Terapi ini biasanya diberikan dalam siklus empat hingga enam bulan. Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah sel leukemia yang masih tersisa.
C. Tahap Maintenance. Terapi ini diberikan sekitar dua-tiga tahun. Pada anak-anak terapi ini
memperpanjang disease free survival. Selain kemoterapi, transplantasi sumsum tulang mungkin memberikan
kesempatan untuk sembuh, khususnya bagi anak-anak dengan leukemia sel-T yang setelah relaps mempunyai prognosis yang buruk dengan terapi sitostatika
konvensional.
2.3.7. Masa Remisi
Tujuan utama pengobatan LLA adalah agar tercapainya remisi. Pencapaian remisi penting dalam menentukan kelangsungan hidup yang lebih
lama Leukemia Lymphoma Society, 2014. Remisi komplit dapat dilihat dari hasil laboratorium dan gejala klinis leukemia yang menghilang berupa demam dan
nyeri tulang. Selain itu, tidak ditemukan hepatosplenomegali dan limfadenopati. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb12gdl tanpa transfusi, jumlah
granulosit ≥500µl, jumlah trombosit 75.000µl, dan tidak ditemukannya sel blas
dalam pemeriksaan hapusan darah Lanzkowsky, 2011. Pada aspirasi sumsum tulang didapatkan jumlah sel blas 5 dari sel berinti. Jumlah leukosit 3.000 µl
dengan hitung jenis leukosit normal dan pemerikaan cairan serebrospinal normal Perwono dan Ugrasena, 2010.
2.3.8. Prognosis
Keberhasilan pengobatan leukemia semakin meningkat setiap tahunnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi prognotik LLA adalah:
- Jumlah leukosit awal saat diagnosis LLA ditegakkan, mungkin merupakan faktor prognostik yang bermakna tinggi. Ditemukan adanya hubungan linear
antara jumlah leukosit awal dan perjalanan pasien LLA pada anak, yaitu bahwa pasien dengan jumlah leukosit 50.000 ul mempunyai prognostik buruk.
Universitas Sumatera Utara
- Fenotip imunologis immunophenotype dari limfoblas saat didiagnosa berperan sebagai faktor prognostik. Leukemia sel-B L3 pada klasifikasi FAB denga
antibodi “kappa” dan “lambda” pada permukaan sel blas diketahui merupakan faktor prognosis yang buruk. Dengan adanya protokol spesifik untuk sel-B,
prognosisnya semakin membaik. Sel-T leukemia juga mempunyai prognosis yang jelek, dan merupakan resiko tinggi. Dengan terapi yang intensif, sel-T
leukemia murni tanpa faktor prognostik buruk yang lain, mempunyai prognosis yang sama dengan leukemia sel pre-B. LLA sel-T diatasi dengan protokol
resiko tinggi. - Pasien dengan jumlah platelet pada saat terdiagnosa 50.000mm
3
lebih baik daripada pasien dengan jumlah platelet yang lebih rendah Simone et al., 1975.
Selain itu, jumlah platelet 100.000 µl pada akhir pengobatan induksi juga ikut menentukan kelangsungan hidup lebih lama Perwono dan Ugrasena, 2010.
- Kadar Hb pada saat terdiagnosa bukan merupakan faktor resiko yang mandiri. Kadar Hb yang tinggi Hb
≥8gdl pada saat terdiagnosa dapat memiliki prognosis lebih buruk, jika dibandingkan dengan pasien yang mempunyai
kadar Hb yang lebih rendah Hb 8gdl. Hal ini dikarenakan pada leukemia sel-T prekursor sering ditemukan kadar Hb yang lebih tinggi pada saat
terdiagnosa dibandingkan leukemia sel-B prekursor Teuffel et al., 2008. Akan tetapi, apabila kadar Hb pada akhir induksi tidak mencapai Hb12gdl tanpa
transfusi menunjukan prognosis yang kurang baik Perwono dan Ugrasena, 2010. Hubungan anemia dengan prognosis mungkin hanya sebatas kepentingan
informasi biologikal dalam menjamin investigasi lebih lanjut Teuffel et al., 2008.
- Keberhasilan pengobatan dapat diukur dari jumlah sel blas pada pemeriksaan darah tepi setelah 1 minggu terapi prednisone dimulai. Adanya sisa sel blas pada
sumsum tulang pada induksi hari ke 7 atau 14 menunjukkan prognosis buruk. - Ditemukannya hubungan antara usia pasien pada saat didiagnosa LLA dan hasil
pengobatan. Pasien dengan usia dibawah 18 bulan atau diatas 10 tahun mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang berusia
direntang tersebut. Khususnya pasien yang berusia dibawah 1 tahun atau bayi
Universitas Sumatera Utara
dibawah 6 bulan mempunyai prognosis paling buruk. Hal ini dikatakan karena mereka mempunyai kelainan biomolekuler tertentu. Leukemia bayi berhubungan
dengan gene re-arrangement pada kromosom 11q23 seperti t 4;11 atau t 11;19 dan jumlah leukosit yang tinggi.
- Jenis kelamin juga mempengaruhi prognosis. Dari berbagai hasil penelitian, didapatkan bahwa sebagian besar menyimpulkan bahwa anak laki-laki
mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini disebabkan gangguan pada testis pada kejadian leukemia sel-T yang tinggi,
hiperleukositosis, dan organomegali serta massa mediastinum pada anak laki- laki. Penyebab kejadian ini belum diketahui secara pasti, tetapi diketahui pula
ada perbedaan metabolism pada merkaptopurin dan metotreksat. - Kelainan jumlah kromosom juga mempengaruhi prognosis. LLA hiperploid
50 kromosom yang biasa ditemukan pada 25 kasus mempunyai prognosis yang baik. LLA hipodiploid 3-5 memiliki prognosis intermediate seperti t
1;19. Translokasi t 9;22 pada 5 anak atau t 4;11 pada bayi berhubungan dengan prognosis buruk Perwono dan Ugrasena, 2010.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep penelitian adalah kerangka yang berisi gambaran tetang unsur-unsur yang ingin diteliti. Berdasarkan rumusan masalah yang telah
diuraikan dalam tujuan penelitian, latar belakang, dan tinjauan kepustakaan di atas, maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian -Jumlah sel blas 5 dari
sel berinti - Hb12gdl tanpa
transfusi -Jumlah leukosit 3.000
µl dengan hitung jenis leukosit normal
-Jumlah trombosit 100.000 µl
- Jumlah leukosit pada saat terdiagnosa
- Kadar hemoglobin pada saat terdiagnosa
- Jumlah platelet pada saat terdiagnosa
- Sel blas pada saat terdiagnosa
Leukemia Limfoblastik Akut LLA
Masa Remisi Variabel Independent