Pengaruh Lamanya Waktu Reaksi Polimerisasi Pada Proses Pembuatan Poliester dari Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD)
LAMPIRAN 1
DATA BAHAN BAKU
L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK SAWIT DISTILAT (ALSD) HASIL ANALISA GC-MS
Pada penelitian ini digunakan Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) sebagai bahan baku. Adapun analisis yang dilakukan pada bahan baku ALSD adalah analisa Gas Chromatograpy-Mass Spectrometry (GC-MS) untuk mengetahui komposisi ALSD sehingga dapat ditentukan berat molekulnya. Analisis dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU.
Gambar L1.1 Hasil kromatogram GC-MS untuk ALSD
(2)
LAMPIRAN 2
DATA HASIL PENELITIAN
L2.1 DATA HASIL ANALISIS KROMATOGRAM GC-MS METIL ESTER
(3)
L2.2 DATA HASIL ANALISIS METIL ESTER L2.2.1 Data Hasil Analisis Densitas Metil Ester
Massa piknometer kosong : 11,4 gram
Massa piknometer kosong + air : 15,8 gram Massa piknometer kosong + metil ester : 11,4 gram
Densitas metil ester : 859,905 kg/m3
L2.2.2 Data Hasil Analisis Viskositas Metil Ester
Tabel L2.1 Data hasil analisis viskositas metil ester Run Waktu Alir Air
(detik)
Waktu Alir Metil Ester (detik)
Viskositas Metil Ester (dPa.s)
I 86,96 856,29
0,06898
II 86,32 858,23
II 86,47 876,60
Rata-Rata 86,58 863,707
L2.2.3 Data Hasil Analisis Bilangan Iodin Metil Ester
Tabel L2.2 Data hasil analisis bilangan iodin metil ester Massa sampel
(gr)
Volume Natrium Thiosulfat Bilangan Iodin (g I2/100 g)
Titrasi Blanko (ml) Titrasi Metil Ester (ml)
5,5 5,5 2,15 77,294
L2.3 DATA ANALISIS BILANGAN IODIN TAHAP POLIMERISASI Tabel L2.3 Data hasil analisis bilangan iodin tahap polimerisasi Waktu
Reaksi (jam)
Massa sampel (gr)
Volume Natrium Thiosulfat
Bilangan Iodin (g I2/100 g)
Titrasi Blanko (ml)
Titrasi Metil Ester (ml) 3
5,5 5,5
2,75 63,450
4 2,80 62,296
(4)
L2.4 DATA HASIL ANALISIS KROMATOGRAM GC POLIESTER
(5)
(6)
L2.6 DATA HASIL ANALISIS POLIESTER
L2.6.1 Data Hasil Analisis Bilangan Asam Tahap Poliesterifikasi
Tabel L2.4 Data hasil analisis bilangan asam tahap poliesterifikasi
L2.6.2 Data Hasil Analisis Viskositas Poliester
Tabel L2.5 Data hasil analisis viskositas poliester Waktu Reaksi (jam) Viskositas (dPa.s)
3 14,3
4 14,7
5 19,1
L2.6.3 Data Hasil Analisis Berat Molekul Poliester
Tabel L2.6 Data hasil analisis berat molekul poliester Waktu
Reaksi (jam)
Massa sampel (gr)
Volume Natrium Hidroksida
Berat Molekul (g/mol) Titrasi Blanko (ml) Titrasi
Poliester (ml) 3
1 101
177,0 1315,789
4 166,7 1522,070
5 201,5 995,025
Waktu Reaksi Poliesterifikasi (menit)
Bilangan Asam (mg KOH/g)
3 jam 4 jam 5 jam
0 41,79 61,37 58,62
60 35,90 49,37 42,75
120 31,08 36,02 38,99
180 23,67 27,77 24,57
(7)
LAMPIRAN 3
CONTOH PERHITUNGAN
L3.1 PERHITUNGAN BERAT MOLEKUL RATA-RATA ASAM LEMAK SAWIT DISTILAT (ALSD)
Tabel L3.1 Perhitungan berat molekul rata-rata Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD)
Nama Komponen %
Berat
Berat
Molekul Mol % Mol % Mol x BM
Lauric Acid (C:12-0) 0,16 200,32 0,000798722 0,00216 0,433294872
Miristic Acid (C:14-0) 1,08 228,38 0,004728961 0,01281 2,924740387
Palmitic Acid (C:16-0) 39,15 256,43 0,152673244 0,41345 106,0218390
Palmitoleic Acid (C:16-1) 0,19 254,41 0,000746826 0,00202 0,514537661
Stearic Acid (C:18-0) 5,73 284,48 0,020142013 0,05455 15,51737261
Oleic Acid (C:18-1) 41,38 282,47 0,146493433 0,39672 112,0608863
Linoleic Acid (C:18-2) 11,26 280,45 0,040149759 0,10873 30,49312663
Linolenic Acid (C:18-3) 0,35 278,44 0,001257003 0,00340 0,947832533
Ecosanoic Acid (C:20-0) 0,62 312,54 0,001983746 0,00537 1,67901763
Ecosenoic Acid (C:20-1) 0,09 310,52 0,000289836 0,00078 0,243728366
Lauric Acid (C:12-0) 0,16 200,32 0,000798722 0,00216 0,433294872 Jumlah 100,01 0,369263544 1,00000 270,8363761 Berdasarkan perhitungan pada tabel L3.1 diperoleh Berat Molekul Rata-rata Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) adalah 270,836 gr/mol.
L3.2 PERHITUNGAN KEBUTUHAN REAKTAN PADA REAKSI ESTERIFIKASI ALSD
Pada tahap reaksi esterifikasi, reaktan yang digunakan adalah ALSD dan metanol dengan menggunakan katalis asam sulfat. Adapun perhitungan kebutuhan reaktan pada reaksi esterifikasi ALSD ini yaitu :
Rasio molar ALSD : Metanol = 1:8
Katalis H2SO4 = 1 % massa ALSD
Massa ALSD = 100 gr
Mol ALSD =
ALSD M r
ALSD M assa
(8)
=
mol gr 270,836
gr 100
= 0,369 mol
Mol Metanol = 8 x mol ALSD
= 2,954 mol
Massa Metanol = mol Metanol x Mr Metanol = 2,954 mol x 32
mol gr
= 94,528 gr
Massa H2SO4 yang dibutuhkan = 1% x massa ALSD
= 1% x 100 gr = 1 gr
L3.3 PERHITUNGAN BERAT MOLEKUL RATA-RATA METIL ESTER ALSD
Tabel L3.2 Perhitungan berat molekul rata-rata metil ester ALSD
Nama Komponen %
Berat
Berat
Molekul Mol % Mol
% Mol x BM
Hexane 0,75 86,180 0,00870 0,02332 2,00981
Hexanoic acid, methyl ester 0,16 130,19 0,00123 0,00329 0,42876
Octanoic acid, methyl ester 0,9 158,238 0,00569 0,01524 2,41177
Decanoic acid, methyl ester 0,61 186,29 0,00327 0,00877 1,63464
Dodecanoic acid, methyl ester 3,95 214,344 0,01843 0,04938 10,58499
Methyl tetradecanoate 7,52 242,000 0,03107 0,08327 20,15168
Hexadecanoic acid, methyl ester 55,48 270,000 0,20548 0,55064 148,67221
n-Hexadecanoic acid 9,72 330,000 0,02945 0,07893 26,04711
Octadecanoic acid, methyl ester 11,07 298,51 0,03708 0,09938 29,66477
9-Octadecenoic acid 4,91 282,47 0,01738 0,04658 13,15754
9,12-Octadecadienoic acid, methyl ester 1,05 294,472 0,00357 0,00956 2,81373
Eicosanoic acid, methyl ester 1,49 326,557 0,00456 0,01223 3,99282
Squalene 2,39 330,000 0,00724 0,01941 6,40459
Jumlah 100 0,37317 1,00000 267,97442
Berdasarkan perhitungan pada tabel L3.2 diperoleh Berat Molekul Rata-rata metil ester ALSD adalah 270,836 gr/mol.
(9)
L3.4 PERHITUNGAN DENSITAS METIL ESTER Massa piknometer kosong = 11,4 gr = 0,0114 kg Massa piknometer + air = 15,8 gr = 0,0158 kg Massa piknometer + sampel = 15,2 gr = 0,0152 kg Densitas Air (300C) = 995,68 kg/m3 [58] Volume air dalam piknometer :
3 air air m 00000442 , 0 68 , 995 ) 0114 , 0 0158 , 0 ( m
V(air)
Maka densitas metil ester yaitu:
3 ester
metil ester
metil 859,905kg/m
00000442 , 0 ) 0114 , 0 0152 , 0 ( m air V
L3.5 PERHITUNGAN VISKOSITAS METIL ESTER Volume sampel = 10 ml
Waktu alir rata-rata :
ik 863,707det 3 876,6 858,23 856,29 3 t t t
t 1 2 3
0,8636 995,68 859,905 ρ ρ sg air sampel
sampel
Viskositas sampel = k x sg x t
Viskositas Air (30oC) = 0,8007 x 10-3 kg/m.s [58]
tair =86,58 detik
Sgair =995,68kg m
3 ⁄
995,68kg⁄m3 = 1
Viskositas air = k x sg x t
k =
sg t
= 0,8007 10 -3
1 86,58
(10)
Viskositas metil ester = k x sg x t
= 9,248 x 10-6 kg/m.s2 x 0,8636 x 863,707 s = 6,898 x 10-3 kg/m.s = 6,898 cP = 0,06898 dPa.s
L3.6 PERHITUNGAN BAHAN KIMIA YANG DIGUNAKAN L3.6.1 Pembuatan Larutan KOH 0,1 N
Volume larutan = 500 ml Berat molekul KOH = 56,11 gr/mol M = N/e ; e KOH = 1
N = M
gr 2,8055 massa ml 500 1000 gr/mol 11 , 6 5 massa M 0,1 volume 1000 BM massa M
Sebanyak 2,8055 gram kristal KOH dilarutkan dengan aquades hingga volume larutan mencapai 500 ml.
L3.6.2 Pembuatan Indikator Phenolphthalein 1%
Ditimbang sebanyak 1 gram serbuk phenolphthalein dan dilarutkan dengan etanol 96 % hingga volume larutan mencapai 100 ml.
L3.6.3 Pembuatan Larutan Kalium Iodida 10%
Ditimbang sebanyak 10 gram kristal KI dan dilarutkan dengan aquades hingga volume larutan mencapai 100 ml.
L3.6.4 Pembuatan Indikator Amilum 1%
Ditimbang sebanyak 1 gram serbuk amilum ditambahkan dengan aquades hingga volume larutan mencapai 100 ml lalu dipanaskan sambil diaduk hingga mendidih dan disaring dalam keadaan panas.
(11)
L3.6.5 Pembuatan Larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N
Ditimbang sebanyak 12,6 gram kristal Na2S2O3.5H2O dan dilarutkan dengan
aquades hingga volume larutan mencapai 250 ml.
L3.6.6 Pembuatan Larutan Hanus
Sebanyak 200 ml asam asetat glasial dipanaskan sampai mendidih lalu ditambahkan 6,6 gram I2 dan diaduk hingga larut. Kemudian ditambahkan lagi 250
ml asam asetat glasial sambil dikocok. Larutan disimpan dalam botol berwarna gelap. Ditimbang sebanyak 10 gram kristal KI dan dilarutkan dengan aquades hingga volume larutan mencapai 100 ml.
