B. Analisa Kasus
Adapun analisa kasus secara hukum berdasarkan putusan hakim yang menyatakan bahwa Terdakwa SRI BAKTI als. BEKTI telah terbukti secara sah
dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menyuruh Membuat Surat Palsu dan Menggunakannya” dengan menjatuhi hukuman penjara 10 sepuluh
bulan, maka berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan yakni keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, dan barang bukti diperoleh sebagai
berikut: 1.
Berdasarkan surat dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum di dalam persidangan yakni menggunakan surat dakwaan alternatif, yang artinya
bahwa masing-masing dakwaan di dalam surat dakwaan tersebut saling mengecualikan satu sama lain. Yang tentu berbeda dengan dakwaan subsidair
yakni harus terlebih dahulu dibuktikan dakwaan primair dan jika ini tidak terbukti, barulah diperiksa dakwaan subsidair.
90
• Dalam Pasal 263 ayat 2 KUHP adalah dari unsur objektifnya yakni adanya perbuatan memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan;
Dengan demikian antara dakwaan pertama dengan dakwaan kedua merupakan dakwaan yang berisi
pasal yang saling mengecualikan atau berdiri sendiri di dalam pembuktiannya. Adapun dakwaan pertama yakni Pasal 263 ayat 2 KUHP
atau dakwaan kedua Pasal 263 ayat 1 KUHP. Dimana perbedaan antara kedua pasal tersebut yakni:
90
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta,
2000, hlm. 187.
• Dalam Pasal 263 ayat 1 KUHP adalah dari unsur objektifnya yakni adanya perbuatan membuat surat palsu atau memalsu.
Menyesuaikan dengan perbuatan terdakwa berdasarkan keterangan saksi, keterangan terdakwa dan barang bukti maka perbuatan terdakwa dapat
digolongkan sebagai perbuatan memakai surat palsu yakni SIM C yang diperolehnya dengan jalan menyuruh Wahyu Abdillah, S.T. untuk membuat
SIM C palsu, dimana terdakwa secara sadar mengetahui bahwa Wahyu Abdillah, S.T. adalah orang yang tidak memiliki wewenang untuk
mengeluarkan SIM C dan terdakwa memberi uang sebesar Rp. 100.000,- seratus ribu rupiah dengan dua kali pembayaran sebagaimana dimaksud
untuk biaya pembuatan SIM C palsu tersebut yang dibuat tanpa melalui prosedur yang sah yakni tanpa melalui uji kesehatan, uji teori maupun
praktek. Dan terungkap bahwa benar Wahyu Abdillah, S.T. memberikan SIM C palsu tersebut kepada terdakwa setelah selesai membuatnya dan ketika
memakai SIM C palsu tersebut terdakwa ditangkap oleh pihak kepolisian yang pada saat itu sedang bertugas mengatur lalulintas jalan, sehingga
petugas kepolisian membawa terdakwa ke Poltabes Medan untuk diperiksa lebih lanjut.
2. Dalam mempertimbangkan unsur-unsur pada dakwaan pertama yakni Pasal
263 ayat 2 KUHP dengan penjabarannya sebagai berikut: a.
Unsur Barang Siapa;
Bahwa yang dimaksud dengan “barang siapa” adalah siapa saja atau subjek hukum yakni orang atau badan hukum, pendukung hak dan
kewajiban, yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya. Dapat dimintai pertanggungjawaban di sini adalah orang yang cakap
hukum yang artinya orang yang sudah dewasa dan yang sehat secara jasmani dan rohani tidak dalam pengampuan.
Dalam hal ini adalah Terdakwa SRI BAKTI als. BEKTI adalah termaksud subjek hukum dan bertindak sebagai orang yang cakap hukum dengan
telah berusia 38 tahun yang padanya dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya, dimana identitas terdakwa telah diperiksa secara
seksama yang ternyata cocok serta benar dan telah dibenarkan pula oleh terdakwa. Maka unsur “barang siapa” dapat dinyatakan telah terpenuhi.
b. Dengan sengaja;
Adapun “dengan sengaja” maksudnya adalah bahwa orang yang mempergunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia
gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu maka ia tidak dapat dihukum.
