Penyesuaian Diri LANDASAN TEORI

13

BAB II LANDASAN TEORI

A. Penyesuaian Diri

1. Pengertian Penyesuaian Diri Penyesuaian diri dalam biologi diistilahkan dengan kata “adaptasi”. Menurut teori tersebut hanya organisme yang paling berhasil menyesuaikan diri terhadap lingkungan fisiknya sajalah yang dapat tetap hidup Vembriarto dalam Septiana, 2007. Menurut Huffman dalam Septiana, 2007 adaptasi adalah perubahan struktural atau fungsional yang membuat individu dapat bertahan hidup. Perubahan-perubahan terjadi pada semua taraf kehidupan masyarakat seperti dalam keluarga, pendidikan, ekonomi, dan budaya. Menjadi suatu keharusan bagi individu untuk mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang ada untuk dapat bertahan hidup Indarwati dan Fauziah, 2012. Penyesuaian diri berlangsung secara terus menerus antara memuaskan kebutuhan diri sendiri dengan tuntutan lingkungan, termasuk tuntutan orang lain secara kelompok maupun masyarakat. Individu menyesuaikan diri dengan tuntutan yang ada berarti individu tersebut mengubah dirinya dengan cara yang tepat untuk memenuhi syarat tertentu Sukadji dalam Safura dan Supriyantini, 2006. Menurut Haber dan Runyon dalam Isnawati dan Suhariadi, 2013 penyesuaian diri adalah keadaan seseorang menerima hal-hal dimana ia tidak mempunyai kontrol untuk merubah keadaan. Penyesuaian diri yang baik 14 diukur dari seberapa baik seseorang tersebut mengatasi setiap perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Individu yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya berarti individu tersebut mampu menyelaraskan kebutuhannya dengan tuntutan lingkungan sehingga tidak merasa stres dalam dirinya Kusuma dan Gusniarti dalam Christyanti, dkk2010. Penyesuaian diri adalah tercapainya keselarasan dan keharmonisan baik dengan diri sendiri maupun dengan lingkungan tempat tinggal Wibawati, 2013. Kartono dalam Wibawati, 2013 menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah usaha yang dilakukan manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan lingkungannya sehingga dapat mempertahankan eksistensinya serta memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah. Sedangkan menurut Schneiders dalam Indarwati dan Fauziah, 2012 penyesuaian diri adalah usaha yang mencakup respon mental dan tingkah laku individu, yaitu individu berusaha keras agar mampu mengatasi konflik dan frustrasi karena terhambatnya kebutuhan dalam dirinya, sehingga tercapai keselarasan dan keharmonisan dengan diri atau lingkungannya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bangun dalam Wibawati, 2013 mengenai kemampuan penyesuaian diri pada mahasiswa baru menunjukkan bahwa mahasiswa baru yang mampu menyesuaikan diri dengan baik dapat bertindak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di sekitarnya. Hal inilah yang membuat mahasiswa baru tersebut dapat diterima di lingkungannya dan dapat menerima keadaan lingkungannya. 15 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah usaha yang dilakukan oleh individu untuk menghadapi perubahan- perubahan yang terjadi di sekitarnya untuk dapat menciptakan keselarasan dan keharmonisan antara dirinya sendiri dan lingkungannya. 2. Kriteria Penyesuaian Diri Vembriarto dalam Wibawati, 2013 menyebut karakteristik penyesuaian diri sebagai kriteria penyesuaian diri. Penyesuaian diri terbagi menjadi dua yaitu berhasil dan tidak berhasil. Penyesuaian diri yang berhasil akan menimbulkan perasaan senang, bahagia, dan nyaman. Sedangkan yang tidak berhasil akan menimbulkan perasaan gelisah dan stres. Kriteria penyesuaian diri terdiri dari : a. Kepuasan Psikis Individu yang berhasil melakukan penyesuaian diri akan merasa senang, tenang, dan aman sehingga akan menimbulkan kepuasan psikis. Sedangkan individu yang gagal atau tidak berhasil melakukan penyesuaian diri akan menimbulkan perasaan kecewa, gelisah, dan depresi. b. Efisiensi Kerja Individu yang berhasil menyesuaikan diri dapat bekerja atau melakukan setiap kegiatannya dengan baik. Sedangkan individu yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik akan mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan atau setiap kegiatannya. 