sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan, 5
Juru pemberat 2 orang, bertugas mengatur dan merapikan pemberat sebelum dan sesudah melakukan kegiatan penangkapan ikan,
6 Nelayan biasa, yang bertugas menarik, merapikan dan memperbaiki jaring
purse seine jika ada kerusakan,
7 Juru masak 1 orang, bertugas menyiapkan makanan dan minuman bagi
seluruh awak kapal. Tugas nelayan yang satu dapat dikerjakan juga oleh nelayan yang lain. Saat
penarikan alat tangkap, maka juru pelampung, juru pemberat dan juru listrik juga melakukan tugas menarik alat tangkap.
4.6 Pangkalan pendaratan ikan PPI Sistem kelembagaan di PPI Lambada Lhok dikenal ada dua subsistem
kelembagan yaitu: 1 kelembagaan instansional, dan 2 kelembagaan adat. 1
Kelembagaan instansional Pangkalan pendaratan ikan PPI Lambada Lhok yang dibangun pada tahun
anggaran 1997 dari dana APBD, mulai aktif dioperasikan pada bulan Maret 1998. Dalam menjalankan fungsinya, PPI dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang
dikategorikan menjadi 3, yaitu: 1
Fasilitas pokok yaitu fasilitas dasar yang diperlukan guna melindungi kapal penangkapan dari gangguan alam, dan tempat tambat labuh serta bongkar
muat; 2
Fasilitas fungsional yaitu merupakan sarana pelengkap bagi fasilitas pokok untuk kepetingan manajemen pelabuhan perikanan dan dapat dimanfaatkan
oleh perorangan atau badan hukum yang meliputi: 1 sarana pemeliharaan kapal dan alat tangkap, 2 sarana pemasokan bahan bakar untuk kapal dan
keperluan pengolahan dan 3 sarana pemasaran, biasanya tempat pelelangan ikan TPI, penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan;
3 Fasilitas penunjang yaitu fasilitas yang secara tidak langsung menunjang
kelancaran fungsi pelabuhan serta meningkatkan kesejahteraan nelayan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat umum yang meliputi: 1 sarana
kesejahteraan nelayan, yaitu tempat penginapan, kios perbekalan dan alat
perikananan, 2 sarana pengolahan pelabuhan yaitu kantor, pos pemeriksaan dan perumahan karyawan.
Ancaman yang dapat mempengaruhi dalam usaha perikanan purse seine di Kabupaten Aceh Besar antara lain kelebihan tangkap overfishing akibat usaha
perikanan yang berlebihan tanpa adanya kontrol baik dari pemerintah maupun lembaga adat sehingga terjadi penangkapan yang berlebihan tanpa adanya
pembatasan jumlah penangkapan atau batasan jumlah alat tangkap. Nelayan asing menggunakan kapal dan teknologi yang sudah canggih, agar
operasional dan hasil tangkapan menjadi lebih baik. Hal ini sangat merugikan bagi para nelayan Aceh karena harus bersaing dengan armada yang lebih komplit.
Belum lagi ancaman terhadap kekerasan atau perampokan yang dilakukan oleh oleh nelayan asing tersebut.
2 Kelembagaan adat
Keberadaan lembaga adat telah diakui oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 44 tahun 1999 tentang penyelenggaraan
Keistemewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Lembaga ini merupakan bentukan nelayan, yang bertujuan untuk mengatur jalannya operasional penangkapan ikan,
menjaga ketertiban dan keamanan diantara nelayan dalam melakukan aktivitas. Kelembagaan adat berperan sebagai organisasi masyarakat yang mengatur
aktivitas nelayan melalui ketentuan adat yang berlaku. Ketentuan-ketentuan pengaturan hukum adat laot berdasarkan tradisi dan keyakinan dari para nelayan
yang berdasarkan nilai-nilai akidah yang dianut, misalnya larangan menangkap ikan pada hari jum’at, hari raya idul fitri, hari raya idul adha dan hari peringatan
tsunami yang pelarangnnya ditentukan oleh panglima laot di daerah masing- masing.
Peranan lain panglima laot adalah dengan melakukan perlindungan pada wilayah perairan yang dijadikan sebagai tempat wisata atau sebagai tempat
konservasi. Ketentuan yang dikeluarkan oleh panglima laot lebih dapat diterima oleh masyarakat, khususnya masyarakat nelayan karena aspiratif dan ketentuan
tersebut dijalankan secara konsisten, sehingga peran lembaga adat sangatlah penting dalam usaha perikanan di Kabupaten Aceh Besar, dibandingkan dengan
kelembagaan bentukan pemerintah.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pemanfaatan Kapasitas Penangkapan Fishing Capacity