Faktor Pendorong Kedatangan Perantau

28 teman ataupun kerabat yang merantau ke Tarutung dan memiliki kehidupan yang lebih baik sesudah mengadu nasib di Tarutung. Tarutung bisa dikatakan sebagai daerah yang dapat untuk dijadikan tempat mengadu nasib atau memperoleh penghidupan yang lebih layak. Walaupun Tarutung bukanlah sebuah kota besar, sebagaimana anggapan selama ini bahwa kota besar tempat untuk mengadu nasib, tetapi di Tarutung orang punya kesempatan mencari nafkah dengan segala keahlian yang ada.

2.2.2 Faktor Pendorong Kedatangan Perantau

Selain faktor penarik daerah tujuan, dalam hal ini kota Tarutung, terdapat juga beberapa faktor pendorong yang berasal dari daerah asal para perantau bahkan faktor pendorong dari dalam diri mereka sendiri. Kebanyakan kedatangan dari para pendatang ini dikarenakan faktor ekonomi ataupun tidak adanya kepuasan dalam kehidupan di daerah asal. Atau justru karena memang di daerah asal tidak ada pekerjaan yang bisa memperbaiki perekonomian keluarga. Oleh sebab itu mereka memilih merantau atau melakukan migrasi ke tempat lain. Faktor adat juga menjadi faktor pendorong mengapa mereka merantau ke daerah lain, seperti yang terjadi pada masyarakat Minangkabau. Masyarakat Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal, di mana garis keturunan dipegang oleh pihak perempuan. Bahkan dalam hal pembagian harta warisan pihak perempuan lebih punya peran dan pengaruh. Pihak laki-laki hanya sebagai wali dan juga kepala keluarga, tetapi bukan secara adat. Oleh karena itu pihak laki-laki dalam Universitas Sumatera Utara 29 urusan mencari nafkah tidak bisa mengandalkan harta warisan semata. Mereka harus bekerja, sementara di wilayah Minangkabau sangat terbatas lahan pertanian, sehingga mayoritas mata pencaharian masyarakat Minangkabau adalah berdagang. Semakin bertambahnya penduduk orang-orang Minangkabau, maka semakin sedikit peluang untuk bekerja di daerah Minangkabau. Lahan yang terbatas yang disebabkan karena faktor geografis alam Minangkabau yang terdiri dari perbukitan berbatu sehingga tidak cocok untuk dijadikan lahan pertanian. Akibatnya masyarakat Minangkabau harus mencari pekerjaan di luar daerah Minangkabau khususnya bagi kaum laki-laki, sehingga merantau menjadi pilihan untuk memperbaiki perekonomian keluarga. Bahkan setelah Belanda menaklukkan Paderi, menyusul keberhasilan sistem Tanam Paksa di Sumatera Barat antara tahun 1850 dan 1870 adalah berkaitan erat dengan daya ekonomi ketika itu. Yaitu alam dagang telah lama mendarah daging dalam kehidupan Minangkabau, di mana jual-beli barter barang merupakan hal yang amat penting. 24 Dalam menentukan daerah yang akan dijadikan tanah perantauan, mereka banyak mendengar cerita dari orang-orang yang sudah merantau. Demikian yang terjadi ketika banyak orang Minangkabau yang datang ke Tarutung. Mereka banyak mendengar cerita mengenai keadaan kota Tarutung dari orang-orang Minangkabau yang sudah datang ke Tarutung. Setelah di Tarutung, mereka membuka usaha dengan kemampuan yang dimilikinya. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, orang-orang Minangkabau 24 Anne Booth, dkk, penyunting, Sejarah Ekonomi Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1988, hal. 155. Universitas Sumatera Utara 30 di Tarutung misalnya banyak yang bekerja sebagai pedagang, baik pedagang makanan ataupun pedagang barang-barang lain. Ada banyak orang Minangkabau yang berhasil di Tarutung, mereka dapat meningkatkan taraf hidupnya, sehingga mereka juga memutuskan untuk tinggal menetap di Tarutung. Hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabu, demikian juga pada orang-orang Jawa yang datang ke Tarutung. Mereka merantau karena ingin meningkatkan taraf hidup,yaitu untuk meningkatkan perekonomian keluarga agar menjadi lebih baik. Jadi merantau karena kecilnya kesempatan bekerja di daerah asal. Pulau Jawa merupakan pulau yang terpadat penduduknya, di mana banyak orang-orang Jawa yang pernah mengikuti program transmigrasi. Di antara mereka sudah ada yang mengetahui tentang kota Tarutung, dan kemudian ada yang pulang ke Jawa. Bagi mereka yang tidak mengikuti program transmigrasi, mereka datang ke berbagai tempat di Sumatera Utara, juga memilih daerah tujuan Tarutung, karena mendengar cerita dari orang-orang yang pernah merantau. Demikian juga halnya mengapa banyak orang Jawa yang datang ke Tarutung. Mereka banyak mendengar cerita dari orang-orang yang sudah pernah ke Tarutung. Pada awalnya orang-orang Jawa yang pertama