16 c. Gejala Fisik Individu yang dapat menyesuaikan diri yang baik akan memperlihatkan keadaan fisik yang sehat dan bugar. Sedangkan individu yang tidak dapat menyesuaikan diri yang baik akan mengalami kegelisahan dan depresi yang akan berdampak pada gejala fisik seperti pusing dan pencernaan terganggu. d. Penerimaan sosial Individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik akan diterima dengan baik oleh masyarakat dimana individu tersebut berada. Sedangkan individu yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik akan menerima penolakan dari masyarakat di sekitarnya. Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan karakteristik penyesuaian diri menurut Vembriarto dalam Wibawati, 2013 yaitu kepuasan psikis, efisiensi kerja, gejala fisik, dan penerimaan sosial. Keempat karakteristik penyesuaian diri tersebut digunakan karena dari hal-hal tersebut nantinya dapat dilihat individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik atau tidak dengan lingkungan barunya. Keberhasilan atau ketidakberhasilan mereka dalam menyesuaikan diri inilah yang akan menentukan tercapainya kesejahteraan psikologis mereka. 3. Faktor-faktor Penyesuaian Diri Kartono dalam Septiana, 2007 mengungkapkan beberapa faktor yang sangat menentukan dalam usaha penyesuaian diri adalah sebagai berikut : a. Kondisi dan bagian fisiknya 17 Faktor penentu herediter “hereditair dominant” dari kondisi dan bagian tersebut antara lain sistem syaraf, sistem kelenjar, sistem otot, kesehatannya dalam keadaan sakit atau sehat, dan lain-lain. b. Kematangan taraf pertumbuhan dan perkembangan Faktor utama dalam taraf kematangan pertumbuhan dan perkembangan antara lain kematangan intelektual, kematangan sosial dan moral, dan kematangan emosionalnya. c. Determinan psikologis Faktor-faktor yang termasuk dalam determinan psikologis adalah pengalaman-pengalaman, trauma-trauma, situasi dan kesulitan belajar, kebiasaan, penentuan diri self determination, frustrasi, konflik, dan saat- saat kritis. d. Kondisi lingkungan dan alam sekitar Faktor-faktor yang termasuk dalam kondisi lingkungan dan alam sekitar adalah keluarga, sekolah, lingkungan kerja, teman-teman, dan lain- lain. Pada faktor ini, individu akan mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain di lingkungannya apabila terdapat “model” yang tidak baik di lingkungan tersebut. e. Faktor adat istiadat, norma sosial, religi, dan kebudayaan Faktor-faktor tersebut dapat mendukung dan membantu individu dalam menyesuaikan diri dengan baik. Faktor-faktor tersebut dapat mengatur individu dalam menentukan sikap dalam menyesuaikan diri di lingkungannya. 18 Faktor-faktor di atas dapat mendukung dan membantu individu dalam menyesuaikan diri di lingkungan yang baru. Dengan adanya faktor-faktor tersebut pula yang akan mempermudah individu dalam mencapai kesejahteraan psikologis saat berada di lingkungan yang baru. B. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis adalah salah satu konsep yang berkembang dalam ranah psikologi positif. Konsep kesejahteraan psikologis ini merupakan gambaran dari kesehatan psikologis seseorang. Tingkat kesehatan psikologis ini didasarkan pada pemenuhan kriteria fungsi kesehatan mental positif yang dikemukakan oleh para ahli psikologi Ryff dalam Wulandari, 2011. Ryff dan Singer 1996 mengembangkan konsep kesejahteraan psikologis berdasarkan tiga perspektif. Pertama adalah perspektif teoritis dari psikologi perkembangan, terutama psikologi perkembangan rentang kehidupan manusia. Perspektif ini meliputi tahapan perkembangan psikososial Erikson yaitu delapan tahap perkembangan yang memiliki tugas perkembangan yang khas yang menghadapkan individu dengan suatu krisis yang harus dihadapi, formulasi dari Buhler mengenai kecenderungan dasar hidup yang mengarah pada pemenuhan hidup, dan deskripsi dari Neugarten mengenai perubahan kepribadian masa dewasa dan masa lanjut yang menyatakan bahwa pada masa dewasa seseorang cenderung hidup secara individual sedangkan masa lanjut yaitu suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. 