91
Pengertian kesengajaan yang dirumuskan oleh Satochid Kartanegara, ialah melaksanakan sesuatu perbuatan, yang didorong oleh suatu keinginan
untuk berbuat atau bertindak.
92
91
Ibid.
92
Satochid Kartanegara, Log. Cit.
Oleh Bambang Poernomo,
dikemukakannya bahwa kesengajaan itu secara alternatif dapat ditujukan kepada tiga elemen perbuatan pidana sehingga terwujud kesengajaan
terhadap perbuatan, kesengajaan terhadap akibat dan kesengajaan terhadap hal ikhwal yang menyertai perbuatan pidana.
93
Yang dimana di dalam proses pembuatan SIM C tersebut dilakukan di Toko Percetakan XP dengan cara di bantu oleh saksi Jufriadi Sianturi yang
Dalam fakta yang diperoleh di dalam persidangan yakni dari keterangan saksi dan keterangan terdakwa bahwa Terdakwa SRI BAKTI als. BEKTI
sudah mengetahui secara sadar bahwa SIM C yang diperolehnya dari saksi Wahyu Abdillah, S.T. adalah tidak asli atau palsu yang didukung dari
tindakan atau perbuatan terdakwa yang mendatangi saksi Wahyu Abdillah, S.T. untuk mengurus dan membuat SIM C dengan syarat hanya diphoto
dengan menggunakan Handphone dan memberikan KTP serta uang sebesar Rp. 100.000,- seratus ribu rupiah yang dimana pemberiannya
secara bertahap yakni masing-masing Rp. 50.000,- lima puluh ribu rupiah dalam pembayarannya sebagai biaya pembuatan SIM C palsu di
suatu tempat di Komplek USU Medan bukan di kantor polisi yang tanpa ada mengikuti uji kesehatan, uji teori maupun praktek. Dan juga terdakwa
secara sadar mengetahui bahwa saksi Wahyu Abdillah, S.T. bukan orang yang berwenang untuk membuat SIM C terlihat dan dibenarkan dari
adanya keterangan saksi Wahyu Abdillah, S.T. dan juga dari keterangan terdakwa sendiri.
93
Bambang Poernomo, Log. Cit.
juga tidak memiliki hak untuk mencetak SIM C tersebut, dengan jalan menerima flash disk dari saksi Wahyu Abdillah, S.T. yang berisi data dari
terdakwa yang mau dicetak SIM C tersebut. Dan hal ini pun juga telah dibenarkan di dalam adanya keterangan saksi yang dibuat oleh saksi
Jufriadi Sianturi. Dari tindakan tersebut di atas, maka terdakwa dapat dinyatakan secara
sadar dan mengetahui benar-benar bahwa Surat Izin Mengemudi golongan C yang dipergunakan itu tersebut adalah palsu, maka unsur “dengan
sengaja” dapat dinyatakan telah terpenuhi. c.
Unsur menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan;
Bahwa menurut R. Soesilo, sebab dianggap sebagai mempergunakan, ialah misalnya menyerahkan surat itu kepada orang lain yang harus
mempergunakan lebih lanjut atau menyerahkan surat itu ditempat dimana surat tersebut harus dibutuhkan. Dalam hal ini menggunakan surat palsu
inipun harus pula dibuktikan, bahwa orang itu bertindak seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan.