L3.7 PERHITUNGAN BILANGAN IODIN METIL ESTER
Massa sampel = 5,50 gram
Volume Na-tiosulfat titrasi blanko = 5,50 ml Volume Na-tiosulfat titrasi metil ester = 2,15 ml Normalitas Na-tiosulfat = 0,1 N
g /100 I g 77,294 5,50 12,69 x 0,1 x 2,15) -(5,50 W 12,69 x N x ) V -(V Iodin Bilangan 2 1 2
L3.8 PERHITUNGAN BILANGAN IODIN METIL ESTER TERPOLIMERISASI
Massa sampel = 5,50 gram
Volume Na-tiosulfat titrasi blanko = 5,50 ml Normalitas Na-tiosulfat = 0,1 N
- Waktu Reaksi Polimerisasi 3 jam
Volume Na-tiosulfat titrasi metil ester = 2,75 ml
g /100 I g 63,45 5,50 12,69 x 0,1 x 2,75) -(5,50 W 12,69 x N x ) V -(V Iodin Bilangan 2 1 2
(12)
- Waktu Reaksi Polimerisasi 4 jam
Volume Na-tiosulfat titrasi metil ester = 2,80 ml
g /100 I g 62,296 5,50 12,69 x 0,1 x 2,80) -(5,50 W 12,69 x N x ) V -(V Iodin Bilangan 2 1 2
- Waktu Reaksi Polimerisasi 5 jam
Volume Na-tiosulfat titrasi metil ester = 2,85 ml
g /100 I g 61,143 5,50 12,69 x 0,1 x 2,85) -(5,50 W 12,69 x N x ) V -(V Iodin Bilangan 2 1 2
L3.9 PERHITUNGAN BILANGAN ASAM POLIESTER
Massa sampel = 5,00 gram
Volume KOH titrasi blanko = 3,50 ml
Normalitas KOH = 0,1 N
Contoh perhitungan untuk sampel pada waktu reaksi 240 menit pada Run 1: Volume titrasi sampel = 21,30 ml
KOH/g mg 19,972 5,00 56,1 x 0,1 x 3,50) -(21,30 S 56,1 x N x B) -(A Asam
Bilangan KOH
Perhitungan bilangan asam selanjutnya analog dengan contoh perhitungan di atas. Adapun hasil perhitungan bilangan asam keseluruhan dapat dilihat pada tabel L3.3.
Tabel L3.3 Hasil perhitungan bilangan asam poliester Waktu Reaksi
Poliesterifikasi (menit)
Bilangan Asam (mg KOH/g)
3 jam 4 jam 5 jam
0 41,79 61,37 58,62
60 35,90 49,37 42,75
120 31,08 36,02 38,99
180 23,67 27,77 24,57
(13)
L3.10 PERHITUNGAN BERAT MOLEKUL POLIESTER
Massa sampel = 1 gram
Volume NaOH titrasi blanko = 101,0 ml
Normalitas NaOH = 0,01 N
- Waktu Reaksi Polimerisasi 3 jam
Volume NaOH titrasi sampel = 177,0 ml
g/mol 1315,789 1000) x (1 0,01] x 101,0) -[(177,0 1 1000) x (S ] N x B) -[(A 1 M olekul Berat NaOH
- Waktu Reaksi Polimerisasi 4 jam
Volume NaOH titrasi sampel = 166,7 ml
g/mol 1522,070 1000) x (1 0,01] x 101,0) -[(166,7 1 1000) x (S ] N x B) -[(A 1 M olekul Berat NaOH
- Waktu Reaksi Polimerisasi 5 jam
Volume NaOH titrasi sampel = 201,5 ml
g/mol 995,025 1000) x (1 0,01] x 101,0) -[(201,5 1 1000) x (S ] N x B) -[(A 1 M olekul Berat NaOH
(14)
LAMPIRAN 4
DOKUMENTASI PENELITIAN
L4.1 TAHAP ESTERIFIKASI
Gambar L4.1 Tahap esterifikasi : (a) proses esterifikasi, (b) metil ester yang dihasilkan, (c) analisis viskositas
L4.1 TAHAP POLIMERISASI
Gambar L4.2 Proses Polimerisasi Metil Ester (a)
(15)
L4.3 TAHAP POLIESTERIFIKASI
Gambar L4.3 Tahap poliesterifikasi : (a) proses poliesterifikasi, (b) analisis berat molekul, (c) analisis bilangan asam, (d) poliester yang dihasilkan
(a)
(b) (c)
(16)
DAFTAR PUSTAKA
[1] Kurniasih. “Pemanfaatan Asam Lemak Sawit Distilat Sebagai Bahan Baku Dietanolamida Menggunakan Lipase (Rhizomucor meihei).” Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008.
[2] Nukhe Andri Silviana. “Analisis Kadar Asam Lemak Bebas dari Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) dan Coconut Fatty Acid Distillate (CFAD).” Karya Ilmiah, Departemen Kimia, FMIPA, USU, Medan, 2008.
[3] Badan Pusat Statistik (2013), Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis
Tanaman, Indonesia (Ton), 1995-2010. Diakses 27 Mei 2012.
http://www.bps.go.id.
[4] Giwangkara E. G. (2007), Kegunaan Hidrokarbon dalam Kehidupan
Sehari-hari. Diakses 27 Maret 2012.
http://kimia-aplikasi.wordpress.com.
[5] ICB Chemical Profiles, 11 February 2008 and 23 April 2007; CMAI 2007
word Petrochemical Conference, 20-22 March 2007, Houston, Texas. Diakses 5
Mei 2013.
http://www.icis.com.
[6] Marlina. “Pemanfaatan Asam Lemak Bebas Teroksidasi Dari Minyak Jarak Untuk Sintesis Membran Poliuretan.” Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan.
Vol 6. No.2, 2007, hal. 67-70.
[7] Titi Wulan Utami. “Recovery Ion Logam Cu2+, Cd2+ dan Cr3+ Dengan Polieugenoksi Asetil Tiopen Metanolat (PEATM) Sebagai Carier Menggunakan Teknik Membran Cair Ruah (BLM).” 2009.
[8] Qijin Zhang, Wenying X.V., Zhiyong WANG, “Synthesis of
Polycaprolactone With Two Carboxyl End Group”. Journal Matter Sci. Technol,
Vol 10, 2010.
[9] Hüseyn Topallar, Yüksel Bayrak, Mehmet Iscan. Tr. J., Chemistry 21, 1997. hal.118-125.
[10] Petrovic Z. S. “Polymer From Biological Oils”, Contemporay Materials, I,1.
(17)
[11] Croston C. B., I. L. Tubb, J. C. Cowan, H. M. Teeter, “Polymerization Of Drying Oils. VI. Catalytic Polymerization Of Fatty Acids and Esters With Boron Trifluoride and Hydrogen Fluoride.” Journal of the American Oil Chemist’s
Society. Volume 29, Number 8, DOI: 10.1007/BF02639812, 1952 : hal. 331-333.
[12] Rismawati Rasyid, “Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Katalis pada Proses Esterifikasi Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMs) menjadi Biodiesel”, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Muslim Indonesia, Makassar, 2011.
[13] Nurmian, Yusmiati Pane, Nurhasanah, “Sintesis Poliester Dari Minyak Goreng Yang Berasal Dari Crude Palm Oil (CPO).” Laporan Penelitian Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2000.
[14] George Odian, Principles of Polymerization, Fourth Edition, (New York: John Wiley & Sons, Inc, 2004).
[15] Alfitra, “Pembuatan Biodiesel dari Palm Fatty Acid Distillate (PFAD)”, Diakses 12 Mei 2012.
http://repository.usu.ac.id.
[16] Oremusová J., Vojteková M. : Density determination of liquids and solids.
Manual for laboratory practice. (in Slovak).
[17] ASTM D445 - 12 Standard Test Method for Kinematic Viscosity of
Transparent and Opaque Liquids (and Calculation of Dynamic Viscosity).
[18] Hanus Method, AOAC 920.158 (ISO 3961:1996 Animal and vegetable fats
and oils -- Determination of iodine value).
[19] ASTM D4662-03 Standard Test Method for Polyurethane Raw Materials:
Determination of Acid and Alkalinity Numbers of Polyols.
[20] Instruction Manual. Rion co. Ltd. Portable viscotester VT-03/04. Japan. [21] Penentuan Bobot Molekul. Diakses 5 Mei 2013.
http://usupress.usu.ac.id.
[22] Aniek S, Handayani, Sidik Marsudi, M. Nasikin, M. Sudibandriyo, “Reaksi Esterifikasi Asam Oleat dan Gliserol Menggunakan Katalis Asam.” Jurnal Sains Materi Indonesia, Edisi Khusus Oktober, 2006 : hal. 102-105.
(18)
[23] Guerino G. Sacripante, Alan E. J. Toth, Marko D. Saban, “Polyesters”. US Patent: 6.180.747 b1. Jan 30, 2001.
[24] Cowie, J. M. G., Polymers: Chemistry & Physics of Modern Materials. (Glasglow: Bell and Bain Ltd, 1973).
[25] Zehev Tadmor, Costag G. Gogos, Principles of Polymer Processing. Second Edition. (New York: John Wiley & Sons, Inc., 2006).
[26] Anthony J. East, Polyester Thermoplastic dalam Encyclopedia of Polymer
Science and Technology. Vol.7. (New York: John Wiley and Sons, Inc, 2005).
[27] Swicofil, “Polyester (PET), Natural Fibers Synthetic Fibres, Polyester Yarn and Fiber”. Diakses 12 Mei 2012.
http://swicofil.com/pes.html.
[28] Florence Smith W. P, “Fashion Application for Polyester Fiber Particularly Hydrophilic Polyester.” (Dow Corning Corporation, 2005).
[29] Zulkarnain Rangkuti, “Pembuatan dan Karakterisasi Papan Partikel dari Campuran Resin Polyester dan Serat Kulit Jagung”. USU e-Repository, Medan,
2011.
[30] Syawaludin Nasution, “Pembuatan Senyawa Epoksi Dari Metil Ester Asam
Lemak Sawit Distilat Menggunakan Katalis Amberlite”, USU e-Repository, Medan, 2009.
[31] Charlie Scrimgeour, Chemistry of Fatty Acid dalam Bailey’s Industrial Oil
and Fat Products, Sixth Edition, Volume 6, Editor : Fereidoon Shahidi (New
York: John Wiley and Son, 2005).
[32] Yusuf Basiron, Palm Oil dalam Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, Volume 6, Sixth Edition, Editor: Fereidoon Shahidi (New York, John Wiley and Son, 2005).
[33] Ellies Sakidja, “Mempelajari Pengaruh Pemberian Poliester Sukrosa dari Minyak Kelapa Terhadap Kadar Kolesterol Total, HDL dan LDL serta Trigliserida Darah Tikus Percobaan (Rattus norvegicus).” Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian, Bogor, 2002.
[34] Nuryanto E, T. Haryati, J. Elisabeth, “Pembuatan Fatty Amida Dari ALSD Untuk Produksi Deterjen Cair dan Shampoo”, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, 2002.
(19)
[35] Gerrad Lligadas I. Puig, “Biobased Thermoses from Vegetable Oils. Synthesis, Characterization, and Properties”, Universitat Rovira I Virgili, Tarogana, 2006.
[36] Juliati Tarigan, “Ester Asam Lemak”, Karya Ilmiah, Jurusan Kimia FMIPA USU, Medan, 2009.
[37] Gregorio C. Gervajio, Fatty Acid and Derivatives from Coconut Oil dalam Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, Volume 6. Sixth Edition. Editor: Fereidoon Shahidi. (New York: John Wiley and Son, 2005).