19 Kedua adalah perspektif teoritis dari psikologi klinis yang memberikan dasar pembentukan konsep kesejahteraan psikologis. Perspektif ini memberikan pemahaman tentang individu yang berfungsi secara positif, seperti konsep individu yang dapat beraktualisasi diri dari Maslow, konsep individu yang berfungsi sepenuhnya dari Roger, proses individuasi dari Jung, dan konsep individu yang memiliki kedewasaan diri dari Allport. Ketiga adalah literatur mengenai kesehatan mental dari Jahoda yaitu kriteria positif dari kesehatan mental yang dihasilkan untuk menggantikan definisi kesejahteraan sebagai tidak adanya penyakit Ryff dan Singer, 1996. Dari berbagai perspektif di atas yang menjelaskan kualitas positif dari manusia terdapat beberapa kesamaan. Ryff merumuskan beberapa kesamaan ini menjadi enam dimensi yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi Waskito, 2014. Dari uraian di atas, kesejahteraan psikologis dapat diartikan sebagai keadaan individu yang mengalami rentang perkembangan kehidupan yang baik, tidak menderita penyakit mental terutama memiliki karakteristik positif pada penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi. 2. Dimensi-Dimensi Kesejahteraan Psikologis Ryff 1989 menyatakan konsep kesejahteraan psikologis dalam enam dimensi, yakni dimensi penerimaan diri self acceptance, hubungan yang positif dengan orang lain positive relation with others, otonomi autonomy, 20 penguasaan lingkungan environmental mastery, tujuan hidup purpose in life, dan pertumbuhan pribadi personal growth. a. Penerimaan Diri Self Acceptance Dimensi penerimaan diri adalah sikap positif terhadap diri sendiri dan merupakan ciri penting dari kesejahteraan psikologis. Gambaran inti dari kondisi well-being yang dicirikan dengan individu yang dapat mencapai aktualisasi dan berfungsi secara optimal, kedewasaan serta penerimaan diri seseorang kehidupan yang sudah dilewatinya. Pada dimensi penerimaan diri ini, individu yang memiliki skor tinggi apabila individu tersebut memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek dirinya termasuk kelebihan dan kekurangan diri, dan merasa positif terhadap kehidupan yang telah dilaluinya. Sedangkan individu yang memiliki skor rendah apabila individu tersebut merasa tidak puas dengan dirinya, merasa kecewa terhadap kehidupan yang dijalaninya, mengalami masalah karena kualitas dirinya, dan berharap menjadi pribadi yang berbeda dari dirinya saat ini. b. Hubungan yang Positif dengan Orang Lain Positive Relation with Others Dimensi hubungan positif dengan orang lain dapat digambarkan secara operasional sebagai tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam membina kehangatan dan hubungan saling percaya dengan orang lain; yang digambarkan sebagai orang yang mempunyai empati yang 21 kuat, mampu mencintai secara mendalam dan bersahabat. Pada dimensi hubungan yang positif dengan orang lain, individu yang memiliki skor tinggi apabila mempunyai hubungan yang hangat, memuaskan, dan saling percaya dengan orang lain, memperhatikan kesejahteraan orang lain, memiliki empati yang besar, afeksi, dan keakraban, memahami memberi dan menerima dalam hubungan antar manusia. Sedangkan individu yang memiliki skor rendah apabila individu tersebut sedikit memiliki hubungan yang dekat dan kepercayaan terhadap orang lain, merasa kesulitan untuk bersikap hangat, terbuka, memperhatikan orang lain, merasa terasing, dan frustrasi dalam hubungan interpersonal, tidak bersedia untuk mempertahankan hubungan yang penting dengan orang lain. c. Otonomi Autonomy Dimensi otonomi ini menekankan pada kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri, kemandirian, dan kemampuan mengatur tingkah laku. Orang yang berfungsi penuh digambarkan mampu menilai diri sendiri dengan menggunakan standar pribadi. Pada dimensi otonomi, individu memiliki skor tinggi apabila individu tersebut mampu mengarahkan dirinya dan mandiri, mampu menghadapi tekanan sosial, mengatur tingkah laku sendiri, dan mengevaluasi diri dengan standard sendiri. Sedangkan individu disebut memiliki skor rendah apabila individu tersebut lebih memperhatikan harapan dan penilaian orang lain, bergantung pada penilaian orang lain dalam membuat 22 keputusan, menyesuaikan diri terhadap tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah laku. d. Penguasaan Lingkungan Environmental Mastery Dimensi penguasaan lingkungan adalah orang yang mampu menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisiknya. Kemampuan ini dipengaruhi oleh kedewasaan seseorang khususnya kemampuan seseorang untuk memanipulasi dan mengontrol lingkungan yang kompleks melalui aktivitas mental dan