frustasi, marah dan benci kepada mantan suaminya dan juga Tuhan. Tetapi karena ia mendapat banyak dukungan dari orang-orang sekitarnya untuk bangkit kembali, ia
sadar bahwa hidupnya masih panjang dan ia masih mempunyai anak keduanya yang butuh kasih sayang orangtua.
Setelah bercerai dengan suami pertamanya, ia menikah kembali dengan pria pilhan bibi yang mengasuhnya selama ini. Awalnya ia tidak mau menerima
perjodohan tersebut. Karena merasa takut untuk menjalani rumah tangga untuk kedua kalinya. Setelah beberapa lama perkenalan mereka akhirnya menikah. Ia merasa
kehidupannya sudah lengkap. Mempunyai suami yang menerima keadaannya, mendapatkan seorang anak perempuan serta mempunyai rumah yang mewah. Tidak
peduli dengan keadaan cacatnya, ia tetap bekerja siang dan malam. Malam hari ia harus bekerja memeriksa keuangan perusahaan tempat suaminya bekerja. Karena
keterbatasannya, ia tidak di haruskan bekerja di kantor. Beberapa harapan yang belum diwujudkannya adalah membeli sebuah ruko
untuk tempat ia berjualan. Warung yang diwariskan ibunya ia jaga dan ia akan mencoba berjualan di sebuah ruko. Dan keinginannya adalah menjadikan warung
yang ia jaga sekarang menjadi sebuah restaurant yang besar dan terkenal.
D. Aspek-aspek Kebahagiaan
a. Menjalin hubungan positif dengan orang lain Hubungan yang positif dapat membuat orang menjadi bahagia. Baik itu
hubungan dengan orang tua, teman, pasangan maupun anak. Walaupun ia mengalami
Universitas Sumatera Utara
kecacatan dan mendapat ejekan dari teman-teman dan para tetangganya serta mendapat penolakan dari ayahnya, tetapi tidak membuatnya untuk tidak mengenal
dunia luar. Setelah perceraian orangtuanya, ibunya kembali menikah dan ia mempunyai ayah tiri. Hubungan dengan ayah tirinya pun berjalan dengan baik. Ayah
tirinya menerima dengan keadaan ia yang cacat. Walaupun ia merasa sangat jarang untuk berbicara kepada ayah tirinya, tetapi ia senang diterima baik dengan ayah
tirinya. “Alhamdulilahnya gak ada masalah. tapi kami jarang ngobrol,dek. karena kan
saya dirumah tu kebanyakan di kamar aja. Main-main pun kalau bapak gak ada dirumah.”
R2.W2.b.814-822.h.19 Saat disekolah ia tidak memperdulikan ketika teman-temannya mengejek-ejek
dirinya. Banyak yang tidak suka padanya dan tidak sedikit pula yang senang padanya. Ia terkenal ramah dan sopan di sekolah. Menjadi murid peringkat atas dan banyak
mendapatkan prestasi walaupun keadaannya cacat. Pada awalnya teman-temannya selalu mengejek-ejeknya, tetapi dengan kesabarannya ia pun dapat membuat mereka
menjadi teman. Terutama hubungannya dengan teman laki-laki. “Tapi saya gak perduliin mereka yang ngejek-ngejek saya walaupun
sebenarnya sakit hati.”
R2.W1.b.158-162.h.4 “Walaupun mereka suka ngejek-ngejek saya tapi saya anggap bercandaan aja.
Gak saya masukin ke hati kali,dek. lama-lama mereka capek tuh ngejek-
ngejek saya. jadinya akrab kami.” R2.W3.b.1753-1761.h.37-38
Saat ia tinggal dengan ibunya, ia harus menerima perilaku yang buruk dari lingkungannya. Merasa dijauhi dan tidak disukai dengan orang sekitarnya. Sebab itu
Universitas Sumatera Utara
bibinya membawa ia pindah dan ketika ia tinggal dengan bibinya ia merasa senang karena lingkungan baru tempat ia tinggal sangat bersahabat dan nerima ia apa adanya.
Ia merasa lebih nyaman berada di lingkungan tersebut. “Akhirnya saya tinggal di tempat bibik saya. Alhamdulillah lingkungan disitu
baik-baik sama saya. Ada pun yang ngejek ya paling anak-anak lah.”
