BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia berdasarkan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik yang dengan sadar memilih bentuk negara dan dirumuskan sesuai dengan jiwa
negara yang berbudaya serta seutuhnya digali semurninya dari bumi Indonesia, dapat dikatakan memilih bentuk Negara Kesatuan secara sadar berdasarkan
pilihan plural serta kemajemukan bangsa dan tanpa adanya paksaan dari negara lain dalam menerapkan demokrasi yang ditujukan membawa negara pada ranah
gemah ripah lohjinawi sebagai suatu keputusan politik untuk membangun suatu bangsa-negara yang akan berdampingan dengan negara lain.
Dalam perjalanan negara sangat dibutuhkan pembuatan Undang-undang sebagai pondasi suatu negara. Undang-undang bersifat dinamis, mengikuti arus
kemajuan jaman sesuai dengan kebutuhan dari negara tersebut yaitu Indonesia, karena seiring waktu Pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-undang terkadang
tidak dapat mengikuti perkembangan kemajuan dari suatu negara sehingga harus selalu mengalami pembaruan sehingga selalu mampu beriringan dengan
kenutuhan negara. Prihatmoko 2005 menjelaskan bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974 merupakan suatu paradigma penyelenggaraan pemerintahan daerah pada masa Orde Baru sangat didominasi oleh pendekatan sentralistik dimana urusan
pemerintahan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Perjalanan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 telah berjalan sekian lama hingga reformasi, selama
Universitas Sumatera Utara
perjalanan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tersebut telah mengebiri hak- hak daerah sepenuhnya sehingga menimbulkan efek yang sangat besar dengan
hilangnya kreativitas daerah dalam mengembangkan daerah karena selalu menunggu keputusan dari pusat akan apa yang harus dan boleh dilakukan oleh
daerah jika pemerintah daerah melakukan kebijakan berdasarkan inisiatif daerah sendiri maka akan berakibat fatal bagi daerah itu sendiri karena akan dianggap
tidak tunduk kepada Pemerintah Pusat. Dahulu, Undang-undang yang digunakan adalah Undang-undang Nomor 5
Tahun 1974 dan sejak reformasi telah dua kali membentuk Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan selanjutnya mengalami perbaikan Undang-undang dengan lahirnya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 yang
menunjukkan kemajuan dalam demokrasi dengan dibukanya jalur independen dalam membangun demokrasi seutuhnya dan menghargai nilai-nilai dalam
pencapaian demokrasi. Rozali Abdullah 2005 menjelaskan bahwa Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ditetapkan pada 7 Mei 1999 dan berlaku efektif sejak tahun 2000 yang dibentuk pada masa reformasi dilandasi
oleh suatu semangat yang besar untuk merubah keadaan yang terpenjara selama ini dengan menggali kembali nilai-nilai pemerintahan daerah sehingga mampu
menjadikan pemerintahan yang desentralistik sebagai suatu agenda utama dari reformasi. Adanya perubahan paradigma Pemerintahan Daerah yang sangat
radikal yang berhasil mengurangi peran Pemerintah Pusat yang sangat dominan terasa dalam Undang-undang nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Universitas Sumatera Utara
Pemerintahan Di Daerah, perubahan radikal tersebut adalah dilakukannya pengalihan urusan pemerintahan yang sebelumnya menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat menjadi kewenangan daerah. Dengan semangat reformasi yang membawa perubahan kepada daerah
dengan mejadikan sebagian kewenangan pusat sebagai kewenangan daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 ternyata tidak sesempurna harapan karena
menyebabkan gejolak dalam konsep peralihan tersebut, adanya peraturan Perundang-undangan yang tidak sesuai dengan perundang-undangan dalam
otonomi daerah yang mengatur apa saja yang menjadi kewenangan daerah yang tentunya adalah bagian dari kewajiban dari pemerintahan daerah, dari kondisi
tersebut menyebabkan terjadinya instabilitas nasional yang pada akhirnya melahirkan keputusan politik untuk kembali merubah Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999. Perubahan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 yang ditetapkan pada 15 Oktober 2004 menjadi jawaban bahwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tidak berlaku lagi secara
hukum. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 melahirkan beberapa perubahan yang cukup nyata yang pada dasarnya ditujukan untuk meredakan konflik
kewenangan pusat dengan daerah serta ketegangan antara hubungan Kepala Daerah dengan DPRD yang dilihat dari sisi kekuatan legislatif atau dengan kata
lain bahwa Lembaran Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD sering dijadikan instrumen untuk melakukan ancaman impeachmant terhadap Kepala
Daerah yang pada akhirnya dapat diselesaikan dalam bentuk kompromi politik yang tentunya justru menunjukkan kesenjangan karena tidak ada kaitannya
Universitas Sumatera Utara
dengan peningkatan kinerja Kepala Daerah yang di evaluasi dalam LPJ Kepala daerah tersebut.
Prihatmoko 2005 menjelaskan bahwa perubahan signifikan dari Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah diterapkannya pemilihan langsung oleh
rakyat dalam memilih pemimpin daerah yang tentunya sebagai Kepala Daerah hasil pilihan rakyat yang dominan pada daerah Provinsi dan KabupatenKota.
