d. Karakteristik Orang Yang Bahagia
a. Menghargai diri sendiri Orang yang bahagia cenderung menyukai diri sendiri. Aman yang terlihat
tidak menyesal dengan keadaannya dapat menjalani kehidupan sehari-harinya. Meskipun pandangan negatif atau pandangan yang aneh kepadanya, ia tetap senang
dengan dirinya sendiri. Itu membuat Aman semakin bangga pada dirinya. “Ya gak ada lah,dek. Kita dilahirkan seperti ini ya kita terima aja lah,dek. Kan
gak boleh disesalin.” R1.W1.b.578-581.h.13
Ia merasa bangga bisa membantu orang-orang walaupun dengan keadaan cacat. Keluarga, lingkungan tempat dimana Aman tinggal berpandangan positif
terhadapnya. Ia dapat membanggakan dirinya karena ia dapat bekerja keras, giat bekerja.
“Suka bekerja keras, gak mau nyusahain orang. Biar aja keadaan kayak gini yang penting bisa buat bangga diri sendiri.”
R1.W2.b.921-926.h.21 “Kalau kita kerja keras kan, kita menghasilkan sesuatu yang bagus. Apapun
itu kalau kita lakukan pake keyakinan akan membuahkan hasil yang baik.” R1.W2.b.932-939.h.21
Aman sangat bersyukur dengan keadaannyasekarang. Meski cacat, ia memiliki kelebihan yaitu mampu bekerja keras, tidak malu pada kecacatannya dan
dapat menghargai diri sendiri. Kelebihan tersebut menjadikan ia orang yang bahagia walaupun memiliki kekurangan yaitu kecacatannya. Ia merasa bahagia dalam
keadaan cacat ia dapat bekerja, ia dapat menikah, meiliki anak sehingga ia dapat membanggakan diri sendiri pada orang lain.
Universitas Sumatera Utara
b. Optimis
Keadaan cacat membuat Aman tidak kenal lelah. Sejak di tinggal ayahnya, Aman menjadi tulang punggung keluarga. Dan ketika masih dalam masa remaja,
Aman mencari pekerjaan untuk menghidupi ibu dan adik-adiknya. Walaupun tidak ramai kedainya, tetapi Aman tetap yakin kedainya akan ramai. Untuk mencari nafkah
untuk keluarganya Aman juga bekerja setiap hari, tidak mempunyai hari libur. “Tapi pun bapak kalau sunyi prinsipnya tu harus buka. Hari ini sunyi, besok
pasti rame. Besok gak rame ah mungkin besoknya lagi rame. Jadi gak
pernah nyerah.” R1.W1.b.783-789.h.17
“Tiap hari,dek. Gak ada hari libur. Ada pun hari libur, orang-orang gak tau bapak kapan liburnya. Jadi gak bisa ditebak kapan bapak gak buka.”
R1.W1.b.767-772.h17 Keadaan cacat tidak membuat Aman menjadi orang yang minder. Ia optimis
walaupun cacat tetap bisa bergerak dan bekerja. Meski salah satu kakinya cacat, tidak membuat ia berdiam diri dan yakin akan mendapat pengakuan dari orang yang sehat
bahwa orangyang cacat bisa juga berkarya. “Kaya orang normal aja,dek. Biar gak susah. Tangan masih bisa digunakan
kok.” R1.W2.b.813-816.h.19
“Ya paling saya duduk aja disini. Kalau memang gak bisa yaudah gak apa- apa. Saya gak mau paksain. Yang penting saya bisa bergerak kayak orang
yang sehat.” R1.W2.b.872-879.h.20
“Orang-orang yang sehat la,dek. saya cacat, miskin, gak punya apa-apa. Tapi bukan berarti saya lemah. Saya tunjukin kalau saya orangnya optimis. Giat
bekerja.” R1.W2.b.1134-1141.h.24
Universitas Sumatera Utara
Aman selalu memiliki rasa optimis dan tidak mau menjadi orang pesimis hanya karena kecacatannya. Ia juga selalu berpikir bahwa suatu saat ia akan berhasil
dengan pekerjaannya dan usaha yang ia miliki. “Mudah-mudahan usaha, pekerjaan saya ini bisa membawa rezeki sehingga
saya bisa berhasil. Gak ada salahnya sekarang ini banyak keinginan,
yang penting usaha dan optimis.”
R1.W2.b.987-995.h.23 “Senang lah,dek. bisa cari duit, bisa bertahan sampe sekarang ini bagi saya
bukan hal mudah.”
R1.W3.1470-1475.h.32 Adanya perasaan yang optimis untuk menjalani kehidupan dan bertahan
sampai sekarang. Bekerja pada masa usia remaja dan memberikan nafkah untuk ibu dan adik-adiknya. Ia bekerja sebagai penjahit sepatu dan menikah dengan wanita
pilihannya. Meskipun tidak disetujui oleh orangtua dari istrinya, terutama ibunya, mereka tetap menikah dan yakin suatu saat ia akan diterima oleh ibu mertuanya.