R2.W1.b.188-196.h.5 Ketika ia menikah, ia merasa mendapat pengganti seorang ayah. Orang tua
dari suami pertamanya tidak setuju mereka menikah. Hanya ayah mertuanya yang setuju. Sehingga ia merasa mendapatkan pengganti ayah kandungnya yang telah lama
meninggal. Ia menganggap bahwa ayah mertuanya sangat baik kepadanya dan sayang kepadanya. Ia merasa mendapatkan tempat untuk bercerita dan mendapatkan kasih
sayang dari seorang ayah yang sudah lama tidak ia dapatkan. “Cuma bapak nya aja lah yang senang. Dibelikan nya mainan, datang
kerumah kami, tiap sabtu. Baik kali lah,dek. dia pun sayang sama saya. Dianggapnya seperti anak sendiri. Alhamdulillah kali saya dapat bapak
mertua seperti dia.” R2.W1.b.396-408.h.9-10
“Gak pernah dulu saya dapat kasih sayang dari bapak saya sendiri, waktu itu saya dapat.
Bersyukur sama Tuhan saya bisa di kasi pengganti bapak saya.”
R2.W1.b.409-417.h.10 Rini dengan kondisi cacatnya dapat menjalin hubungan yang positif dengan
orang lain. Baginya, berhubungan dengan orang-orang dapat meningkatkan kepercayaan dirinya sebagai orang yang cacat. Walaupun banyak dapat penolakan
ketika masa kecilnya, ia dapat menjalani hari-harinya dengan baik. Mampu menerima ejakan-ejekan dan penghinaan terhadap dirinya. Kondisi yang cacat tidak membuat ia
Universitas Sumatera Utara
menarik diri dengan orang lain. Ia mampu berkomunikasi dengan orang lain, sehingga banyak orang, teman, keluarga yang sangat senang padanya.
b. Keterlibatan penuh Keterlibatan penuh membutuhkan partisipasi aktif dari orang yang
bersangkutan. Bagaimana seseorang melibatkan diri sepenuhnya dalam pekerjaan yang ditekuni. Setelah menyelesaikan kuliahnya, Rini mencoba mencari pekerjaan.
Untuk membiayai bibi dan adiknya. Ia tahu bahwa dengan keadaan cacat seperti ini ia tidak bisa memilih-milih pekerjaan. Pekerjaan yang menurut ia bisa dapatkan dengan
cepat dan apa pun itu pekerjaannya ia akan terima. “Kerja apa yang bisa dikasi sama orang saya kerjakan,dek. yang penting saya
harus dapat duit.”
R2.W1.b.270-275.h.7 Setelah berhenti dari pekerjaan pertamanya, Rini meneruskan pekerjaan di
warung yang ia jaga. Tetapi setelah menikah untuk kedua kalinya, ia tetap mencari pekerjaan. Ia merasa tidak nyaman hanya duduk dan mengawasi para pekerja di
warungnya. Ia ingin mengerjakan sesuatu yang membuat ia tidak bosan. “Jadi saya cuma ngawasin aja. Kurang enak buat saya. Saya pengennya tuh
ikut sibuk,dek. kalau di warung mau ikut sibuk kan terbatas dengan kaki
saya yang kayak gini.”
R2.W2.b.1015-1123.h.23 Kondisi dengan kaki sebelah yang tidak sempurna membuat Rini tidak
menyerah. Ia dapat mengikuti kegiatan-kegiatan dan ikut terlibat dalam pekerjaannnya. Pekerjaan menjaga warung baginya sebuah kegiatan yang kurang
menyenangkan. Ia menyukai hal-hal yang tidak membosankan. Sebelum menikah, ia
Universitas Sumatera Utara
sempat memiliki pekerjaan yang sangat disukai sehingga membuat ia tidak bosan. Tetapi setelah menikah, suami pertamanya memnita ia untuk berhenti bekerja dan ia
memutuskan untuk fokus menjaga warung ibunya. Pada pernikahan keduanya, suaminya memberika ia pekerjaan. Tetapi
suaminya merasa kasihan padanya sehingga memberikan Rini pekerjaan yang hanya dilakukan di rumah saja. Pada awalnya ia merasa bosan karena tidak bisa bergerak
seperti layaknya orang kantoran yang sibuk, tetapi pada saat itu ia sedang hamil dan ia harus tinggal dirumah.
c. Temukan makna dalam keseharian
Makna atau sesuatu yang membuat seseorang dapat merasakan kebahagian. Bagaimana sesuatu atau hubungan itu dapat di artikan. Tidak dengan orang yang
sehat saja bisa memaknai sebuah kegiatan ataupun hubnungan. Rini dengan satu kaki yang cacat dapat menjalani hari-harinya dengan baik. Setelah menikah dengan
suami keduanya , ia mengikuti beberapa kegiatan untuk menghindari kebosanannya. Selain bekerja dan mengawasi warung ia menjalani kegiatan-kegiatan lainnya
selayaknya orang normal. “Gak ada ya,dek. paling tiap bulan ikut pengajian, arisan sama tetangga-
tetangga disini. Jumpa kawan-kawan lama.”
