S. T. Kansil Christine S. T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Cetakan I, Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 225.

atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. 12 b. Rumusan Van Hamel Strafbaar feit adalah kelakuan orang menselijke gedraging yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut di pidana strafwaardig dan dilakukan dengan kesalahan. 13 c. Rumusan V.O.S. Memberikan definisi yang singkat, bahwa “strafbaar feit” kelakuan atau tingkah laku manusia, yang oleh peraturan perundang-undangan diberikan pidana. 14 d. Rumusan Pompe Pompe memberikan pengertian straafbaarfeit dengan membedakan antara definisi menurut teori dengan menurut hukum positif, sebagai berikut: 15 1 definisi menurut teori yaitu suatu pelanggaran terhadap norma atau kaedah hukum yang dilakukan karena kesalahan si pelaku dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan hukum. 2 definisi menurut hukum positif yaitu suatu feit kejadian yang oleh undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dihukum. 12

C. S. T. Kansil Christine S. T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Cetakan I,

Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hlm. 37. 13 Moelyatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Bina Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 56. 14

A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 225.

15 Ibid. Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dari berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah: 16 a. Tindak pidana, berupa istilah resmi dalam perundang-undangan pidana kita dan hampir seluruh peraturan perundang-undangan kita menggunakan istilah ini. b. Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum misalnya, R. Tresna dalam bukunya “Azas-Azas Hukum Pidana”. Dan para ahli hukum lainnya. c. Delik, berasal dari bahasa latin “delictum” digunakan untuk menggambarkan apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Istilah ini dapat dijumpai di beberapa literatur, misalnya Utrect. d. Pelanggaran pidana, dijumpai dibeberapa buku pokok-pokok hukum pidana yang ditulis oleh M.H. Tirtaamidjaja. e. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Karni dalam bukunya”Ringkasan tentang Hukum Pidana”. f. Perbuatan yang dapat dihukum, digunakan dalam pembentukan undang- undang dalam UUD No. 12Drt1951 tentang senjata api dan bahan peledak Pasal 3. g. Perbuatan pidana, digunakan oleh Moelyatno dalam beberapa tulisan beliau. 16 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Op. Cit., hlm. 68. Menurut Moelyatno, memakai istilah perbuatan pidana yang memberi pengertian yakni perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang mana disertai ancaman yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. 17 Usman Simanjuntak, dalam bukunya “Teknik Penuntutan dan Upaya Hukum” mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah suatu perbuatan phisik yang termasuk kedalam perbuatan pidana. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditunjukkan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidananya ditunjukkan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula. Dan justru untuk menyatakan hubungan yang erat itu, maka dipakailah perkataan perbuatan, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjukkan kepada dua keadaan konkrit: pertama, adanya kejadian yang tertentu dan kedua, adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu. 18 17 Moelyatno, Op. Cit., 2008, hlm. 54. 18 Usman Simanjutak, Teknik Penuntutan dan Upaya Hukum, Bina Cipta, Jakarta, 1994, hlm. 95. Pendapat Usman Simanjuntak ini cenderung menggunakan istilah “Perbuatan Pidana” dalam mengartikan “Straff baar Feit”, karena istilah perbuatan pidana itu lebih kongkrit yang mengarah ke dalam perbuatan phisik perbuatan pidana, karena tidak semua perbuatan phisik itu perbuatan pidana, dan begitu juga sebaliknya dengan suatu perbuatan phisik dapat menimbulkan beberapa perbuatan pidana. Tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu: 19 a. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan misdrijven dimuat dalam buku II dan pelanggaran overtredingen dimuat dalam buku III. b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil formeel delicten dan tindak pidana materiil materieel delicten. c. Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana sengaja doleus delicten dan tindak pidana dengan tidak disengaja culpose delicten. d. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktifpositif dapat juga disebut tindak pidana komisi delicta commissionis dan tindak pidana pasifnegatif, disebut juga tindak pidana omisi delicta omissionis. e. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lamaberlangsung terus. f. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. 19 Ibid, hlm. 96. g. Dilihat dari sudut subyek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak pidana communia yang dapat dilakukan oleh siapa saja, dan tindak pidana propria dapat dilakukan hanya oleh orang memiliki kualitas pribadi tertentu. h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan maka dibedakan antara tindak pidana biasa gewone delicten dan tindak pidana aduan klacht delicten. i. Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok eencoudige delicten, tindak pidana yang diperberat gequalificeerde delicten dan tindak pidana yang diperingan gequalifeceerde delicten dan tindak pidana yang diperingan gepriviligieerde delicten. j. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya. k. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan antara tindak pidana tunggal ekelovoudige delicten dan tindak pidana berangkai samengestelde delicten. Setiap tindak pidana perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahiriah fakta oleh perbuatan, mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya. 20 Ada begitu banyak rumusan terkait unsur-unsur dari perbuatan pidana. Setiap sarjana memiliki perbedaan dan kesamaan dalam rumusannya. Seperti P.A.F Lamintang yang merumuskan pokok-pokok perbuatan pidana sejumlah tiga sifat. Wederrechtjek melanggar hukum, aan schuld te wijten telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja, dan strafbaar dapat dihukum. Sebuah perbuatan tidak bisa begitu saja dikatakan perbuatan pidana. Oleh karena itu, harus diketahui apa saja unsur atau ciri dari perbuatan pidana itu sendiri. 21 Adapun Cristhine-Cansil memberikan lima rumusan. Selain harus bersifat melanggar hukum, perbuatan pidana haruslah merupakan Handeling perbuatan manusia, Strafbaar gesteld diancam dengan pidana, toerekeningsvatbaar dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab, dan adanya schuld terjadi karena kesalahan. 22 Sementara itu, Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris merumuskan empat hal pokok dalam perbuatan pidana. Seperti yang terlihat dalam definisinya sendiri. Perbuatan pidana adalah perbuatan manusia yang termasuk dalam ruang lingkup rumusan delik, bersifat melawan hukum, dan dapat dicela. 23 20 Moelyatno, Op. Cit., hlm. 64. 21 P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1992, hlm. 173. 22 C. S. T. Kansil Christine S. T. Kansil, Op. Cit., 2007, hlm. 38. 23 Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris, Hukum Pidana, LIBERTY, Yokyakarta, 1995, hlm.27. Sehingga perbuatan pidana mengandung unsur Handeling perbuatan manusia, termasuk dalam rumusan delik, Wederrechtjek melanggar hukum, dan dapat dicela. Tidak jauh berbeda dengan berbagai rumusan di atas, Moelyatno menyebutkan bahwa perbuatan pidana terdiri dari lima elemen. Yaitu kelakuan dan akibat perbuatan, Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan, keadaan tambahan yang memberatkan pidana, unsur melawan hukum yang subjektif, dan unsur melawan hukum yang objektif. 24 a. Handeling perbuatan manusia Dari kesemua rumusan di atas dapat kita lihat bahwa ada beberapa kriteria yang satu atau dua bahkan semua sarjana menyebutkannya. Pertama, unsur melanggar hukum yang disebutkan oleh seluruh sarjana. Kedua, unsur “perbuatan” yang disebutkan oleh seluruh sarjana kecuali P.A.F Lamintang. Selebihnya para sarjana berbeda dalam penyebutannya. Meskipun P.A.F Lamintang tidak menyebutkan perbuatan manusia sebagai salah satu unsur perbuatan pidana. Namun, secara tidak langsung ia juga mengakui perbuatan manusia sebagai bagian dari perbuatan pidana. Jika kita berusaha untuk menjabarkan sesuatu rumusan delik ke dalam unsur-unsurnya, maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkannya suatu tindakan manusia. 