Beralihnya pemilihan kepala daerah dari dipilih melalui DPRD sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi dipilih langsung
oleh rakyat menyebabkan beralihnya pertanggungjawaban kepala daerah yang pada awalnya kepada DPRD menjadi kepada rakyat yang memilihnya.
Prihatmoko 2005 menjelaskan bahwa bila Presiden dipilih langsung oleh rakyat maka berlaku turunan bersifat hukum dimana pemilihan Gubernur sebagai
Kepala Daerah selayaknya dipilih pula oleh rakyat mengingat Gubernur adalah Wakil Pemerintah Pusat yang terdapat didaerah. Begitu juga sebaliknya bila
Presiden dipilih oleh MPR sebagai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara dimana MPR yang memilih Presiden sebagai Mandataris MPR maka bersifat
turunan ketika Gubernur dipilih oleh DPRD. Sesungguhnya sistem apapun yang dipakai, pemilihan langsung atau pemilihan perwakilan serta pengangkatan tentu
memiliki nilai positif dan nilai negatif sebagai konsekuensinya, kembali kepada cara pandang dan kepentingan dari kemurnian sejarah pembentukan negara
tersebut. Pada akhirnya sistem apapun yang dipakai dengan menjalankan peraturan secara baik dan benar serta penuh pertanggungjawaban sesuai dengan
norma dan nilai-nilai maka sistem apapun yang dipakai akan membawa kesejahteraan bagi rakyat terutama dalam pelayanan publik.
Universitas Sumatera Utara
Dalam semangat pembentukan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah bertujuan
bahwa pemilihan langung Kepala Daerah tidak lain demi menjalankan desentralisasi demokrasi sampai pada tingkat lokal maka dengan kata lain
pemilihan Gubernur melalui lembaga Legislatif dalam Revisi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 akan membuat kemunduran kehidupan demokrasi yang
sudah mulai tumbuh di tingkat lokal. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan bagian dari catatan
sejarah yang penting untuk diingat, dengan tidak melupakan sejarah yang pernah dilewati maka secara wajar mengingatkan bahwa terdapat catatan penting dari
proses perjalanan sejarah yang dilewati tersebut dengan tidak mengulangi kesalahan yang sama seakan terkesan bahwa perubahan tidak memberikan hasil
yang maksimal seiring bertambahnya umur suatu negara. Momentum sejarah dari perjalanan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentunya untuk meluruskan
cita-cita reformasi yang tidak lain melewati demokrasi menuju kesejahteraan yang tentunya diprioritaskan. Kedaulatan rakyat yang diwujudkan dalam kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah harus mempu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat dan bukan bersifat elitis dan ekslusif
yang hanya menguntungkan elit penguasa lokal. Rozali Abdullah 2005 menjelaskan bahwa lahirnya otonomi daerah tidak
lain merupakan turunan dari lahirnya desentralisasi yang mengatur kewenangan daerah yang pada awalnya terdapat dalam Undang-undang nomor 22 Tahun 1999
dalam semangat reformasi. Ciri utama otonomi daerah dalam negara kesatuan adalah adanya pola hubungan hierarkis antara pusat dengan daerah. Daerah
Universitas Sumatera Utara
otonom dibentuk oleh pusat dan bahkan dapat dihapus apabila tidak mampu melaksanakan otonominya. Sumber kewenangan dalam Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999 adalah berasal dari Pemerintah Pusat dan tanggungjawab pemerintahan ada ditangan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan
sebagaimana secara eksplisit dinyatakan dalam Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945. Desentralisasi sebagai suatu kebijakan dalam negara kesatuan berawal dari
adanya pembentukan daerah otonom dan penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Kekuasaan pemerintahan ada pada
pemerintah pusat dan menetapkan kekuasaan yang akan diserahkan kepada daerah sebagai kewenangan. Semakin sentralisasi pemerintahan dalam suatu negara maka
akan semakin sedikit kekuasaan pemerintahan daerah dan begitu juga sebaliknya semakin desentralistik pemerintah dalam negara maka akan semakin luas urusan
pemerintahan yang diserahkan ke daerah. Pemberian otonomi seluas mungkin kepada daerah sebagai suatu
kewenangan pemerintah daerah dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tetap tanggungjawab akhir pemerintahan ada ditangan Pemerintah Pusat. Secara
nyata konsekuensi yang terjadi adalah semakin maju suatu bangsa secara sosial, ekonomi, dan politik maka akan semakin sedikit daerah yang diatur oleh pusat
dan sebaliknya jika semakin rendah kondisi sosial, ekonomi, dan politik suatu negara tentunya akan semakin banyak aturan yang dibuat oleh Pemerintah Pusat.
Maka, sudah seharusnya Pemerintah Daerah meyakinkan Pemerintah Pusat bahwa kepercayaan dalam bentuk tanggugnjawab yang diserahkan Pusat kepada Daerah
dapat dilaksanakan semaksimal mungkin dalam melaksanakan otonomi sesuai dengan norma, standar dan prosedur yang ditentukan pemerintah pusat.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah