Pendatang Etnis Jawa Pendatang dari luar Tarutung

18 Nommensen pada tahun 1863. Kristen berkembang pesat di Tarutung sehingga ketika Islam mulai menunjukkan keberadaannya, lebih banyak kaum pendatangnya daripada orang-orang lokal. Salah satu kaum pendatang yang dominan ini adalah orang-orang Minangkabau, walau bukan berarti bahwa orang lokal tidak ada yang beragama Islam. Orang lokal sendiri ada yang beragama Islam, di antaranya ada yang bermarga Panggabean, Hutagalung, Hutabarat, dan masih banyak lagi orang Batak Toba yang beragama Islam di Tarutung. Bahkan mesjid yang pertama berdiri di daerah Tapanuli Utara adalah mesjid Al-Jihad yang ada di Tarutung, yang dibangun oleh Oppung Bindu Hutagalung, seorang muslim yang juga adalah bekas tentara Paderi.

2.1.2 Pendatang Etnis Jawa

Pendatang lain yang masuk ke Tarutung adalah orang-orang Jawa, di antaranya ada yang datang dari pulau Jawa. Ada banyak etnis Jawa di Tarutung terutama datang dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Mereka datang ke Tarutung untuk berdagang ataupun mencari penghidupan yang lebih baik. Pada tahun 1970-an memang sedang marak penyebaran penduduk oleh program pemerintah pada saat itu. Transmigrasi, sebuah program pemerintah untuk mengatasi kepadatan penduduk terutama di pulau Jawa, dan banyak orang-orang Jawa yang mengikuti program ini. Kepada mereka disediakan tempat di daerah tujuan transmigrasi. Mereka juga dikenal dengan sebutan orang-orang trans. Tetapi orang-orang Jawa yang datang ke Tarutung, mereka bukanlah yang mengikuti program transmigrasi. Mereka hanyalah mengikuti persebaran penduduk melalui mobilitas sosial, di mana mereka sendiri yang mencari daerah tujuan. Setelah Universitas Sumatera Utara 19 sampai di daerah tujuan, mereka berusaha sendiri dan membaur dengan masyarakat setempat. Migrasi spontan yang dilakukan penduduk dari pulau Jawa memang lebih banyak dibanding dengan program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah. Jumlah imigran spontan dari Jawa ke luar Jawa selama periode 1966 – 1970 diperkirakan sebanyak 371.000 orang, sebagian besar menetap di Sumatera 80. 22 Salah satu daerah tujuan yang mereka pilih adalah Tarutung, ibu kota kabupaten Tapanuli Utara. Orang Jawa yang pertama kali datang dan menetap di Tarutung diketahui pada tahun 1975, yakni orang Jawa yang berasal dari Jawa Tengah. Mereka juga bermukim di Komplek Mesjid, karena letak daerahnya yang strategis di tengah kota. Selanjutnya pada tahun 1980-an semakin banyak orang-orang dari Jawa yang datang ke Tarutung. Mereka mayoritas bekerja sebagai pedagang, Begitu banyaknya orang-orang dari pulau Jawa yang tersebar di Sumatera, khususnya Sumatera Utara, mereka kemudian menambah jumlah orang Jawa yang ada di Sumatera Utara sebab sebelumnya memang sudah banyak orang Jawa yang menetap. Mereka ini adalah orang-orang keturunan dari orang Jawa yang dibawa untuk menjadi buruh di perkebunan pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Di Sumatera Utara, mereka kemudian tersebar hampir ke setiap kabupaten. Orang-orang Jawa mencari daerah-daerah di Sumatera Utara yang dianggap bisa dijadikan tempat untuk menetap dan bekerja untuk mencari nafkah. Banyak daerah tujuan yang dijadikan tempat untuk mereka bekerja. 22 Sri Edi Swasono, Masri Singarimbun, Sepuluh Windu Transmigrasi di Indonesia 1905 – 1985, Jakarta:UI-Press, 1986, hal. 298. Universitas Sumatera Utara 20 seperti berdagang bakal pakaian, membuka warung jamu, jamu gendong, tukang bakso keliling, dan lain-lain. Dalam tahun 1980-an, semakin banyak orang-orang Jawa berada di Tarutung. Bahkan ada juga orang Jawa yang berasal dari Sumatera sendiri. Mereka adalah keturunan dari orang Jawa yang dibawa ke Sumatera Timur pada masa pembukaan perkebunan di Sumatera Timur. Setelah kontraknya di perkebunan selesai, tidak semua mereka kembali ke tanah asalnya, melainkan tinggal menetap di berbagai tempat di Sumatera Timur. Demikian juga dengan keturunan mereka. Orang Jawa ini disebut juga Jawa Deli, yaitu orang Jawa yang tinggal di wilayah Deli Sumatera Timur ataupun orang Jawa keturunan kuli kontrak pada masa perkebunan zaman Belanda. Memang pada saat itu bukan hanya di wilayah Kesultanan Deli saja adanya perkebunan tetapi di beberapa tempat di Sumatera Timur, namun orang-orang Jawa