Ikan pelagis : Ikan yang hidup di kolom air bagian atas (Subani W et al. 1989)

Kapasitas penangkapan : Jumlah total maksimum ikan yang ditangkap pada suatu periode waktu tertentu (musim, tahun) oleh armada penangkapan ikan, jika seluruh unit penangkapan tersebut digunakan secara maksimal (FAO 1995)

Maximum sustainable yield : Hasil tangkapan terbanyak berimbang yang dapat dipertahankan sepanjang masa pada suatu intensitas penangkapan tertentu yang mengakibatkan biomas sediaan ikan pada akhir suatu periode tertentu sama dengan sediaan biomas pada permulaan periode tertentu tersebut (Hariati T 2006)

Open access : Suatu kondisi dimana siapa saja dapat berpartisipasi dalam melakukan penangkapan ikan tanpa harus memiliki sumberdaya perikanan tersebut (FAO 1995)

Overcapacity : Situasi dimana berlebihnya kapasitas input perikanan (armada perikanan) yang digunakan untuk menghasilkan output (hasil tangkapan) pada level tertentu (FAO 1995)

Overfishing : Suatu kondisi dimana jumlah ikan yang ditangkap melebihi jumlah ikan yang dibutuhkan untuk mempertahankan stok ikan dalam suatu daerah tertentu (Fauzi dan Anna 2005)

Penangkapan ikan : Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan, dengan alat dan cara apapun, termasuk kegiatan


(13)

Nomor 45 tahun 2009)

Pengelolaan perikanan : Semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati (UU Nomor 45 tahun 2009)

Perikanan : Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan (UU Nomor 45 tahun 2009)

Purse seine : Jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang, dilengkapi dengan cincin pada bagian bawahnya dan digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish) (Martasuganda et al. 2004)

Sumberdaya ikan : Potensi semua jenis ikan (UU Nomor 45 tahun 2009)

Upaya penangkapan : Suatu usaha yang dilakukan dalam rangka menangkap ikan di laut


(14)

xvii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviiii

DAFTAR TABEL ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Kerangka Pemikiran ... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Alat Tangkap Purse Seine ... 7

2.2 Deskripsi Hasil Tangkapan Utama ... 8

2.3 Konsep Analisis Kapasitas Penangkapan ... 12

2.4 Model Bioekonomi ... 13

2.5 Perumusan Strategi ... 17

3 METODE ... 21

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

3.2 Pengumpulan Data ... 21

3.3 Analisis Data ... 23

3.3.1 Pengukuran kapasitas pemanfaatan ... 23

3.3.2 Pendugaan parameter ekonomi ... 25

3.3.3 Perumusan Strategi ... 26

4 KEADAAN UMUM ... 29

4.1 Letak dan kondisi geografis ... 29

4.2 Produksi perikanan tangkap ... 29

4.3 Alat tangkap ... 31

4.4 Unit Penangkapan Ikan ... 32


(15)

xviii

4.6 Pangkalan Pendaratan Ikan ... 35

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

5.1 Pemanfaatan kapasitas penangkapan (fishing capasity) ... 37

5.2 Analisis bioekonomi perikanan purse seine ... 47

5.2.1 Biaya penangkapan ... 47

5.2.2 Harga ikan hasil tangkapan ... 48

5.2.3 Penerimaan Usaha ... 49

5.2.4 Optimasi bioekonomi perikanan purse seine ... 49

5.3 Analisis strategi pengelolaan purse seine ... 54

6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

6.1 Kesimpulan ... 65

6.2 Saran ... 65


(16)

xix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran penelitian analisis kapasitas penangkapan pada

perikanan purse seine di Kabupaten Aceh Besar, Pemerintah Aceh ... 5

2 Alat tangkap purse seine pada saat dilingkarkan ... 8

3 Ikan kembung (Rastrelliger kanagurta) ... 8

4 Ikan layang (Decapterus russelli) ... 9

5 Ikan selar (Selar crumenophthalmus) ... 10

6 Ikan tongkol (Euthynnus affinnis) ... 11

7 Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis ... 11

8 Kurva keseimbangan bioekonomi Gordon-Schaefer ... 16

9 Diagram analisis SWOT ... 17

10 Peta lokasi penelitian ... 21

11 Produksi ikan ekonomis penting di Kabupaten Aceh Besar ... 30

12 Jumlah alat tangkap di Kabupaten Aceh Besar ... 31

13 Kapal purse seine Aceh Besar (Pukat Cincin) ... 32

14 Dinamika nilai CU September 2009-Agustus 2010 ... 37

15 Dinamika nilai VIU September 2009-Agustus 2010 ... 41

16 Perbandingan hasil tangkapan ikan pelagis tahun 2005-2010 ... 51

17 Perbandingan tingkat upaya penangkapan tahun 2005-2010 ... 52

18 Perbandingan rente ekonomi pemanfaatan ikan pelagis ... 53


(17)

xxi

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Matrik IFAS ... 18

2 Data sekunder berdasarkan sumber dan informasi yang diperoleh ... 23

3 Matriks internal factors analysis summary (IFAS) ... 27

4 Matrik eksternalfactors analysis summary (EFAS) ... 27

5 Matrik strengths, weakness, opportunity, and threats (SWOT) ... 28

6 Matrik internal eksternal(IE) ... 28

7 Rata-rata pengeluaran per trip unit penangkapan purse seine ... 48

8 Optimasi bioekonomi pemanfaatan ikan pelagis di Aceh Besar ... 50

9 Matrik internal factors analysis summary (IFAS) ... 58

10 Matrik eksternalfactors analysis summary (EFAS) ... 58


(18)

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Alat tangkap purse seine ... 71

2 Data input dan output armada purse seine September 2009 ... 72

3 Data input dan output armada purse seine Oktober 2009 ... 73

4 Data input dan output armada purse seine November 2009 ... 74

5 Data input dan output armada purse seine Desember 2009 ... 75

6 Data input dan output armada purse seine Januari 2010 ... 76

7 Data input dan output armada purse seine Februari 2010 ... 77

8 Data input dan output armada purse seine Maret 2010 ... 78

9 Data input dan output armada purse seine April 2010 ... 79

10 Data input dan output armada purse seine Mei 2010 ... 80

11 Data input dan output armada purse seine Juni 2010 ... 81

12 Data input dan output armada purse seine Juli 2010 ... 82

13 Data input dan output armada purse seine Agustus 2010 ... 83

14 Hasil perhitungan DEA singleoutput (nilai CU dan VIU) September 2009 . 84 15 Hasil perhitungan DEA singleoutput (nilai CU dan VIU) Oktober 2009 ... 85

16 Hasil perhitungan DEA singleoutput (nilai CU dan VIU) November 2010 . 86 17 Hasil perhitungan DEA singleoutput (nilai CU dan VIU) Desember 2010 .. 87

18 Hasil perhitungan DEA singleoutput (nilai CU dan VIU) Januari 2010 ... 88

19 Hasil perhitungan DEA singleoutput (nilai CU dan VIU) Februari 2010 ... 89

20 Hasil perhitungan DEA singleoutput (nilai CU dan VIU) Maret 2010 ... 90

21 Hasil perhitungan DEA singleoutput (nilai CU dan VIU) April 2010 ... 91

22 Hasil perhitungan DEA singleoutput (nilai CU dan VIU) Mei 2010 ... 92

23 Hasil perhitungan DEA singleoutput (nilai CU dan VIU) Juni 2010 ... 93

24 Hasil perhitungan DEA singleoutput (nilai CU dan VIU) Juli 2010 ... 94

25 Hasil perhitungan DEA singleoutput (nilai CU dan VIU) Agustus 2010 ... 95

26 Data produksi (Kg) dan upaya penangkapan (trip) 2005-2010 ... 96

27 Data regresi hasil standarisasi di Kabupaten Aceh Besar ... 98

28 Harga rata-rata hasil tangkapan purse seine ... 99


(19)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri dari ikan pelagis 2,0 ton/km2 dan ikan demersal sebesar 3,2 ton/km2. Potensi ikan yang telah dimanfaatkan sekitar 5.057,2 ton per tahun (45,43%), sehingga Kabupaten Aceh Besar mempunyai peluang untuk pengembangan perikanan laut sebanyak 6.074 ton (54,56%) (DKP Aceh Besar 2010).

Berdasarkan data statistik perikanan Kabupaten Aceh Besar selama tahun 2005 sampai dengan 2010, pemanfaatan ikan pelagis di daerah ini dilakukan dengan berbagai alat tangkap, salah satunya adalah dengan pukat langgar (purse seine). Pengembangan purse seine bisa diusahakan dengan bantuan dari pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pusat sehingga usaha ini akan lebih berkembang lagi.

Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metode pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang disusun oleh FAO (1995) menghimbau seluruh negara untuk menghindari

overfishing dan kelebihan kapasitas penangkapan ikan dengan menerapkan metode pengukuran kapasitas penangkapan. Hal ini diharapkan dapat mengurangi kelebihan kapasitas penangkapan pada tingkat dimana keberlanjutan kegiatan penangkapan ikan akan terjamin.

Kapasitas penangkapan (fishing capacity) diartikan sebagai kemampuan

input perikanan (unit kapal) yang digunakan dalam memproduksi output (hasil tangkapan), yang diukur dengan unit penangkapan atau produksi alat tangkap lain. Kemampuan ini bergantung pada volume stok sumberdaya ikan yang ditangkap (baik musiman maupun tahunan) dan kemampuan alat tangkap itu sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, overcapacity diterjemahkan sebagai situasi dimana berlebihnya kapasitas input perikanan (armada penangkapan ikan) yang digunakan untuk menghasilkan output perikanan (hasil tangkapan ikan) pada


(20)

level tertentu (FAO 1998). Overcapacity yang berlangsung terus-menerus pada akhirnya akan menyebabkan overfishing, yaitu kondisi dimana output perikanan (hasil tangkapan ikan) melebihi batas maksimumnya.

