atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
12
b. Rumusan Van Hamel
Strafbaar feit adalah kelakuan orang menselijke gedraging yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut di pidana
strafwaardig dan dilakukan dengan kesalahan.
13
c. Rumusan V.O.S.
Memberikan definisi yang singkat, bahwa “strafbaar feit” kelakuan atau tingkah laku manusia, yang oleh peraturan perundang-undangan diberikan
pidana.
14
d. Rumusan Pompe
Pompe memberikan pengertian straafbaarfeit dengan membedakan antara definisi menurut teori dengan menurut hukum positif, sebagai berikut:
15
1 definisi menurut teori yaitu suatu pelanggaran terhadap norma atau
kaedah hukum yang dilakukan karena kesalahan si pelaku dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan
kesejahteraan hukum. 2
definisi menurut hukum positif yaitu suatu feit kejadian yang oleh undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dihukum.
12
C. S. T. Kansil Christine S. T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Cetakan I,
Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hlm. 37.
13
Moelyatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Bina Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 56.
14
A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 225.
15
Ibid.
Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dari berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah
strafbaar feit adalah:
16
a. Tindak pidana, berupa istilah resmi dalam perundang-undangan pidana kita
dan hampir seluruh peraturan perundang-undangan kita menggunakan istilah ini.
b. Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum misalnya, R. Tresna
dalam bukunya “Azas-Azas Hukum Pidana”. Dan para ahli hukum lainnya. c.
Delik, berasal dari bahasa latin “delictum” digunakan untuk menggambarkan apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Istilah ini dapat dijumpai di
beberapa literatur, misalnya Utrect. d.
Pelanggaran pidana, dijumpai dibeberapa buku pokok-pokok hukum pidana yang ditulis oleh M.H. Tirtaamidjaja.
e. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Karni dalam
bukunya”Ringkasan tentang Hukum Pidana”. f.
Perbuatan yang dapat dihukum, digunakan dalam pembentukan undang- undang dalam UUD No. 12Drt1951 tentang senjata api dan bahan peledak
Pasal 3. g.
Perbuatan pidana, digunakan oleh Moelyatno dalam beberapa tulisan beliau.
16
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Op. Cit., hlm. 68.
Menurut Moelyatno, memakai istilah perbuatan pidana yang memberi pengertian yakni perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang
mana disertai ancaman yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.
17
Usman Simanjuntak, dalam bukunya “Teknik Penuntutan dan Upaya Hukum” mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah suatu perbuatan phisik yang
termasuk kedalam perbuatan pidana. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah
perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditunjukkan kepada perbuatan, yaitu suatu
keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidananya ditunjukkan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu. Antara
larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula.
Dan justru untuk menyatakan hubungan yang erat itu, maka dipakailah perkataan perbuatan, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjukkan kepada dua keadaan
konkrit: pertama, adanya kejadian yang tertentu dan kedua, adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu.
18
17
Moelyatno, Op. Cit., 2008, hlm. 54.
18
Usman Simanjutak, Teknik Penuntutan dan Upaya Hukum, Bina Cipta, Jakarta, 1994,
hlm. 95.
Pendapat Usman Simanjuntak ini cenderung menggunakan istilah “Perbuatan Pidana” dalam mengartikan “Straff
baar Feit”, karena istilah perbuatan pidana itu lebih kongkrit yang mengarah ke dalam perbuatan phisik perbuatan pidana, karena tidak semua perbuatan phisik itu
perbuatan pidana, dan begitu juga sebaliknya dengan suatu perbuatan phisik dapat menimbulkan beberapa perbuatan pidana.
Tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu:
19
a. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan misdrijven dimuat
dalam buku II dan pelanggaran overtredingen dimuat dalam buku III. b.
Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil formeel delicten dan tindak pidana materiil materieel delicten.
c. Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana sengaja
doleus delicten dan tindak pidana dengan tidak disengaja culpose delicten. d.
Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktifpositif dapat juga disebut tindak pidana komisi delicta commissionis
dan tindak pidana pasifnegatif, disebut juga tindak pidana omisi delicta omissionis.
e. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara
tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lamaberlangsung terus.
f. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan
tindak pidana khusus.
19
Ibid, hlm. 96.
g. Dilihat dari sudut subyek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak pidana
communia yang dapat dilakukan oleh siapa saja, dan tindak pidana propria dapat dilakukan hanya oleh orang memiliki kualitas pribadi tertentu.
h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan maka dibedakan
antara tindak pidana biasa gewone delicten dan tindak pidana aduan klacht delicten.
i. Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat dibedakan
antara tindak pidana bentuk pokok eencoudige delicten, tindak pidana yang diperberat gequalificeerde delicten dan tindak pidana yang diperingan
gequalifeceerde delicten dan tindak pidana yang diperingan gepriviligieerde delicten.
j. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana tidak
terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak
pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya.
k. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan
antara tindak pidana tunggal ekelovoudige delicten dan tindak pidana berangkai samengestelde delicten.
Setiap tindak pidana perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahiriah fakta oleh perbuatan, mengandung kelakuan dan akibat yang
ditimbulkan karenanya.
20
Ada begitu banyak rumusan terkait unsur-unsur dari perbuatan pidana. Setiap sarjana memiliki perbedaan dan kesamaan dalam rumusannya. Seperti
P.A.F Lamintang yang merumuskan pokok-pokok perbuatan pidana sejumlah tiga sifat. Wederrechtjek melanggar hukum, aan schuld te wijten telah
dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja, dan strafbaar dapat dihukum.
Sebuah perbuatan tidak bisa begitu saja dikatakan perbuatan pidana. Oleh karena itu, harus diketahui apa saja unsur atau ciri dari
perbuatan pidana itu sendiri.
21
Adapun Cristhine-Cansil memberikan lima rumusan. Selain harus bersifat melanggar hukum, perbuatan pidana haruslah merupakan Handeling perbuatan
manusia, Strafbaar gesteld diancam dengan pidana, toerekeningsvatbaar dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab, dan adanya schuld
terjadi karena kesalahan.
22
Sementara itu, Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris merumuskan empat hal pokok dalam perbuatan pidana. Seperti yang terlihat dalam definisinya sendiri.
Perbuatan pidana adalah perbuatan manusia yang termasuk dalam ruang lingkup rumusan delik, bersifat melawan hukum, dan dapat dicela.
23
20
Moelyatno, Op. Cit., hlm. 64.
21
P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1992,
hlm. 173.
22
C. S. T. Kansil Christine S. T. Kansil, Op. Cit., 2007, hlm. 38.
23
Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris, Hukum Pidana, LIBERTY, Yokyakarta, 1995,
hlm.27.
Sehingga perbuatan
pidana mengandung unsur Handeling perbuatan manusia, termasuk dalam rumusan delik, Wederrechtjek melanggar hukum, dan dapat dicela.
Tidak jauh berbeda dengan berbagai rumusan di atas, Moelyatno menyebutkan bahwa perbuatan pidana terdiri dari lima elemen. Yaitu kelakuan
dan akibat perbuatan, Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan, keadaan tambahan yang memberatkan pidana, unsur melawan hukum yang
subjektif, dan unsur melawan hukum yang objektif.
24
a. Handeling perbuatan manusia
Dari kesemua rumusan di atas dapat kita lihat bahwa ada beberapa kriteria yang satu atau dua bahkan semua sarjana menyebutkannya. Pertama, unsur
melanggar hukum yang disebutkan oleh seluruh sarjana. Kedua, unsur “perbuatan” yang disebutkan oleh seluruh sarjana kecuali P.A.F Lamintang.
Selebihnya para sarjana berbeda dalam penyebutannya.
Meskipun P.A.F Lamintang tidak menyebutkan perbuatan manusia sebagai salah satu unsur perbuatan pidana. Namun, secara tidak langsung ia juga
mengakui perbuatan manusia sebagai bagian dari perbuatan pidana. Jika kita berusaha untuk menjabarkan sesuatu rumusan delik ke dalam unsur-unsurnya,
maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkannya suatu tindakan manusia.
25
24
Moelyatno, Op. Cit., hlm. 69.
25
P.A.F Lamintang, Op. Cit., hlm. 183.
Handeling yang dimaksudkan tidak saja een doen melakukan sesuatu namun juga een nalaten atau niet doen melalaikan atau tidak
berbuat.
26
Juga dianggap sebagai perbuatan manusia adalah perbuatan badan hukum.