94
Dalam fakta hukum yang diperoleh dipersidangan Terdakwa SRI BAKTI als. BEKTI pada hari Kamis tanggal 11 Desember 2008 sekitar pukul
18.00 WIB, terdakwa yang sedang mengendarai sepeda motor di Jl. Sutomo simpang Jl. Bambu Medan, diberhentikan oleh petugas kepolisian
94
Ibid.
bernama saksi Sumando M.T. Simbolon jabatan sebagai Ba. Unit Patwal Sat. Lantas Poltabes Medan yang sedang bertugas pada saat itu, yang
dikarenakan sepeda motor terdakwa tidak dilengkapi dengan kaca spion. Ketika diberhentikan, anggota kepolisian langsung menanyakan
kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor beserta SIM C kepada terdakwa. Kemudian terdakwa hanya menunjukkan STNK Nomor Pol. BK
2341 CI tanpa disertai dengan kelengkapan SIM C. Lalu ketika petugas kepolisian meminta menunjukkan identitas diri kepada terdakwa, petugas
kepolisian melihat adanya SIM C palsu tersebut dan meminta terdakwa untuk memperlihatkannya kepada petugas kepolisian yang pada saat itu
masih ada di dalam dompet tersangka. Kemudian terdakwa memberikan SIM C palsu tersebut untuk dipergunakan dan diperlihatkan kepada
petugas kepolisian. Apabila melihat fakta persidangan yang bersesuaian dengan keterangan
saksi, keterangan terdakwa, dan barang bukti yakni SIM C palsu tersebut di atas, maka terdakwa dianggap telah mempergunakan SIM C palsu
dengan jalan menyerahkan SIM C palsu tersebut ditempat dimana SIM C tersebut harus dibutuhkan yakni pada saat diminta untuk menunjukkan
kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor beserta SIM yang dilakukan oleh petugas kepolisian yang dikarenakan sepeda motor terdakwa tidak
dilengkapi oleh kaca spion yang berdasarkan tugas dan wewenang yang sesuai Pasal 14 ayat 1 huruf b Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian yang berbunyi menyelenggarakan segala kegiatan
dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan.
95
Maka jelaslah bahwa adanya suatu tindakan menyerahkan SIM C palsu tersebut kepada anggota kepolisian untuk digunakan dalam hal
pemeriksaan kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor berseta SIM yang digunakan Terdakwa dimana pemeriksaan SIM C kepada setiap
Bahwa adapun terdakwa secara sadar dan mengetahui SIM C yang digunakan pada saat itu adalah palsu dapat diketahui dari tindakan
terdakwa yang pada saat dimintai untuk menunjukkan kelengkapan surat- surat kendaraan bermotor beserta SIM C kepada terdakwa. Pada awalnya
terdakwa mengatakan tidak memiliki SIM C kemudian anggota kepolisian memintakan identitas lainnya untuk diperiksa, ketika hendak mengambil
identitas lainnya dari dompet terdakwa lalu petugas melihat SIM C palsu tersebut dan meminta untuk mempertunjukkannya. Dengan demikian
adanya perbuatan yang sengaja ditutupi akan kebenarannya dalam hal ini tidak menunjukkan secara langsung SIM C palsu tersebut kepada anggota
kepolisian yang dikarenakan bahwa terdakwa secara sadar dan memiliki rasa takut bahwa yang dimilikinya adalah sebuah SIM golongan C yang
tidak memiliki keabsahan kebenaran palsu yang didapat dari saksi Wahyu Abdillha, S.T.
95
Pasal 14 ayat 1 huruf b Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
pemilik kendaraan bermotor didasarkan pada tugas dan wewenang anggota kepolisian sebagai aparatur penegak hukum.
Dengan melihat lalu menyimpulkan semua tindakan dan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, maka unsur “menggunakan surat
palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan” dapat dinyatakan telah terpenuhi.
d. Unsur kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian
Dapat mendatangkan kerugian di sini maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul sudah ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu
sudah cukup, yang diartikan dengan “kerugian” di sini tidak saja hanya meliputi kerugian materiil, akan tetapi juga kerugian dilapangan
masyarakat, kesusilaan, kehormatan dan lain sebagainya.