Teknik DEA telah diterapkan oleh Fauzi dan Anna (2005) untuk menganalisis konsep kebijakan berbasis kapasitas penangkapan. Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa kelebihan kapasitas penangkapan memang terjadi di Indonesia dan menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan.

Yustom (2009) melakukan penelitian tentang analisis kapasitas penangkapan dengan menggunakan tehnik DEA di perairan pesisir timur Provinsi Aceh. Tingkat hasilnya menyatakan pemanfaatan kapasitas penangkapan menunjukkan adanya kelebihan kapasitas penangkapan pada kapal yang berukuran 15-29 GT, sehingga sebaiknya dikurangi secara bertahap hingga mencapai jumlah optimumnya. Sedangkan armada purse seine berukuran 30-45 GT diarahkan untuk beroperasi di laut dalam (samudera).

Desniarti (2007) melakukan penelitian di perairan pesisir Sumatera Barat dengan menggunakan tehnik DEA untuk menganalisis kapasitas penangkapan ikan pelagis. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa tingkat efisiensi perikanan tangkap dari waktu ke waktu mengalami penurunan.

1.2 Perumusan Masalah

Kabupaten Aceh Besar memiliki wilayah perairan yang berhubungan langsung dengan Selat Malaka. Perikanan purse seine di Kabupaten Aceh Besar menunjukkan perkembangan yang pesat dari tahun ke tahun. Adanya pengelolaan yang seksama agar produktivitas optimum dapat terjaga. Disisi lain, sumberdaya yang cukup melimpah tidak mempunyai nilai ekonomi bila tidak dikelola secara sistematis sehingga memberikan manfaat secara berkelanjutan.

Besarnya potensi perikanan dan kelautan serta mulai terbatasnya sumberdaya di darat, menjadikan laut sebagai pencaharian berikutnya (the next forienter in the world). Hal ini memberikan beban yang semakin tinggi terhadap ekosistem lingkungan laut, sehingga menyebabkan laut dan sumberdaya yang ada perlu mendapat perhatian yang komprehensif, serius dan terarah, serta terintergrasi dalam pengelolaannya, agar sumberdaya alam dan lingkungan laut tetap memberikan harapan dan benefit yang berkelanjutan.


(21)

Kabupaten Aceh Besar perlu merumuskan kebijakan dan perencanaan yang tepat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi agar pengelolaannya lebih optimal. Berbagai kendala yang dihadapi dalam pembangunan perikanan dan pengembangannya, menjadi tantangan tersendiri dan modal utama dalam pengembangan dan pembangunan perikanan purse seine secara optimal dan berkelanjutan.

Kompleksnya permasalahan dan saling keterkaitan ekosistem yang begitu kuat menyebabkan sulitnya penilaian sumberdaya secara tepat dan benar, sehingga menyebabkan sulitnya melakukan pengembangan yang berkelanjutan dengan keterbatasan sumberdaya. Oleh karena itu pengkajian kapasitas penangkapan yang optimal secara ekonomi dan merumuskan strategi pengelolaan perikanan purse seine secara optimal dan berkelanjutan penting untuk dilakukan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan pengelolaan sumberdaya ikan pelagis secara berkelanjutan di Perairan Kabupaten Aceh Besar:

1) Belum diketahuinya kapasitas penangkapan purse seine yang optimal di Perairan Aceh Besar

2) Berapa besar tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap pelagis (maximum economic yield) yang menjadi target penangkapan dengan purse seine di perairan Aceh Besar.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjawab semua permasalahan yang telah dirumuskan. Penelitian ini bertujuan untuk:

1) Menghitung kapasitas penangkapan purse seine di perairan Kabupaten Aceh Besar

2) Mengestimasi tingkat maximum economy yield (MEY) ikan pelagis di perairan Kabupaten Aceh Besar


(22)

1.4 Manfaat Penelitian

1) Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan di Kabupaten Aceh Besar, terutama terhadap alat tangkap

purse seine

2) Sebagai bahan informasi untuk pengembangan ilmu dan pengetahuan bidang perikanan

3) Sebagai acuan dan bahan informasi untuk penelitian lebih mendalam tentang perikanan ikan pelagis

1.5 Kerangka Pemikiran

Operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap purse seine merupakan salah satu metode pemanfaatan ikan-ikan pelagis. Upaya pemanfaatan ini diharapkan memberikan hasil optimal, sehingga dapat mengoptimalkan pendapatan nelayan dan pemenuhan konsumsi masyarakat. Analisis terhadap sumberdaya ikan dan armada penangkapan dalam rangka pencapaian upaya pemanfaatan yang optimal perlu dilakukan.

Penentuan tingkat ekploitasi ikan pelagis yang menjadi target penangkapan

purse seine perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah optimum sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dan jumlah upaya optimum yang digunakan. Hasilnya menjadi penilaian tingkat efektifitas alat tangkap dan sebagai penilaian tingkat pemanfaatan sumberdaya. Tingkat pemanfaatan kapasitas dari alat tangkap purse seine yang dikaji, dianalisis berdasarkan bulan dengan menggunakan metode data envelopment analysis (DEA). Pendugaan parameter ekonomi dianalisis dengan mengestiminasi tingkat maximum economy yield (MEY) ikan pelagis. Sedangkan pengelolaan purse seine di analisis dengan menggunakan SWOT.

Analisis-analisis tersebut dapat menjadi acuan untuk merumuskan strategi pengelolaan perikanan purse seine di Kabupaten Aceh Besar yang tepat dalam rangka pengelolaan dan pengembangan usaha perikanan yang bertanggungjawab dan lestari, sehingga nelayan dapat mengoptimalkan pendapatannya dari sumberdaya yang dimanfaatkan. Gambar 1 menunjukkan kerangka pemikiran penelitian.


(23)

Deskripsi perikanan purse seine

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

Fix input : • Bobot kapal (GT) • Kekuatan mesin (PK) • Panjang jaring ((m)

•Hasil tangkapan (kg/thn) •Harga Ikan (kg/rp)

Variable input : • Jumlah ABK • Palka (m2) • Jumlah

trip/bln • Lampu (watt)

Pengukuran kapasitas penangkapan purse seine

Estimasi MEY

ikan pelagis

Pemanfaatan kapasitas penangkapan

Pendugaan parameter ekonomi

Pengelolaan Perikanan

purse seine Aceh Besar Mulai

Selesai SWOT


(24)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat Tangkap Purse Seine

Purse seine juga disebut sebagai jaring kantong karena jaring tersebut waktu dioperasikan menyerupai kantong. Selain itu, purse seine juga disebut ring kolor, karena pada bagian bawah jaring dilengkapi dengan tali kolor yang berguna untuk menyatukan bagian bawah jaring sewaktu dioperasikan dengan cara menarik tali kolor tersebut (Sadhori 1985). Selain itu, jaring purse seine disebut sebagai

surrounding net karena metode pengoperasiannnya mengelilingi kelompok ikan pada saat menangkat ikan (Brandt 1984).

Berdasarkan standar klasifikasi alat penangkap perikanan laut, purse seine

termasuk dalam klasifikasi pukat cincin. Brandt (1984) menyatakan bahwa purse seine merupakan alat tangkap yang lebih efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis di sekitar permukaan air. Alat tangkap purse seine dibuat dengan dinding jaring yang panjang, panjang jaring bagian bawah sama atau lebih panjang dari bagian atas. Bentuk konstruksi jaring seperti ini, tidak ada kantong yang berbentuk permanen pada jaring purse seine. Karakteristik jaring purse seine

terletak pada cincin yang terdapat pada bagian bawah jaring.

Menurut Baskoro (2002) alat tangkap purse seine dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan baik dengan menggunakan satu kapal ataupun dua unit kapal. Setelah gerombolan ikan terkurung, kemudian bagian bawah jaring dikerutkan hingga tertutup dengan menarik tali kerut yang dipasang sepanjang bagian bawah melalui cincin. Alat penangkapan ini ditujukan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagis fish)

Tujuan penangkapan purse seine adalah schooling ikan, yang artinya bahwa ikan yang akan ditangkap tersebut biasanya hidup bergerombol (schooling),

berada dekat permukaan air (sea surface) dan diharapkan dalam suatu densitas

schoolling yang besar. Jika ikan belum terkumpul dalam suatu area penangkapan

(catchable area), atau berada diluar kemampuan perangkap jaring, maka harus diusahakan agar ikan berkumpul ke suatu area penangkapan. Hal ini ditempuh misalnya dengan penggunaan cahaya dan rumpon (Ayodhyoa 1981). Gambar 2 menunjukkan alat tangkap purse seine.


(25)

(Sumber: DKP Aceh Besar 2010)

Gambar 2 Alat Tangkap saat dioperasikan.

2.2 Deskripsi Hasil Tangkapan 2.2.1 Ikan kembung

Secara umum ikan kembung memiliki bentuk badan langsing gepeng. Tubuh dan pipinya ditutupi oleh sisik-sisik kecil, bagian dada agak lebih besar dari bagian lainnya. Mata mempunyai kelopak yang berlemak, gigi yang kecil terletak ditulang rahang. Mempunyai 2 buah sirip punggung, sirip punggung pertama berjari-jari keras, sedang sirip punggung kedua berjari-jari lemah serta dubur tidak mempunyai jari-jari keras.