27
Penjelasan terkait melakukan sesuatu dan tidak berbuat atau tidak melakukan sesuatu dapat dijelaskan dengan menggambarkan perbedaan
antara kelakuan seorang pencuri dan kewajiban seorang ibu. Seorang pencuri dapat di pidana dikarenakan ia berbuat sesuatu. Dalam hal ini seperti yang
dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP yaitu ”Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud
untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak
sembilan ratus rupiah.” Terlihat dari pasal tersebut, seorang dapat diancam karena pencurian disebabkan oleh perbuatan mengambil barang. Inilah yang
disebut sebagai een doen melakukan sesuatu. Sedangkan, seorang ibu yang tidak memberi makan kepada anaknya yang masih bayi sehingga anak itu
meninggal dunia. Kini, ibu itu dapat dipersalahkan melakukan pembunuhan dari Pasal 338 KUHP.
28
26
C. S. T. Kansil Christine S. T. Kansil, Log. Cit.
27
Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris, Log. Cit.
28
Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit., hlm. 61.
Ibu tersebut tidak diancam karena pembunuhan yang diakibatkan oleh ketidak berbuatannya. Inilah yang dikenal sebagai een
nalaten atau niet doen. Perlu diingat, bahwasannya ibu tersebut dapat di pidana dikarenakan ia memiliki kewajiban untuk merawat anaknya. Hal
tersebut berdasar pada Pasal 298 KUH Perdata. Masalah ini haruslah di jelaskan demi membatasi cakupan subjek perbuatan pidana. Kalau seorang
anak mati karena tidak diberi makan, maka dapat dikatakan bahwa semua orang yang tidak mencegah kelaparannya, merapas nyawa anak itu. Dengan
demikian lingkuangan pembuat tidak dibatasi. Yang dapat di pidana hanya tidak adanya perbuatan yang diwajibkan oleh undang-undang.
29
b. Wederrechtjek melanggar hukum
Terkait dengan sifat melanggar hukum, ada empat makna yang berbeda-beda yang masing-masing dinamakan sama.
30
1 Sifat melawan hukum formal
Maka haruslah dijelaskan keempatnya.
Artinya bahwa semua bagian atau rumusan tertulis dalam undang-undang telah terpenuhi. Seperti dalam Pasal 362 KUHP tentang pencurian. Maka
rumusannya adalah: • Mengambil barang orang lain
• Dengan maksud dimiliki secara melawan hukum 2
Sifat melawan hukum materil Artinya perbuatan tersebut telah merusak atau melanggar kepentingan
hukum yang dilindungi oleh rumusan delik tersebut. Kepentingan yang hendak dilindungi pembentuk undang-undang itu dinamakan “kepentingan
hukum”.
31
3 Sifat melawan hukum umum
Seperti di pidananya pembunuhan itu demi melindungi kepentingan hukum berupa nyawa manusia. Pencurian diancam pidana
karena melindungi kepentingan hukum yaitu kepemilikan.
29
Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris, Op. Cit., hlm. 33.
30
Ibid, hlm. 39.
31
Ibid, hlm. 23.
Sifat ini sama dengan sifat melawan hukum secara formal. Namun, ia lebih menuju kepada aturan tak tertulis. Dalam artian ia bertentangan dengan
hukum yang berlaku umum pada masyarakat yaitu keadilan. 4
Sifat melawan hukum khusus Dalam undang-undang dapat ditemukan pernyataan-pernyataan tertulis
terkait melawan hukum. Seperti pada rumusan delik pencurian “...dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum..”. Meskipun pada rumusan
perbuatan pidana lainnya tidak ditemukan adanya pernytaan tersebut. Dicontohkan dengan Pasal 338 KUHP “Barang siapa dengan sengaja
merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.” Seperti yang terlihat dari rumusan
pencurian, sifat perbuatan pengambilan saja tidaklah cukup untuk menyifati sebuah pencurian. Ia baru disebut mencuri bila memiliki maksud
untuk memiliki secara melawan hukum. Sehingga, bila seorang mahasiswa mengambil buku mahal dari kamar temannya. Tidaklah berarti bahwa dia
berbuat melawan hukum. Ini tergantung dari apakah ia telah mendapat izin dari si pemilik atau tidak.
Selain itu, sifat melawan hukum dilihat dari sumber perlawanannya terbagi menjadi dua. Pertama, unsur melawan hukum yang objektif yaitu menunjuk
kepada keadaan lahir atau objektif yang menyertai perbuatan.