[38] William W. Christie, “Preparation Of Ester Derivatives Of Fatty Acids For
Chromatographic Analysis William”, The Scottish Crop Research Institute, Invergowrie, Scotland DD2 5DA, 1993.
[39] Freedman, B. E. H, T. L. Mounts, “Variabel Affecting the Yields of Fatty
Esters from Transesterified Vegetable Oils”. J. Am. Oil Chem. Soc, 61, 1984. hal 1638-1643.
[40] Ramadhas. “Pembuatan Biodiesel dari Minyak Sawit dengan Esterifikasi Dua
Tahap”. Laporan Penelitian, Laboratorium Proses Kimia, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2005.
[41]Schuchardi Ulf, Ricardo Sercheli, Rogério Matheus Vargas,
“Transesterification of Vegetable Oils. A Review”. J Braz. Chem. Soc: Vol. 9,
No. 1 ,1998. hal. 199-210.
[42] Desi Suci Handayani, Triana Kusumaningsih, Muslimin. “Sintesis Kopoli (Anetol-DVB) Sulfonat Sebagai Bahan Alternatif Resin Penukar Kation”. Jurusan
Teknik Pertanian. Vol. 17(2), Bogor, 2002. hal. 43-48.
[43] Mihail Ionescu, Zoran S Petrović. “Cationic Polymerization of Biological
Oils With Superacid Catalysts”. US Patent: 7.501.479 B2, March 10, 2009.
[44] Fred W. Billmeyer, Textbook of Polymer Science, Second Edition, (New York: John Wiley and Sons, Inc, United States of America, 1971).
[45] Menteri Perdagangan Indonesia (2013). Peraturan Menteri Perdagangan
Indonesia Nomor 09/M-DAG/PER/2/2013 Tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor Atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea Keluar.
(20)
[46] Lamy Chandra (2012). Polyethylene Terephthalate. Diakses 5 Mei 2013. http://www.icispricing.com.
[47] Rr Laeny Sulistyawati dan Nidia Zuraya (2013). Indonesia Ditarget Jadi
Produsen Oleokimia Terbesar Dunia. Diakses 5 Mei 2013.
http://www.republika.co.id.
[48] Meshach Emmanuel Ekeoma, “Synthesis of Biodiesel Using Palm Fatty Acid
Distillates”. A Project Report Submitted to The Departement of Chemistry, School of Science, Federal University of Technology, Owerri, 2010.
[49] Tri Yogo Wibowo, Riduan Zakaria, Ahmad Zuhairi Abdullah, “Selective Glycerol Esterification Over Organomontmorillonite Catalyst”. Sains Malaysiana 39(5), 2010. hal. 811-816.
[50] Ying Xia, Richard C Laroch, “Vegetable Oil Based Polymeric Materials :
Syntesis, Properties and Application”. Green Chem, 12, 1893-1909, The Royal of
Chemistry, 2010.
[51] Agung Nugraha. “Sintesis Ester Glukosa Oleat antara Glukosa Pentaasetat
dan Metil Oleat.” Skripsi, Departemen Kimia, FMIPA, IPB, Bogor, 2006.
[52] Pavia L. D, Lampman G. M, Kriz G. S, Introduction to Spectroscopy, Second Edition, (Washington: W.B. Saunders, 1996).
[53] Saulina Dwitri, “Pembuatan Minyak Goreng dari RBD-Minyak Sawit Tanpa Pemisahan Olein dan Stearin dengan Cara Reaksi Interesterifikasi dengan Minyak Nabati Cair.” Tesis Program Pascasarjana, USU, Medan, 2003.
[54] National Petrochemical Campany/Shahid Tondguaian Petrochemical Complex.
[55] Prima Astuti Handayani, “Polimerisasi Akrilamid Dengan Metode Mixed -Solvent Precipitation Dalam Pelarut Etanol-Air”. Volume 8, No.1, 2010.
[56] James Silitonga, Ida Zahrina, Yelmida. Esterifikasi Palm Fatty Acid
Distillate (PFAD) Menjadi Biodiesel Menggunakan Katalis M-Zeolit Dengan Variabel Waktu Reaksi dan Kecepatan Pengadukan. Diakses 5 Mei 2013.
http://repository.unri.ac.id.
[57] H.F. Huber dan D. Stoye. Polyesters- Coating Technology Handbook. Third Edition. Taylor & Francis Group, LLC, 2006.
(21)
[58] Christie John Geankoplis. Transport Process and Separation Process
(22)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 TEMPAT DAN WAKTUPenelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian, Laboratorium Operasi Teknik Kimia dan Laboratorium Proses Industri Kimia Departemen Teknik Kimia USU Medan. Analisis GC-MS ALSD dan GC poliester dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Jalan Brigjen Katamso Medan. Analisis GC-MS metil ester dan FT-IR poliester dilakukan di Laboratorium Fakultas Farmasi USU Medan. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan.
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Asam lemak sawit distilat (ALSD)
2. Metanol (CH3OH)
3. Boron trifluorida - dietil eterat (BF3-C2H5OC2H5)
4. Asam sulfat (H2SO4)
5. Etilen glikol (HOCH2CH2OH)
6. Larutan hanus
7. Natrium tiosulfat (Na2S2O3)
8. Aquadest (H2O)
9. Etanol (C2H5OH)
10.Kalium hidroksida (KOH) 11.Kalium iodida (KI)
12.Indikator phenolphthalein (C20H14O4)
(23)
3.2.2 Peralatan
3.2.2.1 Peralatan Penelitian
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Labu leher tiga
2. Magnetic stirrer-bar
3. Hot plate
4. Refluks kondensor 5. Corong pemisah 6. Termometer 7. Beaker gelas 8. Gelas ukur 9. Pipet tetes
10.Batang pengaduk 11.Corong gelas 12.Gabus 13.Selang air
3.2.2.2Peralatan Analisis
Adapun peralatan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Spektroskopi FT-IR
2. Kromatogram GC-MS 3. Kromatogram GC 4. Buret
5. Statif dan klem 6. Erlenmeyer
7. Viskosimeter Ostwald 8. Viscotester VF-04
(24)
3.2.2 Rangkaian Peralatan Penelitian
Gambar 3.1 Rangkaian peralatan penelitian Keterangan gambar :
1. Statif 2. Klem
3. Refluks kondensor 4. Air masuk kondensor 5. Air keluar kondensor
3.3 RANCANGAN PERCOBAAN
Penelitian ini dilakukan dengan variabel bebas waktu reaksi polimerisasi dan variabel konstan konsentrasi katalis (Boron trifluorida - dietil eterat) pada tahap polimerisasi. Adapun kombinasi perlakuan penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Rancangan percobaan penelitian Run Konsentrasi Katalis
(%b/b) metil ester
Waktu Reaksi Polimerisasi (Jam)
1.
9,2
3
2. 4
3. 5
3 4
1
2
8 7
10 6
9
5
6. Labu leher tiga 7. Termometer 8. Gabus
9. Pengatur suhu Hotplate
(25)
3.4 PROSEDUR PENELITIAN 3.4.1 Analisis Bahan Baku
Bahan baku awal yang digunakan dalam penelitian ini adalah ALSD. Analisis bahan baku dilakukan dengan analisis GC-MS (Gas Chromatography-
Mass Spectrometry) untuk mengetahui komposisi ALSD.
3.4.2 Pembuatan Metil Ester dari Asam Lemak Sawit Distilat
3.4.2.1 Tahap Proses Esterifikasi
Prosedur esterifikasi dilakukan dengan mengadopsi prosedur yang dilakukan oleh Alfitra (2010) [15] yaitu :
1. Asam Lemak Sawit Distilat sebanyak 100 gram yang telah dianalisis dengan menggunakan kromatogram GC-MS dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan refluks kondensor, termometer,
magnetic stirrer-bar.
2. Metanol ditambahkan ke dalam ALSD dan direaksikan selama 120 menit pada temperatur 70 oC. Perbandingan mol ALSD dan metanol adalah 1:8, dan menggunakan katalis asam sulfat 1 % (b/b) ALSD.
3. Setelah reaksi selesai, campuran reaksi dipindahkan ke corong pemisah untuk memisahkan lapisan bawah dan atas setelah didiamkan sampai mencapai suhu kamar.
4. Lapisan atas dicuci dengan air suling bersuhu 85 oC hingga pH netral. 5. Lapisan atas diuapkan untuk memisahkan metanol dan air yang masih
tersisa.
6. Metil ester yang diperoleh dianalisis dengan GC-MS (Gas
Chromatography - Mass Spectrometry).
3.4.2.2 Prosedur Analisis Densitas Metil Ester
Adapun prosedur penentuan densitas metil ester [16] yaitu : 1. Piknometer kosong dan bersih ditimbang dan dicatat massanya.
2. Piknometer diisi dengan air sebanyak 5 ml lalu ditimbang dan dicatat massanya.
(26)
3. Piknometer diisi dengan sampel sebanyak 5 ml lalu ditimbang dan dicatat massanya.
4. Dihitung densitas sampel dengan menggunakan persamaan : air
air piknometer m ρ
V
piknometer sampel
sampel m V
ρ
Dimana : Vpiknometer = volume piknometer (m3)
mair = massa air (kg)
ρair = massa jenis air (30 oC) (kg/m3)
msampel = massa sampel (kg)
ρsampel = massa jenis sampel (30 oC) (kg/m3)
3.4.2.3Analisis Viskositas Metil Ester
Adapun prosedur penentuan viskositas metil ester [17] yaitu :
1. Viskosimeter dikalibrasi dengan air untuk menentukan konstanta viskosimeter.
2. Sampel sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam viskosimeter.
3. Sampel dihisap dengan karet penghisap hingga melewati batas atas viskosimeter.
4. Sampel dibiarkan mengalir ke bawah. Waktu alir sampel dari batas atas hingga batas bawah dicatat.
5. Pengukuran waktu alir dilakukan sebanyak 3 kali, waktu alir yang diambil nilai rata-ratanya.
6. Viskositas sampel ditentukan dengan persamaan :
air sampel (sg) gravity Spesifik
μ kxsgxt
Dimana : µ = viskositas (kg/m.s) k = konstanta viskosimeter sg = spesifik graviti
t = rata-rata waktu alir (detik) ρair = massa jenis air (30 oC) (kg/m3)
ρsampel = massa jenis sampel (30 oC) (kg/m3)
3.1
(27)
3.4.3 Pembuatan Poliester dari Metil Ester
3.4.3.1Tahap Polimerisasi Metil Ester
Prosedur polimerisasi dilakukan dengan mengadopsi prosedur yang dilakukan oleh Nurmian, dkk. (2000) [13] yaitu :
1. Metil ester yang telah diperoleh dari reaksi esterifikasi dianalisis bilangan iodinnya.
2. Kemudian metil ester sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam labu leher tiga.
3. Ditambahkan katalis BF3-dietil eterat dengan konsentrasi 9,2% (b/b) metil
ester .
4. Reaksi polimerisasi dilangsungkan pada temperatur 126 oC - 132 oC. 5. Proses polimerisasi dihentikan setelah reaksi berlangsung selama waktu
reaksi 3, 4 dan 5 jam.
6. Kemudian metil ester terpolimerisasi dianalisis bilangan iodinnya untuk mengetahui apakah reaksi polimerisasi telah terjadi.