25 24 Moelyatno, Op. Cit., hlm. 69. 25 P.A.F Lamintang, Op. Cit., hlm. 183. Handeling yang dimaksudkan tidak saja een doen melakukan sesuatu namun juga een nalaten atau niet doen melalaikan atau tidak berbuat. 26 Juga dianggap sebagai perbuatan manusia adalah perbuatan badan hukum. 27 Penjelasan terkait melakukan sesuatu dan tidak berbuat atau tidak melakukan sesuatu dapat dijelaskan dengan menggambarkan perbedaan antara kelakuan seorang pencuri dan kewajiban seorang ibu. Seorang pencuri dapat di pidana dikarenakan ia berbuat sesuatu. Dalam hal ini seperti yang dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP yaitu ”Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.” Terlihat dari pasal tersebut, seorang dapat diancam karena pencurian disebabkan oleh perbuatan mengambil barang. Inilah yang disebut sebagai een doen melakukan sesuatu. Sedangkan, seorang ibu yang tidak memberi makan kepada anaknya yang masih bayi sehingga anak itu meninggal dunia. Kini, ibu itu dapat dipersalahkan melakukan pembunuhan dari Pasal 338 KUHP. 28 26 C. S. T. Kansil Christine S. T. Kansil, Log. Cit. 27 Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris, Log. Cit. 28 Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit., hlm. 61. Ibu tersebut tidak diancam karena pembunuhan yang diakibatkan oleh ketidak berbuatannya. Inilah yang dikenal sebagai een nalaten atau niet doen. Perlu diingat, bahwasannya ibu tersebut dapat di pidana dikarenakan ia memiliki kewajiban untuk merawat anaknya. Hal tersebut berdasar pada Pasal 298 KUH Perdata. Masalah ini haruslah di jelaskan demi membatasi cakupan subjek perbuatan pidana. Kalau seorang anak mati karena tidak diberi makan, maka dapat dikatakan bahwa semua orang yang tidak mencegah kelaparannya, merapas nyawa anak itu. Dengan demikian lingkuangan pembuat tidak dibatasi. Yang dapat di pidana hanya tidak adanya perbuatan yang diwajibkan oleh undang-undang. 29 b. Wederrechtjek melanggar hukum Terkait dengan sifat melanggar hukum, ada empat makna yang berbeda-beda yang masing-masing dinamakan sama. 30 1 Sifat melawan hukum formal Maka haruslah dijelaskan keempatnya. Artinya bahwa semua bagian atau rumusan tertulis dalam undang-undang telah terpenuhi. Seperti dalam Pasal 362 KUHP tentang pencurian. Maka rumusannya adalah: • Mengambil barang orang lain • Dengan maksud dimiliki secara melawan hukum 2 Sifat melawan hukum materil Artinya perbuatan tersebut telah merusak atau melanggar kepentingan hukum yang dilindungi oleh rumusan delik tersebut. Kepentingan yang hendak dilindungi pembentuk undang-undang itu dinamakan “kepentingan hukum”. 31 3 Sifat melawan hukum umum Seperti di pidananya pembunuhan itu demi melindungi kepentingan hukum berupa nyawa manusia. Pencurian diancam pidana karena melindungi kepentingan hukum yaitu kepemilikan. 29 Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris, Op. Cit., hlm. 33. 30 Ibid, hlm. 39. 31 Ibid, hlm. 23. Sifat ini sama dengan sifat melawan hukum secara formal. Namun, ia lebih menuju kepada aturan tak tertulis. Dalam artian ia bertentangan dengan hukum yang berlaku umum pada masyarakat yaitu keadilan. 4 Sifat melawan hukum khusus Dalam undang-undang dapat ditemukan pernyataan-pernyataan tertulis terkait melawan hukum. Seperti pada rumusan delik pencurian “...dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum..”. Meskipun pada rumusan perbuatan pidana lainnya tidak ditemukan adanya pernytaan tersebut. Dicontohkan dengan Pasal 338 KUHP “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.” Seperti yang terlihat dari rumusan pencurian, sifat perbuatan pengambilan saja tidaklah cukup untuk menyifati sebuah pencurian. Ia baru disebut mencuri bila memiliki maksud untuk memiliki secara melawan hukum. Sehingga, bila seorang mahasiswa mengambil buku mahal dari kamar temannya. Tidaklah berarti bahwa dia berbuat melawan hukum. Ini tergantung dari apakah ia telah mendapat izin dari si pemilik atau tidak. Selain itu, sifat melawan hukum dilihat dari sumber perlawanannya terbagi menjadi dua. Pertama, unsur melawan hukum yang objektif yaitu menunjuk kepada keadaan lahir atau objektif yang menyertai perbuatan. 