32
32
Moelyatno, Op. Cit., hlm. 68.
Hal ini digambarkan pada Pasal 164 ayat 1 KUHP:
1 Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan me- lawan hukum atau berada di
situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Hal yang menjadi tuntutan atau larangan disitu ialah keadaan ekstern dari si pelaku. Yaitu tidak dizinkan atau dalam istilah di atas “dan atas permintaan
yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera”. Maka ia melanggar atau melawan hukum yang objektif.
Kedua, unsur melawan hukum yang subjektif yaitu yang kesalahan atau peanggarannya terletak dihati terdakwa sendiri. Seperti rumusan pencurian yang
mencantumkan maksud pengambilan untuk memiliki barang secara melawan hukum.
Selain kedua rumusan yang disepakati oleh banyak sarjana di atas. Masih ada begitu banyak rumusan lain yang muncul dari setiap sarjana. pada
pembahasan selanjutnya kami akan mencoba menjabarkan beberapa unsur-unsur atau rumusan-rumusan tersebut.
2. Pengertian pemalsuan surat
Pemalsuan berasal dari kata dasar palsu yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah tiruan.
33
33
Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3, Balai Pustaka, Jakarta, 2001, hlm. 817.
Pemalsuan dari bahasa Belanda yaitu Vervalsing
atau Bedrog yang artinya proses, cara atau perbuatan memalsu.
34
Pemalsuan yang artinya tidak tulen, tidak sah, tiruan, gadungan, tidak jujur, sumbang. Pemalsuan
berarti proses, cara, perbuatan memalsukan. Dengan kata lain perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap kebenaran dan
kepercayaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan bagi diri sendiri atau bagi orang lain. Sedangkan, surat geschrift adalah suatu lembar kertas yang di
atasnya terdapat tulisan yang terdiri dari kalimat dan huruf termaksud angka yang mengandungberisi buah pikiran atau makna tertentu, yang dapat berupa tulisan
tangan, dengan mesin ketik, printer komputer, dengan mesin cetakan dan dengan alat dan cara apapun.
35
Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yanng di dalamnya mengandung sistem ketidak benaran atau palsu atas suatu hal objek yang sesuatunya itu
nampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.
36
Perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap dua norma dasar:
37
a. Kebenaran kepercayaan yang pelanggaranya dapat tergolong dalam
kelompok kejahatan penipuan. b.
Ketertiban masyarakat, yang pelanggaranya tergolong dalam kelompok kejahatan terhadap negaraketertiban masyarakat.
34
Kamus Hukum, Pramadya Puspa, Semarang, 1997, hlm. 618.
35
Adam Chazawi, Kejahatan Terhadap Pemalsuan, Op. Cit., hlm. 97.
36
Ibid., hlm. 2-3.
37
H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana di Bidang Ekonomi, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1990, hlm. 128.
Ketidakbenaran dari sesuatu tersebut menyebabkan banyaknya masyarakat yang tidak dapat membedakan mana yang asli dan mana yang palsu hal ini dikarenakan
sipelaku menggunakan banyak cara yang menyebabkan masyarakat terjebak dalam kondisi tersebut. Ketidakbenaran terhadap kebenaran tersebut dapat
dilakukan dengan cara:
38
a. Pemalsuan intelektuil dapat terdiri atas pernyataan atau pemberitahuan yang
diletakkan dalam suatu tulisan atau surat, pernyataan atau pemberitahuan mana sejak semula adalah tidak benar dengan perkataan lain orang yang
memberikan pernyataan atau pemberitahuan itu mengetahui atau memahami, bahwa hal itu tidak benar atau tidak sesuai dengan kebenaraan, hingga tulisan
atau surat itu mempunyai isi tidak benar. b.
Pemalsuan materiil
1 Perbuatan mengubah sesuatu benda, tanda, merk, mata uang, tulisanhuruf
yang semula asli dan benar sedemikian rupa hingga benda, tanda, merk, mata uang, tulisansurat itu menunjukkan atau menyatakan sesuatu hal
yang lain daripada yang aslinya. Benda, tanda, merk, mata uang, tulisansurat itu telah secara materiil dipalsukan, tetapi karenanya isinya
juga menjadi palsu atau tidak benar; 2
Perbuatan membuat benda, tanda, merk, mata uang atau tulisansurat sejak semula sedemikian rupa, hingga mirip dengan yang aslinya atau yang
benarnya, tetapi bukan yang asli.