3.4.3.2 Analisis Bilangan Iodin
Mula-mula reaktan berupa metil ester dianalisis bilangan iodinnya kemudian setelah selesai produk reaksi kembali diukur bilangan iodinnya. Indikator bagi berlangsung tidaknya reaksi polimerisasi ini adalah penurunan bilangan iodin yang menunjukkan berkurangnya jumlah metil ester yang memiliki ikatan rangkap karena telah bereaksi membentuk dimer atau trimer ester.
Adapun prosedur penentuan bilangan iodin [18] yaitu :
1. Sebanyak 5,5 gram sampel ditambahkan dengan larutan hanus, tutup dan kocok selama 30 menit.
2. Tambahkan 10 ml KI 15 % dan kocok selama 3 menit.
3. Titrasi dengan larutan tiosulfat sampai larutan berwarna kuning.
4. Tambahkan 1 ml larutan amilum dan lanjutkan titrasi sampai warna biru tepat hilang.
5. Lakukan titrasi blanko dengan larutan hanus tanpa sampel dengan cara yang sama.
(28)
W 12,69 x N x ) V -(V Iodin
Bilangan 2 1
Dimana : N = normalitas larutan tiosulfat
V1= volume tiosulfat yang terpakai untuk sampel (ml)
V2= volume tiosulfat yang terpakai untuk blanko (ml)
W= berat sampel (gram)
3.4.3.3Tahap Poliesterifikasi
Prosedur poliesterifikasi dilakukan dengan mengadopsi prosedur yang dilakukan oleh Nurmian, dkk. (2000) [13] yaitu :
1. Metil ester yang telah terpolimerisasi direaksikan dengan etilen glikol dengan perbandingan berat 1:1.
2. Dipanaskan pada temperatur 175-200 oC.
3. Diaduk agar terjadi pencampuran yang baik selama 4 jam.
4. Untuk mengetahui perkembangan reaksi maka dilakukan pengukuran nilai keasaman dari campuran yang direaksikan tiap satu jam.
5. Setelah reaksi berlangsung selama 4 jam, campuran reaksi dikeluarkan dari labu leher tiga kemudian didinginkan.
6. Poliester yang dihasilkan dianalisis viskositas, berat molekul, GC dan FT-IR.
3.4.3.4 Analisis Bilangan Asam
Adapun prosedur analisis bilangan asam [19] yaitu :
1. Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer dengan pelarut etanol panas sebanyak 50 ml.
2. Ditambahkan dengan indikator phenophtalein 1 % sebanyak 0,5 ml. 3. Segera dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N.
4. Dilakukan titrasi blanko tanpa menggunakan sampel. S 56,1 x N x B) -(A Asam
Bilangan KOH
Dimana : A= volume KOH yang terpakai untuk titrasi sampel (ml) B= volume KOH yang terpakai untuk titrasi blanko (ml) N= normalitas KOH (N)
S= berat sampel (gram)
3.3
(29)
3.4.3.5Analisis Viskositas Poliester
Analisis viskositas poliester dilakukan dengan menggunakan Viscotester VT-04F [20]. Prosedur kerjanya yaitu :
1. Dimasukkan sampel sebanyak 100 ml ke dalam cup no. 3.
2. Dipasang rotor no. 3 pada lubang penghubung rotor di bagian belakang alat, dan dijaga jarak antara ujung rotor dengan bagian bawah cup sekitar 15 mm.
3. Dihidupkan alat hingga berputar berlawanan arah jarum jam.
4. Setelah 3 detik dicatat pembacaan skala viskositas pada alat viscotester.
3.4.3.6Analisis Berat Molekul
Adapun prosedur penentuan berat molekul [21] yaitu :
1. Sampel poliester ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
2. Ditambahkan asam asetat anhidrat sebanyak 1 ml ke dalam sampel. 3. Ditambahkan indikator phenolphtalein sebanyak 3 tetes.
4. Larutan sampel dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,01 N hingga terbentuk warna merah rosa.
5. Volume larutan NaOH 0,01 N yang terpakai dicatat.
6. Dilakukan titrasi blanko tanpa sampel untuk mengetahui volume titrasi blanko.
1000) x (S ] N x B) -[(A
1 M olekul
Berat
NaOH
Dimana : A= volume NaOH yang terpakai untuk titrasi sampel (ml) B= volume NaOH yang terpakai untuk titrasi blanko (ml) N= normalitas NaOH (N)
S= berat sampel (gram)
(30)
3.5 FLOWCHART PENELITIAN 3.5.1 Flowchart Proses Esterifikasi
Dipanaskan hingga mencapai suhu 70 °C
Dimatikan pemanas setelah 120 menit Campuran dikeluarkan dari labu dan
dimasukkan ke dalam corong pisah
Dibiarkan hingga membentuk 2 lapisan
Dipisahkan lapisan bawah (air, metanol dan katalis sisa) dari lapisan atas
Ditambahkan air panas ke dalam corong dan dikocok hingga pH netral Metil ester yang diperoleh dikeringkan
Selesai Mulai
Ditambahkan larutan H2SO4 1 % (b/b) dan
metanol dengan perbandingan ALSD dan metanol 1:8 ke dalam campuran
Gambar 3.2 Flowchart proses esterifikasi Dimasukkan ALSD sebanyak 100 gr ke dalam
(31)
3.5.2 Flowchart Analisis Densitas Metil Ester
Gambar 3.3 Flowchart analisis densitas metil ester Piknometer kosong dan bersih ditimbang dan
dicatat massanya Piknometer diisi dengan air
sebanyak 5 ml
Piknometer + metil ester ditimbang dan dicatat massanya
Piknometer diisi dengan metil ester sebanyak 5 ml
bertingkat
Densitas metil ester dihitung Piknometer + air ditimbang dan dicatat
massanya Mulai
(32)
3.5.3 Flowchart Analisis Viskositas Metil Ester
Gambar 3.4 Flowchart analisis viskositas metil ester Dilakukan pengukuran sebanyak 3 kali
Dihisap air dengan karet penghisap sampai melewati batas atas
Selesai
Air dibiarkan turun dan diukur waktu saat air turun dari batas atas ke batas bawah
Mulai
Diisi sebanyak 10 ml air ke dalam viskosimeter
Ditentukan konstanta viskosimeter
Diisi sebanyak 10 ml sampel ke dalam viskosimeter Pengukuran waktu dilakukan sebanyak 3 kali
seperti pada pengukuran waktu alir air
Dihitung viskositas sampel dari waktu alir yang diperoleh
(33)
3.5.4 Flowchart Proses Polimerisasi
Gambar 3.5 Flowchart proses polimerisasi Apakah masih ada
variasi waktu reaksi lain?
Dianalisis bilangan iodin metil ester hasil esterifikasi
Dimasukkan metil ester sebanyak 100 gram ke dalam labu leher tiga
Dipanaskan pada suhu 126 oC-132 oC sambil dihomogenkan selama waktu tertentu
Pemanas dimatikan dan campuran dikeluarkan dari labu
Dianalisis bilangan iodin metil ester terpolimerisasi
Selesai Mulai
Ditambahkan larutan BF3-dietil eterat dengan
konsentrasi 9,2% b/b metil ester
Ya
(34)
3.5.5 Flowchart Analisis Bilangan Iodin
Gambar 3.6 Flowchart analisis bilangan iodin Mulai
5,5 gram sampel dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer Ditambahkan 10 ml larutan hanus
Campuran dikocok kuat selama 30 menit
Larutan dititrasi dengan tiosulfat 0,1 N
Apakah larutan sudah berubah warna menjadi kuning ?
Selesai
Ditambahkan 10 ml KI 15 % dan kocok selama 3 menit
Ya
Tidak
Dihitung bilangan iodin sampel Dititrasi dengan tiosulfat 0,1 N hingga warna biru larutan hilang Dicatat volume tiosulfat 0,1 N yang terpakai
(35)
3.5.6 Flowchart Prosedur Poliesterifikasi
Gambar 3.7 Flowchart proses poliesterifikasi Dimasukkan metil ester terpolimerisasi yang
dihasilkan ke dalam labu leher tiga
Dipanaskan pada suhu 175 oC-200 oC sambil dihomogenkan selama waktu tertentu
Selesai Mulai
Ditambahkan larutan etilen glikol dengan perbandingan berat 1:1
Dilakukan analisis bilangan asam tiap satu jam sampai 4 jam reaksi
Setelah waktu reaksi 4 jam tercapai, hasil reaksi dikeluarkan dari labu
Dianalisis bilangan asam, viskositas, berat molekul, GC dan FT-IR poliester yang dihasilkan
(36)
3.5.7 Flowchart Analisis Bilangan Asam
Gambar 3.8 Flowchart analisis bilangan asam
Mulai
5 gram sampel dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer
Ditambahkan 75 ml etanol panas
Larutan dititrasi dengan KOH 0,1 N
Apakah larutan sudah berubah warna menjadi merah rosa ?
Selesai
Ditambahkan indikator
phenophthalein sebanyak 0,1 ml
Ya
Tidak
Dihitung bilangan asam sampel Dicatat volume KOH 0,1 N yang terpakai
(37)
3.5.8 Analisis Viskositas Poliester
Gambar 3.9 Flowchart analisis viskositas poliester Setelah 3 detik dicatat pembacaan skala viskositas Dipasang rotor no. 3 pada lubang penghubung rotor
Selesai
Dihidupkan alat hingga berputar berlawanan arah jarum jam Mulai
(38)
3.5.9 Flowchart Analisis Berat Molekul Poliester
Gambar 3.10 Flowchart analisis berat molekul poliester Mulai
Dimasukkan sampel sebanyak 1 gram ke dalam erlenmeyer
Selesai
Ditambahkan asam asetat 1 ml ke dalam sampel
Ditambahkan indikator
phenophthalein sebanyak 3 tetes
Larutan dititrasi dengan NaOH 0,01 N
Apakah larutan sudah berubah warna menjadi merah rosa ?
Tidak
Dilakukan ditrasi blanko
Dicatat volume NaOH 0,01 N yang terpakai
Dicatat volume titrasi blanko Ya
(39)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 KARAKTERISTIK BAHAN BAKUBahan awal yang digunakan untuk sintesis poliester ini adalah metil ester. Adapun metil ester yang digunakan dalam penelitian ini adalah metil ester hasil esterifikasi Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dengan metanol menggunakan katalis asam sulfat. Hasil analisis kromatogram GC-MS terhadap ALSD yang digunakan sebagai bahan baku disajikan dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil analisis kromatogram GC-MS terhadap ALSD
Nama Komponen % Berat
Lauric Acid (C:12-0) 0,16
Miristic Acid (C:14-0) 1,08
Palmitic Acid (C:16-0) 39,15
Palmitoleic (C:16-1) 0,19
Stearic Acid (C:18-0) 5,73
Oleic Acid (C:18-1) 41,38
Linoleic Acid (C:18-2) 11,26
Linolenic Acid (C:18-3) 0,35
Ecosanoic Acid (C:20-0) 0,62
Ecosenoic Acid (C:20-1) 0,09
Jumlah 100
ALSD ini selanjutnya akan diesterifikasi menghasilkan metil ester. Adapun mekanisme reaksi esterifikasi yang terjadi menurut Eukema (2010)[48] yaitu pada tahap awal reaksi esterifikasi ALSD menerima proton (atom hidrogen) dari asam sulfat pekat. Proton mengikat elektron pada oksigen yang terikat pada karbon.
(40)
Tahap kedua, muatan positif pada atom karbon diserang oleh bagian elektron oksigen pada molekul metanol.
Selanjutnya tahap ketiga yaitu atom hidrogen dipindahkan dari oksigen bawah ke oksigen lain pada molekul metanol-asam lemak.
Tahap keempat molekul air dihilangkan dari ion.