Memiliki keyakinan dan keoptimisan dapat membahagiakan diri sendiri dan keluarga kecilnya. Memiliki anak dan pekerjaan tidak membuatnya berhenti untuk berkerja
meskipun hanya sebagai penjahit sepatu. c.
Terbuka Aman dapat menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan. Mudah untuk
bersosialisasi dengan orang lain. Ia orang yang mau berteman dengan siapa saja. Penerimaan diri padanya pun membuat Aman merasa senang. Walaupun Aman tidak
pernah merasakan sekolah, tetapi teman-teman Aman mau membantunya untuk
Universitas Sumatera Utara
belajar hal-hal yang tidak pernah Aman dapat. Ia juga dapat terbuka dengan keluarga dan orang lain ketika memiliki masalah.
“Istilahnya ni ya saya bisa kayak gini saya tu belajar dari pengalaman- pengalaman. Banyak teman-teman saya tu yang mau ngajarin. Jadi kalau
cerita-cerita tu kalau cocok dihati kita, kita ambil hikmahnya kalau kira-kira gak cocok ya kita buang aja gitu.”
R1.W1.b.145-154.h.4 “Sering lah ya dek. Ke istri, ke anak. Kadang minta masukan juga sama
mereka.” R1.W2.b.1145-1148.h.24
Menjadi orang yang cacat bukan berarti tidak dapat terbuka pada siapapun. Aman tidak malu untuk menunjukkan perasaan yang ia miliki dan mampu untuk
terbuka pada orang lain. Ketika ada masalah, ia dapat menceritakan kepada keluarg dan teman terdekat yang ia percaya untuk berbagi cerita dan mendapat masukan-
masukan dari orang lain. Karena baginya, pendapat orang lain dapat menjadi masukan bagi kehidupannya.
d. Mampu mengendalikan diri
Kekurangan pada Aman adalah ia memiliki satu kaki yang tidak sempurna. Tetapi Aman juga mempunyai kelebihan. Aman dapat bekerja seperti orang yang
sehat. Bersosialisasi dengan lingkungan, dan dapat mengontrol diri ketika kedainya tidak ramai. Selama hidupnya, Aman tidak pernah mendapat ejekan ataupun hinaan
dari orang lain. “Oh gak pernah. Mereka malah baik sama saya. Kalaupun saya diejek ya
biarin aja lah. Orang mereka gak kayak gini kok. Kan yang ngejek tu merasa berdosa. Terima aja apa
adanya. R1.W1.b.166-173.h.4
Universitas Sumatera Utara
Mampu bertahan dalam keadaan cacat untuk menghidupi keluarganya. Dari kecil Aman bertahan dengan kondisi seperti ini untuk membiayai sekolah adik-
adiknya. Sampai sekarang hal yang membuat Aman bertahan adalah keluarganya. Dan Aman pun menginginkan harapan untuk anak-anaknya kelak tidak sepertinya.
“Kalau gak bertahan sampai sekarang ni apa buat makan anak-anak, buat sekolah anak- anak. Makanya bertahan sama pekerjaan ini.”
R1.W1.b.571-575.h.13 “Harapannya ya yang penting anak-anak ini mau sekolah lah. Supaya jangan
seperti saya tukang sepatu. Kalau bisa ya lebih baik dari saya kan gitu. Harus sekolah walaupun
tamatnya samapi SMA aja yang penting bisa cari kerja. Namanya kita orang susah kan
gak mungkin sekolah sampai tingi-tinggi. Kalau kita dikasi sama yamg Kuasa ya Alhamdulillah lah.”
R1.W1.b.681-694.h.15 Ketika dalam bekerja, ia mampu mengendalikan dirinya untuk tidak marah
ketika ada pelanggannya atau pengunjung yang marah-marah dan tidak sabar karena pesanannya belum siap.
“Ya kalau sepatunya belum siap saya minta maaf. Kan saya punya keterbatasan juga.”
R1.W2.1159-1162.h.24 “Ya udah saya biarin aja. Gak mau lagi disini juga gak apa-apa kok. Karena
dia orang baru. Kalau orang lama pasti ngerti sama keadaan saya ini
mana bisa cepat-cepat.” R1.W2.1182-1185.h.25
Kemampuan ia mengendalikan diri mampu membuatnya untuk tidak menunjukkan kemarahan atau emosinya dalam bekerja. Meskipun mendapat
perlakuan yang buruk dari pengunjungnya, ia tidak merasa marah maupun merasa kesal. Ia dapat mengontrol perasaannya untuk tidak menjadi orang yang pemarah.
Dengan keadaannya, ia memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang ia
Universitas Sumatera Utara
dapatkan adalah ia mampu untuk bekerja keras dan melawan masa sulit kehidupannya untuk dapat bertahan samapi sekarang.
B. Responden II