96
Menurut Soenarto Soerodibroto “Kerugian yang dapat timbul akibat dari pemakaian surat palsu atau surat dipalsu, tidak perlu diketahui atau
disadari oleh petindak”. Hal ini ternyata dari adanya suatu arrest HR 8-6- 1897 yang menyatakan bahwa “petindak tidak perlu mengetahui terlebih
dulu kemungkinan timbulnya kerugian ini”. Tidak ada ukuran-ukuran tertentu untuk menentukan akan adanya kemungkinan kerugian jika surat
palsu atau surat dipalsu itu dipakai, hanya berdasarkan pada akibat-akibat
96
R. Soesilo, Log. Cit.
yang dapat dipikirkan oleh orang-orang pada umumnya yang biasanya terjadi dari adanya penggunaan surat semacam itu.
97
97
Soenarto Soerodibroto, Op. Cit., hlm. 156.
Dengan demikian kerugian yang dapat ditimbulkan dengan adanya SIM C palsu tersebut yakni dapat berupa kerugian materiil yaitu dengan tidak
dibayarkannya kepada kas negara sebagaimana dengan biaya pembuatan SIM C sesuai dengan Peraturan Pemerintah PP No. 312004 tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP, biaya SIM yaitu biaya pembuatan SIM Baru Rp. 75.000,- tujuh puluh lima ribu rupiah dan
biaya perpanjangan SIM Rp. 60.000,- enam puluh ribu rupiah yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia pada bagian Sat. Lantas.
Dan kerugian-kerugian lainnya yang dapat ditimbulkan dengan adanya SIM C palsu tersebut adalah kekacauan dalam kesembrautan pencatatan
data setiap orang yang ingin memperoleh izin untuk mengemudikan kendaraan bermotor dalam hal ini sepeda motor yang dikhawatirkan
bahwa orang yang belum layak untuk mengemudikan sebuah sepeda motor dengan adanya SIM C palsu tersebut akan menimbulkan ketidaktertiban
berlalulintas yang berakibat kecelakaan lalu lintas lakalantas. Dengan melihat berbagai kerugian-kerugian yang dapat ditimbulkan
dengan dipergunakannya SIM C palsu tersebut diatas, maka “unsur kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian” dapat
dinyatakan telah terpenuhi.
Berdasarkan uraian penjelasan unsur-unsur Pasal 263 ayat 2 KUHP di atas tersebut maka Terdakwa EKA BAKTI als. BEKTI dapat
dinyatakan telah terbukti secara sah dan menyakinkan melalukan suatu kejahatan di dalam perbuatan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana
telah diatur di dalam Pasal 263 ayat 2 KUHP. 3.
Berdasarkan rendahnya sanksi yang diberikan apabila melihat di dalam amar putusan hakim yang menjatuhkan pidana penjara selama 10 sepuluh bulan
terhadap terdakwa dikurangi masa penahanan jika dibandingkan dengan surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yakni menuntut dengan menjatuhkan pidana
penjara selama 1 satu tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, serta apabila mengkaji di dalam KUHP yakni Pasal 263 ayat 2
KUHP dengan perbuatan yang di hukum karena pemalsuan surat adalah hukuman penjara selama-lamanya 6 enam tahun; maka sangatlah beralasan
hukum dinilai akan mempersulit untuk mencapai tujuan daripada pemidanaan itu sendiri, karena dengan sanksi yang dijatuhkan terlalu kecil sehingga tidak
memberikan efek jera terhadap terdakwa sehingga nantinya dikhawatirkan terdakwa akan kembali menggunakan SIM C palsu tersebut dalam kegiatan
berkendara sepeda motor sehari-harinya. 4.
Ditinjau dari akibat yang ditimbulkan dengan adanya perbuatan memakai atau menggunakan SIM C palsu ini oleh terdakwa maka akan membawa dampak
secara langsung mengenai adanya ketidakpastian hukum dalam proses tata cara pengeluaran SIM oleh pihak yang berwenang sebagaimana mestinya
yang dimana seseorang akan dengan mudah memesan lalu menggunakan SIM C palsu di dalam berkendara kendaraan bermotor dalam kegiatan sehari-hari.