Tahap terakhir hidrogen dihilangkan dari oksigen dengan mereaksikan ion hidrogen sulfat yang dibentuk dengan cara yang sama pada tahap pertama.
Reaksi esterifikasi ini merupakan reaksi kesetimbangan atau reversibel (bolak-balik) yang artinya kesetimbangan dapat bergeser ke arah kanan (produk) atau kiri (reaktan). Untuk menggeser kesetimbangan ke arah produk maka perlu ditambahkan reaktan metanol yang berlebih. Dalam penelitian ini digunakan
(41)
perbandingan mol antara asam lemak dari ALSD dan metanol yaitu 1:8. Metil ester yang terbentuk dari reaksi esterifikasi selanjutnya dianalisis komposisinya dengan kromatogram GC-MS. Adapun hasil analisis GC-MS terhadap metil ester ALSD disajikan dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil analisis GC-MS terhadap metil ester ALSD
Nama Komponen % Berat
Hexane 0,75
Hexanoic acid, methyl ester 0,16
Octanoic acid, methyl ester 0,9
Decanoic acid, methyl ester 0,61
Dodecanoic acid, methyl ester 3,95
Methyl tetradecanoate 7,52
Hexadecanoic acid, methyl ester 55,48
n-Hexadecanoic acid 9,72
Octadecanoic acid, methyl ester 11,07
9-Octadecenoic acid 4,91
9,12-Octadecadienoic acid, methyl ester 1,05
Eicosanoic acid, methyl ester 1,49
Squalene 2,39
Jumlah 100
Hasil analisis GC-MS menunjukkan kemurnian metil ester yang dihasilkan yaitu sebesar 82,23% dengan berat molekul metil ester sebesar 267,97 g/mol. Derajat esterifikasi ditunjukkan sebagai rasio jumlah asam lemak yang terpakai selama reaksi dengan jumlah asam lemak awal sebelum reaksi [49]. Sehingga dapat diperoleh derajat esterifikasi ALSD menjadi metil ester sebesar 82,23. Metil ester ini selanjutnya akan digunakan sebagai bahan baku poliester. Hasil analisis karakteristik metil ester ALSD ditunjukkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil analisis metil ester ALSD
Parameter Hasil
Bilangan Iodin 77,294 g I2/100 g
Viskositas (30 oC) 6,898 cP Densitas (30 oC) 859,905 kg/m3 4.2 SINTESIS POLIESTER ALSD
Reaksi polimerisasi metil ester dilakukan dengan menggunakan katalis boron trifluorida dietil-eterat. Reaksi polimerisasi yang terjadi merupakan reaksi polimerisasi kondensasi dengan menggunakan katalis. Adapun mekanisme yang
(42)
terhadap ikatan rangkap karena adanya katalis asam lewis boron trifluorida dietil-eterat menghasilkan gugus H+. Proton pada katalis berpindah ke monomer metil ester sehingga terbentuk karbokation.
Tahap selanjutnya merupakan tahap adisi nukleofilik, terjadi pembentukan rantai dari monomer metil ester. Proses ini berkelanjutan sampai terbentuk rantai polimer yang panjang [14].
Tahap penghentian merupakan tahap berakhirnya proses polimerisasi yaitu dengan menambahkan etilen glikol dengan menghilangkan molekul metanol sehingga terbentuk poliester. Tahap ini dikenal dengan tahap reaksi poliesterifikasi menghasilkan poliester [50].
Poliester yang dihasilkan berbentuk gel, kental, bewarna coklat kehitaman dan bertekstur padat pada suhu ruangan. Pada akhir tahap reaksi polimerisasi dilakukan analisis bilangan iodin dan selama berlangsungnya tahap poliesterifikasi dilakukan analisis bilangan asam. Hasil poliester kemudian dianalisis untuk mengetahui sifatnya. Adapun analisis yang dilakukan berupa
(43)
analisis berat molekul, viskositas, gugus fungsi dengan menggunakan FT-IR, dan komposisi dengan menggunakan GC-MS.
4.2.1 Analisis Hasil Spektroskopi FT-IR dan Kromatogram GC Poliester
Gambar 4.1 Spektrum FT-IR Poliester
Poliester yang disintesis memiliki gugus molekul yang bisa diidentifikasi dengan menggunakan FT-IR (Fourier Transform Infra-Red). Suatu senyawa ester dicirikan dengan adanya serapan ulur C=O, C-O dan OH yang khas [51]. Terbentuknya poliester ditandai dengan terbentuknya puncak vibrasi pada bilangan gelombang 1751,36 cm-1 menunjukkan pita uluran C=O ester untuk semua variasi perlakuan. Perbedaan antara gugus C=O asam dan gugus C=O ester adalah pada gugus C=O asam muncul pada bilangan gelombang 1730-1700 cm-1 sedangkan pada gugus C=O ester muncul pada bilangan gelombang 1760-1735 cm-1 [52]. Bukti lain telah terbentuk ester adalah melemahnya spektra karakteristik dari gugus OH ikatan hidrogen yang membentuk pita yang melebar pada bilangan gelombang sekitar 3500 cm-1 - 3400 cm-1 yaitu 3464,15 cm-1 untuk semua variasi perlakuan karena telah terjadinya reaksi poliesterifikasi. Terjadinya reaksi polimerisasi ditandai dengan tidak adanya pita serapan vinil (-C=CH2-) pada pada
(44)
terbentuk adalah adanya serapan gugus C-H pada bilangan gelombang 732,95 cm-1, 871,82 cm-1, 972,12 cm-1, 2792,93 cm-1 dan 2939,52 cm-1 serta gugus C-H alkil pada bilangan gelombang 1465,90 cm-1;
Hasil yang menguatkan bahwa telah terbentuk gugus poliester diperlihatkan pada hasil kromatogram GC poliester pada tabel 4.4. Hasil analisis GC menunjukkan kemurnian ester yang dihasilkan yaitu sebesar 65,4938 %.
Tabel 4.4 Hasil analisis kromatogram GC poliester
Nama Komponen % Berat
Gli 0,3011
0,3397
Ester 64,5516
Ester 0,3301
Ester 0,6121
0,3323 0,7255
Mono 0,3079
Internal 2,2248
Dg 17,9119
Dg 3,5738
Dg 3,5375
Dg 2,9164
Dg 0,8780
Dg 0,3770
Dg 0,9959
Dg 0,7477
Dg 0,3366
(45)
4.2.2 Pengaruh Waktu Reaksi Polimerisasi Terhadap Bilangan Iodin
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Waktu Reaksi Polimerisasi terhadap Bilangan Iodin Metil Ester Terpolimerisasi dengan Konsentrasi Katalis Polimerisasi 9,2 %
Gambar 4.2 memperlihatkan grafik pengaruh waktu reaksi polimerisasi terhadap bilangan iodin metil ester terpolimerisasi dengan konsentrasi katalis polimerisasi 9,2 %. Dapat dilihat pada gambar 4.2 bilangan iodin cenderung menurun dengan meningkatnya waktu reaksi polimerisasi.
Parameter yang paling penting diperhatikan dalam pembentukan suatu polimer adalah banyaknya ikatan rangkap yang ada pada sampel untuk pembentukan ikatan rantai panjang agar menghasilkan berat molekul yang tinggi.
Pada reaksi polimerisasi terjadi pemutusan ikatan rangkap. Terjadinya pemutusan ikatan rangkap ini dibantu oleh katalis kationik boron trifluorida dietil eterat sehingga akan berakibat pada menurunnya bilangan iodin. Analisa bilangan iodin dilakukan setelah selesai proses polimerisasi untuk sampel dengan variasi waktu 0, 3, 4, dan 5 jam. Bilangan iodin merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya iodin yang dapat diserap oleh 100 gram sampel. Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tak jenuh akan bereaksi dengan iodin. Iodin akan memutus ikatan rangkap dari karbon dalam minyak dapat dilihat pada reaksi :
50 55 60 65 70 75 80
0 1 2 3 4 5 6
B
il
an
gan
Iod
in
(g
I2
/100
g)
Waktu Reaksi Polimerisasi (jam)
Ket : analisis bilangan iodin dilakukan pada sampel yang berbeda tiap variasi waktu reaksi polimerisasi
(46)
Penentuan bilangan iodin dilakukan dengan cara menitrasi sampel dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3) dengan menggunakan indikator amilum.
Titik akhir titrasi dinyatakan dengan hilangnya warna biru pada larutan. Reaksi iodin yang berlebih dapat dilihat pada reaksi :
Dengan semakin bertambahnya waktu reaksi maka harga bilangan iodin akan semakin kecil dan cenderung akan menunjukkan nilai yang konstan [22]. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini. Akan tetapi dapat juga dilihat penurunan bilangan iodin kurang tergantung pada bertambahnya waktu reaksi.
Selain itu, penurunan bilangan iodin dapat diamati secara visual yaitu dengan terjadinya perubahan warna pada sampel. Nilai bilangan iodin akan berpengaruh pada penampilan minyak, semakin tinggi bilangan iodin maka semakin jernih penampilan minyak tersebut [53]. Dengan semakin bertambahnya waktu reaksi maka bilangan iodin akan mengalami penurunan sehingga mengakibatkan warna sampel menjadi lebih gelap.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bilangan iodin terendah yaitu pada waktu reaksi 5 jam.
(47)
4.2.3 Pengaruh Waktu Reaksi Poliesterifikasi Terhadap Bilangan Asam Poliester
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Waktu Reaksi Poliesterifikasi terhadap Bilangan Asam Poliester
Gambar 4.3 memperlihatkan grafik pengaruh waktu reaksi poliesterifikasi terhadap bilangan asam poliester. Dapat dilihat pada gambar 4.3 bilangan asam menurun seiring dengan bertambahnya waktu reaksi poliesterifikasi.
Analisis bilangan asam dilakukan untuk mengetahui perkembangan reaksi poliesterifikasi. Reaksi poliesterifikasi dianggap telah berlangsung jika bilangan asam mengalami penurunan. Penurunan bilangan asam ini terjadi akibat perpanjangan rantai reaktif karboksil membentuk polimer [14]. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini.
Bilangan asam juga dapat digunakan sebagai parameter kualitas poliester yang dihasilkan. Semakin tinggi bilangan asam maka kualitas poliester yang dihasilkan akan semakin buruk. Hal ini disebabkan oleh tingginya bilangan asam menunjukkan tingginya kemampuan suatu bahan dalam menyerap air [14]. Poliester komersial yang beredar di pasaran memiliki standard bilangan asam ≤32 mg KOH/g [54]. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini memiliki nilai bilangan asam ≤32 mg KOH/g, maka hal ini menunjukkan diperolehnya poliester dengan kualitas bilangan asam yang baik.
0 10 20 30 40 50 60 70
0 60 120 180 240 300
B il an gan Asam (m g K OH /g)
Waktu Reaksi Poliesterifikasi (menit)
3 jam 4 jam 5 jam Analisis bilangan asam untuk tiap sampel dengan waktu reaksi polimerisasi :
(48)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bilangan asam optimum yang dapat diperoleh yaitu pada waktu reaksi polimerisasi 4 jam.
4.2.4 Pengaruh Waktu Reaksi Polimerisasi Terhadap Viskositas Poliester
Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Waktu Reaksi Polimerisasi terhadap Viskositas Poliester dengan Konsentrasi Katalis Polimerisasi 9,2 %
Gambar 4.4 memperlihatkan grafik pengaruh waktu reaksi polimerisasi terhadap viskositas poliester dengan konsentrasi katalis polimerisasi 9,2 %. Dapat dilihat pada gambar 4.4 viskositas semakin meningkat dengan meningkatnya waktu reaksi polimerisasi.