datang ke Tarutung adalah mereka yang pada awalnya datang ke wilayah Medan dan sekitarnya. Selanjutnya mereka mencoba memilih tempat lain di Sumatera Utara, salah satunya adalah Tarutung. Setelah mereka cukup berhasil di Tarutung, mereka pun pulang ke Jawa dan kembali dengan membawa kerabat ataupun teman mereka. Demikian seterusnya hingga semakin banyak orang Jawa yang datang ke Tarutung. Universitas Sumatera Utara 31 Sementara bagi orang-orang dari Tapanuli Selatan, hampir sama halnya dengan orang Jawa dan Minangkabau. Mereka berusaha mencari daerah untuk mencari penghidupa n yang lebih baik. Orang-orang dari Tapanuli Selatan datang ke Tarutung karena Tarutung juga tidak begitu jauh jaraknya dengan daerah asal mereka. Ditambah lagi mereka juga masih tergolong dalam satu etnis dengan masyarakat lokal yaitu etnis Batak. Mayoritas alasan masuknya para pendatang ke Tarutung adalah karena faktor ekonomi, yaitu ingin memperoleh pendapatan yang lebih baik dari segi ekonomi. Selain itu faktor sosial atau prestise juga termasuk sebagai faktor pendorong, yaitu menginginkan perubahan tingkat sosial dalam masyarakat setelah melakukan perantauan di daerah lain. Yaitu untuk menambah pengalaman dan kepuasan dalam diri sendiri karena dapat hidup di luar daerah asal, dapat hidup di daerah orang lain dan kembali pulang ke daerah asal dengan membawa hasil. Universitas Sumatera Utara 32 BAB III KEBERADAAN ISLAM DI TARUTUNG Banyak pendapat mengemukakan tentang bagaimana masuknya Islam ke Nusantara, akan tetapi kemudian berkembang ke berbagai wilayah di Nusantara termasuk Sumatera. Di Sumatera salah satu tempat perkembangan Islam adalah wilayah Minangkabau. Adapun seorang Muballig pertama yang mengembangkan Islam di Minangkabau adalah Syekh Burhanuddin. Beliaulah yang menyiarkan Islam secara dakwah di Minangkabau. Belakangan muncullah tiga orang haji yang baru pulang dari Mekkah yaitu Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piobang. Sepulangnya dari Mekkah mereka membawa faham Wahabi yang didapat dari tanah suci Mekkah. Lambat laun faham inipun berkembang di Minangkabau. Hingga suatu saat lahirlah sebuah gerakan baru yang dipimpin oleh Tuanku Nan Rentjeh, gerakan Paderi, yaitu gerakan yang bertujuan memurnikan ajaran Islam sekaligus menyebarkan Islam. Di Minangkabau memang terjadi pertentangan antara kaum muda dan kaum tua, yaitu antara Tuanku Nan Rentjeh dengan gurunya Tuanku Kota Tua. Tuanku Nan Rentjeh menginginkan bahwa untuk menyebarkan dan meluruskan ajaran Islam adalah melalui jalan kekerasan dengan tindakan yang tegas. Sementara Tuanku Kota Tua sebagaimana layaknya seorang guru, lebih memilih jalan damai, tidak perlu dengan kekerasan tetapi dengan kelembutan dan kebijaksanaan. Sangat berbeda dengan kaum muda yang dipimpin oleh Tuanku Nan Rentjeh. 31 31 Muhammad Radjab, Perang Paderi, Jakarta: Balai Pustaka, 1964, hal. 16 – 17. Namun demikian Universitas Sumatera Utara 33 walaupun ada silang pendapat antara kaum tua dan kaum muda, gerakan Paderi tetap saja terbentuk dan melancarkan misinya. Gerakan Paderi yang dibentuk Tuanku Nan Rentjeh inipun lambat laun semakin besar, bahkan melakukan pergerakan ke wilayah Tanah Batak. Untuk wilayah Tanah Batak sendiri, Islam dibawakan tentara Paderi pertama kali masuk ke wilayah Tapanuli Selatan. Setelah itu baru mulai masuk ke wilayah Tapanuli Utara. Sebelumnya sudah disinggung mengenai persentuhan Islam di wilayah Tapanuli Utara yakni di Silindung yang dipimpin oleh Djagorga Harahap. Di antara tentara Paderi ini ternyata juga ada terdapat orang Batak yang bermarga Hutagalung, yang kemudian menetap di Silindung dan tidak ikut pulang kembali ke Tanah Minangkabau bersama tentara Paderi yang gagal menyebarkan Islam di Tanah Batak pada saat itu 1818 – 1820. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tentara Paderi mundur dari Tanah Batak, salah satu sebabnya adalah adanya wabah penyakit yang tersebar ketika itu. Pada saat itu agama Islam belum sempat berkembang dan tersebar di Tanah Batak oleh tentara Paderi. Namun demikian ada juga orang-orang Paderi yang tinggal menetap di Silindung dan tetap menjalankan Islam. Dari orang-orang yang menetap di Tarutung inilah kemudian Islam berkembang, walaupun tidak begitu pesat perkembangannya. Tetapi pada saat itu sudah muncul benih-benih Islam di Tarutung dan dalam perjalanannya kemudian muncul tokoh-tokoh ulama di sana yang mengembangkan Islam. Universitas Sumatera Utara 34

3.1 Masyarakat Islam di Tarutung