fisik. Pada dimensi penguasaan lingkungan, individu yang memiliki skor tinggi apabila individu tersebut mempunyai sense of mastery dan mampu mengatur lingkungan, mengontrol berbagai kegiatan eksternal yang kompleks, memanfaatkan dengan efektif kesempatan-kesempatan yang ada, mampu memilih atau menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai pribadi. Sedangkan individu yang memiliki skor rendah apabila individu tersebut mengalami kesulitan dalam mengatur aktivitas sehari-hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan keadaan di sekitarnya, tidak menyadari akan kesempatan di sekitarnya, dan kurang mempunyai kontrol terhadap dunia luar. e. Tujuan Hidup Purpose in Life Dimensi tujuan hidup dapat digambarkan secara operasional sebagai tinggi rendahnya pemahaman individu akan tujuan dan arah hidupnya. Dalam teori perkembangan rentang kehidupan manusia 23 merujuk pada suatu variasi dalam mengubah kehendak atau tujuan hidup seperti lebih produktif, kreatif, atau penerimaan pengintegrasian emosi di kehidupan yang akan datang. Pada dimensi tujuan hidup, individu yang memiliki skor tinggi apabila individu tersebut mempunyai tujuan dan arah hidup, merasakan hidup yang berarti pada masa kini dan masa yang lalu. Sedangkan individu yang memiliki skor rendah apabila individu tersebut tidak mempunyai arti, tujuan, arah hidup, dan cita-cita yang tidak jelas, serta tidak melihat adanya tujuan dari kehidupan yang lalu. f. Pertumbuhan Pribadi Personal Growth Dimensi pertumbuhan pribadi dapat digambarkan secara operasional sebagai tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan dan lebih menekankan pada cara memandang diri dan merealisasikan potensi dalam diri. Terbuka pada pengalaman sebagai contoh merupakan karakteristik utama dalam seseorang dapat berfungsi secara penuh. Pada dimensi pertumbuhan pribadi, individu yang memiliki skor tinggi apabila individu tersebut merasakan adanya pengembangan potensi diri yang berkelanjutan, terbuka terhadap pengalaman baru, menyadari potensi diri dan dapat melihat perkembangan diri dari waktu ke waktu. Sedangkan skor rendah apabila individu tersebut tidak merasakan adanya kemajuan dan pengembangan potensi diri dari waktu ke waktu, 24 merasa jenuh, dan tidak tertarik dengan kehidupan, serta merasa tidak mampu untuk mengembangkan sikap dan tingkah laku yang baru. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis adalah : a. Usia Ryff dan Keyes dalam Priyambodo, 2011 menemukan dimensi yang berpengaruh terhadap perubahan usia individu adalah dimensi penguasaan lingkungan, relasi positif dengan orang lain, dan dimensi otonomi. Dimensi penguasaan lingkungan dan relasi positif dengan orang lain cenderung tinggi pada usia lansia. Dimensi otonomi cenderung tidak meningkat pada usia lansia, tetapi cenderung meningkat pada usia dewasa awal dan madya. b. Status Sosial Ekonomi Ryff, dkk mengemukakan bahwa status sosial ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan, dan pertumbuhan pribadi. Efek negatif dari status sosial ekonomi yang rendah pada dimensi ini adalah tampak pada hasil perbandingan sosial. individu miskin akan merasa dirinya kurang beruntung dibandingkan dengan individu yang lainnya. c. Budaya Christopher dalam Dewi, 2013 mengatakan bahwa sistem nilai individualisme-kolektivisme memberi dampak terhadap kesejahteraan psikologis yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Budaya yang menganut 25 sistem individualisme memiliki skor yang tinggi dalam dimensi penerimaan diri dan otonomi, sedangkan budaya yang menjunjung tinggi nilai kolektivisme memiliki skor yang tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain. d. Jenis Kelamin Ryff dalam Dewi, 2013 mengemukakan bahwa pada dimensi kesejahteraan psikologis, perempuan memiliki hubungan positif dengan orang lain dan memiliki kecenderungan skor yang lebih tinggi pada pertumbuhan pribadi. Perempuan menunjukkan kekuatan pada dimensi interpersonal sebagai pusat perkembangan konsepsi perempuan. e. Agama Ritcher dalam Dewi, 2013 mengungkapkan bahwa tingkat keagamaan yang tinggi pada individu berasosiasi dengan karakteristik kepribadian yang sehat ditunjukkan dengan kesejahteraan psikologis yang tinggi. Pengalaman hidup keagamaan dapat memberikan makna dalam kehidupan sehari-hari.