Viskositas merupakan ukuran kekentalan suatu bahan untuk mengalir. Dengan semakin bertambahnya waktu reaksi, viskositas akan semakin bertambah [9]. Dalam reaksi poliesterifikasi sulit untuk menjaga agar reaksi bergerak ke arah produk karena konversi reaktan akan cenderung meningkat selama reaksi. Hal ini cenderung mengakibatkan pertambahan viskositas dalam media reaksi pada konsentrasi tinggi [14]. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, viskositas poliester optimum diperoleh pada kondisi waktu reaksi polimerisasi 5 jam.
0.06898
14.3 14.7
19.1
0 5 10 15 20 25
0 1 2 3 4 5 6
V
isk
ositas (dP
a.s)
Waktu Reaksi Polimerisasi (jam)
Ket : analisis viskositas dilakukan pada sampel yang berbeda untuk tiap variasi waktu reaksi polimerisasi
(49)
4.2.5 Pengaruh Waktu Reaksi Polimerisasi Terhadap Berat Molekul Poliester
Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Waktu Reaksi Polimerisasi terhadap Berat Molekul Poliester dengan Konsentrasi Katalis Polimerisasi 9,2 %
Gambar 4.5 memperlihatkan grafik pengaruh waktu reaksi polimerisasi terhadap berat molekul poliester dengan konsentrasi katalis polimerisasi 9,2 %. Dapat dilihat pada gambar 4.5 berat molekul berfluktuasi seiring dengan meningkatnya waktu reaksi polimerisasi.
Berat molekul polimer merupakan perhatian utama dalam praktek pembuatan polimer. Berat molekul penting untuk mengetahui perubahan berat molekul polimer terhadap waktu. Poliester memiliki gugus ujung berupa gugus karboksil dan hidroksil pada ujung lainnya [55]. Zhang, dkk.(1994) menggunakan metode analisis gugus ujung untuk menentukan berat molekul dalam sintesis polikaprolakton [8]. Oleh karena itu, berat molekul poliester pada penelitian ini dapat dianalisis dengan menggunakan metode gugus ujung.
Reaksi poliesterifikasi merupakan reaksi polikondensasi yang bersifat
reversible [52]. Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat
semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena tidak akan memperbesar hasil [56]. Dalam
50 250 450 650 850 1050 1250 1450 1650
0 1 2 3 4 5 6
B er at M oleku l (g/m ol)
Waktu Reaksi Polimerisasi (jam)
Ket : analisis berat molekul dilakukan pada sampel yang berbeda untuk tiap variasi waktu reaksi polimerisasi
(50)
Akibatnya, konsentrasi metanol semakin bertambah sampai laju depolimerisasi = polimerisasi [14].
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan berat molekul seiring dengan bertambahnya waktu reaksi polimerisasi. Akan tetapi pada waktu reaksi polimerisasi 5 jam terjadi penurunan berat molekul. Diduga terjadinya penurunan berat molekul ini disebabkan oleh semakin lamanya waktu polimerisasi kondisi kesetimbangan pembentukan poliester telah berbalik membentuk reaktan kembali. Selain itu, diduga juga dapat disebabkan oleh terjadinya reaksi antara polimer dengan monomer membentuk polimer dengan rantai yang lebih kecil [8].
CH3 O C
O
.... CH3 C CH
CH3
.... C O
CH3+
CH3 O C
O
.... CH CH2 .... C
O
O CH2 CH2 O
[
]
PHCH3 O C
O
.... CH CH2 .... C
O
O CH2 CH2 O
[
]
mH +CH3 O C
O
.... CH CH2 .... C
O
O CH2 CH2 O
[
]
nHDimana : p = m + n
Gambar 4.6 Reaksi monomer dan polimer [8]
Poliester dengan berat molekul tinggi umumnya linear, bersifat polimer termoplastik dengan berat molekul 10.000 – 30.000 g/mol. Poliester berat molekul tinggi dapat digunakan untuk aplikasi powder coating dan drying binder pada cat. Poliester dengan berat molekul rendah yaitu diantara 500-7000 g/mol dan umumnya tidak cocok digunakan untuk drying binder. Poliester dengan berat molekul rendah mungkin dapat berupa rantai linear atau bercabang dengan gugus ujung hidroksil dan karboksil. Untuk tujuan khusus, poliester dengan berat molekul rendah 1000-5000 g/mol lebih banyak dimodifikasi karena memilki gugus fungsional karboksil dan hidroksil yang lebih reaktif dibandingkan poliester dengan berat molekul tinggi [57].
Hasil penelitian menunjukkan poliester yang dihasilkan memiliki rentang 995,03-1522,07 g/mol. Sehingga hasil poliester yang dihasilkan tergolong
(51)
poliester dengan berat molekul rendah yang lebih cocok digunakan untuk aplikasi poliester termodifikasi. Rendahnya berat molekul poliester yang dihasilkan disebabkan oleh bahan baku yang digunakan adalah metil ester ALSD yang memiliki ikatan rangkap yang rendah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, berat molekul poliester optimum diperoleh pada kondisi waktu reaksi polimerisasi 4 jam.
(52)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULANAdapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah :
1. Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan bertambahnya waktu reaksi polimerisasi akan mengakibatkan berkurangnya bilangan iodin serta bertambahnya viskositas dan berat molekul poliester.
2. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh reaksi pembentukan poliester merupakan reaksi reversible dimana perolehan produk sangat bergantung pada lamanya waktu reaksi polimerisasi.
3. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tahap esterifikasi diperoleh :
a. Hasil analisis GC-MS menunjukkan kemurnian metil ester yang dihasilkan yaitu sebesar 82,23% dengan berat molekul metil ester sebesar 267,97 g/mol.
b. Derajat esterifikasi ALSD menjadi metil ester sebesar 82,23. c. Bilangan iodin metil ester sebesar 77, 29 g I2/100 g.
d. Viskositas (30 oC) sebesar 6,90 cP. e. Densitas (30 oC) sebesar 859,91 kg/m3.
4. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tahap poliesterifikasi diperoleh: a. Poliester dengan sifat fisik mendekati poliester komersial yaitu berbentuk
gel, kental, bewarna coklat kehitaman dan bertekstur padat pada suhu ruangan.
b. Poliester yang tergolong poliester dengan kualitas bilangan asam yang baik karena memiliki nilai bilangan asam ≤32 mg KOH/g.
c. Poliester yang tergolong poliester dengan berat molekul rendah yang lebih cocok digunakan untuk aplikasi poliester termodifikasi karena memiliki rentang berat molekul 995,03-1522,07 g/mol.
(53)
5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan adalah :
1. Kepada peneliti berikutnya disarankan melakukan variasi terhadap konsentrasi monomer ataupun temperatur dalam tahap reaksi poliesterifikasi.
2. Peneliti berikutnya disarankan menggunakan katalis polimerisasi lain yang lebih murah dan mudah didapat.
3. Peneliti berikutnya disarankan dapat meniliti penerapan dari poliester yang dihasilkan.
4. Peneliti berikutnya disarankan untuk membuat poliester dengan proses kontinu.
(54)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 POLIESTERPoliester adalah suatu kategori polimer yang mengandung gugus fungsional ester dalam rantai utamanya [22]. Poliester umumnya dipersiapkan dengan proses polikondensasi yang melibatkan reaksi monomer diol dan diasam atau diester memproduksi air atau alkohol sebagai produk samping [23]. Polimer yang termasuk ke dalam poliester diantaranya polietilen tereftalat dan polisikloheksan 1,4-dimetilen tereftalat [24].
Poliester mulai ditemukan di laboratorium W.H. Carothers. Ia menemukan alkohol dan asam karboksilat dapat dikombinasikan membentuk serat [25]. Namun, Carothers tidak menemukan poliester tetapi yang ditemukannya adalah nilon. Polimer alifatis Carothers bertitik leleh rendah (<100 oC) dan mudah larut dalam pelarut organik. Sekelompok ilmuwan Inggris -J.R. Whinfield, J.T. Dickson, W.K. Birtwhistle, dan C.G Ritchie- meneruskan pekerjaan Carothers pada tahun 1939. Pada tahun 1941 mereka membuat poliester pertama yang disebut dengan Terylene [26].
Saat ini poliester didefinisikan sebagai polimer rantai panjang secara kimia tersusun atas sedikitnya 85 % berat ester dari dihidrat alkohol dan asam tereftalat [27]. Polimer ini disebut polietilen tereftalat (PET). PET termasuk golongan polimer plastik yang dapat dijadikan serat [24]. PET diproduksi dengan mereaksikan etilen glikol dengan asam tereftalat ataupun metil esternya [28]. PET secara ideal tersusun atas molekul yang diakhiri dengan gugus H pada sisi kiri dan OH pada sisi kanan ketika diproduksi dari etilen glikol dan asam tereftalat [26].
OCH2CH2O C O
C O
Gambar 2.1 Polietilena tereftalat (PET) [26]
Poliester memiliki kemampuan terhadap cuaca sangat baik, tahan terhadap kelembaban dan sinar ultra violet bila dibiarkan di udara terbuka. Serat poliester
(55)
mempunyai kekuatan yang tinggi dan e-modulus serta penyerapan air yang rendah dan pengerutan yang minimal bila dibandingkan dengan serat industri yang lain. Kain poliester tenunan digunakan untuk pakaian dan perlengkapan rumah seperti penutup tempat tidur dan tirai. Poliester industri digunakan dalam penguatan ban, tali, kain sabuk mesin pengantar (konveyor), sabuk pengaman, dan kain berlapis. Poliester juga digunakan untuk membuat botol, film, tarpaulin, kano, tampilan kristal cair, hologram, penyaring, saput dielektrik untuk kondensator [29].
2.2 ASAM LEMAK SAWIT DESTILAT (ALSD)
Pada umumnya minyak kelapa sawit yang dihasilkan perkebunan kelapa sawit masih berupa minyak kasar, sehingga untuk menghasilkan minyak goreng diperlukan proses pemurnian. Pemurnian minyak kelapa sawit bertujuan untuk memperbaiki kualitas minyak dengan cara menghilangkan kotoran yang tidak diinginkan, seperti rasa dan bau yang tidak enak ataupun warna yang tidak menarik. Melalui tahapan pemurnian akan dihasilkan minyak goreng dengan karakteristik yang sesuai dengan keinginan konsumen dan memiliki masa simpan yang lebih lama. Tahapan pemurnian yang dilakukan pada minyak kelapa sawit yaitu degumming, bleaching dan deodorisasi.
Pemisahan gum (degumming) merupakan proses pemisahan getah atau lendir yang terdiri atas fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Getah-getah (gum) dalam minyak nabati perlu dihilangkan untuk menghindari perubahan warna dan rasa selama langkah rafinasi berikutnya. Pemucatan (bleaching) adalah tahap pemurnian untuk menghilangkan unsur-unsur pembawa warna yang tidak dikehendaki seperti karoten dan klorofil. Proses berikutnya adalah deodorisasi yang merupakan proses penghilangan bau dengan menggunakan suatu alat yang disebut deodorizer [30]. Secara keseluruhan proses refining akan menghasilkan 73% RBD olein (Refined Bleached Deodorized Olein), 21% stearin, 2,5%-5% ALSD dan 0,5% buangan. ALSD tersedia dalam bentuk padatan berwarna putih dan kuning pada temperatur kamar dan akan mencair bila dipanaskan. Hingga saat ini, pemanfaatan asam lemak sawit distilat masih terbatas pada pembuatan sabun
(56)
Asam lemak sawit distilat (ALSD)/ Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) memiliki kandungan asam lemak yang tidak jauh berbeda dengan komposisi asam lemak yang terdapat dalam minyak sawit. Adapun komposisi asam lemak dalam ALSD yaitu dapat dilihat pada tabel 2.1 dan parameter ALSD pada tabel 2.2.
Tabel 2.1 Komposisi asam lemak sawit distilat Asam Lemak (*) Rumus Molekul (*) Komposisi
(%b) (**)
Titik Didih (***) Asam lemak Metil
ester
Laurat C12:0 CH3(CH2)2CO2H 0,2 172 133
Miristat C14:0 CH3(CH2)4CO2H 1,2 192 161
Palmitat C16:0 CH3(CH2)14CO2H 47,1 212 184
Stearat C18:0 CH3(CH2)14CO2H 4,5 227 205
Oleat C18:1 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7
CO2H
36,6 223 201
Linoleat C18:2 CH3(CH2)4(CH=CHCH2)2
(CH2)6CO2H
9,6 224 200
Linolenat C18:3 CH3CH2(CH=CHCH2)3(C
H2)6CO2H
0,5 224 202
*[31] **[32] dan ***[33]
Tabel 2.2 Parameter asam lemak sawit distilat [34]
2.3 POLIMER MINYAK NABATI
Polimer secara kuantitatif merupakan produk industri kimia paling penting yang digunakan dalam berbagai penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Hampir kebanyakan polimer saat ini diproduksi dari sumber fosil yang tidak dapat diperbaharui. Karena kegunaan polimer yang meluas dan pola konsumsi yang dominan sehingga diperlukan bahan alternatif pengganti sumber fosil sebagai bahan baku polimer.
Saat ini, minyak nabati diterapkan sebagai bahan baku alternatif polimer berbasis minyak. Polimer-polimer ini mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan polimer yang dibuat berbasis monomer minyak bumi yaitu sifatnya yang
Parameter ALSD dari Minyak Sawit Asam lemak bebas (% sebagai C16:0) 83,3
Kelembaban (%b) 0,08
Bilangan Iodin 55,3
Bahan tak tersabunkan (%b) 2,5
(57)
biodegradable dan lebih murah. Siklus polimer berbasis minyak nabati
ditunjukkan pada gambar 2.2 [35].
Gambar 2.2 Siklus polimer berbasis minyak nabati [35] 2.4 REAKSI ESTERIFIKASI
Esterifikasi dapat didefinisikan sebagai reaksi antara asam karboksilat dan alkohol. Esterifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan katalis enzim (lipase) dan asam anorganik (asam sulfat dan asam klorida) dengan berbagai variasi alkohol misalnya metanol, etanol dan lain-lain [36]. Esterifikasi merupakan reaksi reversibel. Oleh karena itu, air harus dihilangkan untuk mengarahkan reaksi ke kanan dan memperoleh hasil ester yang tinggi [37].
C R
O OH
H+
OH2+
R'OH
O+ R' H C R O C R
O -H+
C R
O OR' Gambar 2.3 Reaksi esterifikasi dengan katalis asam [38]
Tahap esterifikasi dilakukan untuk menurunkan kadar asam lemak bebas dalam minyak. Reaksi esterifikasi yang berkatalis asam berjalan lebih lambat namun metode ini lebih sesuai untuk minyak atau lemak yang memiliki kandungan asam lemak bebas relatif tinggi [39]. Dengan esterifikasi, kandungan
Isolasi
Biomass Minyak
Nabati Polimer Sampah Modifikasi, Sintesis Penggunaan Asimilasi, Degradasi
(58)
asam lemak bebas dapat diminimalisir hingga 2% dan diperoleh tambahan ester [40].
2.5 METIL ESTER
Metil ester telah menggantikan banyak asam lemak sebagai bahan awal untuk kebanyakan proses oleokimia. Metil ester digunakan sebagai senyawa
intermediate untuk sejumlah industri oleokimia seperti fatty alcohols,
alkanolamida, metil ester sulfonat dan banyak lagi. Kegunaan metil ester paling potensial adalah sebagai pengganti minyak diesel tanpa emisi belerang dioksida. Metil ester dapat ditemukan pada beberapa industri tekstil, kosmetik, parmasi, plastik dan pelumas [37]. Penggunaan metil ester untuk berbagai aplikasi dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Penggunaan metil ester [41]
Alkanolamida, produk yang menggunakan metil ester sebagai bahan baku, mempunyai aplikasi langsung sebagai surfaktan nonionik, emulsifier, agen plastisasi, dll. Fatty alcohol diaplikasikan untuk bahan aditif farmasi dan kosmetik (C16-C18) serta pelumas dan plastisizer (C6-C12), tergantung pada panjang rantai
RCOOCH3
Metil Ester Asam Lemak HN(CH2CH2OH)2
Alkanolamida RC(O)N(CH2CH2OH)2
HOCH(CH3)2
Isopropilik Ester
Sukrosa
Sukrosa Poliester Biodiesel
H2/CuCr2O4
RCH2OH
(59)
karbonnya. Isopropil ester juga diaplikasikan sebagai plastisizer dan emolien. Namun, tidak dapat diproduksi dengan cara yang meyakinkan dengan esterifikasi asam lemak, sebagai azeotrop membentuk air dan isopropanol. Metil ester lebih jauh digunakan dalam pembuatan karbohidrat asam lemak (sukrosa asam lemak), yang dapat diaplikasikan sebagai surfaktan non-ionik atau minyak makan nonkalori [41].
2.6 POLIMERISASI METIL ESTER
Reaksi polimerisasi merupakan reaksi penggabungan dari asam lemak tidak jenuh membentuk senyawa kompleks yang disebut dimer dan trimer. Terjadi pada minyak/lemak jika diperlakukan pada suhu tinggi (250 oC) [42]. Polimerisasi asam lemak (atau esternya, terutama metil ester) secara kationik untuk memperoleh asam dimer dan trimer dengan menggunakan katalis kationik. Hasil produk polimerisasi dapat digunakan sebagai dasar untuk polimer epoksi, hidroksil, karbonil, karboksil, amino, aldehid, dan senyawa lain. Senyawa ini dapat membentuk blok yang baik untuk polimer baru (poliuretan, poliester, poliamida, dll.) dan untuk penerapan lain [43].
Jenis katalis untuk polimerisasi kationik adalah asam lewis dan katalis
Friedel-Craft seperti AlCl3, AlBr3, BF3, SnCl4, H2SO4, dan asam kuat lainnya.
Semuanya aseptor elektron yang kuat. Kebanyakannya memungkinkan, pengecualian untuk asam kuat, memerlukan co-catalyst untuk memulai polimerisasi. Sebagai contoh adalah kompleks boron trifluoride-ether dengan
ether berfungsi sebagai co-catalyst [44]. Kompleks boron trifluorida-dietil eter
juga merupakan katalis yang efektif, lebih meyakinkan untuk ditangani dan menghasilkan warna polimer yang lebih cerah [11].
Kebanyakan teori polimerisasi kationik melibatkan ion karbonium sebagai pembawa rantai yang akan mendonorkan protonnya membentuk ion karbonium. Ion ini kemudian bereaksi dengan monomer dengan pembentukan ulang ion karbonium pada akhir tiap tahap. Adisi monomer ke bentuk ion “kepala-ke-ekor” memungkinkan terjadi. Reaksi terminasi terjadi dengan penyusunan kembali bagian ion-ion menghasilkan polimer dan kompleks awal. Efisiensi katalis
(60)
tergantung pada kekuatan asam kompleks. Maka, molekul yang lebih aktif disebut dengan katalis sedangkan yang kurang aktif disebut terminator [44].
Mekanisme reaksi polimerisasi metil ester menjadi polimerik ester dengan katalis kompleks boron trifluorida adalah sebagai berikut:
CH2 = CH-...C-O-CH3 + BF3O(C2H5)2
CH3-CH+-...-C-O-CH3+CH2=CH-...-C-O-CH3 CH3-O-C-...-CH-CH2-CH+-...C-O-CH3 CH3
O
O
O O O
C O
CH3
CH CH2
....
H
C2H4 O
C2H5 BF3O
-CH+
C2H4 -CH3 BF3 O C O CH3 ....
C2H5
Gambar 2.5 Mekanisme reaksi polimerisasi metil ester [42] [13] 2.7 POLIESTERIFIKASI
Metil ester yang terpolimerisasi dijadikan poliester dengan cara mereaksikan dengan etilen glikol pada temperatur 175-200 oC. Pada kondisi reaksi ini digunakan katalis, seperti sodium metoksida atau garam seng. Selama berlangsungnya reaksi diusahakan terjadi penghilangan metanol atau air yang terbentuk agar tidak mengakibatkan kehilangan etilen glikol. Jika penghilangan ini dapat dilakukan dengan baik maka akan meningkatkan kecepatan reaksi.
Syarat utama untuk terbentuknya polimer dengan berat molekul besar adalah terdapatnya dua gugus fungsi pada ujung-ujung kedua reaktan. Dalam reaksi ini, polimerik ester yang memiliki gugus fungsi ester pada kedua ujungnya akan direaksikan dengan etilen glikol yang juga memiliki dua gugus fungsi alkohol pada kedua ujungnya [13].
Polimer kondensasi biasanya melibatkan metode kimia analis untuk gugus fungsional. Gugus karboksil dalam poliester dan poliamida biasanya dititrasi langsung dengan larutan basa menggunakan pelarut alkohol atau penol [44]. Indikator yang menunjukkan selesainya reaksi poliesterifikasi adalah bilangan
(61)
asam. Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak [1].
nCH3 O C
O
.... CH3 C CH CH2
OH CH3
.... C O
CH3+ CH2
OH
nCH3 O C
O
.... CH CH2 .... C
O
O CH2 CH2 O
[
]
nH (2n-1)CH3OH
+
Gambar 2.6 Reaksi poliesterifikasi metil ester dan etilen glikol [13] 2.8 PROSES PEMBUATAN POLIESTER
Proses pembuatan poliester merupakan proses polimerisasi kondensasi atau polimerisasi step-growth dimana dalam prosesnya terjadi pembentukan produk samping air atau alkohol. Proses ini dapat dilakukan dengan cara mereaksikan secara langsung diasam atau anhidrida dengan diol. Akan tetapi, cara ini sering dihindari karena diperlukannya temperatur tinggi untuk menghilangkan molekul air. Selain itu, reaksi ini juga biasanya hanya menghasilkan poliester dengan berat molekul rendah.
Cara lain yang dapat digunakan yaitu dengan mereaksikan dimetil ester dengan diol. Cara ini memiliki keuntungan bila dibandingkan dengan mereaksikan asam dan diol secara langsung karena reaksi berlangsung lebih cepat dan dimetil ester sendiri lebih mudah dimurnikan dan memiliki sifat kelarutan yang lebih baik [14].
2.9 POTENSI EKONOMI POLIESTER DARI ALSD
Indonesia merupakan salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia. Dalam pengolahan minyak sawit ini diperoleh beberapa turunan diantaranya adalah ALSD. Dengan meningkatnya produksi minyak sawit di Indonesia dari tahun ke tahun memberikan gambaran bahwa perolehan ALSD turut meningkat. Hal ini dapat dilihat dari data produksi minyak sawit di Indonesia pada tabel 1.1. ALSD sebagai hasil samping ini memiliki potensi yang cukup besar untuk
(62)
Poliester saat ini umumnya disintesis menggunakan senyawa hidrokarbon yang tidak dapat diperbaharui. Data statistik produksi poliester di dunia dapat dilihat pada tabel 1.2. ALSD diduga memiliki potensi menggantikan senyawa hidrokarbon sebagai bahan baku pembuatan poliester sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis dari ALSD yang merupakan limbah.