R2.W2.b.1166-1172.h.24 Rini juga merasa senang ketika melakukan kegiatan ini. selain banyak
bertemu dengan orang-orang, ia merasakan juga manfaat dari kegiatan yang ia ikuti. “Malah saya senang ikut-ikut yang seperti ini. karena berguna juga buat saya.”
R2.W2.b.1184-1188.h.25
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan yang sekarang diikuti Rini mempunyai arti baginya. Dimana ia mengikuti sebuah pengajian yang sangat berguna buatnya. Membantu ia lebih
mendalami tentang agamanya dan merasa bersyukur apa yang ia miliki sekarang. Juga mengikuti sebuah arisan dengan para tetangga membuat ia menjadi percaya diri,
dan membuat ia merasa bahwa orang cacat tidak selalu ditolak oleh orang lain. d.
Optimis, namun tetap realistis Orang yang optimis dapat ditemukan lebih berbahagia. Rini percaya bahwa
orang yang cacat dapat menjadi seperti orang normal. Walaupun dengan kekurangannya, tapi ia mampu melakukan sesuatu selayaknya orang normal
lakukan. Dan ia juga yakin orang-orang yang keadaan cacat dapat menjadi orang yang di banggakan. Ia merasa kalau penilaian orang-ornag normal terhadap orang
cacat sangat salah. “Orang yang normal pasti bilang kalau orang cacat gak bisa apa-apa. Mereka
salah. Tuh buktinya ada kan yang jadi pelukis, pianis. Pelari pun ada tuh.”
R2.W2.b.1224-1231.h.25-26 “Jadi mereka gak bisa anggap sepele dengan kami-kami yang kayak gini.”
R2.W2.b.1231-1235.h.26 Dengan keoptimisan Rini, ia merasa berhasil untuk membuat bangga orang-
orang sekitarnya. Ketika sekolah ia mengikuti lomba-lomba yang mengharuskan ia membawa nama sekolah utuk kemenangan. Dan ia membuktikan kepada semuanya
bahwa ia berhasil menjuarai setiap lomba walaupun dalam keadaan cacat. “Walaupun cacat, saya mampu buat orang lain bangga. Termasuk mamak dan
bibik saya bangga.”
R2.W2.b.1424-1429.h.30
Universitas Sumatera Utara
Adanya harapan yang muncul untuk mengembangkan usahanya membuat ia semakin optimis. Walaupun saat ini ia hanya bisa bermimpi tetapi ia tetap optimis
untuk bisa mewujudkan apa yang ia inginkan. “Nanti kalau udah ada rezeki pengen jadiin warung ini restaurant yang besar,
yang terkenal.” R2.W2.1502-1506.h.31-32
Menurut Rini keadaan cacat bukan akhir dari kehidupan. Tidak hanya orang yang normal saja yag dapat dibanggakan, orang cacat juga dapat dibanggakan.
Banyak prestasi-prestasi dari orang cacat yang bisa dilihat. Ketika bersekolah, ia mempunyai cita-cita menjadi pramugari. Tetapi ia sadar bahwa dengan kondisi yang
cacat ia tidak dapat mewujudkannya. Tetapi dengan keadaan cacat, ia mampu membuat orang lain senang dan bangga kepadanya. Mengikuti beberapa perlombaan
ketika sekolah dan mendapat pujian dari setiap orang membuat ia optimis untuk masa yang akan datang. Ia juga mendapatkan beasiswa untuk kuliah dan mampu bekerja
layaknya orang yang sehat secara fisik. e.
Menjadi pribadi yang resilien Orang yang berbahagia bukan berarti tidak pernah mengalami penderitaan.
Kemampuan seseorang untuk bangkit dari peristiwa atau kejadian yang sulit dialaminya. Rini yang merasa dulu kehidupannya sangat sulit dapat bangkit dari
kesulitannya. Ia merasakan bagaimana penolakan ayahnya karena ia cacat, penolakan mantan mertuanya ketika menikah dengan suami pertamanya, serta
Universitas Sumatera Utara
kehilangan anak yang berharga baginya. Dan ia juga pernah menolak dirinya dengan keadaan cacat.
“Dulunya saya gak terima keadaan saya seperti ini. tapi banyak yang bilang kalau kita
gak bersyukur dengan apa yang di berikan Tuhan, kita mana bisa jalanin hidup.”
R2.W2.b.1190-1198.h.25 “Kalau saya gak bisa bangkit, saya gak bisa jadi orang. Saya kerja keras, dulu
sekolah saya selalu dapat nilai bagus, kuliah juga”
R2.W2.b.1200-1206.h.25 Ketika bercerai dan kehilangan anak pertamanya, ia merasa tidak memiliki
keinginan untuk melanjutkan kehidupan. Namun, ketika anak keduanya yang sakit dan harus mencari uang untuk biaya pengobatan anaknya membuat ia sadar untuk
tidak meninggalkan anaknya. “Sampe esoknya anak saya yang kedua sakit. Demam tinggi juga. Disitu saya
panik, nangis terus-terusan, cari duit kesana kemari untuk biaya anak saya. jual emas, jual apa
yang bisa saya jual dek.” R2.W3.b.2103-2112.h.45
Dengan kondisi kaki yang cacat, ia merasakan sulit berjalan ketika mencari uang untuk pengobatan anaknya. Tetapi untuk kesehatan anaknya, ia mampu
melawan rasa sulitnya dan mampu bertahan untuk menjalani kehidupannya. “Pasti sulit dek. kalau kita gak punya keberanian. Tapi karena anak saya sakit,
apapun saya lalui. Mau itu sakit atau gak, yang penting anak saya bisa
sembuh.” R2.W3.b.2176-2184.h.46-47
Ia juga merasa optimis untuk dapat bangkit kembali dari kehidupannya yang terdahulu dan memulai kehidupannya yang baru bersama anaknya. Dengan adanya
dukungan dari keluarga dan teman-temannya, ia mampu menjalin kembali hubungan
Universitas Sumatera Utara
yang positif dengan orang lain dan dapat menjalani kesehariannya seperti biasa yang ia lakukan.
“Makanya lah dek saya coba untuk tinggalin masa lalu, tinggalin masa pahit dan saya
harus bisa bertahan untuk kedepannya.” R2.W3.b.2145-2151.h.46
“Saya mulai kerja lagi, mulai bersosialisasi lagi, mulai makan, mulai enak lah saya jalanin keseharian saya. Optimis saya bisa jalani kehidupan
selanjutnya. “ R2.W3.b.2151-2159.46
“Dukungan bibik saya, teman-teman, tetangga juga membantu saya untuk bangkit dan memulai kehidupan baru.”
R2.W3.b.2160-2165 Penolakan dan ejekan terhadap dirinya buat ia merasa benci pada dirinya. Ia
tidak mau berhubungan dengan orang lain, sekolah dan berbicara kepada siapa pun. Tetapi setelah ia banyak mengikuti kegiatan disekolah yang membuat ia disenangi
banyak orang karena kemampuannya, ia pun mulai mencoba menerima keadannya. Nasehat dan dukungan dari orang terdekatnya membuat ia bangkit dari masa-masa
sulitnya terdahulu. Kehilangan anak pertamanya membuat kehidupannya hancur dan tidak ingin
memiliki keinginan untuk hidup. Tidak memperdulikan anaknya yang membutuhkan perhatian darinya, tidak makan dan minum, meninggalkan sholat dan menjauhkan
dari lingkungan sosialnya. Tetapi dengan keadaan anaknya yang tiba-tiba saja sakit, membuat ia trauma akan kehilangan anak lagi. Untuk menyelamatkan anaknya, ia
berusaha mencari uang untuk pengobatan anaknya dengan keadaan satu kaki yang cacat.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun merasa kesulitan, namun ia tidak menyerah dengan keadaannya demi mendapatkan uang untuk anaknya. Dan meskipun harus menjual semua benda
miliknya, ia tidak merasakan kesedihan harus menjual harta yang dimilikinya karena anaknya lebih membutuhkan pengobatan dan membuat ia merasakan kesedihan.
E. Karakteristik Orang Yang Bahagia