Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada dasarnya pemilihan kepala daerah secara langsung oleh semangat reformasi diawali dengan berlakunya desentralisasi dan otonomi daerah pada tahun 2001, dengan semangat ingin memperbaiki demokrasi menjadi sesuatu yang berarti bagi masyarakat dalam suatu kesatuan bangsa dan Negara. Perjalanan pemilihan kepala daerah sudah berjalan sekian lama namun selalu berubah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan negara, perjalanan pemilihan kepala daerah yang dipilih melalui pemilihan mekanisme pemilihan oleh DPRD dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 hingga pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang memberikan peluang terbesar demokrasi dalam pengaplikasiannya dalam masyarakat meskipun harus diakui setiap Produk Undang-undang selalu memiliki kekurang sehingga perjalanan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 disempurnakan dengan lahirnya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 mengenai berhaknya calon perseorangan mencalonkan diri menjadi kepala daerah tanpa melalui partai sebagai perahu politik calon. Perubahan demi perubahan dialui untuk penyempurnaan Undang-undang mengenai pemerintahan daerah yang ditujukan tidak lain untuk mensejahterakan masyarakat yang telah mempercayakan tanggungjawab kepada pasangan calon kepala daerah yang terpilih. Pada saat ini telah lahir penyempurnaan dari Undang-undang pemilihan kepala daerah dalam bentuk revisi Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 yang Universitas Sumatera Utara saat ini masih di rembukkan oleh DPR bahwa pemilihan kepala daerah akan kembali dipilih oleh DPRD mengingat efektivitas dan biaya minim yang di keluarkan setiap calon dalam pertarungan pemilihan kepala daerah. Pilkada langsung sebagai euphoria demokrasi, euphoria ini semakin mendapatkan tempat di wacana publik karena memang ada berbagai penyimpangan dalam pilkada masa lalu pada saat pemilihan oleh DPRD, penyimpangan timbul karena dihasilkan oleh ketidaksempurnaan mekanisme sistem pilkada selama ini sekaligus karena praktek politik uang yang melibatkan anggota DPRD artinya rendahnya kualitas DPRD menjadi inti dari merebaknya persoalan yang bermuara pada kekecewaan masyarakat. Dalam masa reformasi pemilihan kepala daerah secara langsung menandai popularitas paradigma demokrasi partisipatoris dan sekaligus menandai surutnya popularitas paradigma demokrasi perwakilan demokrasi representasi atau dapat dikatakan kemenangan para penganjur demokrasi massa terhadap demokrasi elite, artinya pilkada langsung melengkapi pembaharuan sistem politik kontemporer hasil reformasi politik dan hukum ketatanegaraan. Pilihan politik untuk menyelenggarakan pilkada secara langsung merupakan keputusan politik strategis dan layak dicatat sebagai peristiwa politik yang melampaui nilai-nilai atau bahkan doktrin-doktrin yang tertanam lebih setengah abad digunakannya sistem pemilihan tidak langsung oleh demokrasi elite pemilihan kepala daerah oleh DPRD baik pengangkatan danatau penunjukan pusat atau pemilihan perwakilan. Pada lain pihak, energi, pikiran dan dana yang harus disediakan untuk penyelenggaraan pilkada sangat besar yang secara serta merta menyedot alokasi anggaran untuk kepentingan publik yang lebih mendesak Universitas Sumatera Utara seperti persoalan kemiskinan, pengangguran dan pendidikan, atas dasar itu keputusan politik untuk melaksanakan pilkada langsung merupakan pertaruhan terhadap hidup demokrasi di Indonesia. Pilkada langsung berarti mengembalikan hak-hak dasar masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka rekrutmen politik lokal secara demokratis, negara memberikan kesempatan kepada masyarakat didaerah untuk menentukan sendiri pemimpin mereka serta menentukan sendiri segala bentuk kebijakan yang menyangkut harkat hidup rakyat daerah. Dengan pilkada langsung diharapkan bahwa kedaulatan rakyat yang dititipkan kepada anggota DPRD berada ditangan rakyat meskipun anggota DPRD tidak lain adalah hasil pilihan masyarakat secara langsung juga dengan demikian ketika DPRD memilih Gubernur sebagai kepala daerah dapat juga dikatakan adalah hasil pemilihan masyarakat karena yang memilih DPRD adalah masyarakat juga, tentu tidak dapat dibenarkan sepenuhnya. Rakyat sebagai subjek demokrasi dan sumber kekuasaan, rakyat sebagai pelaku demokrasi dan berhak penuh menurunkan anggota DPRD yang dipilihnya karena tidak memperhatikan masyarakat karena rakyat yang memilih maka sudah sewajarnya pula masyarakat yang menurunkannya. Pendukung pilkada langsung adalah dengan keberhasilan pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih secara langsung, dari keadaan tersebut pemilu dianggap berhasil dengan pertimbangan masyarakat sudah dewasa dalam memnentukan pilihan secara objektif dan tanpa paksaan sehingga sudah dapat dilakukan pemilihan kepala daerah secara langsung dengan Universitas Sumatera Utara bermodalkan kedewasaan masyarakat sebagai pemilih yang aktif dan dewasa dalam menentukan pilihan dan juga masyarakt sudah terbiasa dengan pemilihan kepala desa sehingga cenderung sudah mengerti menghadapi apa arti perbedaan yang tetunya bertujuan untuk menyatukan. Harus digarisbawahi bahwa pilkada langsung maupun pemilihan kepala daerah oleh DPRD tidak dengan sendirinya menjamin lahirnya kepemimpinan daerah yang kapabel, kredibel dan akuntabel serta tidak ada yang dapat memastikan dalam memilih kepala daerah tidak terlepas dari pengaruh politik uang. Pilkada secara langsung dan pemilihan kepala daerah oleh DPRD juga tidak serta merta dapat dengan mulus menciptakan situasi kondusif bagi peningkatan kualitas demokrasi itu sendiri dan demokratisasi di daerah. Terjadinya perubahan paradigma dalam proses pemilihan kepala daerah adalah hal yang tidak mudah karena akan mengorbankan sistem yang telah dibangun dan kembali kepada sistem lama yang juga memiliki kekurangan tentunya. Namun, pada kenyataanya perubahan tersebut bahwa pemilihan kepala daerah oleh DPRD adalah menyangkut persoalan politik uang yang sangat besar menyedot anggaran dan menjadikan persoalan berupa konflik horizontal dalam masyarakat serta mengajarkan kepada masyarakat bahwa politik uang adalah halal dan legal, keadaan tersebut adalah sesuatu yang terpenting untuk diantisipasi demi tercapainya kedewasaan masyarakat dalam memahami dan memandang politik secara objektif sesuai dengan keadaan sebenanrnya tanpa adany ketimpangan dan ketidakadilan dalam proses pemilihannya sehingga konsep yang dilahirkan adalah lemablinya kepada pemilihan oleh DPRD. Universitas Sumatera Utara Pemilihan kepala daerah secara langsung dalam negara kesatuan dapat disebut sebagai hasil adopsi dari negara federalisasi karena mencoba menggabungkan konsep Negara Kesatuan dengan sistem federasi meskipun dalam kenyataannya tidaklah demikian, proses tersebut ada untuk mencapai dalam mencapai demokrasi yang ada. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah harga mati yang harus diperjuangkan meskipu adanya anggapan yang tidak berdasar dalam menilai proses perjalanan sistem negara. Adanya peranan yang tidak sesuai dengan jiwa pancasila yang berpendapat bahwa adanya usaha mengarahkan dan menggiring Negara kesatuan menuju Negara Federasi meskipun menimbulkan persoalan yang kompleks dengan dimensi yang amat luas karena akan berdampak pada berubahnya tatana yuridis, sistem pemerintahan, dan struktural. Persoalan pemilihan kepala daerah merupakan suatu proses yang panjang, meskipun dalam peralanan proses tersebut melompat pada proses yang dapat dikatakan tidak sesuai dengan jiwa kesatuan bangsa namun tidak lah dijadikan persoalan yang dapat memecahbelah bangsa namun sebagai sesuatu yang memandirikan dengan tetap memperjuangkan NKRI sebagai satu-kesatuan yang tidak terpisahkan dari sabang samapi merauke.

5.2 Saran

Dokumen yang terkait

Peranan Badan Amil Zakat Berdasarkan Undang - Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Sumatera Utara (Studi Pada Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara)

0 37 186

PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH (STUDI PERBANDINGAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH).

0 0 13

MEKANISME EKSEKUTIF REVIEW PERATURAN DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

0 1 21

KEWENANGAN DPRD DALAM PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

0 0 6

SUATU PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NO 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG BAIK.

0 0 16

PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH BERDASARKAN UNDANG.UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2OO4 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

0 0 11

KEDUDUKAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH PUSAT DI DAERAH (SUATU PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 DENGAN UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2OO4 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH).

0 0 6

Memahami Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

0 2 8

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

0 0 20

TUGAS DAN WEWENANG KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH -

0 0 67