Daerah penyebaran ikan kembung, hampir terdapat diseluruh perairan Indonesia dengan konsentrasi terbesar di Kalimantan Barat, Kalimanta selatan, Laut Jawa, Selat Malaka dan Sulawesi Selatan. Ikan kembung biasanya tertangkap dengan alat tangkap purse seine, jaring insang lingkar, jala lompo dan sejenis sero. Gambar 3 menunjukan morfologi ikan kembung.

(sumber: http://www.fishbase.org)


(26)

2.2.2 Ikan layang

Ikan layang (Decapterus russelli) hidup di perairan lepas pantai, kadar garam tinggi, membentuk gerombolan besar. Termasuk ikan pemakan plankton (invertebrata) dengan ukuran mencapai panjang 30 cm umumnya 20–25 cm. Warna biru kehijauan, hijau pupus bagian atas, putih perak bagian bawah. Sirip-siripnya abu-abu kekuningan atau pucat. Satu totol hitam terdapat pada tepian atas penutup insang, Sirip ekor berwarna kuning kehitaman, sedang sirip lainnya berwarna putih kehitaman. (Saanin H. 1984).

Tubuh memanjang dan ramping; sirip punggung pendek, tidak sampai melebihi garis vertical dari ujung posterior duri-duri perut. Sisik berbentuk kurva, tidak mempunyai gigi pada rahang atas, membran subspesifik rahang atas berwarna putih, ujung rahang atas berbentuk lurus dan jaringan adipose mata berkembang dengan baik. Ikan layang hidup pada perairan dengan variasi salinitas yang sempit (stenohaline) dengan salinitas berkisar 31-33 ppt. Makanan utamanya adalah zooplankton, meskupin terkadang ikan kecil seperti teri dan japuh (Nontji 1993). Ikan ini ditangkap dengan menggunakan payang, purse seine, pukat langgar dan pukat banting. Gambar 4 menunjukkan morfologi ikan layang.

(sumber: http://www.fishbase.org)

Gambar 4 Ikan layang (Decapterus ruselli).

2.2.3 Ikan selar

Jenis ikan selar merupakan ikan ekonomi penting. Ciri morfologi ikan selar yakni memiliki bentuk badan agak pipih dan memanjang, kelopak mata berlemak berkembang dengan baik, sirip punggung dan sirip dubur tanpa sirip tambahan yang terlepas. Ciri khas dari ikan ini adalah garis pewarnaan yang berwarna kekuningan mulai dari bagian abdominal sampai pada bagian batang ekor. Bagian


(27)

otak ikan ini terdapat tulang otholit yang mampu merekam segala aktivitas kejadian yang dialami oleh ikan ini semasa hidupnya.

Jenis ikan selar memiliki ukuran panjang rata-rata sekitar 10-20 cm. Jenis ikan ini memakan ikan-ikan kecil dan udang kecil. Hidup secara bergerombol disekitar pantai dangkal hingga kedalaman 80 m. Daerah penyebarannya hampir ditemukan di daerah pantai seluruh Indonesia. Ikan selar dapat ditangkap dengan menggunakan jaring insang, payang dan purse seine. Gambar 5 menunjukkan morfologi ikan selar.

(sumber: http://www.fishbase.org)

Gambar 5 Ikan selar (Selar crumenophthalmus).

2.2.4 Ikan tongkol

Ikan tongkol termasuk jenis tuna kecil (kate). Bentuk badan ikan tongkol seperti torpedo (fusi form), bulat, memanjang seperti cerutu. Badan tongkol tanpa bersisik kecuali pada bagian korselet yang tumbuh sempurna dan mengecil pada bagian belakang. Bagian punggung berwarna kelam, sedangkan bagian sisi dan perut berwarna keperak-perakan. Terdapat garis-garis miring yang berwarna kehitam-hitaman di bagian punggung (Cuvier 1833). Sirip punggung pertama mempunyai jari-jari keras 15 buah. Sirip punggung kedua lebih kecil dan lebih pendek dari sirip punggung pertama.

Tongkol termasuk ikan jenis buas, predator, hidup dekat pantai, lepas pantai dan bergerombol besar. Tongkol tergolong ikan epipelagik dengan kisaran temperature yang disenangin antara 18-19o C (Nontji 1993)

Ikan tongkol (Euthynnus affinnis) mempunyai sirip punggung pertama dan kedua. Sirip punggung pertama dan kedua pada ikan tongkol saling berdekatan, kurang lebih sama dengan diameter mata dan pada bagian bawah korselet terdapat bintik hitam berjumlah dua atau lebih (Collete and Nauen 1983). Daerah


(28)

penyebaran ikan tongkol hampir diseluruh perairan Indonesia. Gambar 6 menunjukkan morfologi ikan tongkol (Euthynnus affinnis).

(sumber: http://www.fishbase.org)

Gambar 6 Ikan tongkol (Euthynnus affinnis).

2.2.5 Ikan cakalang

Ikan cakalang mempunyai dua sirip punggung yang terpisah dengan bentuk tubuh berbentuk torpedo (fusiform), memanjang dan bulat, memiliki tapis insang (gill raker) 53–62 buah. Sirip dada pendek dan sirip perut diikuti oleh 7–9 finlet. Terdapat rigi-rigi yang kecil pada masing-masing sisi dari sirip ekor. Bagian punggung berwarna biru agak violet hingga dada, sedangkan perut berwarna keputihan hingga kuning muda dan terdapat 4–9 garis berwarna hitam yang memanjang pada bagian samping badan (Saanin H. 1984). Penangkapan ikan cakalang dengan menggunakan alat tangkap purse seine, payang, gillnet dan long line. Gambar 7 menunjukkan morfologi ikan cakalang (Katsuwonous pelamis).

(sumber: http://www.fishbase.org)


(29)

2.3 Konsep Kapasitas Penangkapan

Kapasitas penangkapan adalah kemampuan suatu kapal atau armada dalam melakukan penangkapan ikan. Kemampuan ini didasarkan pada: 1) banyaknya nelayan dalam suatu armada, 2) ukuran setiap kapal, 3) efisiensi setiap kapal yang ditentukan oleh peralatan teknis yang tersedia, dan kemampuan nelayan dalam penangkapan, dan 4) waktu yang dibutuhkan dalam penangkapan (Vestergaard et al. 2002). Kapital merupakan fungsi dari spesifikasi kapal, alat tangkap sedangkan sumberdaya manusia dapat berupa jumlah awak kapal, kemampuan/skill. Keseluruhan kapital dan sumberdaya manusia itu merupakan manifestasi dari upaya (effort), yang biasanya diukur dari jumlah melaut (trip) atau jumlah hari melaut (day fished). Dengan demikian konsep kapasitas penangkapan ini dapat juga disebut sebagai tingkat upaya yang memungkinkan (available fishing effort), kapasitas upaya, kapasitas tangkap, upaya potensial maksimum, dan kapasitas potensial perikanan (Kirkley and Squires 1998).

Menurut FAO (1995), kapasitas penangkapan adalah jumlah total maksimum ikan yang ditangkap pada suatu periode waktu tertentu (tahun, musim) oleh armada penangkapan ikan, jika seluruh unit penangkapan tersebut digunakan secara maksimal yang menghasilkan biomass dan struktur umur ikan dengan kemampuan teknologi. Definisi umum dari kapasitas penangkapan adalah kemampuan kapal atau armada penangkapan untuk menangkap ikan (Reid 2003).

Kapasitas penangkapan adalah kemampuan suatu kapal atau armada kapal untuk menangkap ikan. Kapasitas penangkapan dapat dinyatakan lebih spesifik sebagai sejumlah maksimum ikan selama kurun waktu tertentu (tahun atau musim) yang dapat dihasilkan oleh armada kapal jika digunakan penuh, berdasarkan biomasa dan struktur umur yang ada serta kondisi teknologi yang diterapkan(Pascoe 2003)

Berdasarkan perspektif teknologi, kapasitas diartikan sebagai seberapa besar jumlah ikan yang dapat ditangkap dengan sejumlah input tertentu (aktivitas armada dan stok ikan itu sendiri). Sedangkan menurut perspektif ekonomi, kapasitas penangkapan pada dasarnya merupakan fungsi dari input dan output. Kirkley and Squires (1999), mendefinisikan kapasitas dari sudut pandang ekonomi dan teknologi sebagai jumlah maksimum yang dapat diproduksi per unit


(30)

waktu dengan lahan dan peralatan yang ada, dimana keberadaan dari berbagai faktor produksi variabel tidak dibatasi.

Kapasitas penangkapan dapat diukur, baik berdasarkan ketersediaan sumberdaya (stok) maupun tidak berdasarkan ketersedian (Kirkley and Squires 1999). Kapasitas penangkapan yang diukur berdasarkan ketersediaan stok, diartikan sebagai potensi maksimum output yang datanya dihasilkan melalui tingkat sumberdaya yang ada. Sebaliknya, kapasitas penangkapan diukur tidak berdasarkan ketersedian stok, diartikan sebagai output potensial yang dapat dihasilkan, dimana sumberdaya tidak menjadi kendala. Memasukkan ketersediaan sumberdaya dalam pengukuran kapasitas penangkapan dapat menentukan apakah ketersediaan stok akan membatasi produksi hasil tangkap, namun khususnya bagi

assesment perikanan di negara berkembang, hal ini sulit dilakukan, mengingat jarangnya data ketersediaan stok.

2.4 Model Bioekonomi

Sumberdaya perikanan tangkap merupakan sumberdaya yang open access, artinya setiap orang dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan di suatu wilayah perairan tanpa adanya pembatasan. Kecenderungan ini menyebabkan tingkat upaya tangkap ikan meningkat hingga tercapai keseimbangan dimana tidak lagi diperoleh keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut (Gordon 1954). Dengan perkataan lain dapat dikondisikan daerah tersebut telah mengalami

overfishing.

