BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebahagiaan adalah keadaan yang sangat diidamkan setiap orang dalam rentang kehidupannya Carr, 2004. Untuk mencapai hal tesebut tentu saja manusia
dengan segala daya upayanya akan selalu melakukan hal-hal yang membuatnya bahagia atau menuntunnya pada kebahagiaan.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa memang terdapat hubungan antara kesejahteraan dengan berkurangnya kemampuan
menikmati kesenangan atau kebahagiaan. Adapun kesenangan atau kebahagiaan yang dimaksud adalah perasaan sukacita, kegembiraan, kagum, bangga, terimakasih, dan
sebagainya. Sebuah survey yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
87 partisipan hidup dalam dunia matrealistis. Dalam dunia matrealisme individu membeli barang tidak hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk membuat dirinya
terlihat lebih baik dimata orang lain. Hal tersebut membeli barang untuk dilihat orang lain ternyata juga mempengaruhi kebahagiaan, individu yang melakukan hal
tesebut hanya mendapat kesenangan sesaat saja, tidak lama kemudian mereka mencari barang lain untuk dilihat orang lain Nova, 2010.
Beberapa orang menganggap bahwa kebahagiaan sangat berhubungan dengan materi. Semakin banyak harta yang dimiliki, maka semakin bahagia. Uang bisa
memberikan kesenangan, uang bisa mendatangkan teman, dan yang paling penting adalah uang bisa membeli cinta. Pernyataan Roosevelt puluhan tahun yang lalu
Universitas Sumatera Utara
ternyata mendekati teori flow dari Positive Psychology di abad ke duapuluh. Kebahagiaan itu bukan selalu materi, melainkan ketika tercapainya kepuasan diri
akan suatu pencapaian diri sejati melalui kreativitas Nova, 2010. Berbeda dengan orang yang mengalami kecacatan. Orang-orang yang cacat
fisik seperti tuna daksa adalah mereka yang tubuhnya tidak normal sehingga sebagian besar kemampuannya untuk berfungsi di masyarakat terhambat. Tuna daksa, yaitu
individu yang mengalami kelainan anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk sehingga mengakibatkan turunnya kemampuan
normal untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu, misalnya kelainan pada bagian tulang-tulang, otot-otot tubuh maupun daerah persendian dan kelainan yang
disebabkan oleh gangguan pada urat syaraf Mangunsong, 1998. Ada bagian-bagian tertentu yang tidak sanggup mereka lakukan, ada juga bagian-bagian lain yang masih
sanggup mereka lakukan. Cacat genetik bawaan adalah suatu kelainancacat yang dibawa sejak lahir
baik fisik maupun mental. Cacat bawaan dapat disebabkan akibat kejadian sebelum kehamilan, selama kehamilan dan saat melahirkan atau masa prenatal. Cacat ini dapat
disebabkan oleh penyakit genetik, pengaruh lingkungan baik sebelum pembuahan bahan mutagenik maupun setelah terjadi pembuahan bahan teratogenik Faradz,
2001. UU No. 41997 tentang Penyandang Cacat, Pasal. 1 menyebutkan bahwa
penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan hambatan baginya untuk melakukan
Universitas Sumatera Utara
kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari : penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental, serta penyandang cacat fisik dan mental ganda.
Individu-individu yang mengalami cacat tubuh biasanya harus dapat mencapai penyesuaian-penyesuaian mental yang tidak pernah dihadapi oleh mereka
yang normal. Misalnya, penyesuaian dalam hubungan dengan sikap orang-orang lain terhadap dirinya. Anak-anak kecil melihat mereka dengan pandangan yang penuh
perhatian, sedangkan orang-orang dewasa mengekspresikannya secara lebih tersembunyi dengan menghindarkan diri dari keterlibatan dengan mereka
http:www.sabda.orgpublikasie-konsel144. Keadaan rendah diri dan merasa tertolak oleh lingkungan yang dirasakan
seseorang yang mengalami kecacatan apalagi setelah usianya beranjak dewasa menyebabkan ia sulit menerima kondisi yang dialaminya. Hubungan dengan orang
lain seringnya tidak baik dikarenakan ia merasa kecewa dengan dirinya dan merasa tidak puas dengan keadaannya Ryff Singer, 2008. Ia juga menjadi orang yang
sangat sensitif terhadap evaluasi ataupun harapan dari luar, tidak mampu membuat keputusan sendiri dan cenderung conform terhadap orang laingrup karena adanya
tekanan grup yang akhirnya membuatnya tidak percaya diri. Karena keterbatasannya melakukan aktivitas, ia seringkali tidak mampu mengatur kegiatan sehari-hari,
