kesetaraan yang meluas diantara warga masyarakat dalam suatu masyarakat.
2.2 Sistem Pemilihan Semu Masa Orde Baru dalam UU Nomor 5 Tahun 1974
UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah merupakan satu-satunya UU Pemerintahan daerah yang lahir dan digunakan pada
masa pemerintahan Presiden Soeharto, dengan justifikasi pelaksanaan UUD 1945 dan pancasila secara murni dan konsekuen, kekuasaan atau kewenangan daerah
dibatasi dan dikontrol sedemikian rupa termasuk dalam pilkada. Sebagai ketentuan perundangan, materi yang mengatur pilkada dalam UU No. 5 Tahun
1974 dapat dikatakan lengkap dan rinci. UU tersebut mengatur syarat kepala daerah, mekanisme pengisian, kewenangan kepala daerah, hubungan kepala
daerah dan DPRD, mekanisme pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah, masa jabatan.
Sejalan dengan konstruksi kepala daerah yang otonom menurut UU No. 5 Tahun 1974 Kepala Daerah bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri
Dalam Negeri, dasarnya adalah Presiden sebagai penanggungjawab tertinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan di seluruh negara karena secara hierarkis
bertanggungjawab kepada Presiden, maka kepala daerah diangkat oleh Presiden bagi calon yang memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan oleh Undang-
undang. Pemilihan kepala daerah berdasarkan UU No. 5 Tahun 1974 adalah kepala daerah berumlah sedikitnya 3 orang dan sebanyak-banyaknya 5 orang yang
telah dimusyawarahkan dan disepakati oleh DPRD dengan Menteri Dalam Negeri,
Universitas Sumatera Utara
hasil pemilihan disampaikan oleh DPRD kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri sedikitnya 2 orang untuk diangkat salah seorang diantaranya.
Dari kondisi tersebut sangat terlihat kentalnya intervensi pusat dalam pilkada, pusat tidak hanya menjadi proses terakhir penentuan calon terpilih juga
terlihat peranan Menteri Dalam Negeri dalam proses pencalonan. Pengangkatan kepala daerah oleh Presiden tidak terikat pada jumlah suara yang diperoleh
masing-masing calon karena proses pengangkatan kepala daerah adalah hak prerogatif dari Presiden.
Menurut Agus Pramusinto dalam Prihatmoko 2005, aturan tersebut terkait kepentingan pemerintah pusat untuk mendapatkan Gubernur yang mampu
bekerja sama dengan pemerintah pusat. Syarat kepala daerah sangat interpretatif diantaranya setia dan taat kepada negara dan pemerintah, mempunyai rasa
pengabdian terhadap nusa dan bangsa, mempunyai kepribadian dan kepemimpinan, berwibawa, jujur, cerdas, berkemampuan dan terampil, adil dan
mempunyai kecakapan dan pengalaman pekerjaan yang cukup dalam bidang pemerintahan.
Pemberhentian kepala daerah menjadi kewenangan penuh dari Presiden dan Menteri Dalam Negeri, dengan aturan yang multi-interpretatif masyarakat
daerah merasa seing dirugikan sehingga muncul kericuhan bahkan kerusuhan karena menganggap intervensi pusat terlalu berlebihan. Pemerintah sering
memilih orang-orang yang punya akses dengan pusat kekuasaan. Menurut Afan Gaffar dkk 2005, realitas empirik pelaksanaan pilkada masa orde baru
merupakan rekrutmen politik lokal yang sepenuhnya ditentukan oleh pusat karena peran militer sangat dominan sebagai pemangku kepala daerah.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Perbandingan UU No. 22 Tahun 1999 dengan UU No. 32 Tahun 2004