Menurut Clark (1985) untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan di suatu wilayah perairan, maka konsep yang harus dikembangkan adalah konsep kepemilikan tunggal (single owner concept) yang menganggap stok sumberdaya perikanan di suatu wilayah perairan sebagai aset pemerintah daerah. Pemerintah daerah mempunyai tujuan untuk memaksimumkan keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya ikan jangka panjang.

Titik pada saat keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkapan sama dengan nol (n=0) disebut titik open access equilibrium (keseimbangan ekonomi). Model bio-ekonomi merupakan hasil penggabungan dari model biologi dan ekonomi. Biasanya Model bioekonomi penangkapan ikan berdasarkan pada model


(31)

biologi Schaefer (1954) dan model ekonomi dari Gordon (1954). Persamaan tersebut dinamakan model Gordon-Schaefer. Asumsi dasar yang digunakan dalam model ini adalah permintaan ikan hasil tangkapan dan penawaran upaya penangkapan adalah elastik sempurna (Gordon 1954 diacu dalam Wiyono 2001). Harga ikan (p) dan biaya marginal upaya penangkapan masing-masing mencerminkan manfaat marginal dari hasil tangkapan bagi masyarakat dan biaya sosial marginal upaya penangkapan.

Menurut Schaefer (1954) yang diacu dalam Fauzi (2004) perubahan cadangan sumberdaya ikan secara alami dipengaruhi oleh pertumbuhan logistik ikan, yang secara matematis dapat dinyatakan dalam sebuah fungsi sebagai berikut:

dx/dt = f (x)

dx/dt = xr (1-x/k) ………. (1) Keterangan:

x = ukuran kelimpahan biomas ikan k = daya dukung alam

r = laju pertumbuhan instrinsik f (x) = fungsi pertumbuhan biomas ikan dx/dt = laju pertumbuhan biomas

Apabila sumberdaya tersebut dimanfaatkan melalui kegiatan penangkapan, maka ukuran kelimpahan akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut merupakan selisih antar laju pertumbuhan biomas dengan jumlah biomas yang ditangkap, sehingga secara hubungan fungsional, dinyatakan sebagai berikut (Schaefer 1954 diacu dalam Fauzi 2004):

dx/dt = f(x)-h ……….. (2)

keterangan:

h = hasil tangkapan

dan hasil tangkapan dapat, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut; h = q.E.x ……… (3) keterangan:

q = koefisien teknologi penangkapan E = tingkat upaya penangkapan (effort)


(32)

Pada kondisi keseimbangan, perubahana kelimpahan sama dengan nol (dx/dt = 0), dengan asumsi koefisien teknologi sama dengan satu (q=1) maka diperoleh hubungan antara laju pertumbuhan biomassa dengan hasil tangkapan. Hubungan tersebut secara matematis dinyatakan dengan menggabungkan persamaan (1) dengan persamaaan (3), sehingga diperoleh persamaan baru sebagai berikut:

dx/dt = f(X) – h = 0 h = f(x)

q.E.z = rx (1-x/k) ………. (4)

sehingga hubungan antara ukuran kelimpahan (stok) dengan tingkat upaya dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

x = k-k / rE ……….... (5)

Persamaan (5) ke dalam persamaan (3), maka diperoleh fungsi produksi lestari perikanan tangkap yang menggambarkan hubungan antar tingkat upaya (effort) dengan hasil tangkapan (produksi) lestarinya, sehingga secara matematis persamaan menjadi:

h = k.E-(k/r)E2 ……….. (6)

Dengan memasukkan faktor harga per satuan hasil tangkap dan biaya per satuan upaya penangkapan, maka persamaan keuntungan dari usaha pemanfaatan sumberdaya perikanan menjadi:

π = TR – TC ………. (7)

π = p.h – c.E ……… (8)

keterangan:

π = keuntungan pemanfaatan sumberdaya p = harga rata-rata hasil tangkapan

c = biaya penangkapan ikan per satuan upaya TR = penerimaaan total

TC = biaya total penangkapan ikan.

Dalam kondisi open access, tingkat keseimbangan akan tercapai pada saat penerimaan total (TR) sama dengan biaya total (TC), dengan tingkat upaya = EoA

(Gambar 8), yang menurut Gordon disebut juga sebagai “bioeconomic equilibrium of open access fishery”. Pada tingkat upaya di bawah EoA, penerimaan total hasil


(33)

tertarik untuk meningkatkan upaya penangkapan ikannya. Pada tingkat upaya di atas EoA biaya total lebih besar dari penerimaan total, sehingga mendorong pelaku

perikanan untuk mengurangi upaya, dengan demikian hanya pada tingkat upaya EoA, keseimbangan akan tercapai.

Gambar 8 Keseimbangan bioekonomi Gordon-Schaefer (Fauzi 2000). Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa keuntungan maksimum akan dicapai pada tingkat upaya EMEY, dimana jarak vertikal antara penerimaaan total dan biaya

total mencapai tingkat yang paling tinggi. Tingkat EMEYdisebut sebagai Maximum

Economy Sustainble Yield (MEY). Apabila tingkat upaya pada keseimbangan open access (EOA) dibandingkan dengan tingkat upaya pada saat MEY (EMEY), ternyata

tingkat upaya yang dibutuhkan pada keseimbangan open access, jauh lebih banyak dari pada tingkat upaya pada saat MEY, ini berarti bahwa pada

MR

AR

c=MC=AC

Effort Revenue/cost

0 EMEY EOA

Revenue/Cost

MEY MSY

EMEY EMSY EOA

Effort

TR = p.h TC = c.E


(34)

keseimbangan open access telah terjadi penggunaan sumberdaya yang berlebihan, yang menurut Gordon disebut sebagai economic overfishing.

2.5 Perumusan Strategi

Salah satu strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan sumberdaya perikanan adalah analisis SWOT, karena memiliki kelebihan yang sederhana fleksibel, menyeluruh, menyatukan dan berkolaborasi. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui keterkaitan antara faktor internal dengan faktor eksternal, sehingga dapat menghasilkan kemungkinan alternatif strategis (Rangkuti 2005).

SWOT merupakan perpaduan faktor-faktor kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Gambar 9 menunjukkan diagram analisis SWOT.

3. Mendukung strategi turn around 1. Mendukung strategi agresif

4. mendukung strategi defensive 2. Mendukung strategi diversifikasi

Sumber: Rangkuti 2005

Gambar 9 Diagram Analisis SWOT.

Keterangan dari masing-masing kuadran dalam gambar menurut Rangkuti (2005) adalah sebagai berikut:

Kuadran 1 : Merupakan situasi menguntungkan. Perusahaan memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang diterapkan di situasi ini adalah kebijakan pertumbuhan.

Kuadran 2 : Meskipun ada ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi deversifikasi (produk pasar).

PELUANG

KEKUATAN KELEMAHAN


(35)

Kuadran 3 : Kuadran ini perusahaan mempunyai peluang dalam melaksanakan kebijakan, tetapi terdapat kelemahan-kelemahan yang harus dikurangi.

Kuadran 4 : Merupakan situasi tidak menguntungkan karena dalam menentukan dan melaksanakan suatu program terdapat berbagai kelemahan internal dan ancaman dari eksternal.

Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan Kekuatan (Strengths) dan Peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan Kelemahan (Weaknesses) dan Ancaman (Threats). Apabila diterapkan secara tepat, asumsi sederhana ini mempunyai implikasi yang berpengaruh untuk merancang suatu strategi yang berhasil. Tabel 1 menunjukkan matrik IFAS .

Tabel 1 Matrik IFAS

Faktor Internal Bobot Rating Bobot * Rating

1. Kekuatan

……….

2. Kelemahan

……….

Total 1,0

Langkah-langkah pembuatan matriks IFAS adalah sebagai berikut (1) pengisian faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan pada IFAS serta peluang dan ancaman pada EFAS; (2) pembobotan pada kolom 2 antara 0-1, nilai 1,0 untuk faktor yang dianggap sangat penting dan 0,0 untuk faktor yang dianggap tidak penting; (3) pemberian nilai rating pada kolom 3. Rating adalah pengaruh yang diberikan faktor, nilai 1 untuk pengaruh yang sangat kecil dan nilai 4 untuk pengaruh yang sangat besar; (4) kolom 4 adalah hasil perkalian bobot dan rating; (5) menjumlah total skor yang didapatkan dari kolom 4. Nilai total menunjukkan reaksi organisasi terhadap faktor internal dan eksternal. Nilai 1,00-1,99 menunjukkan posisi internal atau eksternalnya rendah, nilai 2,00-2,99 menunjukkan posisi internal atau eksternalnya rata-rata, sedangkan nilai 3,00-4,00 menunjukkan posisi internal atau eksternalnya kuat (Rangkuti 2005).


(36)

Matrik internal eksternal (IE) dikembangkan dari model general electric

(GE-Model). Parameter yang digunakan meliputi parameter kekuatan internal perusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi. Tujuan pengunaan model ini adalah untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat korporat yang lebih detail.

Strategi korporat mengidentifikasi 9 sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu:

1) Gwowth strategi yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1,2 dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7 dan 8). Didesain untuk mencapai pertumbuhan, baik dalam penjualan, asset, profit atau kombinasi ketiganya. Hal ini dapat dicapai dengan cara menurunkan harga, mengembangkan produk baru, menambah kualitas produk atau jasa dan meningkatkan akses ke pasar yang lebih luas.

2) Stability strategi adalah strategi yang ditetapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan.

3) Retrenchment strategi (sel 3,6, dan 9) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan.

Menurut David (2006), Matriks IE dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategi yang berbeda, yaitu:

1) Divisi yang masuk dalam sel I, II dan IV merupakan kondisi tumbuh dan membangun. Strategi yang digunakan adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk) atau strategi integratif (intregasi ke depan, intregasi ke belakang dan integrasi horizontal).

2) Divisi yang masuk dalam sel III, V dan VII merupakan strategi pertahanan dan pelihara. Strategi yang banyak digunakan adalah penetrasi pasar dalam pengembangan pasar.

3) Divisi yang masuk dalam sel VI, VIII dan IX merupakan kondisi yang tidak menguntungkan. Strategi yang digunkan adalah strategi defensif (divestasi dan likuidasi).


(37)

3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Lambada Lhok Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, Pemerintah Aceh. Penelitian dilaksanakan selama empat bulan yaitu bulan Agustus sampai dengan November 2010. Gambar 10 menunjukkan lokasi penelitian.

Gambar 10 Lokasi penelitian.

3.2 Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode survey. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi lapangan dengan teknik purposive sampling.

Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan data sekunder. 1) Data primer

Pengumpulan data primer didapatkan dengan cara wawancara terstruktur kepada pelaku perikanan tangkap (stakeholder) berdasarkan panduan kuisioner dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data yang dikumpulkan: 1) jumlah dan jenis alat tangkap, 2) jumlah dan jenis ikan pelagis, 3) ukuran kapal

Peta Sebaran Kawasan Perikanan Tangkap


(38)

dan alat tangkap purse seine, 4) aktivitas penangkapan, 5) data biaya operasional penangkapan dan 6) data harga ikan per kilogram dan total penghasilan per trip. Responden yang dituju adalah pemilik unit penangkapan purse seine (pukat langgar) sebanyak 10 responden, pedagang pengumpul (toke bangku) sebanyak 5 orang, nelayan purse seine sebanyak 50 responden, Pegawai Kantor UPTD Penangkapan TPI Lambada Lhok dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Besar sebanyak 7 responden.

Data aktivitas penangkapan ikan juga akan dilakukan dengan wawancara langsung dengan nelayan/pawang purse seine. Data alat tangkap akan dikumpulkan melalui wawancara dengan nelayan dan pengamatan langsung terhadap ukuran (panjang dan lebar) dan bahan alat tangkap purse seine termasuk bagian-bagiannya pada saat nelayan melakukan perbaikan alat tangkap di darat. Data yang dikumpulkan untuk analisis kapasitas penangkapan purse seine

yaitu: data fisik sejumlah armada purse seine (gross tonnage/GT dan kekuatan mesin), data aktivitas penangkapan (daerah penangkapan, lama trip, jumlah trip perbulan), data alat tangkap (panjang dan lebar jaring) dan data produksi hasil tangkapan (jumlah dan jenis ikan).

Wawancara langsung dengan nelayan (pawang) dan pengamatan terhadap jumlah dan jenis ikan hasil tangkapan saat pendaratan ikan di TPI dilakukan untuk menambah keakuratan data tersebut di atas.

2) Data sekunder

Data sekunder diambil dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Besar meliputi jumlah unit armada penangkap ikan, jumlah nelayan. Pendataan jumlah armada kapal purse seine yang ada di Kabupaten Aceh Besar. Data yang harus dikumpulkan untuk pendataan antara lain data fisik kapal, data aktivitas penangkapan dan data alat tangkap.

Data yang dikumpulkan untuk mengestimasi Maximum Economic Yield

(MEY) yaitu: biaya operasi penangkapan, harga ikan, dan komposisi produksi ikan hasil tangkapan purse seine (tahun 2005–2010). Data tersebut diperoleh melalui penelusuran pustaka dan studi literatur pada instansi terkait, baik di Kabupaten Aceh Besar maupun di Pemerintah Aceh. Tabel 2 menunjukkan data sekunder.


(39)

Tabel 2 Data sekunder berdasarkan sumber dan informasi yang diperoleh

No Sumber Data Keterangan

1. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Besar.

a. Hasil tangkapan, nilai produksi,dan jenis ikan

b. Rencana strategis DKP Kabupaten Aceh Besar

c. Jumlah dan jenis unit penangkapan. 2. Badan Pusat Statistik Kabupaten

Aceh Besar.

a. Keadaan umum daerah penelitian b. Letak geografis daerah penelitian c. Jumlah penduduk dan

d. Keadaan perikanan secara umum.

3.3 Analisis Data

3.3.1 Pengukuran kapasitas pemanfaatan

Pengukuran kapasitas pemanfaatan (capacity utilization) dianalisis dengan menggunakan teknik data envelopment analysis (DEA), analisis data menggunakan software AB.QM version 3.0, yang dilanjutkan menggunakan program microsoft excel version 2007. Dalam analisis tersebut menggunakan model panel data dengan multi input (terdiri dari input tetap (fixed input) dan

input berubah (variable input)), single output (total tangkapan). Input tetap terdiri dari 1) volume kapal (GT), 2) mesin utama (PK), 3) panjang jaring (m). Variable input terdiri dari: 1) ABK (orang), 2) lampu (watt), 3) palkah (m3), dan 4) trip total.

Langkah pertama tentukan vektor output sebagai u dan vektor input sebagai x. Ada m outputs, n inputs dan j unit penangkapan ikan atau pengamatan. Input

dibagi menjadi fixed input (xf) dan variable input (xv.). Kapasitas output dan nilai

pemanfaatan sempurna dari input, selanjutnya dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Tsitsika etal. 2008):


(40)

λ θ, ,

θ

1 z

Max

subject to

= ≤ J j jm j

jm z u

u

1

1 ,

θ (output dibandingkan DMU)

, 1 jn J j jn

jx x

z

= j x n

= = J j jn jn jn

jx x

z 1

,

λ nxv

, 0

j

z j=1,2,...,J, ,

0

jn

λ n = 1,2,....,N,

Keterangan:

1

θ

= nilai pengukuran untuk setiap observasi (> 1)

uj = output untuk tahun ke-j yaitu 1 output (hasil tangkapan)

xjn = input ke-n yang digunakan, terdiri dari 1 input tetap (jumlah upaya

masing-masing alat tangkap) j

λ

= tingkat penggunaan input variabel ke-n zj = intensitas penggunaan variabel

zj adalah variabel intensitas untuk j tahun pengamatan;

θ

1 nilai efisiensi

teknis atau proporsi dengan mana output dapat ditingkatkan pada kondisi produksi pada tingkat kapasitas penuh; dan λjn adalah rata-rata pemanfaatan variabel input

(variabel input utilization rate, VIU), yaitu rasio penggunaan input secara optimum xjn terhadap pemanfaatan Inputan dari pengamatan xjn.

Kapasitas output pada efisiensi teknis (technical efficiency capacity output, TECU) kemudian didefinisikan dengan menggandakan θ1* dengan produksi sesungguhnya. Kapasitas pemanfaatan (CU), berdasarkan pada output

pengamatan, kemudian dihitung dengan persamaan berikut:

* 1 * 1 1 θ θ = = u u TECU

Metode penghitungan ini kemungkinan besar mengandung bias, karena pembilang dalam penghitungan CU, output pengamatan, tidak dihasilkan pada tingkat efisiensi teknis. Untuk mengatasinya kedua input (baik variabel dan fixed)


(41)

harus dibatasi oleh kondisi sekarang. Efisiensi teknologi dari output, pada level observasi. z Max , 2 θ θ Subject to

= ≤ J j jm j

jm z u

u

1

2 ,

θ m = 1,2,....,m,

, 1 jn J j jn jx x

z

=

≤ n = 1,2,....,n,

, 0

j

z j = 1,2,....,j,

, 0

jn

λ n ∈ xv

Diasumsikan j=1,2....,J adalah jumlah kapal/perahu yang diobservasi sebagai

decision making units (DMU). Keterangan:

1

θ

= nilai pengukuran untuk setiap observasi (> 1)

uj = output untuk tahun ke-j yaitu 2 output (hasil tangkapan dan biaya

operasional)

xjn = input ke-n yang digunakan, terdiri dari 1 input tetap (jumlah input atau

n=5)

j

λ

= tingkat penggunaan input variabel ke-n zj = intensitas penggunaan variabel

Efisiensi teknis kemudian diukur sebagai: *

2 1 θ = TE Keterangan:

TE = Efisiensi teknis

Kapasitas pemanfaatan dalam kondisi efisiensi teknis yang tak bias kemudian di hitung sebagai: * 1 * 2 * 1 * 2 θ θ θ θ = = u u CU

3.3.2 Pendugaan parameter ekonomi

Model Gordon Schaefer digunakan untuk menganalisis model bioekonomi


(42)

dengan harga tetap. Model ini disusun dari model parameter biologi, biaya operasi penangkapan dan harga ikan.

Asumsi yang dipergunakan dalam model static Gordon Schaefer ini adalah harga ikan per kg (p) dan biaya penangkapan per unit upaya tangkap adalah konstan (Fauzi dan Anna 2005). Total penerimaan nelayan dari usaha penangkapan (TR) adalah:

TR = p.C keterangan:

TR = total revenue (penerimaan total)

p = harga rata-rata ikan hasil survey per kg (Rp) C = jumlah produksi ikan (kg)

Total biaya penangkapan (TC) dihitung dengan persamaan: TC = c.E

keterangan:

TC = total cost (biaya penangkapan total)

c = total pengeluaran rata-rata unit penangkapan ikan (Rp)

E = jumlah upaya penangkapan untuk menangkap sumberdaya ikan (unit)

Sehingga keuntungan bersih usaha penangkapan ikan (π) adalah: π = TR - TC

π = p.C - c.E π = p (aE-bE2) – cE

3.3.3 Perumusan strategi

Analisis yang digunakan untuk membuat perumusan strategi adalah analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan identifikasi yang sistematis dari faktor-faktor kekuatan dan kelemahan perusahaan, peluang dan ancaman yang dihadapinya serta dari strategi yang menggambarkan paduan terbaik diantaranya. Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan Kekuatan (Strengths) dan Peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan Kelemahan (Weaknesses) dan Ancaman (Threats). Apabila diterapkan secara tepat, asumsi sederhana ini mempunyai implikasi yang berpengaruh untuk merancang suatu strategi yang berhasil. Tabel 3 dan 4 menunjukkan matrik IFAS dan matrik EFAS.


(43)

Tabel 3 Pembuatan Matrik IFAS

Faktor Internal Bobot Rating Bobot * Rating

2. Kekuatan

……….

2. Kelemahan

……….

Total 1,0

Tabel 4 Pembuatan Matrik EFAS

Faktor Internal Bobot Rating Bobot * Rating

1. Peluang

……….

2. Ancaman

……….

Total 1,0

Langkah-langkah pembuatan matrik IFAS dan EFAS adalah sebagai berikut (Rangkuti 2005):

1) Isi faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemanahan pada IFAS dan serta peluang dan ancaman pada EFAS

2) Beri bobot pada kolom 2 antara 0-1, nilai 1,0 untuk faktor yang dianggap sangat penting dan 0,0 untuk faktor yang dianggap tidak penting

3) Beri nilai rating pada kolom 3. Rating adalah pengaruh yang diberikan factor, nilai 1 untuk pengaruh yang sangat kecil dan nilai 4 untuk pengaruh yang sangat besar

4) Kolom 4 adalah hasil perkalian bobot dan rating

5) Jumlahkan total skor yang didapatkan dari kolom 4. Nilai total menunjukkan reaksi organisasi terhadap faktor internal dan eksternal. Nilai 1,00-1,99 menunjukkan posisi internal atau eksternalnya rata-rata, sedangkan nilai 3,00-4,00 menunjukkan posisi internal atau eksternalnya kuat.

Setelah membuat matrik IFAS dan matrik EFAS dilanjutkan dengan pembuatan matrik SWOT. Tabel 5 menunjukkan matrik SWOT.


(44)

Tabel 5 Matriks SWOT IFAS EFAS Strengths (S) ... ... Weaknesses (W) ... ... Opportunities (O)

... Strategi SO Strategi WO

Threaths (T)

... Strategi ST Strategi WT

Langkah-langkah pembuatan matriks SWOT sebagai berikut 1) tulis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada kolom yang telah ada, 2) cocokkan tiap pasang faktor sehingga terbentuk strategi SO, WO, ST dan WT

dan catat semua strategi yang memungkinkan untuk dilaksanakan. Setelah membuat matrik SWOT dilanjutkan dengan pembuatan matrik IE. Tabel 6 menunjukkan matrikinternal eksternal(IE).

Tabel 6 Matrik internal eksternal (IE)

KEKUATAN INTERNAL BISNIS

Tinggi (3,0-4,0) Rata-rata (2,0-2,99) Lemah (1,0-2,99) 1 GROWTH Konsentrasi integrasi vertikal 2 GROWTH Konsentrasi melalui Integrasi horizontal 3 RETRENCHMENT Turnaround 4 STABILITY Hati-hati 5 GROWTH Konsentrasi melalui integrasi horizontal STABILITY

Tak ada perubahan profit strategi

6

RETRENCHMENT

Captive Company atau

Divestment 7 GROWTH Difersifikasi Konsentrik 8 GROWTH Difersifikasi Konglomerat 9 RETRENCHMENT

Bangkrut atau Likuidasi

Diagram tersebut dapat mengidentifikasikan 9 sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu 1) growt strategy merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1, 2, dan 5), 2) stability strategy diterapkan tanpa mengubah arah startegi yang ditetapkan, 3) retrenchment strategy (sel 3, 6 dan 9) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan.

Tinggi (3,0-4,0) DAYA TARIK INDUSTRI Sedang (2,0-2,99) Rendah (1-2,99)


(45)

4

KEADAAN UMUM

4.1 Letak dan Kondisi Geografis

Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada pada batas astronomis 05° 02’–05° 08’ Lintang Utara dan 95°0’-95° 08’ Bujur Timur. Batas wilayah Kabupaten Aceh Besar sebagai berikut 1) sebelah utara dengan Selat Malaka dan Kota Banda Aceh; 2) sebelah selatan dengan Kabupaten Aceh Barat; 3) sebelah barat dengan Samudera Indonesia; dan 4) sebelah timur dengan Kabupaten Pidie. Panjang garis pantai Kabupaten Aceh Besar 295 km, dengan wilayah laut sebesar 2.150,80 km2 yang diserahkan wewenangnya untuk dikelola dan dimanfaatkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 yaitu 4 mil dari garis pantai ke laut sedangkan luas daratan sebesar 1.390 km2. Sehingga Kabupaten Aceh Besar memiliki laut lebih luas di bandingkan dengan daratan sebesar 15,5%. Luas wilayah laut Kabupaten Aceh Besar sebesar 83.546,80 km2 yang terdiri laut Kabupaten 2.150,80 km2, luas Provinsi 4.301,60 km2 dan laut zona ekonomi exklusif (ZEE) seluas 75.458,50 km2.

4.2 Potensi perikanan tangkap

Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah perkiraan produksi laut sebesar 11.131 ton terdiri dari perairan ikan pelagis diperkirakan 2,0 ton/km2 dan ikan demersal sebesar 3,2 ton/km2. Potensi ikan yang telah dimanfaatkan sebesar 5.057,2 ton per tahun (45,43%) dan peluang untuk dikembangkan sebanyak 6.074 ton (54,56%) (DKP Aceh Besar 2010).

Data yang dikumpulkan petugas statistik perikanan belum akurat disebabkan masih banyak terjadinya perjualan hasil tangkapan ke daerah lain yang dekat dengan daerah fishing groud. Sedangkan data yang dikumpulkan hanya hasil pendaratan ikan di PPI yang ada di Aceh Besar. Jumlah produksi perikanan tangkap terdiri dari sumberdaya ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar dan berbagai ikan demersal. Jumlah produksi hasil tangkapan ikan periode tahun 2005-2010 di


(46)

Kabupaten Aceh Besar terjadi peningkatan dari tahun ke tahun seperti terlihat pada Gambar 11.

Ikan tongkol menempati produksi tertinggi dan meningkat setiap tahun sejak tahun. Tahun 2005 produksi sebesar 416,35 ton meningkat menjadi sebesar 1.613,64 ton pada tahun 2009. Ikan layang tahun 2005 sebesar 695,36 ton meningkat menjadi sebesar 1.430,02 ton pada tahun 2008, dan sedikit terjadi penurunan produksi pada tahun 2009 menjadi sebesar 1.362,97 ton. Ikan tuna yang pada tahun mulai tahun 2005 sebesar 3,24 ton menjadi sebesar 110,73 ton pada tahun 2007, kemudian mengalami penurunan produksi pada tahun 2008 menjadi 96,87 ton dan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2009 sebanyak 369,18 ton.

Beberapa jenis ikan mengalami penurunan jumlah produksi, seperti ikan layur sebanyak 34,36 ton pada tahun 2006, turun menjadi 32,70 ton pada tahun 2009. Ikan selar mengalami peningkatan tiap tahun mulai tahun 2005 sebanyak 18,74 menjadi sebanyak 191,34 ton pada tahun 2008, terjadi penurunan produksi pada tahun 2009 sebanyak 86,05 ton. Gambar 11 menunjukkan produksi ikan ekonomi penting.

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Besar Tahun 2010

Gambar 11 Jumlah produksi ikan ekonomis penting di Kabupaten Aceh Besar selama tahun 2005-2010.

‐ 200.00  400.00  600.00  800.00  1,000.00  1,200.00  1,400.00  1,600.00  1,800.00  Kg/Tahun

2005 2006 2007 2008 2009


(47)

4.3 Alat tangkap

Alat penangkapan merupakan salah satu komponen penting bagi nelayan karena menjadi alat utama untuk menghasilkan produksi perikanan, baik berupa ikan maupun non ikan. Alat tangkap dengan jumlah terbesar adalah pancing ulur (hand line), sebanyak 265 unit pada tahun 2010. Pukat cincin (purse seine)

mengalami peningkatan tiap tahun mulai tahun 2005 sebanyak 44 unit menjadi 56 unit pada tahun 2010. Jaring angkat bagan juga mengalami peningkatan tiap tahun sebanyak 35 unit pada tahun 2005 menjadi 67 unit pada tahun 2010. Pancing tonda mengalami penurunan jumlah alat tangkap dari 41 unit pada tahun 2008 menjadi 32 unit pada tahun 2010.

Sedangkan untuk alat tangkap lain tidak terjadi peningkatan jumlah yang signifikan misalnya alat tangkap rawai tetap pada tahun 2008 sebanyak 80 unit menjadi sebanyak 85 unit pada tahun 2010. Alat tangkap rawai hanyut mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun, yang pada tahun 2008 berjumlah 163 unit menjadi 203 unit pada tahun 2010. Dari semua alat tangkap yang beroperasi di perairan Kabupaten Aceh Besar, alat tangkap yang terkecil adalah jaring insang tetap dan pukat pantai. Peningkatan alat tangkap di Kabupaten Aceh Besar tidak dikontrol dengan baik oleh pemerintah dikarenakan masih banyak orang yang membutuhkan pekerjaan sehingga membuka peluang untuk penambahan armada purse seine tanpa memperhitungkan potensi sumberdaya ikan. Gambar 12 menunjukkan jumlah alat tangkap.

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Besar (2010)

Gambar 12 Jumlah alat tangkap di Kabupaten Aceh Besar tahun 2005-2010.

