sedang beristirahta sambil menyelesaikan pekerjannya. Ketika peneliti mulai wawancara, Aman memberhentikan pekerjannya dan mendengar peneliti berbicara.
Posisi peneliti dan Aman seperti pada wawancara pertama dan kedua yaitu berhadapan. Aman duduk ditempat biasa dan peneliti duduk dikursi yang berwarna
merah. Ia menyediakan minuman ringan untuk peneliti dan mempersilahkan peneliti untuk minum. Wawancara berjalan begitu lancar dan tidak ada gangguan selama
wawancara. Wajah dan suara Aman terlihat sangat senang, tidak ada keraguan ketika menjawab semua pertanyaan dari peneliti. Peneliti juga memperjelas kembali
jawaban akan pertanyaan wawancara sebelumnya. Jalanan terlihat mulai ramai, begitu juga dengan kedai Aman yang mulai
diramaikan oleh pengunjungnya. Anak laki-laki Aman sedang menyelesaikan pekerjaannya, sehingga Aman harus membantu agar pengunjung lain tidak lama
menunggu. Wawancara berkahir pada pukul 13.50 dan peneliti meminta izin untuk pulang.
c. Rangkuman hasil wawancara
Aman adalah anak pertama dari tiga bersaudara., ia mengalami kecacatan sejak lahir. Ia baru mengetahui bahwa salah satu kakinya tidak sempurna pada saat
usia 2 tahun. Orangtuanya mengatakan bahwa akibat salah suntik dari dokter ketika ia jatuh dari tempat tidur yang menyebabkan kecacatan, tetapi dari lahir memang sudah
tidak sempurna. Kaki kirinya kecil, berbentuk lonjong dan tidak mempunyai jari. Orangtuanya juga sudah membawa ke pengobatan alternatif untuk diobati, tetapi
Universitas Sumatera Utara
tidak berhasil. Cara berjalan Aman adalah dengan merangkak. Meskipun ia merasakan sakit di lututnya, ia tidak putus asa ketika mencari pekerjaan.
Pekerjaannya adalah menjadi tukang jahit sepatu. Aman tidak pernah sekolah karena orangtuanya tidak mempunyai biaya untuk sekolahnya, sehingga ia membantu
orangtuanya berternak ayam ketika masih kecil. Ketika ia berusia 16 tahun, ayahnya meninggal dunia dan ia menjadi tulang punggung untuk keluarganya. Awalnya ia
membantu ayah angkatnya yang bekerja sebagai penjahit sepatu, kemudian setelah ayah angkatnya merasa ia sudah bisa bekerja, maka ia menyerahkan pekerjaan itu
kepada Aman. Ia juga memiliki masa lalu yang sulit. Masa-masa dimana ia tidak pulang
kerumah hanya untuk bekerja, mencari duit untuk menafkahi ibu dan adik-adiknya. Dalam sebulan hanya dua kali ia pulang ke rumah untuk memberikan uang yang ia
dapatkan kepada ibunya. Selama tidak tinggal dirumah, ia tinggal di sebuah warung makan di depan kedai tempat ia bekerja. Pemilik warung makan tersebut sudah
menganggap ia sebagai anak sehingga menginzinkan ia tinggal di warung tersebut. Walaupun kakinya tidak sempurna tetapi ia tetap bisa mengendarai sepeda
motor. Sepeda motor yang dikhususkan untuk orang-orang yang cacat yang dimilikinya. Ia merasa meskipun keadaannya cacat bukan berarti menghambat untuk
beraktifitas seperti orang yang fisiknya sempurna. Setelah beberapa tahun mempunyai pekerjaan, ia bertemu istrinya saat ini di
tengah jalan ketika ia mengalami kesulitan dan mempunyai tiga orang anak. Ia merasa tidak percaya diri dengan keadaannya yang cacat. Penerimaan oleh keluarga
Universitas Sumatera Utara
dan istrinya membuat ia tidak mengenal susah. Ia terus bekerja untuk menghidupi keluarga dan mampu bertahan sampai sekarang untuk keluarganya. Ia mendapat
reaksi yang baik ketika keluarganya menegetahui kecacatannya. Ketika mereka mengetahui bahwa ia memiliki kekurangan, keluarga dari istrinya tidak setuju dengan
Aman karena mereka memiliki pandangan yang negatif terhadapnya. Saat ini harapan yang diinginkan Aman adalah membuka sebuah toko sepatu
dimana ia juga tetap menjadi penjahit sepatu. Ia juga menginginkan keluarganya bisa mempunyai rumah yang sederhana dan menjadi orang yang lebih baik lagi. Dan
berharap bahwa nasib anak-anaknya tidak sama dengannya yang sekarang.
d. Aspek-aspek kebahagiaan