Teknik Pengomposan TINJAUAN PUSTAKA

5. Temperatur pengeringan produk pupuk hijau padat Temperatur pengeringan mempengaruhi kualitas produk pupuk hijau padat, temperatur terlalu tinggi dapat menurunkan konsentrasi air dan dapat mengakibatkan timbulnya jamur pada produk. Sumada 2009.

2.5 Teknik Pengomposan

Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah CN yang rendah. Bahan yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah CN sekitar ± 30, sedangkan kompos yang dihasilkan memiliki nisbah CN 20. Bahan organik yang memiliki nisbah CN jauh lebih tinggi di atas 30 akan terombak dalam waktu yang lama, sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu rendah akan terjadi kehilangan N karena menguap selama proses perombakan berlangsung Nia 2012. Kompos berdasarkan fungsinya dikelompokkan sebagai bahan pembenah tanah soil conditioner. Dalam hal peningkatan daya dukung tanah, kompos jelas lebih unggul dan bersifat ramah lingkungan daripada pupuk kimia sintetik karena dapat meningkatkan kandungan bahan organik di dalam tanah Goenadi 2006. Menurut Diaz dkk., 1993 pengomposan bahan organik secara aerobik merupakan suatu proses humifikasi bahan organik tidak-stabil rasio CN 25 menjadi bahan organik stabil yang dicirikan oleh pelepasan panas dan gas dari substrat yang dikomposkan. Menurut FAO 2003 lamanya waktu pengomposan bervariasi dari 2 sampai 7 minggu, bergantung pada teknik pengomposan dan jenis mikroba dekomposer yang digunakan. Tingkat kematangan derajat humifikasi dan kestabilan kompos terkait dengan aktivitas mikroba menentukan mutu kompos yang ditunjukkan oleh berbagai perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi substrat kompos. Menurut Butler dkk., 2001 dan Wu and Ma 2001 penggunaan kompos yang tidak matang rasio CN 25 atau kompos hasil proses dekomposisi substrat yang tidak sempurna sering menimbulkan banyak masalah. Pada kompos yang belum matang, proses dekomposisi bahan organik masih terus berlangsung yang dapat menciptakan suasana anaerobik di lingkungan perakaran Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. penggunaan oksigen oleh mikroba dan kahat N imobilisasi N oleh mikroba, sehingga menghambat pertumbuhan tanaman. Menurut Zucconi dkk., 1981 pengomposan yang tidak sempurna juga kerap menghasilkan senyawa fitotoksin seperti fenolat yang dalam banyak kasus menghambat pertumbuhan bibit tanaman atau menjadi tempat transien bagi mikroba pathogen Husen 2012. Kompos yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan teknologi mikrobia efektif dikenal dengan nama bokashi. Dengan cara ini proses pembuatan kompos dapat berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional Nia 2012 . Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Yang dimaksud mikrobia disini bakteri, fungi dan jasad renik lainnya. Bahan organik disini merupakan bahan untuk baku kompos ialah jerami, sampah kota, limbah pertanian, kotoran hewan ternak dan sebagainya. Cara pembuatan kompos bermacam ‐macam tergantung: keadaan tempat pembuatan, budaya orang, mutu yang diinginkan, jumlah kompos yang dibutuhkan, macam bahan yang tersedia dan selera si pembuat. Menurut British Columbia, Ministry of Agriculture and Food 1996 beberapa faktor penting yang menunjukkan proses dekomposisi kompos adalah Kusuma 2012 : a. Perbandingan karbon C dengan nitrogen N. b. Aerasi dan porositas. c. Suhu timbunan. d. Derajat keasaman pH. Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengomposan ialah: a. Kelembaban timbunan bahan kompos. Kegiatan dan kehidupan mikrobia sangat dipengaruhi oleh kelembaban yang cukup, tidak terlalu kering maupun basah atau tergenang Nia 2012. Mikroorganisme dapat bekerja dengan kelembaban sekitar 40-60. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme bekerja optimal Cahaya 2007. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. b. Aerasi timbunan. Aerasi berhubungan erat dengan kelengasan. Apabila terlalu anaerob mikrobia yang hidup hanya mikrobia anaerob saja, mikrobia aerob mati atau terhambat pertumbuhannya. Sedangkan bila terlalu aerob udara bebas masuk ke dalam timbunan bahan yang dikomposkan umumnya menyebabkan hilangnya nitrogen relatif banyak karena menguap berupa NH3 Nia 2012. Kebutuhan oksigen dalam pembuatan kompos yakni berkisar antara 10-18 Cahaya 2007. Adapun efek dari aerasi dapat di evaluasi dengan melihat kurva temperatur selama pengomposan. Tingkat aerasi rendah 0,17-0,28 Lmenitkg VS mengakibatkan suhu puncak akhir. Tingkat aerasi sedang antara dari 0,39-1,26 L menitkg VS, memberikan suhu puncak setelah empat hari dan setelah itu suhu menurun perlahan-lahan. Tingkat aerasi yang tinggi antara dari 1,41-3,35 Lmenitkg VS juga mengalami suhu puncak setelah empat hari tapi setelah itu suhu menurun drastis Bari 1999. c. Temperatur Temperatur harus dijaga tidak terlampau tinggi maksimum 60 o C. Selama pengomposan selalu timbul panas sehingga bahan organik yang dikomposkan temparaturnya naik; bahkan sering temperatur mencapai 60 o C. Pada temperatur tersebut mikrobia mati atau sedikit sekali yang hidup. Untuk menurunkan temperatur umumnya dilakukan pembalikan timbunan bakal kompos Nia 2012. Temperatur optimum yang dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan adalah 34-55 o c Cahaya 2007. d. Derajat keasaman pH Suasana proses pengomposan kebanyakan menghasilkan asam ‐asam organik, sehingga menyebabkan pH turun. Pembalikan timbunan mempunyai dampak netralisasi kemasaman Nia 2012. Derajat keasaman terbaik untuk proses pengomposan adalah kondisi pH netral yakni berkisar antara 6-8 Cahaya 2007. e. Netralisasi Netralisasi kemasaman sering dilakukan dengan menambah bahan pengapuran misalnya kapur, dolomit atau abu. Pemberian abu tidak hanya Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. menetralisasi tetapi juga menambah hara Ca, K dan Mg dalam kompos yang dibuat Nia 2012. f. Penambahan aktifator Kadang ‐kadang untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas kompos, timbunan diberi pupuk yang mengandung hara terutama P. Perkembangan mikrobia yang cepat memerlukan hara lain termasuk P. Sebetulnya P disediakan untuk mikrobia sehingga perkembangannya dan kegiatannya menjadi lebih cepat. Pemberian hara ini juga meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan karena kadar P dalam kompos lebih tinggi dari biasa, karena residu P sukar tercuci dan tidak menguap Nia 2012. Untuk mengetahui pupuk yang dihasilkan melalui teknik pengomposan telah menjadi pupuk yang baik dan layak untuk diaplikasikan pada tanaman atau tidak, maka terdapat parameter-parameter yang bisa dibandingkan dengan SNI 19- 7030-2004, parameter-parameter yang umumnya dibandingkan diantaranya adalah kadar air, rasio CN, pH, temperatur dan lain-lain yang berhubungan dengan kandungan mineral dan unsur hara lain yang terdapat dalam tanah. Berikut tabel 2.4 tentang standart kualitas pupuk menurut SNI 19-7030- 2004. Tabel 2.4 Standart Kualitas Pupuk SNI 19-7030-2004 : No Parameter Satuan Min Maks 1 Kadar Air 50 2 Temperatur o C Suhu Air Tanah 3 Warna Kehitaman 4 Bau Berbau Tanah 5 Ukuran Partikel mm 0,55 25 6 Kemampuan Ikat Air 58 7 pH 6,8 7,49 8 Bahan Asing 1,5 Unsur Makro 9 Bahan Organik 27 58 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. No Parameter Satuan Min Maks 10 Nitrogen 0,4 11 Karbon 9,8 32 12 Phospor P 2 O 5 0,1 13 CN Rasio 10 20 14 Kalium K 2 O 0,2 Unsur Mikro 15 Arsen mgkg 13 16 Cadmium Cd mgkg 3 17 Cobal Co mgkg 34 18 Chromium Cr mgkg 210 19 Tembaga Cu mgkg 100 20 Mercuri Hg mgkg 0,8 21 Nikel Ni mgkg 62 22 Timbal Pb mgkg 150 23 Selenium Se mgkg 2 24 Seng Zn mgkg 500 Unsur Lain 25 Calsium 25,5 26 Magnesium Mg 0,6 27 Besi Fe 2 28 Aluminium Al 2,2 29 Mangan Mn 0,1 Bakteri 30 Fecal Coli MPNgr 1000 31 Salmonelia sp. MPN4 gr 3 Keterangan : Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari maksimum Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 26

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bahan Penelitian

1. Blotong yang diambil dari Pabrik Gula Candi Baru Sidoarjo. 2. Sampah kebun sisa daun yang diambil dari lingkungan Medayu Utara.

3.2 Peralatan Penelitian

1. Bak plastik ukuran diameter 50 cm dan tinggi 40 cm 2. Termometer celcius range 0-150 o c 3. Timbangan kapasitas 2 kg 4. Gunting 5. Aeratorkompresor

3.3 Variabel

1. Kondisi tetap : Sampah kebun sisa daun : 3 kg juga sebagai variabel kontrol 2. Kondisi berubah : Blotong : 1 kg; 2 kg; 3 kg dan 4 kg Aerasi : menggunakan aeratorkompresor dan secara manual Udara yang diberikan dari aerator : 1,8; 2,7 dan 3,6 LminkgVS

3.4 Prosedur Penelitian

1. Uji pendahuluan suhu, pH, kadar air, C dan N pada tiap bahan kompos. 2. Cincang halus sampah kebun sisa daun menggunakan gunting. Timbang menggunakan timbangan bahan kue dengan berat 3 kg. 3. Ambil blotong segar, timbang dengan timbangan bahan kue dengan berat 1 kg; 2 kg; 3 kg; 4 kg. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.