32 32 Moelyatno, Op. Cit., hlm. 68. Hal ini digambarkan pada Pasal 164 ayat 1 KUHP: 1 Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan me- lawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Hal yang menjadi tuntutan atau larangan disitu ialah keadaan ekstern dari si pelaku. Yaitu tidak dizinkan atau dalam istilah di atas “dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera”. Maka ia melanggar atau melawan hukum yang objektif. Kedua, unsur melawan hukum yang subjektif yaitu yang kesalahan atau peanggarannya terletak dihati terdakwa sendiri. Seperti rumusan pencurian yang mencantumkan maksud pengambilan untuk memiliki barang secara melawan hukum. Selain kedua rumusan yang disepakati oleh banyak sarjana di atas. Masih ada begitu banyak rumusan lain yang muncul dari setiap sarjana. pada pembahasan selanjutnya kami akan mencoba menjabarkan beberapa unsur-unsur atau rumusan-rumusan tersebut. 2. Pengertian pemalsuan surat Pemalsuan berasal dari kata dasar palsu yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah tiruan. 33 33 Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3, Balai Pustaka, Jakarta, 2001, hlm. 817. Pemalsuan dari bahasa Belanda yaitu Vervalsing atau Bedrog yang artinya proses, cara atau perbuatan memalsu. 34 Pemalsuan yang artinya tidak tulen, tidak sah, tiruan, gadungan, tidak jujur, sumbang. Pemalsuan berarti proses, cara, perbuatan memalsukan. Dengan kata lain perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap kebenaran dan kepercayaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan bagi diri sendiri atau bagi orang lain. Sedangkan, surat geschrift adalah suatu lembar kertas yang di atasnya terdapat tulisan yang terdiri dari kalimat dan huruf termaksud angka yang mengandungberisi buah pikiran atau makna tertentu, yang dapat berupa tulisan tangan, dengan mesin ketik, printer komputer, dengan mesin cetakan dan dengan alat dan cara apapun. 35 Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yanng di dalamnya mengandung sistem ketidak benaran atau palsu atas suatu hal objek yang sesuatunya itu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya. 36 Perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap dua norma dasar: 37 a. Kebenaran kepercayaan yang pelanggaranya dapat tergolong dalam kelompok kejahatan penipuan. b. Ketertiban masyarakat, yang pelanggaranya tergolong dalam kelompok kejahatan terhadap negaraketertiban masyarakat. 34 Kamus Hukum, Pramadya Puspa, Semarang, 1997, hlm. 618. 35 Adam Chazawi, Kejahatan Terhadap Pemalsuan, Op. Cit., hlm. 97. 36 Ibid., hlm. 2-3. 37 H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana di Bidang Ekonomi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hlm. 128. Ketidakbenaran dari sesuatu tersebut menyebabkan banyaknya masyarakat yang tidak dapat membedakan mana yang asli dan mana yang palsu hal ini dikarenakan sipelaku menggunakan banyak cara yang menyebabkan masyarakat terjebak dalam kondisi tersebut. Ketidakbenaran terhadap kebenaran tersebut dapat dilakukan dengan cara: 38 a. Pemalsuan intelektuil dapat terdiri atas pernyataan atau pemberitahuan yang diletakkan dalam suatu tulisan atau surat, pernyataan atau pemberitahuan mana sejak semula adalah tidak benar dengan perkataan lain orang yang memberikan pernyataan atau pemberitahuan itu mengetahui atau memahami, bahwa hal itu tidak benar atau tidak sesuai dengan kebenaraan, hingga tulisan atau surat itu mempunyai isi tidak benar. b. Pemalsuan materiil 1 Perbuatan mengubah sesuatu benda, tanda, merk, mata uang, tulisanhuruf yang semula asli dan benar sedemikian rupa hingga benda, tanda, merk, mata uang, tulisansurat itu menunjukkan atau menyatakan sesuatu hal yang lain daripada yang aslinya. Benda, tanda, merk, mata uang, tulisansurat itu telah secara materiil dipalsukan, tetapi karenanya isinya juga menjadi palsu atau tidak benar; 2 Perbuatan membuat benda, tanda, merk, mata uang atau tulisansurat sejak semula sedemikian rupa, hingga mirip dengan yang aslinya atau yang benarnya, tetapi bukan yang asli. 38 H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana bagian khusus KUHP buku II, Alumni, Bandung, 1980, hlm. 155. Dari pengertian tindak pidana pemalsuan ini dapat ditarik 6 enam objek dari tindak pidana pemalsuan seperti yang terdapat dalam KUHP yang antra lain adalah : a. Keterangan di atas sumpah. b. Mata uang. c. Uang kertas. d. Materai. e. Merk. f. Surat. Dengan perbuatan tersebut di atas, meskipun dapat digolongkan di dalam pemalsuan secara materiil, tetapi berhubung karenanya juga isinya menjadi palsu atau tidak benar, maka sekaligus terjadi pemalsuan materiil dan pemalsuan intelektuil. Pemalsuan intelektuil yang murni hanya dapat terjadi apabila suatu datatulisansurat merupakan datatulisansurat sendiri yang keseluruhannya asli, tidak diubah, tetapi pernyataan yang termuat di dalamnya adalah tidak asli atau tidak benar. 3. Pengertian kendaraan bermotor dan SIM Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik untuk pergerakkannya, dan digunakan untuk transportasi darat. Umumnya kendaraan bermotor menggunakan mesin pembakaran dalam, namun motor listrik dan mesin jenis lain misalnya kendaraan listrik hibrida juga dapat digunakan. Kendaraan bermotor memiliki roda, dan biasanya berjalan di atas jalanan. Jenis- jenis kendaraan bermotor dapat bermacam-macam, mulai dari mobil, bus, sepeda motor, kendaraan off-road, truk ringan, sampai truk berat. 39 Adapun esensi dari tujuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan antara lain untuk menciptakan kondisi lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, lancar, tertib dan teratur. Kondisi yang demikian sangat diharapkan oleh masyarakat khususnya pemakai atau pengguna jalan. Bahwa untuk menciptakan situasi dan kondisi lalu lintas yang selamat, aman, lancar, tertib dan teratur perlu ditunjang dengan sistem penindakan pelanggaran lalu lintas ya ng efektif dan berdampak positif terhadap sistem lalu lintas. Undang-undang tersebut sebagai sarana kontrol dalam perkembangan transportasi yang sangat cepat dan memiliki mobilitas yang tinggi disegala bidang yang sebagian besar dari kegiatannya menggunakan angkutan jalan sebagaimana dikatakan H.S Djajoesman “Angkutan jalan sebagaimana halnya dengan angkutan lainnya sangat penting bagi perkembangan tata kehidupan dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat-masyarakat Indonesia.” 40 Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa: 41 a. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor. b. Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan di atas rel. 39 ISO 3833:1977, International Organization for Standardization, Diakses tanggal 6 Oktober 2012, pukul 17.26 WIB. 40 H.S. Djajoesman, Polisi dan Lalu Lintas, Dinas Hukum Polri, Jakarta, 1976, hlm. 14. 41 Pasal 1 Undang-undang No. 22 Thn. 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. c. Kendaraan Tidak Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia danatau hewan. d. Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap Kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang danatau orang dengan dipungut bayaran. SIM adalah tanda bukti legitimasi kompetensi, alat kontrol, dan data forensik kepolisian bagi seseorang yang telah lulus uji pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan untuk mengemudikan Ranmor di jalan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan berdasarkan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 42 Adapun penggunaan golongan pada SIM yakni: 43 a. Golongan SIM A berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 kg. b. Golongan SIM B I berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 kg. c. Golongan SIM B II berlaku untuk mengemudikan kendaraan alat berat, kendaraan penarik, atau kendaraan bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan perseorangan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 kg. 42 Pasal 1 ayat 4 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 9 Thn. 2012 tentang Surat Izin Mengemudi. 43 Pasal 80 Undang-undang No. 22 Thn. 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. d. Golongan SIM C berlaku untuk mengemudikan sepeda motor. e. Golongan SIM D berlaku untuk mengemudikan kendaraan khusus bagi penyandang cacat.

F. Metode Penelitian