2.4.1 Struktur Parasetamol
Nama Kimia : N-acetyl-p-aminophenol atau p-asetamedofenol atau 4’-
hidroksiasetanilida Rumus Empiris
: C
8
H
9
NO
2
Berat Molekul : 151,16
Pemerian : Kristal putih tidak berbau atau serbuk kristalin dengan
rasa pahit, jarak lebur atau titik lebur pada 169
o
-172
o
Kelarutan : 1 g dapat larut dalam kira-kira 70 ml air pada suhu 25
o
c, 1 g larut dalam 20 ml air mendidih, dalam 7 ml alkohol,
dalam 13 ml aseton, dalam 50 ml kloroform, dalam 40 ml gliserin, dalam 9 ml propilenglikol, dan larut dalam
arutan alkali hidroksida. Tidak larut dalam benzen dan eter. Larutan jenuh mempunyai pH kira-kira 6. pKa= 9,51
Connors, 1992; Ditjen POM, 1995.
2.4.2 Mekanisme Kerja Parasetamol
Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan perdebatan. Parasetamol menghambat produksi prostaglandin senyawa penyebab
inflamasi, namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi. Telah dibuktikan bahwa parasetamol mampu mengurangi bentuk teroksidasi
Universitas Sumatera Utara
enzim siklooksigenase COX, sehingga menghambatnya untuk membentuk senyawa penyebab inflamasi. Sebagaimana diketahui bahwa enzim
siklooksigenase ini berperan pada metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin H
2
, suatu molekul yang tidak stabil, yang dapat berubah menjadi berbagai senyawa pro-inflamasi. Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol
ialah bahwa parasetamol menghambat enzim siklooksigenase seperti halnya aspirin, namun hal tersebut terjadi pada kondisi inflamasi, dimana terdapat
konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada kondisi ini oksidasi parasetamol juga tinggi, sehingga menghambat aksi anti inflamasi. Hal ini menyebabkan
parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi, namun malah bekerja di sistem syaraf pusat untuk menurunkan temperatur tubuh, dimana
kondisinya tidak oksidatif Hardman, 2001; Munaf, 1994; Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2007
2.4.3 Metabolisme
Metabolisme parasetamol terjadi di hati. Metabolit utamanya meliputi senyawa sulfat yang tidak aktif dan konjugat glukoronida yang dikeluarkan lewat
ginjal. Hanya sedikit jumlah parasetamol yang bertanggungjawab terhadap efek toksik racun yang diakibatkan oleh metabolit NAPQI N-asetil-p-benzo-kuinon
imina. Bila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis normal, metabolit toksik NAPQI ini segera didetoksifikasi menjadi konjugat yang tidak toksik dan
segera dikeluarkan melalui ginjal. Namun apabila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis tinggi, konsentrasi metabolit beracun ini menjadi jenuh
sehingga menyebabkan kerusakan hati Hardman, 2001
Universitas Sumatera Utara
2.4.4 Efek Samping