C. Mahasiswa Baru

Dokumen yang terkait

Hubungan antara Keyakinan Diri dengan Penyesuaian Diri Siswa Kelas X SMA Budi Murni Deli Tua yang Tinggal di Asrama

4 28 130

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PENYESUAIAN DIRI SANTRI BARU Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Penyesuaian Diri Santri Baru.

8 50 15

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PENYESUAIAN DIRI SANTRI BARU Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Penyesuaian Diri Santri Baru.

0 4 17

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA MAHASISWA BARU Hubungan antara kepercayaan diri dengan Penyesuaian sosial pada mahasiswa baru Angkatan 2013 universitas muhammadiyah Surakarta.

0 2 20

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA MAHASISWA BARU Hubungan antara kepercayaan diri dengan Penyesuaian sosial pada mahasiswa baru Angkatan 2013 universitas muhammadiyah Surakarta.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA KEKHUSYUKAN SHALAT DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA MAHASISWA Hubungan Antara Kekhusyukan Shalat Dengan Kesejahteraan Psikologis Pada Mahasiswa UMS Surakarta.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BARU DI FAKULTAS PSIKOLOGI Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Penyesuaian Diri Pada Mahasiswa Baru di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 0 15

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BARU DI FAKULTAS PSIKOLOGI Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Penyesuaian Diri Pada Mahasiswa Baru di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 0 16

Hubungan Antara Kedisiplinan, Minat Dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Yang Tinggal Di Asrama 00001

0 0 1

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DI TEMPATKOS

0 0 18