Karena memiliki potensi yang cukup baik, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi poliester dari ALSD. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana.
Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual poliester. Dalam hal ini, harga poliester mengacu pada harga polietilena tereftalat (PET). Berikut ini adalah harga bahan baku dan produk dalam produksi poliester dari ALSD.
Harga ALSD = Rp 5.293,66/kg [45] Harga Poliester komersial = Rp 38.924,-/kg [46]
Harga-harga di atas menunjukkan selisih harga yang cukup signifikan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dari 150 gram ALSD yang digunakan dapat dihasilkan poliester sebanyak 80,7833 gram. Dari segi perbedaan harga bahan baku dan produk, selisih harga bahan baku ALSD dan produk poliester dapat dihitung yaitu :
Harga ALSD = 0,15 kg x Rp 5.293,66/kg = Rp 794,05 Harga Poliester komersial = 0,0807833 kg x Rp 38.924,-/kg = Rp 3.144,41
Sehingga dapat diperoleh perbedaan harga bahan baku dan produk sebesar Rp 2.350,36/kg.
Saat ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Indonesia sedang menargetkan industri oleokimia Indonesia menjadi produsen nomor satu di dunia pada 2020. Hal ini didukung dengan kinerja industri oleokimia nasional dari tahun ke tahun menunjukkan tren yang menggembirakan, sebagai keuntungan atas tarikan pasar dan dukungan kebijakan pemerintah. Industri oleokimia berperan dalam mengolah minyak sawit menjadi produk kimia bernilai tambah tinggi antara lain Fatty Acid, Fatty Alcohol, Glycerine, Methyl Ester, dan atau turunannya [47].
(63)
Sebagai produsen terbesar minyak sawit mentah (CPO) di dunia, Indonesia berpeluang menjadi basis industri oleokimia dunia. Oleh karena itu, Indonesia perlu mengubah pola pikir untuk mengandalkan produksi minyak sawit menjadi aneka turunan minyak sawit bernilai tambah tinggi. Berdasarkan kajian ekonomi yang telah dipaparkan, produksi poliester dari ALSD memiliki potensi untuk dikembangkan dalam skala industri yang lebih besar.
(64)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia. Konsumsi minyak sawit di dalam negeri digunakan sebagai bahan baku industri minyak goreng, margarin, sabun, serta industri oleokimia yang memproduksi asam lemak sawit, metil ester dan fatty alcohol [1]. Dalam pengolahan minyak kelapa sawit diperoleh beberapa turunan diantaranya adalah hasil distilat dari minyak sawit yaitu Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) yang banyak digunakan sebagai bahan campuran makanan ternak, sabun kualitas rendah dan akhir-akhir ini juga digunakan sebagai bahan baku biodiesel [2].
Produksi minyak sawit semakin lama semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari data produksi minyak sawit di Indonesia pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 Produksi Minyak Sawit di Indonesia [3] Tahun Produksi (Ton)
2006 10.961.756
2007 11.437.986
2008 12.477.752
2009 13.872.602
2010 14.290.054
Kondisi ini memberikan gambaran bahwa dengan meningkatnya industri minyak sawit, maka perolehan ALSD turut meningkat. ALSD sebagai hasil samping ini memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk berbasis oleokimia, tidak hanya karena alasan ekonomis namun juga karena banyaknya pilihan sifat-sifat produk turunan yang dihasilkan dan pengaruhnya terhadap ekosistem [1]. Untuk itu diperlukan adanya pengolahan lebih lanjut agar ALSD memiliki nilai jual lebih tinggi yaitu salah satu caranya adalah dengan memanfaatkannya sebagai bahan baku poliester.
Poliester memiliki banyak kegunaan diantaranya untuk membuat botol, film, tarpaulin, kano, tampilan kristal cair, hologram, penyaring, saput dielektrik untuk kondensator. Poliester saat ini umumnya disintesis menggunakan asam
(1)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Polietilena tereftalat (PET) 6
Gambar 2.2 Siklus polimer berbasis minyak nabati 9 Gambar 2.3 Reaksi esterifikasi dengan katalis asam 9
Gambar 2.4 Penggunaan metil ester 10
Gambar 2.5 Mekanisme reaksi polimerisasi metil ester 12 Gambar 2.6 Reaksi poliesterifikasi metil ester dan etilen glikol 13
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Penelitian 18
Gambar 3.2 Flowchart Proses Esterifikasi 24
Gambar 3.3 Flowchart Analisis Densitas Metil Ester 25 Gambar 3.4 Flowchart Analisis Viskositas Metil Ester 26
Gambar 3.5 Flowchart Proses Polimerisasi 27
Gambar 3.6 Flowchart Analisis Bilangan Iodin 28 Gambar 3.7 Flowchart Prosedur Poliesterifikasi 29 Gambar 3.8 Flowchart Analisis Bilangan Asam 30 Gambar 3.9 Flowchart Analisis Viskositas Poliester 31 Gambar 3.10 Flowchart Analisis Berat Molekul Poliester 32
Gambar 4.1 Spektrum FT-IR Poliester 37
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Waktu Reaksi Polimerisasi Terhadap
Bilangan Iodin Metil Ester Terpolimerisasi 39 Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Waktu Reaksi Poliesterifikasi
Terhadap Bilangan Asam Poliester 41
Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Waktu Reaksi Polimerisasi Terhadap
Viskositas Poliester 42
Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Waktu Reaksi Polimerisasi Terhadap
Berat Molekul Poliester 43
Gambar 4.6 Reaksi Monomer dan Polimer 44
Gambar L1.1 Hasil Kromatogram GC-MS untuk ALSD 54 Gambar L2.1 Hasil Analisis kromatogram GC-MS metil ester 55 Gambar L2.2 Hasil Analisis kromatogram GC poliester 57 Gambar L2.3 Hasil Analisis Spektrum FT-IR poliester 58
(2)
15
Gambar L4.1 Tahap esterifikasi : (a) proses esterifikasi, (b) metil ester
yang dihasilkan, (c) analisis viskositas 67 Gambar L4.2 Proses polimerisasi metil ester 67 Gambar L4.3 Tahap poliesterifikasi : (a) proses poliesterifikasi, (b)
analisis berat molekul, (c) analisis bilangan asam, (d) poliester yang dihasilkan
68
xiii
(3)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Produksi Minyak Sawit di Indonesia 1
Tabel 1.2 Produksi Poliester di Dunia 2
Tabel 2.1 Komposisi asam lemak sawit distilat 8 Tabel 2.2 Parameter asam lemak sawit distilat 8
Tabel 3.1 Rancangan percobaan penelitian 18
Tabel 4.1 Hasil analisis kromatogram GC-MS terhadap ALSD 33 Tabel 4.2 Hasil analisis GC-MS terhadap metil ester ALSD 35 Tabel 4.3 Hasil analisis metil ester ALSD 35 Tabel 4.4 Hasil analisis kromatogram GC Poliester 38 Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) hasil
analisis GC-MS 54
Tabel L2.1 Data hasil analisis viskositas metil ester 56 Tabel L2.2 Data hasil analisis bilangan iodin metil ester 56 Tabel L2.3 Data hasil analisis bilangan iodin tahap polimerisasi 56 Tabel L2.4 Data hasil analisis bilangan asam tahap poliesterifikasi 59 Tabel L2.5 Data hasil analisis viskositas poliester 59 Tabel L2.6 Data hasil analisis berat molekul poliester 59 Tabel L3.1 Perhitungan berat molekul rata-rata Asam Lemak Sawit
Distilat (ALSD) 60
Tabel L3.2 Perhitungan berat molekul rata-rata metil ester ALSD 61 Tabel L3.3 Hasil perhitungan bilangan asam poliester 65
(4)
17
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU 54
L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK SAWIT DISTILAT
(ALSD) HASIL ANALISA GC-MS 54
LAMPIRAN 2 DATA HASIL PENELITIAN 55
L2.1 DATA HASIL ANALISIS KROMATOGRAM
GC-MS METIL ESTER 55
L2.2 DATA HASIL ANALISIS METIL ESTER 56 L2.3 DATA ANALISIS BILANGAN IODIN TAHAP
POLIMERISASI 56
L2.4 DATA HASIL ANALISIS KROMATOGRAM GC
POLIESTER 57
L2.5 DATA ANALISIS SPEKTRUM FT-IR POLIESTER 58
L2.6 DATA HASIL ANALISIS POLIESTER 59
LAMPIRAN 3 CONTOH PERHITUNGAN 60
L3.1 PERHITUNGAN BERAT MOLEKUL
RATA-RATA ASAM LEMAK SAWIT DISTILAT (ALSD) 60 L3.2 PERHITUNGAN KEBUTUHAN REAKTAN
PADA REAKSI ESTERIFIKASI ALSD 60
L3.3 PERHITUNGAN BERAT MOLEKUL
RATA-RATA METIL ESTER ALSD 61
L3.4 PERHITUNGAN DENSITAS METIL ESTER 62 L3.5 PERHITUNGAN VISKOSITAS METIL ESTER 62 L3.6 PERHITUNGAN BAHAN KIMIA YANG
DIGUNAKAN 63
L3.7 PERHITUNGAN BILANGAN IODIN METIL
ESTER 64
L3.8 PERHITUNGAN BILANGAN IODIN METIL
ESTER TERPOLIMERISASI 64
L3.9 PERHITUNGAN BILANGAN ASAM POLIESTER 65 L3.10 PERHITUNGAN BERAT MOLEKUL POLIESTER 66
LAMPIRAN 4 DOKUMENTASI PENELITIAN 67
L4.1 TAHAP ESTERIFIKASI 67
L4.2 TAHAP POLIMERISASI 67
L4.3 TAHAP POLIESTERIFIKASI 68
xv
(5)
DAFTAR SINGKATAN
ALSD Asam Lemak Sawit DistilatPPKS Pusat Penelitian Kelapa Sawit
ME Metil Ester
GCMS Gas Chromatography Mass Spectrometry
FTIR Fourier Transform Infra Red
PET Polyethylene Terephthalate
PFAD Palm Fatty Acid Distillate
CPO Crude Palm Oil
rpm Rotation per minute
pH Power of Hydrogen
dkk dan kawan-kawan
(6)
19
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Dimensi
BF3-C2H5OC2H5 Boron Trifluorida Dietil Eterat
b/b Perbandingan massa
CH3OH Metanol
H2SO4 Asam Sulfat HOCH2CH2OH Etilen Gilkol Na2S2O3 Natrium Tiosulfat
H2O Aquadest
C2H5OH Etanol
KI Kalium Iodida
KOH Kalium Hidroksida
NaOH Natrium Hidroksida
C20H14O4 Phenolphthalein
(C6H10O5)n Amilum
n Banyaknya Pengulangan Monomer
V Volume m3
mair Massa Air kg
ρair Massa Jenis Air kg/m3
msampel Massa Sampel kg
ρsampel Massa Jenis Sampel kg/m3
µ Viskositas kg/m.s
k Konstanta Viskosimeter
sg Spesifik Graviti
t Rata-Rata Waktu Alir Viskosimeter detik
N Normalitas Larutan N
W atau S Berat Sampel gr
A Volume titran yang terpakai untuk titrasi sampel ml B Volume titran yang terpakai untuk titrasi blanko ml
xvii