14
yang menjadi objek kajian penulis adalah Islam yang memang dikembangkan dan disebarkan oleh kaum pribumi. Islam di Tarutung yang berkembang dan
menunjukkan keberadaannya setelah banyaknya kaum pendatang warga pribumi yang masuk ke Tarutung. Meskipun ada juga seorang warga keturunan Tionghoa
yang kemudian tinggal di Tarutung yang juga ikut dalam kegiatan Islam di Tarutung. Beliau juga merupakan seorang ulama Tionghoa.
2.1 Pendatang dari luar Tarutung
Orang-orang dari wilayah lain di luar dari kota Tarutung banyak yang datang dan menetap di Tarutung. Kaum pendatang ini datang dengan berbagai alasan. Ketika
tinggal menetap di Tarutung mereka pun tetap menjalankan tradisi dan adat kebiasaan serta juga agama yang mereka bawa dari daerah asal. Di antara kaum pendatang ini
adalah orang-orang yang berasal dari daerah Sumatera Barat atau etnis Minangkabau, orang-orang Jawa dan juga orang-orang yang datang dari daerah
Tapanuli Selatan. Mereka ini adalah orang-orang yang masih dekat letak geografisnya dengan daerah Silindung.
2.1.1 Etnis Minangkabau
Orang Minangkabau terkenal dengan budaya merantaunya, di mana kaum prianya merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah atau untuk mendapatkan
penghidupan yang lebih baik. Alasan mencari penghidupan inilah yang mendorong orang-orang Minangkabau sampai ke Tarutung.
Universitas Sumatera Utara
15
Penyebaran orang-orang Minangkabau jauh dari daerah asalnya salah satunya disebabkan oleh keinginan mereka untuk mendapatkan kekayaan tanpa
mempergunakan tanah-tanah yang telah ada. Ini dapat dihubungkan sebenarnya dengan keadaan bahwa seorang laki-laki tidak mempunyai hak menggunakan tanah
warisan bagi kepentingan dirinya sendiri. Ia mungkin dapat menggunakan tanah tersebut untuk kepentingan keluarga matriliniernya.
19
Sistem matrilinial yang dipakai oleh orang Minangkabau merupakan sistem garis keturunan yang didasarkan pada garis keturunan ibu. Pihak perempuan atau
isteri adalah orang yang berhak atas harta keluarga berupa warisan, sehingga bagi laki-laki yang ingin menafkahi keluarganya, tidak boleh bergantung pada harta
warisan untuk dikelola, melainkan harus bekerja untuk mendapatkan penghasilan sendiri. Kebanyakan orang Minangkabau memang bekerja sebagai petani di daerah
asalnya, namun tidak semua. Keadaan alam Minangkabau yang berbukit-bukit sering menjadi kendala untuk dijadikan lahan pertanian, sehingga mereka harus mencari
alternatif lain untuk mendapatkan penghasilan. Salah satunya adalah dengan cara merantau ke daerah lain. Hal ini dimaksudkan agar dapat mencari nafkah di daerah
lain, bekerja sesui dengan keterampilan atau keahlian yang dimilikinya. Berdasarkan sejarahnya, sebenarnya orang Minangkabau sudah datang ke
Tarutung sejak masa ekspansi tentara Paderi ke Tanah Batak 1818 – 1820 . Untuk ekspansi ke wilayah Tapanuli, tentara Paderi dipimpin oleh Tuanku Rao yang
disebut-sebut masih keturunan dari Sisingamangaraja, yaitu kemenakan Sisingamangaraja. Tuanku Rao kemudian menunjuk beberapa orang pemimpin
19
Koentjaraningrat, op.cit. hal 249.
Universitas Sumatera Utara
16
pasukannya untuk memasuki beberapa wilayah di Tapanuli bagian utara. Pada saat itu tentara Paderi yang masuk ke wilayah Silindung tempat kota Tarutung sekarang
dipimpin oleh Djagorga Harahap. Ia masuk ke Silindung dan mendirikan bangunan tempat berkumpul tentara Paderi di Sigompulon. Di sinilah tentara Paderi yang terdiri
dari orang-orang Minangkabau bertahan.