Adapun setelah menganalisa putusan Nomor 600Pid.B2009PN.Mdn. maka terdapat beberapa kesalahan secara formalitas bentuk yang semestinya
harus dipenuhi suatu putusan itu sendiri yakni sebagai berikut: 1.
Berdasarkan Pasal 197 ayat 1 KUHAP huruf “d” yang menuliskan bahwa surat putusan pemidanaan memuat pertimbangan yang disusun secara ringkas
mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa.
Melihat dari pada Putusan Nomor 600Pid.B2009PN.Mdn. yang hanya sebanyak 2 dua lembar saja, maka tidak ditemukannya pertimbangan yang
disusun mengenai fakta dan keadaan, yang dimana fakta dan keadaan disini ialah segala apa yang ada dan apa yang diketemukan di sidang oleh pihak
dalam proses, antara lain penuntut umum, saksi, ahli, terdakwa, penasihat hukum, dan saksi korban. Yang ada ditemukan di dalam putusan tersebut
hanyalah menuliskan bahwa “saksi-saksi tersebut memberikan keterangan di bawah sumpah yang ada pada pokoknya sama dengan keterangan dalam
berita acara yang dibuat oleh penyidik”. Dimana yang artinya adalah keterangan saksi-saksi tersebut tidak ditulis ulang di dalam putusan tersebut,
melainkan hanya mengarahkan bahwa keterangan saksi-saksi tersebut sama dengan apa yang ditulis di dalam berita acara penyidik yang tertuang di dalam
Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum saja. Begitu juga dengan keterangan
terdakwa, yang dalam putusan menuliskan bahwa “menimbang bahwa terdakwa dipersidangan telah memberikan keterangan yang pada pokoknya
sama dengan berita acara yang dibuat oleh penyidik.” Dalam hal ini juga mengartikan bahwa tidak dituliskannya keterangan terdakwa di dalam
putusan tersebut, yang hanya menyatakan bahwa terdakwa telah memberikan keterangan yang pada pokoknya sama dengan berita acara yang dibuat
penyidik di dalam Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Dengan demikian maka di dalam Pasal 197 ayat 2 KUHAP menjelaskan
bahwa apabila tidak terpenuhinya ketentuan dalam Pasal 197 ayat 1 KUHAP huruf “d” sebagaimana telah diuraikan di atas, maka mengakibatkan
putusan batal demi hukum. 2.
Ditemukan adanya ketidaksesuaian antara apa yang ditulis di dalam pertimbangan hakim yang menyebutkan bahwa “menimbang bahwa
berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dihubungkan dengan barang bukti, Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa telah
melakukan perbuatan yang memenuhi semua unsur-unsur dalam Pasal 263 ayat 1 KUHP” dibandingkan dengan apa yang ditulis di dalam amar
putusannya yakni “menyatakan bahwa Terdakwa SRI BAKTI als. BEKTI tersebut telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana Menyuruh membuat Surat Palsu dan Mempergunakannya”. Dimana penjelasan dari ketidaksesuaian tersebut adalah bahwa di dalam Pasal
263 ayat 1 KUHP unsur objektifnya yakni adanya perbuatan membuat surat
palsu atau memalsu. Yang berdasarkan fakta persidangan terungkap adalah yang membuat SIM C palsu tersebut adalah Wahyu Abdilah, S.T. bukan
terdakwa. Sedangkan di dalam amar putusan menuliskan terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana Menyuruh membuat Surat Palsu dan
Mempergunakan, yang apabila di kualifikasikan maka itu termaksud di dalam delik Pasal 263 ayat 2 KUHP yang unsur objektifnya yakni adanya
perbuatan memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan dalam hal ini adalah SIM C palsu.
Dengan demikian terjadinya kekhilafan dan atau kekeliruan dalam penulisan pertimbangan hakim tersebut yang seharunya ditulis Pasal 263 ayat 2
KUHP bukan Pasal 263 ayat 1 KUHP.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan