Keterangan : A : Perlakuan dengan menggunakan aerator
I, II, III, IV : berat blotong kg 3,6 : dosis aerator lminkgVs setara dengan 0,2 bar
Gambar 4.8 Fluktuasi pH selama pengomposan aerator 3,6 lminkgVs Melalui gambar 4.8 dapat dilihat bahwa pada awal proses semua reaktor pH
berada pada 6,5 dan kemudian mengalami peningkatan pada hari kedua sampai hari ke 15
– 16, kemudian turun hingga kisaran 7,2 sampai 7,5 dimana besar pH tersebut sudah sesuai dengan SNI 19
– 7030 – 2004.
4.2.3 Kondisi Kadar Air Selama Proses Pengomposan.
Pengamatan kadar air dilakukan karena kadar air merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi aktifitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan
organik. Air merupakan faktor pelarut nutrient dan sel protoplasma. Air dihasilkan pada saat proses pembuatan kompos oleh mikroorganisme dalam bentuk lindi dan
sebagian ada yang hilang karena proses evaporasi ke dalam aliran udara. Berikut kondisi kadar air selama proses pengomposan ditunjukkan pada tabel 4.4 berikut :
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
3 6
9 12
15 18
21
pH
Hari ke-
A I 3,6 A II 3,6
A III 3,6 A IV 3,6
Kontrol
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.4 Kondisi Kadar Air Selama Proses Pengomposan Hari
ke- M
I M
II M
III M
IV A I
1,8 A II
1,8 A III
1,8 A IV
1,8 20,2
20,2 20,2
20,2 20,2
20,2 20,2
20,2 7
10,4 11,4
11 14,4
14,7 13,9
17,1 12
14 15,8
24,7 18,8
13,6 24,9
24,3 21,7
31,6 21
30,4 30,7
27,1 30,2
35,9 33,8
31,7 38,5
Keterangan tabel : M : Perlakuan tanpa menggunakan aerator
A : Perlakuan dengan menggunakan aerator I, II, III, IV : berat blotong kg
1,8; 2,7; 3,6 : dosis aerator lminkgVs Sumber : Hasil Analisa Laboratorium, 2013.
Melalui tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pada awal pencampuran bahan-bahan yang akan dikomposkan kadar air sama yaitu sebesar ± 20,2 , tetapi kemudian pada
minggu pertama cenderung turun. Kemudian pada minggu-minggu berikutnya terdapat peningkatan, menurut Polprasert 1996, kenaikan kadar air terjadi karena
dihasilkannya lindi oleh mikroorganisme pengurai bahan organik, dimana saat mikroorganisme pengurai mendekomposisi bahan organik disertai dengan kenaikan
suhu, pelepasan CO
2
dan uap air, serta terjadinya perubahan – perubahan menurut
Indriani 2002 : a.
Karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, dan lignin menjadi CO
2
dan H
2
O Hari
ke- A I
2,7 A II
2,7 A III
2,7 A IV
2,7 A I
3,6 A II
3,6 A III
3,6 A IV
3,6 kontrol
20,2 20,2
20,2 20,2
20,2 20,2
20,2 20,2
1,8 7
18,7 14,1
17,1 15,2
12,1 9,4
7,7 12,6
9,5 14
30,1 22
21,6 22,3
19,7 25,1
18,8 25,4
17 21
37,4 32,4
36,6 36
38 31,1
26,7 33
20,4
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
b. Zat putih telur protein menjadi ammonia, CO
2
dan H
2
O Pradana 2007.
Berikut data dari tabel yang disajikan dalam bentuk grafik ditunjukkan pada gambar 4.9 berikut :
Keterangan : M : Perlakuan tanpa menggunakan aerator
I, II, III, IV : berat blotong kg
Gambar 4.9 Kondisi kadar air selama pengomposan secara manual Melalui gambar 4.9 dapat dilihat bahwa pada awal proses kadar air yang
dicapai semua reaktor yaitu ± 20,2 , dan kemudian seminggu kemudian mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan kadar air dari dua bahan baku memiliki kadar air
yang sangat berbeda sehingga saat pencampuran pertama kadar airnya tidak jauh berbeda dengan kadar air blotong, tetapi kemudian terjadi berbagai macam reaksi
antara lain evaporasi yang menyebabkan kadar air menurun. Kemudian secara bertahap kadar air semua reaktor meningkat, hal ini
dikarenakan timbulnya lindi akibat aktivitas mikroorganisme. Tetapi pada metode aerasi manual kenaikan kadar air perlahan, tidak terlalu tajam.
Berikut data dari tabel yang disajikan dalam bentuk grafik ditunjukkan pada gambar 4.10 berikut :
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
7 14
21
K a
da r
Air
Hari ke-
M I M II
M III M IV
Kontrol
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Keterangan : A : Perlakuan dengan menggunakan aerator
I, II, III, IV : berat blotong kg 1,8 : dosis aerator lminkgVs setara dengan 0,1 bar
Gambar 4.10 Kondisi kadar air selama pengomposan aerator 1,8 lminkgVs Melalui gambar 4.10 dapat dilihat bahwa kadar air awal mula
– mula sebesar ± 20,2 , kemudian menurun pada hari ke 7, hal tersebut dikarenakan terjadi proses
evaporasi akibat dari aktivitas mikroorganisme. Setelah itu kadar air cenderung naik, kenaikannya cukup tajam jika dilihat dari semua reaktor, hal ini dikarenakan
mikroorganisme yang mendegradasi bahan – bahan organik, akibat dari kegiatan
tersebut terjadi pelepasan uap air dan dihasilkannya lindi sehingga terjadi peningkatan kadar air hingga sebesar ± 35 . Nilai tersebut telah sesuai dengan SNI 19
– 7030 – 2004.
Berikut data dari tabel yang disajikan dalam bentuk grafik ditunjukkan pada gambar 4.11 berikut :
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
7 14
21
K a
da r
Air
Hari ke-
A I 1,8 A II 1,8
A III 1,8 A IV 1,8
Kontrol
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Keterangan : A : Perlakuan dengan menggunakan aerator
I, II, III, IV : berat blotong kg 2,7 : dosis aerator lminkgVs setara dengan 0,15 bar
Gambar 4.11 Kondisi kadar air selama pengomposan aerator 2,7 lminkgVs Melalui gambar 4.11 kondisi kadar air pada kondisi awal sebesar ± 20,2
dan nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan nilai kadar air blotong, hal ini dikarenakan belum terjadi berbagai macam reaksi, namun seminggu setelah
pencampuran terjadi reaksi evaporasi, karena mendapat berbagai macam perlakuan yaitu pembalikkan timbunan dan aerasi menggunakan aerator sehingga kadar air
mengalami penurunan. Kemudian secara bertahap kadar air meningkat, hal ini dikarenakan adanya
aktivitas mikroorganisme
yang kemudian
menghasilkan lindi
sehingga mengakibatkan kadar air meningkat. Meningkatnya kadar air ini cukup tajam karena
pada minggu ketiga kadar air rata – rata dari semua reaktor melebihi 30 tetapi
kurang dari 40 , nilai tersebut telah sesuai dengan standart SNI 19 – 7030 – 2004.
Berikut data dari tabel yang disajikan dalam bentuk grafik ditunjukkan pada gambar 4.12 berikut :
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
7 14
21
K a
da r
Air
Hari ke-
A I 2,7 A II 2,7
A III 2,7 A IV 2,7
Kontrol
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Keterangan : A : Perlakuan dengan menggunakan aerator
I, II, III, IV : berat blotong kg 3,6 : dosis aerator lminkgVs setara dengan 0,2 bar
Gambar 4.12 Kondisi kadar air selama pengomposan aerator 3,6 lminkgVs Melalui gambar 4.12 dapat dilihat bahwa semua reaktor pada awal proses
pencampuran memiliki kadar air ± 20,22 , kemudian seminggu setelah proses pencampuran karena telah mendapat berbagai perlakuan yaitu pembalikkan timbunan
dan aerasi menggunakan aerator maka terjadilah proses evaporasi. Dengan adanya suplai oksigen mikroorganisme berkembang dan beraktivitas dalam mendegradasi
bahan – bahan organik, akibat dari adanya aktivitas mikroorganisme tersebut
timbullah lindi yang meningkatkan kadar air.
4.2.4 Kondisi Rasio CN Selama Proses Pengomposan