20
Pada saat itu kedatangan orang-orang Minangkabau ke Tarutung adalah dalam misi penyebaran agama Islam dalam tentara Paderi, akan tetapi dari situ sudah dapat
dilihat bahwa Tarutung sudah disentuh oleh orang-orang Minangkabau sejak abad ke- 19. Selanjutnya orang-orang Minangkabau yang datang ke Tarutung untuk mengadu
nasib pertama kali sejak tahun 1950-an. Mereka memilih menetap di kawasan Komplek Mesjid, sekarang termasuk dalam Kelurahan Hutatoruan X. Mereka bekerja
sebagai pedagang penjaja makanan seperti pedagang sate keliling, tukang tilam, bahkan ada yang mengusahakan rumah makan. Lokasi Komplek Mesjid ini dipilih
untuk pemukiman karena letaknya di pinggir Aek Sigeaon, sehingga memudahkan mereka yang beragama Islam untuk mandi dan bersuci guna melaksanakan sholat
pada masa itu ketika sarana air bersih belum sebaik sekarang penyalurannya. Selain itu lokasi Komplek Mesjid juga berada di pusat kota Tarutung.
Dalam pasukan tentara Paderi memang terdapat beberapa orang Batak, bahkan salah seorang pasukan tentara Paderi nantinya
akan menjadi orang yang dianggap sebagai salah satu penyebar Islam yang pertama di Tarutung.
Berdagang adalah salah satu bidang usaha yang banyak digeluti oleh orang Minangkabau. Keterlibatan orang Minangkabau dalam kegiatan perdagangan akan
20
Mangaraja Onggang Parlindungan, Tuanku Rao, Yogyakarta: LkiS, 2007, hal. 212-213.
Universitas Sumatera Utara
17
semakin nampak di daerah rantau.
21
Dari orang Minangkabau ini sedikit banyaknya Islam mulai tampak di Tarutung. Orang Minangkabau yang ada di Tarutung keseluruhannya adalah pemeluk
agama Islam. Mereka juga sering melakukan kegiatan agama di Tarutung. PPM pada dasarnya adalah sebuah perkumpulan tolong menolong, yang juga sebagai tempat
silaturahmi sesama perantau Minangkabau. Salah satu cara mempererat silaturahmi adalah dengan melakukan pengajian ataupun perwiridan rutin yang dilakukan tiap
minggu. Kegiatan keagamaan ini sangat efektif untuk memperkenalkan ataupun untuk menunjukkan keberadaan orang Minangkabau di Tarutung.
Hal ini yang menyebabkan kebanyakan orang Minangkabau yang ada di Tarutung lebih memilih berdagang sebagai mata
pencahariannya. Pada awalnya memang belum begitu banyak orang Minangkabau yang datang ke Tarutung, kemudian pada tahun 1960-an mulai banyak orang
Minangkabau yang ada di Tarutung. Bahkan orang Minangkabau ini sudah membentuk perkumpulan mereka di Tarutung yaitu Persaudaraan Perantau Minang
PPM yang dibentuk pada tahun 1962. Perkumpulan ini dibentuk dengan tujuan untuk menghimpun orang Minangkabau yang ada di Tarutung.
Orang-orang Minangkabau yang berprofesi sebagai pedagang tidak begitu besar perannya dalam mengembangkan Islam di Tarutung. Memang pada awalnya
kebanyakan para pedagang yang menyebarkan agama Islam di Indonesia termasuk orang-orang Minangkabau, tetapi tidak demikian dengan yang terjadi di Tarutung.
Sebelum para perantau Minangkabau datang ke Tarutung, orang-orang Batak di Tarutung sudah banyak yang memeluk agama Kristen yang dibawakan oleh I. L.
21
Gusti Asnan, Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera, Yogyakarta: Ombak, 2007, hal. 35.
Universitas Sumatera Utara
18
Nommensen pada tahun 1863. Kristen berkembang pesat di Tarutung sehingga ketika Islam mulai menunjukkan keberadaannya, lebih banyak kaum pendatangnya daripada
orang-orang lokal. Salah satu kaum pendatang yang dominan ini adalah orang-orang Minangkabau, walau bukan berarti bahwa orang lokal tidak ada yang beragama
Islam. Orang lokal sendiri ada yang beragama Islam, di antaranya ada yang bermarga Panggabean, Hutagalung, Hutabarat, dan masih banyak lagi orang Batak Toba yang
beragama Islam di Tarutung. Bahkan mesjid yang pertama berdiri di daerah Tapanuli Utara adalah mesjid Al-Jihad yang ada di Tarutung, yang dibangun oleh Oppung
Bindu Hutagalung, seorang muslim yang juga adalah bekas tentara Paderi.
2.1.2 Pendatang Etnis Jawa