C. Rangkuman hasil wawancara
Rini nama samaran adalah anak tunggal. Pendidikan terakhir Rini sampai S1. Saat ini Rini bekerja sebagai staff pengatur keuangan di perusahaan suaminya dan
juga menjaga warung miliknya. Ibunya seorang pemakai narkoba sementara ayahnya seorang pemabuk. Dengan kondisi ibunya seperti itu, Rini lahir dalam keadaan cacat.
Kaki sebelah kanannya yang hanya mempunyai 3 jari, berbentuk lonjong dan tidak sejajar dengan kaki kirinya, sehingga kaki kanan tersebut terlihat kecil. Ayahnya
marah dan tidak terima dengan keadaannya yang lahir cacat. Sehingga ketika ia berusia 2 tahun ayahnya menceraikan ibunya dan meninggalkan mereka.
Rasa sayang Rini terhadap ayahnya tidak pernah berubah. Walaupun ayahnya menolak ia sebagai anak, ia tetap berkunjung dan mencoba bertemu ayahnya setiap
saat. Tapi karena masih kecil, ia hanya bisa menangis karena tidak dapat berjumpa ayahnya. Pada usia 10 tahun, mereka mendapat kabar dari para tetangga tempat
ayahnya tinggal bahwa ayahnya telah meninggal dunia. Ia sangat sedih. Ibunya tidak mau mereka hadir di pemakaman ayahnya. Tetapi ia diam-diam datang ke makam
ayahnya untuk berziarah. Ketika Rini berusia 3 tahun, ibunya menikah lagi dengan seorang buruh bangunan. Hubungan dengan ayah tirinya berjalan dengan baik,
bahkan ia mendapatkan seorang adik perempuan ketika ibunya melahirkan lagi. Tetapi hanya sebentar ia merasakan kasih sayang ayah tirinya. Ayah tirinya
meninggal dunia akibat kecelakaan sepeda motor. Pada usia 5 tahun ia harus meninggalkan ibunya dengan adiknya. Rini tinggal
bersama bibinya. Sepupu ibunya yang ia sebut dengan bibi. Dalam hal pendidikan, ia
Universitas Sumatera Utara
mendapat pendidikan yang layak dari bibi yang mengasuhnya. Ia disekolahkan di sekolah umum dimana semua siswanya normal secara fisik. Awalnya ia merasa malu
dan tidak mau bersekolah lagi. Tetapi dengan nasihat bibinya, akhirnya ia meneruskan sekolahnya. Masa kecilnya yang kurang kasih sayang dari orang tuanya
membuat ia tidak mau menerima keadaannya. Keadaan yang cacat dan tidak diterima oleh ayahnya.
Masa-masa disekolah membuat ia bertahan untuk maju kedepan. Masa SD ia sempat mempunyai teman tetapi harus kehilangan teman karena perlakuan dari
orangta temannya. Ketika SMP banyak mendapat ejekan dari beberapa temannya. Tetapi ia hanya bisa bersabar dan akhirnya mampu melewati semuanya. Saat SMA, ia
mendapat peringkat yang paling baik dan selalu menang ketika ia mengikuti perlombaan. Ia harus memberi kepercayaan kepada orang-orang bahwa dengan
keadaan cacat ia masih bisa melakukan pekerjaan selayaknya orang normal. Masa SMA yang membuat ia dapat dibanggakan adalah ikut dalam
perlombaan dan memenangkan beberapa perlombaan yang membawa nama sekolah. Ia juga jadi contoh untuk teman-temannya ketika masih bersekolah. Mendapat
peringkat pertama dan selalu ramah, senang bergaul. Ketika kuliah ia mendapatkan kepercayaan dari para dosennya untuk membantu dosennya ngerjakan suatu
pekerjaan. Tetapi tidak semua dosen yang sennag terhadapnya. Ia mencoba menganggap itu hanya sebuah ujian baginya. Teman-temannya juga banyak
mendukungnya. Sehingga ketika ia lulus kuliah, ia mendapatkan pekerjaan sebagai kasir di sebuah perusahaan kecil.
Universitas Sumatera Utara
Usia 25 tahun, Rini menikah dengan pria pilihannya. Walaupun orangtua suaminya tidak menyetujuinya, mereka tetap menikah dan mendapatkan dua orang
anak laki-laki. Rini yang tidak mempunyai ayah sejak usia sembilan tahun dan kehilangan ayah tiri, sangat senang ketika ia mempunyai mertua laki-laki dari suami
pertamanya. Hanya mertua laki-lakinya saja yang dapat menerima pernikahan anaknya dengan Rini. Tetapi hanya sebentar ia merasakan kesenangan itu. Setelah
anak keduanya lahir, mertua laki-lakinya pun meninggal. Sehingga tidak ada tempat berbagi kasih sayang dengannya.
Suami pertamanya meninggalkan Rini karena menikah dengan wanita lain dan meninggalkan hutang-hutang yang berjumlah banyak. Sehingga membuat Rini sedih
dan stres. Kehidupannya setelah bercerai berjalan dengan baik. Pada suatu hari, ia kedatangan orang-orang dari Bank yang membuktikan bahwa mantan suami
pertamanya terlibat hutang dan menggadaikan rumah dari peninggalan ayah mertuanya. Dan akhirnya ia dan anak-anaknya kembali ke tempat bibi yang
mengasuhnya. Beberapa hari setelah ia dan anak-anaknya pindah kembali ke rumah bibinya,
anak sulung Rini sakit demam. Setelah mendapat perawatan dari dokter, anaknya tidak sembuh juga. Rini tidak mempunyai uang untuk membiayai pengobatan
anaknya. Ia tetap berdoa dan meminta kepada Tuhan untuk kesembuhan anaknya. Namun yang ia terima bukan kesembuhan anaknya, melainkan kepergian anak
sulungnya untuk selama-lamanya. Anak sulungnya meninggal akibat kekurangan cairan dalam tubuhnya dan tidak adanya penyembuhan kepada anaknya. Ia sangat
Universitas Sumatera Utara
frustasi, marah dan benci kepada mantan suaminya dan juga Tuhan. Tetapi karena ia mendapat banyak dukungan dari orang-orang sekitarnya untuk bangkit kembali, ia
sadar bahwa hidupnya masih panjang dan ia masih mempunyai anak keduanya yang butuh kasih sayang orangtua.
Setelah bercerai dengan suami pertamanya, ia menikah kembali dengan pria pilhan bibi yang mengasuhnya selama ini. Awalnya ia tidak mau menerima
perjodohan tersebut. Karena merasa takut untuk menjalani rumah tangga untuk kedua kalinya. Setelah beberapa lama perkenalan mereka akhirnya menikah. Ia merasa
kehidupannya sudah lengkap. Mempunyai suami yang menerima keadaannya, mendapatkan seorang anak perempuan serta mempunyai rumah yang mewah. Tidak
peduli dengan keadaan cacatnya, ia tetap bekerja siang dan malam. Malam hari ia harus bekerja memeriksa keuangan perusahaan tempat suaminya bekerja. Karena
keterbatasannya, ia tidak di haruskan bekerja di kantor. Beberapa harapan yang belum diwujudkannya adalah membeli sebuah ruko
untuk tempat ia berjualan. Warung yang diwariskan ibunya ia jaga dan ia akan mencoba berjualan di sebuah ruko. Dan keinginannya adalah menjadikan warung
yang ia jaga sekarang menjadi sebuah restaurant yang besar dan terkenal.
D. Aspek-aspek Kebahagiaan