keturunan buruh perkebunan ini di Tarutung lebih terkenal dengan sebutan Jawa Deli, ada juga yang menyebutnya Jawa Medan. Dalam tulisan ini penulis lebih memilih menggunakan istilah Jawa Medan untuk menyebut orang-orang Jawa keturunan buruh perkebunan zaman Belanda yang sekarang tinggal di Tarutung. Oran Jawa yang berasal dari wilayah Sumatera Timur datang dari tanah Deli yang sesungguhnya adalah keturunan orang-orang yang berasal dari pulau Jawa. Tetapi karena adanya pembukaan perkebunan di tanah Deli oleh Nienhuys, maka orang-orang ini dibawa ke Sumatera Timur untuk dijadikan sebagai kuli perkebunan. Banyak orang Jawa yang merupakan keturunan dari kuli perkebunan zaman Belanda di Sumatera Timur, khususnya di Sumatera Utara sekarang. Mereka tersebar Universitas Sumatera Utara 21 di berbagai wilayah seperti di Medan, Pematan Siantar, Kisaran, Rantau Prapat, dan wilayah-wilayah lain, termasuk di Tarutung. Antara orang Jawa yang berasal dari pulau Jawa langsung dengan orang Jawa Medan tidak ada perbedaan ataupun perbenturan budaya. Walaupun orang Jawa Medan sudah lama tinggal di Sumatera, tetapi mereka tidak melupakan kebudayaan dan adat istiadat Jawa. Oleh karena itu ketika orang Jawa Medan ini bertemu dengan orang Jawa yang datang langsung dari pulau Jawa langsung, mereka tetap satu yaitu orang Jawa, orang-orang yang memiliki adat istiadat Jawa. Dengan adanya pertemuan orang Jawa yang dari pulau Jawa dan orang Jawa yang berasal dari wilayah Sumatera Timur, maka semakin banyaklah orang Jawa di Tarutung. Pada tahun 1986 dibentuklah sebuah perkumpulan orang Jawa di Tarutung. Perkumpulan ini pada awalnya adalah untuk menghimpun orang-orang Jawa yang ada di Tarutung. Di perkumpulan ini orang Jawa yang ada di Tarutung dapat berinteraksi dengan sesama orang Jawa lainnya. Perkumpulan ini dinamakan Perkumpulan Tunggal Wargo. Lambat laun perkumpulan ini berubah menjadi sebuah perwiritan untuk orang Jawa. Hal ini dikarenakan sudah semua orang yang ada di perkumpulan ini adalah orang Jawa yang beragama Islam. Ada juga orang Batak yang ikut dalam perkumpulan ini, karena dia memiliki isteri orang Jawa. Jadi perkumpulan ini adalah untuk mengumpulkan semua orang Jawa yang ada di Tarutung. Sekalipun ia adalah isteri orang Batak, maka si suami orang Batak tersebut akan ikut perkumpulan ini. Pada saat perkumpulan ini menjadi sebuah perkumpulan pengajian ataupun perwiridan, perkumpulan ini bernama Al-Muhajirin Tunggal Wargo. Muhajirin dapat Universitas Sumatera Utara 22 diartikan sebagai berpindah. Hal ini seperti apa yang terjadi pada masa Rasulullah, di mana pada saat mereka hijrah ke Madinah mereka disebut sebagai kaum Muhajirin. Jadi Al-Muhajirin Tunggal Wargo adalah kaum pendatang yang berpindah atau hijrah yang terdiri dari orang-orang atau warga Jawa yang dihimpun menjadi tunggal wargo atau satu warga, satu perkumpulan di Tarutung. Perkumpulan Tunggal Wargo juga pernah membuat sebuah koperasi simpan pinjam bagi anggotanya. Hal ini dimaksudkan untuk membantu perekonomian setiap anggotanya. Salah satu kegitannya adalah dalam bentuk peminjaman modal usaha, sebagaimana diketahui bahwa kebanyakan dari orang-orang Jawa ini adalah berprofesi sebagai pedagang, yang membutuhkan modal usaha. Di samping itu koperasi juga sebagai bentuk pengelolaan keuangan oleh Tunggal Wargo, yang berazaskan dari anggota untuk anggota. Sedemikian terorganisirnya perkumpulan ini, bukan hanya sekedar tempat berkumpul dan bersilaturahmi saja, tetapi lebih dari itu. Di Tarutung orang-orang Jawa ini juga tetap menjalankan adat istiadat ataupun kebiasaan-kebiasaan yang berasal dari tanah asalnya. Contohnya adalah setiap malam 1 Suro, mereka akan melakukan pengajian ataupun syukuran. Bahkan pada tahun 1990-an pernah diadakan pertunjukan Jaran Kepang di Tarutung, salah satu bentuk untuk menunjukkan tentang keberadaan orang Jawa di Tarutung. Tidak semua orang Jawa yang ada di Tarutung adalah bertujuan datang untuk berdagang. Tetapi ada juga yang memang ditugaskan di Tarutung. Mereka adalah orang-orang yang bekerja di pemerintahan ataupun orang-orang militer yang memang ditugaskan di Tarutung. Namun demikian mereka tetap disebut sebagai orang pendatang yang beretnis Jawa. Universitas Sumatera Utara 23

2.1.3 Orang Batak dari Wilayah Tapanuli bagian Selatan