38
H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana bagian khusus KUHP buku II, Alumni,
Bandung, 1980, hlm. 155.
Dari pengertian tindak pidana pemalsuan ini dapat ditarik 6 enam objek dari tindak pidana pemalsuan seperti yang terdapat dalam KUHP yang antra lain
adalah : a.
Keterangan di atas sumpah. b.
Mata uang. c.
Uang kertas. d.
Materai. e.
Merk. f.
Surat. Dengan perbuatan tersebut di atas, meskipun dapat digolongkan di dalam
pemalsuan secara materiil, tetapi berhubung karenanya juga isinya menjadi palsu atau tidak benar, maka sekaligus terjadi pemalsuan materiil dan pemalsuan
intelektuil. Pemalsuan intelektuil yang murni hanya dapat terjadi apabila suatu datatulisansurat merupakan datatulisansurat sendiri yang keseluruhannya asli,
tidak diubah, tetapi pernyataan yang termuat di dalamnya adalah tidak asli atau tidak benar.
3. Pengertian kendaraan bermotor dan SIM
Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik untuk pergerakkannya, dan digunakan untuk transportasi darat. Umumnya
kendaraan bermotor menggunakan mesin pembakaran dalam, namun motor listrik dan mesin jenis lain misalnya kendaraan listrik hibrida juga dapat digunakan.
Kendaraan bermotor memiliki roda, dan biasanya berjalan di atas jalanan. Jenis-
jenis kendaraan bermotor dapat bermacam-macam, mulai dari mobil, bus, sepeda motor, kendaraan off-road, truk ringan, sampai truk berat.
39
Adapun esensi dari tujuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan antara lain untuk menciptakan kondisi lalu lintas
dan angkutan jalan yang selamat, aman, lancar, tertib dan teratur. Kondisi yang demikian sangat diharapkan oleh masyarakat khususnya pemakai atau pengguna
jalan. Bahwa untuk menciptakan situasi dan kondisi lalu lintas yang selamat, aman, lancar, tertib dan teratur perlu ditunjang dengan sistem penindakan
pelanggaran lalu lintas ya ng efektif dan berdampak positif terhadap sistem lalu lintas. Undang-undang tersebut sebagai sarana kontrol dalam perkembangan
transportasi yang sangat cepat dan memiliki mobilitas yang tinggi disegala bidang yang sebagian besar dari kegiatannya menggunakan angkutan jalan sebagaimana
dikatakan H.S Djajoesman “Angkutan jalan sebagaimana halnya dengan angkutan lainnya sangat penting bagi perkembangan tata kehidupan dalam bidang ideologi,
politik, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat-masyarakat Indonesia.”
40
Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa:
41
a. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan
Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor. b.
Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan di atas rel.
39
ISO 3833:1977, International Organization for Standardization, Diakses tanggal 6 Oktober 2012, pukul 17.26 WIB.
40
H.S. Djajoesman, Polisi dan Lalu Lintas, Dinas Hukum Polri, Jakarta, 1976, hlm. 14.
41
Pasal 1 Undang-undang No. 22 Thn. 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
c. Kendaraan Tidak Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh
tenaga manusia danatau hewan. d.
Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap Kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang danatau orang dengan dipungut bayaran.
SIM adalah tanda bukti legitimasi kompetensi, alat kontrol, dan data forensik kepolisian bagi seseorang yang telah lulus uji pengetahuan, kemampuan,
dan keterampilan untuk mengemudikan Ranmor di jalan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan berdasarkan Undang-Undang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
42
Adapun penggunaan golongan pada SIM yakni:
43
a. Golongan SIM A
berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 kg.
b. Golongan SIM B I
berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 kg.
c. Golongan SIM B II
berlaku untuk mengemudikan kendaraan alat berat, kendaraan penarik, atau kendaraan bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan
perseorangan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 kg.
42
Pasal 1 ayat 4 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 9 Thn. 2012 tentang Surat Izin Mengemudi.
43
Pasal 80 Undang-undang No. 22 Thn. 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
d. Golongan SIM C
berlaku untuk mengemudikan sepeda motor. e.
Golongan SIM D berlaku untuk mengemudikan kendaraan khusus bagi penyandang cacat.
F. Metode Penelitian