Faktor Penarik Kota Tarutung

26

2.2.1 Faktor Penarik Kota Tarutung

Tarutung adalah sebuah kota kabupaten yang berada di sebuah lembah. Masyarakat Tarutung sendiri biasa menyebut kota Tarutung sebagai Rura Silindung Lembah Silindung. Hal ini karena Kota Tarutung dikelilingi oleh jajaran perbukitan yang di antaranya adalah bukit Siatasbarita, tempat berdirinya monumen Salib Kasih sekarang, yaitu tempat di mana dahulunya Nommensen berdoa pada saat pertama kali melihat wilayah Tarutung. Orang Batak Toba adalah etnis lokal yang mendiami kota Tarutung, yang belakangan menerima pengaruh Barat melalui misi penyebaran agama Kristen Protestan yang masuk ke daerah ini. Mayoritas mata pencaharian kaum pendatang di Tarutung adalah berdagang. Hal ini juga bisa dikelompokkan berdasarkan etnisnya. Contohnya etnis Jawa yang banyak berdagang makanan seperti bakso dan berdagang jamu. Sedangkan etnis Minangkabau banyak yang berdagang sate dan juga sebagai tukang tilam atau kasur, baik yang membuka toko maupun berkeliling dengan menggunakan sepeda. Bagi pendatang yang berasal dari Tapanuli bagian selatan mereka banyak yang membuka toko mas. Hal ini dikarenakan di daerah asal mereka merupakan tempat pendulangan emas di mana mereka sudah punya kebiasaan mengolah bahan emas. Para pedagang makanan yang ada di Tarutung mayoritas adalah kaum pendatang, ada yang menjajakan makanan dengan berkeliling baik dengan gerobak ataupun kendaraan seperti sepeda dan sepeda motor, ada juga yang membuka rumah makan. Terdapat beberapa rumah makan muslim yang dikelola oleh kaum pendatang seperti pendatang dari Minangkabau dan juga etnis Jawa. Dalam hal makanan, orang- Universitas Sumatera Utara 27 orang Batak di Tarutung memang merasa suka terhadap cita rasa khas masakan Minangkabau maupun Jawa, sebab sangat berbeda dengan cita rasa makanan Batak. Hal ini yang membuat pedagang makanan yang berasal dari kaum pendatang menjadi sangat digemari. Bahkan ada beberapa orang dari kaum pendatang yang sudah berhasil dengan kata lain memiliki penghidupa n yang lebih baik dari usaha berdagang makanan. Ada juga dari pendatang yang sudah mampu membeli sebidang tanah dan rumah di daerah Tarutung. Mengenai makanan yang dijual, memang sudah sejak lama orang Minangkabau yang membuka rumah makan. Bahan makanan yang dijual juga merupakan makanan yang halal, seperti masakan daging kerbau yang juga halal sebab disembelih oleh orang Islam. Di Tarutung memang ada terdapat rumah potong hewan sehingga orang Islam yang ingin membeli daging kerbau tidak perlu khawatir sebab yang menyembelih hewan adalah orang Islam, sehingga dagingnya halal untuk dikonsumsi. Kaum pendatang yang mendapat cerita dari orang-orang yang sudah merantau ke Tarutung, kemudian mereka datang ke Tarutung. Setibanya di Tarutung, mereka memulai usaha kecil-kecilan hingga kemudian berkembang menjadi penghasilan yang cukup lumayan. Mereka pulang kampung ke daerah asalnya, biasanya ketika lebaran tiba. Banyak dari kaum pendatang ini yang mudik ke kampung halaman terlebih mereka dari etnis Jawa, di mana mereka membawa saudara ataupun teman- temannya dari kampung saat kembali ke Tarutung. Dengan demikian semakin banyaklah orang yang datang ke Tarutung. Mereka tertarik setelah melihat teman- Universitas Sumatera Utara 28 teman ataupun kerabat yang merantau ke Tarutung dan memiliki kehidupan yang lebih baik sesudah mengadu nasib di Tarutung. Tarutung bisa dikatakan sebagai daerah yang dapat untuk dijadikan tempat mengadu nasib atau memperoleh penghidupan yang lebih layak. Walaupun Tarutung bukanlah sebuah kota besar, sebagaimana anggapan selama ini bahwa kota besar tempat untuk mengadu nasib, tetapi di Tarutung orang punya kesempatan mencari nafkah dengan segala keahlian yang ada.

2.2.2 Faktor Pendorong Kedatangan Perantau