mengabaikan kesempatan yang hadir, dan tidak mampu mengontrol pengaruh dari luar; kurang memiliki keberartian hidup, sedikit memiliki tujuan hidup, tidak
menganggap tujuan hidupnya di masa lalu, dan tidak memiliki keyakinan dalam hidup; mengalami personal stagnation, tidak dapat meningkatkan dan
Universitas Sumatera Utara
mengembangkan diri, merasa jenuh dan tidak tertarik dengan kehidupan, merasa tidak mampu untuk mengembangkan sikap atau tingkah laku yang baru Ryff
Singer, 2008. Seperti yang dinyatakan oleh seorang Penyandang Tuna Daksa:
“Terus terang saya dari keluarga yang broken home dari dua bersaudara, kebetulan saudara saya ini tidak cacat sehingga itu membuat keluarga saya
memberi perlakuan berbeda. Ketika orang tua saya bepergian, mereka selalu membawa saudara saya karena dianggap tidak memalukan, sementara saya
kan cacat pastinya mereka malu, Komunikasi personal, 8 juni 2010
Masa dewasa awal adalah masa bagi kehidupan seseorang yang berusia antara 20–40 tahun. Manusia melewati tahap demi tahap perkembangan dalam
kehidupannya. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang menurut Havighurst Hurlock, 1999 diartikan sebagai tugas yang muncul pada
saat atau sekitar periode tertentu dari kehidupan individu. Setiap individu yang telah memasuki masa kedewasaannya dituntut untuk melaksanakan tugas-tugas
perkembangan sesuai usianya yang salah satunya adalah mulai bekerja dan menemukan calon pasangan hidup Havighurst dalam Dariyo, 2003. Havighurst dalam
Dariyo, 2003 juga mengatakan masa dewasa awal adalah masa untuk mencapai puncak prestasi. Dengan semangat yang menyala-nyala dan penuh idealisme, mereka
bekerja keras dan bersaing dengan teman sebaya atau kelompok yang lebih tua untuk menunjukkan prestasi kerja. Dengan mencapai prestasi kerja yang terbaik,
mereka akan mampu memberi kehidupan yang makmur-sejahtera bagi keluarganya.
Universitas Sumatera Utara
Kehidupan beberapa orang yang mengalami cacat fisik adalah beberapa atlet yang telah banyak mengikuti pertandingan-pertandingan meskipun ia mengalami
kecacatan. Di antara para atlet tersebut pasti ada yang mengalami cacat sejak lahir, sedangkan yang lain mendapatkan cacat fisik ketika masih kecil atau saat remaja.
Untuk yang mempunyai cacat bawaan, penerimaan lingkungan terhadap kondisi mereka dan bimbingan yang diterima sejak kecil akan menjadi arah perkembangan
diri mereka. Artinya, kalau lingkungan orangtua, saudara dan teman-teman menerima kondisi yang ada dan menyemangati yang bersangkutan untuk tetap
maju, walau tahu kalau mempunyai keterbatasan, mereka akan dapat berkembang menjadi orang yang tidak berbeda dengan orang yang fisiknya lengkap Adi, 2005.
Sikap lingkungan membuat mereka menyesali kondisi yang tidak sama dengan orang-orang lain pada umumnya, mereka akan tumbuh dengan perasaan
sedih, sadar betul bahwa mempunyai kelainan dibandingkan orang sehat. Kelainan itu akan selalu disesali dan akan mempengaruhi arah perkembangan di masa mendatang.
Sedangkan mereka yang mengalami cacat setelah sempat mempunyai keadaan tubuh lengkap, pendapat mereka sendiri tentang kondisi yang menimpa akan sangat besar
pengaruhnya untuk perkembangan berikut. Awalnya, biasanya mereka mempunyai perasaan tidak berdaya. Kalau yang timbul kemudian adalah penyesalan terhadap
kondisi yang diderita dan ini terus terus-menerus, perkembangan di masa berikutnya lebih banyak ke arah yang negatif. Kalau mereka dapat menerima kondisi yang ada,
perkembangan ke arah hal yang positif pun akan lebih mudah timbul Adi, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Di antara mereka ada juga yang dapat melakukan penyesuaian diri dengan baik, dimana mereka menemukan hal yang positif di lingkungannya. Mereka merasa
bangga apabila dapat melakukan sesuatu atau melewati gangguan yang dihadapi, sehingga mereka mendapatkan penghargaan dan penerimaan bahkan dapat dijadikan
contoh oleh masyarakat Somantri, 2006, seperti menjadi pelukis, penyanyi, aktivis dan lain sebagainya. Diskriminasi dan pengucilan dari masyarakat yang kerap
diterima sesama penyandang cacat lebih banyak bergantung pada sikap penyandang cacat sendiri.
Seseorang yang mengalami cacat genetik mempunyai perbedaan yang penting bila dibandingkan dengan orang yang mengalami kecacatan setelah lahir dewasa.