‐ 50  100  150  200  250  300  Pukat  Cincin Jaring  Angkat Pukat  Pantai Pancing  Tonda Rawai  Hanyut Rawai  Tetap Pancing  Ulur Jaring  Insang  Tetap Uni t/Ta hun 2005 2006 2007 2008 2009 2010


(48)

4.4 Unit Penangkapan Ikan 4.4.1 Kapal purse seine

Kabupaten Aceh Besar memiliki sekelompok nelayan yang mempunyai keahlian dalam pembuatan kapal purse seine secara tradisional untuk para nelayan. Hal ini menyebabkan kapal tidak perlu dipesan dari kabupaten atau provinsi lain. Sedangkan bahan baku untuk pembuatan kapal purse seine di Kabupaten Aceh Besar semua didatangkan dari dalam daerah Aceh, sehingga harga dan biaya pengangkutan lebih murah.

Tenaga penggerak kapal biasanya menggunakan mesin diesel dengan merk mitsubishi yang berkekuatan 150–230 PK, dilengkapi dengan mesin bantu generator set yang berfungsi untuk menyalakan lampu-lampu yang ada di kapal. Kapal purse seine merupakan kapal motor yang terbuat dari bahan kayu, ukuran kapal sebesar 20–36 GT dan bentuk dasar kapal adalah round bottom. Kapal dibuat sedemikian rupa sehingga pada saat kegiatan penangkapan, meskipun beban lebih besar berada di salah satu lambung kapal, stabilitasnya tetap positif. Setiap kapal dilengkapi mesin bantu (gardan) dan tiang-tiang (boom) yang digunakan pada saat proses penarikan alat tangkap. Sebagian besar kapal-kapal dilengkapi dengan palkah ikan yang dibuat tetap (fix) di bagian tengah badan kapal. Gambar 13 menunjukkan purse seine di Aceh Besar.


(49)

4.4.2 Alat tangkap purse seine

Pukat Langgar merupakan nama lokal dari pukat cincin (purse seine) yang dioperasikan di perairan Kabupaten Aceh Besar. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat purse seine relatif sama, hanya ukurannya yang berbeda. Purse

seine yang digunakan mempunyai panjang berkisar antara 750–1.100 m dan lebar berkisar 50-70 m. Kantong sebagai tempat berkumpulnya ikanterbuat dari bahan PA 210/D15 dan PA 210/D12 dengan ukuran mesh size 1 inchi dan 1,5 inchi. Badan jaring terbuat dari bahan PA 210/D9 dan PA 210/D12 dengan ukuran

mesh size sebesar 2 inchi. Bagian sayap berfungsi sebagai penghadang gerombolan ikan agar tidak keluar dari lingkaran purse seine, terbuat dari bahan PA 210/D9 dan PA 210/D12 dengan ukuran mesh size 3 inchi. Jaring yang berada pada pinggir badan jaring (selvedge) ini terbuat dari bahan PE 380/D15 dengan ukuran mata jaring (mesh size) 2 inchi yang terdiri dari 5 mata untuk arah ke bawah.

Alat tangkap purse seine bagian atas terdiri dari tali ris atas dan tali pelampung (floatline), terbuat dari bahan PE dengan panjang 750-1.100 m dan diameter tali sebesar 12 mm. Jumlah pelampung adalah 2.000–3.000 buah dan jarak antar pelampung sekitar 30-40 cm. Pelampung berbentuk elips dengan panjang 18 cm dan diameter tengah 12 cm yang terbuat dari bahan sintetis rubber. Bagian bawah purse seine terdiri dari tali ris bawah dan tali pemberat,

terbuat dari bahan PE dengan diameter tali sebesar 12 mm dengan panjang 750-1.100 m.

Pemberat pada purse seine mempunyai panjang 5 cm, berjumlah 3.000-4.500 buah dengan berat 200 gr/buah dan mempunyai diameter tengah 2,8 cm. Pemberat terbuat dari bahan timah hitam dengan jarak antar pemberat berkisar 20-25 cm. Tali cincin terbuat dari bahan PE berdiameter 10 mm dan panjang 1 m. Jumlah cincin pada purse seine dalam satu unit rata-rata terdiri dari 70-110 buah. Cincin memiliki diameter luar 12 cm dan diameter dalam 9,6 cm. Cincin terbuat dari bahan kuningan dengan jarak antar cincin berkisar 8-11 m. Tali kerut (purse line) terbuat dari bahan PE dengan diameter tali 28-30 mm yang memiliki panjang 800-1.200 m.


(50)

4.5 Nelayan

Nelayan purse seine Kabupaten Aceh Besar menghadapi persoalan yang hampir sama dengan nelayan di daerah lain yaitu tidak adanya modal yang cukup untuk usaha. Kebanyakan nelayan masih bergantung atau bekerja kepada pemilik kapal sehingga dalam pembagian hasil tangkapan masih jauh tidak adil sehingga nelayan mengharapkan adanya kredit lunak atau bantuan pemerintah yang dapat dimanfaatkan oleh nelayan untuk memulai usaha perikanan. Kredit lunak atau bantuan pemerintah tersebut sifatnya terbatas dan birokrasinya terlalu berbelit-belit, sehingga kendala tersendiri bagi nelayan. Persoalan lain adalah kelemahan dalam penguasaan teknologi tentang daerah penangkapan yang masih rendah (fishing groud).

Nelayan di Kabupaten Aceh Besar masih mengandalkan kemampuan dan pengalaman mereka sendiri dalam usaha penangkapan tanpa adanya bantuan teknologi. Contohnya dalam menentukan daerah penangkapan atau melihat gerombolan ikan hanya mengacu pada tanda-tanda alam seperti buih-buih di laut atau adanya kumpulan burung camar. Kemampuan mereka yang awam tentang penggunaan teknologi berakibat kepada rendahnya kemampuan produksi usaha penangkapan. Kelemahan lainnya yaitu manajemen usaha perikanan masih dikelola secara sederhana belum secara teratur, sehingga usaha tidak dapat lagi dikembangkan bahkan tidak sedikit mengalami kerugian karena salah dalam mengatur dan membuat keputusan-keputusan.

Nelayan merupakan salah satu komponen penting dalam pengoperasian alat tangkap purse seine. Faktor keberhasilan operasi penangkapan ikan dengan purse seine adalah keterampilan, keuletan, kualitas dan fisik para nelayan. Setiap nelayan mendapat tugas dalam pengoperasial alat tangkap yang dikoordinir oleh pawang (nakhoda) sebagai berikut:

1) Pawang (1 orang), sebagai penanggung jawab dalam mengoperasikan kapal dan kelancaran kegiatan penangkapan ikan,

2) Juru mesin (2 orang), bertugas mengoperasikan mesin baik untuk mesin utama maupun mesin bantu,

3) Juru lampu (1 orang), bertugas mengoperasikan dan merawat instalasi listrik, 4) Juru pelampung (2 orang), bertugas mengatur dan merapikan pelampung


(51)

sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan,

5) Juru pemberat (2 orang), bertugas mengatur dan merapikan pemberat sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan,

6) Nelayan biasa, yang bertugas menarik, merapikan dan memperbaiki jaring

purse seine jika ada kerusakan,

7) Juru masak (1 orang), bertugas menyiapkan makanan dan minuman bagi seluruh awak kapal.

Tugas nelayan yang satu dapat dikerjakan juga oleh nelayan yang lain. Saat penarikan alat tangkap, maka juru pelampung, juru pemberat dan juru listrik juga melakukan tugas menarik alat tangkap.

4.6 Pangkalan pendaratan ikan (PPI)

Sistem kelembagaan di PPI Lambada Lhok dikenal ada dua subsistem kelembagan yaitu: 1) kelembagaan instansional, dan 2) kelembagaan adat.

1) Kelembagaan instansional

Pangkalan pendaratan ikan (PPI) Lambada Lhok yang dibangun pada tahun anggaran 1997 dari dana APBD, mulai aktif dioperasikan pada bulan Maret 1998. Dalam menjalankan fungsinya, PPI dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang dikategorikan menjadi 3, yaitu:

(1) Fasilitas pokok yaitu fasilitas dasar yang diperlukan guna melindungi kapal penangkapan dari gangguan alam, dan tempat tambat labuh serta bongkar muat;

(2) Fasilitas fungsional yaitu merupakan sarana pelengkap bagi fasilitas pokok untuk kepetingan manajemen pelabuhan perikanan dan dapat dimanfaatkan oleh perorangan atau badan hukum yang meliputi: 1) sarana pemeliharaan kapal dan alat tangkap, 2) sarana pemasokan bahan bakar untuk kapal dan keperluan pengolahan dan 3) sarana pemasaran, biasanya tempat pelelangan ikan (TPI), penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan;

(3) Fasilitas penunjang yaitu fasilitas yang secara tidak langsung menunjang kelancaran fungsi pelabuhan serta meningkatkan kesejahteraan nelayan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat umum yang meliputi: 1) sarana kesejahteraan nelayan, yaitu tempat penginapan, kios perbekalan dan alat


(52)

perikananan, 2) sarana pengolahan pelabuhan yaitu kantor, pos pemeriksaan dan perumahan karyawan.

Ancaman yang dapat mempengaruhi dalam usaha perikanan purse seine di Kabupaten Aceh Besar antara lain kelebihan tangkap (overfishing) akibat usaha perikanan yang berlebihan tanpa adanya kontrol baik dari pemerintah maupun lembaga adat sehingga terjadi penangkapan yang berlebihan tanpa adanya pembatasan jumlah penangkapan atau batasan jumlah alat tangkap.

Nelayan asing menggunakan kapal dan teknologi yang sudah canggih, agar operasional dan hasil tangkapan menjadi lebih baik. Hal ini sangat merugikan bagi para nelayan Aceh karena harus bersaing dengan armada yang lebih komplit. Belum lagi ancaman terhadap kekerasan atau perampokan yang dilakukan oleh oleh nelayan asing tersebut.