Walaupun orang yang mengalami cacat bawaan mengalami perasaan tertolak oleh lingkungan, rendah diri, dan mendapatkan stereotype negatif dari masyarakat tetapi
mereka sudah dapat menerima keadaankondisi fisik mereka yang cacat. Adanya dukungan keluarga, saudara, dan teman-teman sebaya membuat mereka lebih dapat
menerima kondisi fisiknya, lebih tabah, hal yang positif, semangat mereka untuk lebih siap menghadapi lingkungan bahkan mereka sudah mempersiapkan cita-cita
dari awal Faradz, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang dialami oleh Gufroni yang sempat dihinggapi perasaan sedih, dan minder dalam “Grufoni Sakaril Ingin Memotivasi Penyandang Cacat Lainnya” :
“Waktu itu saya masih kecil. Teman-teman di kampung selalu ngejek saya. Mereka bilang kok kedua tangan saya kecil ya. Diejek terus-menerus, saya
nangis. Saya shock luar biasa. Bahkan sempat mengunci diri di kamar. Beruntung hal itu tidak berlangsung lama. Berkat ketegaran orangtua yang
begitu menyayangi dan tulus mendidik saya, saya akhirnya bangkit. Saya bersyukur punya orangtua yang tegar melihat kondisi anaknya. Saya juga
bersyukur mereka menyekolahkan saya di sekolah umum, bukan di sekolah penyandang cacat atau sejenisnya.”
Hal ini seperti yang di ungkapkan oleh Barus yang mengalami cacat tubuh:
“Meski hidup dalam kondisi fisik yang tidak sempurna layaknya orang lain, saya masih tetap memiliki kebanggan pada diri saya. Salah satu kebahagiaan
yang saya rasakan adalah karena saya tidak pernah menyusahkan orang tua untuk biaya sekolah. Kebahagiaan lain yang saya rasakan karena saya mampu
mengangkat kembali semangat hidup yang sempat runtuh. Diskriminasi dan pengucilan yang sering saya terima membuat pembelajaran hidup yang
berharga bagi kematangan dan kedewasaan saya.” Komunikasi Personal, 9 Juni 2010
Adanya semangat hidup untuk menjalani kehidupan membuat seseorang
menjadi merasa bahagia. Merasa bahagia dan selalu berpikir positif adalah salah satu kunci penting dalam menjalani kehidupan. Orang-orang percaya bahwa kebahagiaan
adalah tujuan hidup manusia. Menurut Myers dan Diener dalam Duffy dan Atwater,
2005 kebahagiaan merujuk pada banyaknya pikiran positif tentang kehidupan yang dijalani seseorang. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Carr 2004 menyatakan
bahwa kebahagiaan adalah keadaan psikologis yang positif yang terlihat dari
Universitas Sumatera Utara
tingginya tingkat kepuasan hidup, tingkat perasaan positif, dan rendahnya tingkat perasaan negatif.
Seligman 2005 menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas positif yang yang tidak
mempunyai komponen perasaan sama sekali. Selanjutnya dia mengkategorikan emosi yang terkait dengan masa lalu, sekarang dan masa depan. Kebahagiaan merupakan
konsep yang subjektif karena setiap individu memiliki tolak ukur yang berbeda-beda. Setiap individu juga memiliki faktor yang berbeda sehingga bisa mendatangkan
kebahagiaan untuknya. Faktor-faktor itu antara lain uang, status pernikahan, kehidupan sosial, usia, kesehatan, emosi negatif, pendidikan, iklim, ras, dan jenis
kelamin, serta agama atau tingkat religiusitas seseorang Seligman, 2005. Selain itu, Carr 2004 berpendapat bahwa pada dasarnya keinginan yang
cukup besar dalam diri manusia ialah keinginan untuk hidup secara baik, dalam arti semua proses hidup manusia seperti sekolah, bekerja, dan menikah dapat berjalan
sebagaimana mestinya. Menurut Seligman 2002, kebahagiaan bisa tentang masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Kebahagiaan masa lalu mencakup kepuasan,
kelegaan, kesuksesan, kebanggaan, dan kedamaian. Kebahagiaan masa sekarang mencakup kenikmatan dan gratifikasi. Sedangkan kebahagian masa depan mencakup
optimisme, harapan, keyakinan, dan kepercayaan. Ketika ada penyandang cacat dan orang normal yang memiliki kemampuan
sama maka penghargaan lebih justru di berikan kepada penyandang cacat. Rasa bangga dan bahagia walau sebagian orang selalu melihat dengan sebelah mata karena
Universitas Sumatera Utara
ketidaksempurnaan pada penyandang cacat bukan halangan apalagi menimbulkan kesedihan untuk mereka. Kecacatan selalu membuat kuat, tegar dan bahagia walau
tanpa dipungkiri sebagai makhluk sosial perasaan malu pasti ada, tapi ternyata nikmat ini tidak pudar begitu saja. Dengan kecacatan itu, mereka masih bisa berbuat yang
terbaik untuk keluarga, suami dan orang lain. Semua terasa begitu sempurna, diluar apa yang terlihat sebagai fisik yang aneh, dengan kaki kecil sebelah dan jalan yang
timpang atau tidak mempunyai tangan Marlinda, 2008. Berdasarkan pemaparan diatas, terlihat bahwa tidak semua orang cacat
menjadi percaya diri, hubungan dengan orang lain pun terganggu dan selalu memandang negatif terhadap mereka. Orang-orang cacat yang dapat hidup dengan
semangat dan bahagia mampu menjalani hidup dengan positif. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melihat bagaimana gambaran kebahagiaan pada penyandang tuna daksa
dewasa awal.
B. Perumusan Masalah