2) Kelembagaan adat

Keberadaan lembaga adat telah diakui oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 44 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Keistemewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Lembaga ini merupakan bentukan nelayan, yang bertujuan untuk mengatur jalannya operasional penangkapan ikan, menjaga ketertiban dan keamanan diantara nelayan dalam melakukan aktivitas.

Kelembagaan adat berperan sebagai organisasi masyarakat yang mengatur aktivitas nelayan melalui ketentuan adat yang berlaku. Ketentuan-ketentuan pengaturan hukum adat laot berdasarkan tradisi dan keyakinan dari para nelayan yang berdasarkan nilai-nilai akidah yang dianut, misalnya larangan menangkap ikan pada hari jum’at, hari raya idul fitri, hari raya idul adha dan hari peringatan tsunami yang pelarangnnya ditentukan oleh panglima laot di daerah masing-masing.

Peranan lain panglima laot adalah dengan melakukan perlindungan pada wilayah perairan yang dijadikan sebagai tempat wisata atau sebagai tempat konservasi. Ketentuan yang dikeluarkan oleh panglima laot lebih dapat diterima oleh masyarakat, khususnya masyarakat nelayan karena aspiratif dan ketentuan tersebut dijalankan secara konsisten, sehingga peran lembaga adat sangatlah penting dalam usaha perikanan di Kabupaten Aceh Besar, dibandingkan dengan kelembagaan bentukan pemerintah.


(53)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pemanfaatan Kapasitas Penangkapan (Fishing Capacity)

Dalam menganalisis kapasitas penangkapan purse seine berdasarkan bulan, data adalah data pendaratan ikan dari kapal-kapal purse seine yang tercatat di Pangkalan pendaratan ikan (PPI) mulai bulan September 2009 s/d Agustus 2010. Jumlah unit purse seine di Kabupaten Aceh Besar sebanyak 56 unit, sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 unit. Penghitungan menggunakan single output yaitu total hasil tangkapan selama setahun mulai bulan September 2009 s/d Agustus 2010 dengan hasil tangkapan tercatat di tempat pendaratan ikan.

Gambar 14 Dinamika nilai capacity unit September 2009-Agustus 2010. Gambar 14 memperlihatkan nilai pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) maksimum bulan September 2009 adalah 1 dan nilai pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) minimum adalah 0,08. Jumlah kapal yang mencapai nilai CU = 1 sebanyak 2 unit kapal. Jumlah kapal yang mencapai nilai CU 0,5–0,99 berjumlah 11 unit kapal, sedangkan yang mencapai nilai CU < 0,5 berjumlah 17 unit kapal, dengan dugaan tingkat pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) diperoleh nilai CU rata-rata 0,47 (Lampiran 14).

Bulan Oktober nilai pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) maksimum adalah 1 dan nilai pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) minimum adalah 0,09. Jumlah kapal yang mencapai nilai CU = 1 sebanyak 2 unit kapal. Jumlah kapal yang mencapai nilai CU 0,5–0,99 berjumlah 6 unit kapal, sedangkan yang

0 5 10 15 20 25 30

Sept Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst

Unit

 

purse

 

seine 0.5

0.5‐0.99 1 1.01‐1.50


(54)

mencapai nilai CU < 0,5 berjumlah 22 unit kapal, dengan dugaan tingkat pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) diperoleh nilai CU rata-rata 0,39 (Lampiran 15).

Bulan November nilai tingkat pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) maksimum adalah 1 dan nilai tingkat pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) minimum adalah 0,03. Jumlah kapal yang mencapai nilai CU = 1 sebanyak 1 unit kapal. Jumlah kapal yang mencapai nilai CU 0,5–0,99 berjumlah 3 unit kapal, sedangkan yang mencapai nilai CU < 0,5 berjumlah 26 unit kapal, dengan dugaan tingkat pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) diperoleh nilai CU rata-rata 0,31 (Lampiran 16).

Bulan Desember nilai pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) maksimum adalah 1 dan nilai pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) minimum adalah 0,2. Jumlah kapal yang mencapai nilai CU = 1 sebanyak 1 unit kapal. Jumlah kapal yang mencapai nilai CU 0,5–0,99 berjumlah 12 unit kapal, sedangkan yang mencapai nilai CU < 0,5 berjumlah 17 unit kapal, dengan dugaan tingkat pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) diperoleh nilai CU rata-rata 0,48 (Lampiran 17).

Bulan Januari nilai pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) maksimum adalah 1 dan nilai pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) minimum adalah 0,09 (Lampiran 18). Jumlah kapal yang mencapai nilai CU = 1 sebanyak 1 unit kapal. Jumlah kapal yang mencapai nilai CU 0,5–0,99 adalah 9 unit kapal, sedangkan yang mencapai nilai CU < 0,5 adalah 20 unit kapal, dengan dugaan tingkat pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) diperoleh nilai CU rata-rata 0,40 (Lampiran 18).

Bulan Februari nilai pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) maksimum adalah 1 dan nilai pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) minimum adalah 0,07. Jumlah kapal yang mencapai nilai CU = 1 sebanyak 1 unit kapal. Jumlah kapal yang mencapai nilai CU 0,5–0,99 berjumlah 4 unit kapal, sedangkan yang mencapai nilai CU < 0,5 berjumlah 25 unit kapal, dengan dugaan tingkat pemanfaatan kapasitas penangkapan (CU) diperoleh nilai CU rata-rata 0,33 (Lampiran 19).


(1)

Lampiran 26 Data produksi (Kg) dan upaya penangkapan (trip) Kabupaten Aceh Besar tahun 2005-2010

A. Data produksi dan upaya penangkapan sebelum standarisasi

Tahun Purse seine Jaring Angkat Pancing Tonda Pukat Pantai Kg Trip Kg Trip Kg Trip Kg Trip

2005 1.513.300

2.457

143.800 2.562 830.100 13.350 333.800 470

2006 1.370.600

2.786

386.300 7.150 1.013.300 12.700 862.700 2.250

2007 1.914.900

3.214

39.400 10.370 706.600 13.050 26.600 3.850

2008 1.297.600

2.987

613.800 15.736 1.190.200 19.240 394.900 2.850

2009 1.370.000

2.675

390.600 16.544 1.040.100 13.350 762.200 2.400

2010 2.392.600

2.543

140.900 9.150 1.629.900 21.950 252.600 2.750

Total 9.859.000

16.662

1.813.800 61.512 6.417.100 93.640 2.632.800 15.470

B. Produktivitas dan Fishing power indeks (FPI) setiap jenis alat tangkap

Alat Tangkap Produktivitas FPI

Purse seine 544.89 1.00

Jaring angkat 35.789 0.10

Pancing tonda 50.3 0.13


(2)

Lanjutan lampiran 26 Data produksi (kg) dan upaya penangkapan (trip) Kabupaten Aceh Besar 2005-2010. C. Total hasil tangkapan dan total upaya penangkapan baku setiap jenis alat tangkap.

Tahun Total tangkapan Upaya penangkapn baku (trip) Total effort CPUE (Kg) Purse seine Jaring Angkat Pancing Tonda Pukat Pantai

standar (trip)

2005 3.619.500 3.472.800 2.496.500 3.695.400 3.754.400 4.375.450

3.417 670 1.918 1.685 7.293 325.17

2006 2.228 961 1.754 873 5.710 698.09

2007 2.367 253 1.572 130 5.290 478.41

2008 2.788 447 3.741 1.832 11.461 340.53

2009 2.838 1.008 1.836 1.937 7.875 544.06

2010 3.024 647 4.250 1.432 12.309 374.03

D. Jumlah unit penangkapan optimal alat tangkap di Kabupaten Aceh Besar

Alat Tangkap

Total

Effort

(

trip)

Effort

optimal

(trip)

Persentase

(%)

Jumlah

Trip/thn

Jlh Unit

Optimal

Purse seine

16.662 2.789 36

60 46

Jaring Angkat

3.916 703

14 122 26

Pancing tonda

15.501 2.783 28 150 39

Pukat pantai

6.287 1.129 22 150 18

Total

42.366 7.404 100 482 149


(3)

Lampiran 27

Data regresi hasil standarisasi antara upaya penangkapan dan CPUE perikanan purse seine di Kabupaten Aceh Besar

Tahun Jumlah Armada Produksi Total effort CPUE (Unit) (Kg) (trip)

2005 40 3.619.500 7.523 347.17

2006 43 3.472.800 5.815 667.09

2007 50 2.496.500 4.360 371.81

2008 50 3.695.400 9.841 309.92

2009 55 3.754.400 7.895 514.96

2010 56 4.375.450 10.509 592.61

Intercept (a) = 638.8785


(4)

Lampiran 28 Harga rata-rata hasil tangkapan purse seine menurut responden

No Tongkol Layang Cumi-cumi Kembung Selar Cakalang

MP MB MP MB MP MB MP MB MP MB MP MB 1 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 2 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 3 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 4 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 5 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 6 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 7 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 8 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 9 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 10 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 11 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 12 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 13 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 14 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 15 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 16 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 17 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 18 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 19 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 20 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 21 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 22 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 23 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280


(5)

24 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 25 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280 Rerata 8.350 11.700 9.280 10.500 12.000 15.000 15.375 18.500 12.940 14.425 16.450 19.280

Musim Puncak = Rp 12.399 Musim Biasa = Rp 14.901 Harga rata-rata ikan pada kedua musim (p) adalah Rp 13.650


(6)

Lampiran 29 Peta Lokasi Penelitian

Peta Sebaran Kawasan Perikanan Tangkap Aceh Beasr