aerasi yaitu secara manual atau tanpa menggunakan aerator dan dengan menggunakan aerator.
4.2.1 Kondisi Suhu Selama Proses Pengomposan.
Peningkatan suhu diakibatkan dari aktivitas mikroorganisme dalam merombak bahan
– bahan organik. Fluktuasi suhu selama proses pengomposan ditunjukkan pada tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2 Fluktuasi Suhu pada Proses Pengomposan
o
C
Hari ke-
M I
M II
M III
M I
V A
I 1,8
A II
1,8 A
III 1,8
A IV
1,8 A
I 2,7
A II
2,7 A
III 2,7
A IV
2,7 A
I 3,6
A II
3,6 A
III 3,6
A IV
3,6 Kontrol
34 35 36 35 34
35 36
35 33
35 34
35 34
34 36
35 30
1 35 38 42 37
36 37
37 37
33 39
38 39
36 36
39 38
33 2
36 43 49 39 39
39 38
38 33
41 40
42 37
38 42
40 35
3 35 42 46 37
36 39
40 40
32 39
41 39
35 38
44 40
37 4
34 38 44 35 35
39 42
41 32
37 42
38 35
37 49
39 35
5 34 38 41 34
34 38
41 37
32 36
38 38
34 37
45 37
34 6
33 38 39 33 34
36 38
37 31
35 38
38 33
35 42
35 33
7 32 36 36 33
34 35
37 37
38 35
38 37
33 35
39 34
33 8
32 35 35 33 32
34 34
37 35
34 35
35 33
34 37
34 32
9 32 33 34 33
32 32
33 35
32 34
35 34
32 33
36 34
32 10
31 33 34 32 32
32 33
35 31
32 33
33 32
33 34
33 30
11 31 33 33 32
32 32
32 34
31 32
33 33
32 32
33 33
30 12
31 32 32 32 32
32 32
34 31
32 32
33 32
32 32
33 30
13 30 32 32 32
31 31
32 33
30 31
32 33
31 31
33 32
30 14
30 32 32 32 31
31 31
33 30
31 32
33 31
31 32
32 30
15 29 31 32 31
30 31
30 33
29 30
32 33
31 31
32 32
30 16
29 31 31 31 30
31 30
32 29
30 31
32 31
31 32
32 29
17 28 31 31 31
30 31
30 32
29 30
31 32
30 31
31 31
29 18
28 30 30 30 29
30 29
32 29
29 31
32 30
30 31
31 29
19 28 30 30 30
29 30
29 31
28 29
30 31
30 30
30 31
28 20
28 29 30 29 29
30 28
31 28
28 30
31 29
30 29
30 28
21 28 29 29 29
28 29
28 30
28 28
29 30
29 29
29 30
28 Keterangan tabel :
M : Perlakuan tanpa menggunakan aerator A : Perlakuan dengan menggunakan aerator
I, II, III, IV : berat blotong kg 1,8; 2,7; 3,6 : dosis aerator lminkgVs
Sumber : Hasil Analisa Laboratorium, 2013
Dinamika suhu memainkan peranan yang penting dalam proses pengomposan. Dinamika suhu adalah indikator dari dinamika aktivitas mikrobiologi dalam
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
pengomposan. Oleh karena itu profil perubahan suhu menggambarkan pula karakteristik proses pengomposan yang sedang berjalan, bahkan menjadi parameter
kematangan kompos. Proses pengomposan umumnya digambarkan sebagai hubungan antara waktu
– suhu. Ketersediaan oksigen mempengaruhi aktivitas mikrobiologi, semakin tinggi laju penyerapan oksigen semakin tinggi suhunya. Hal ini dikarenakan
pada saat bahan organik dirombak oleh mikroorganisme maka dibebaskanlah sejumlah energi berupa panas Wahyono 2008.
Pada tahap pertama yaitu tahap penghangatan tahap mesofilik, mikroorganisme hadir dalam bahan kompos secara cepat dan suhu meningkat.
mikroorganisme mesofilik hidup pada suhu 10 – 45
o
C dan bertugas memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan
mempercepat proses pengomposan. Pada tahap kedua yaitu tahap termofilik, mikroorganisme termofilik hadir dalam tumpukan bahan kompos, mikroorganisme
termofilik hidup pada suhu 45 – 60
o
C dan bertugas mengkonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat. Mikroorganisme ini
berupa Actinomycetes dan jamur termofilik. Sebagian dari Actinomycetes mampu merombak selulosa dan hemiselulosa. Kemudian proses dekomposisi mulai melambat
dan suhu puncak dicapai. Setelah suhu puncak terlewati, tumpukan mencapai kestabilan, dimana bahan lebih mudah terdekomposisikan Cahaya 2009.
Menurut FAO 2003, secara teknis transformasi bahan organik tidak stabil menjadi bahan organik stabil kompos matang ditandai oleh pembentukan panas dan
produksi CO
2
. Selama proses pengomoposan, komposisi populasi mikroba berubah dari tahap mesofilik suhu 20
– 40
o
C ke tahap termofilik suhu bisa mencapai 80
o
C, dan terakhir tahap stabilisasi atau pendinginan. Mikroba mesofilik memulai
dekomposisi substrat mudah hancur seperti protein, gula, dan pati yang selanjutnya digantikan oleh mikroba termofilik yang secara cepat merombak substrat organik,
mikroba termofilik adalah mikroba yang hidup pada suhu antara 45 – 60
o
C Husen 2009.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Berikut data dalam tabel yang disajikan dalam bentuk grafik digambarkan pada gambar 4.1 untuk proses pengomposan tanpa menggunakan aerator berikut :
Keterangan : M : Perlakuan tanpa menggunakan aerator
I, II, III, IV : berat blotong kg
Gambar 4.1 Fluktuasi suhu selama pengomposan secara manual Melalui gambar 4.1 dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan suhu semua reaktor
dengan aerasi manual pada hari pertama dan kedua yang berkisar antara 34-49
o
C. Kenaikan suhu paling tajam terlihat pada reaktor M3 hingga mencapai 49
o
C, pada reaktor ini hadir mikroorganisme termofilik, karena mikroorganisme termofilik dapat
hidup pada rentang suhu antara 45 – 60
o
C Cahaya 2009. Setelah itu suhu berangsur- angsur turun hingga mencapai suhu tanah. Hal ini disebabkan karena materi organik
telah dikomposkan, hanya beberapa nutrient yang tersisa sehingga aktivitas mikroba menjadi berkurang dan suhu juga menurun Wahyono 2008.
Berikut data dalam tabel yang disajikan dalam bentuk grafik digambarkan pada gambar 4.2 untuk proses pengomposan menggunakan aerator dengan dosis 1,8
lminkgVs atau setara dengan 0,1 bar berikut :
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
7 14
21
Su hu
o
C
Hari ke-
M I M II
M III M IV
Kontrol
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Keterangan : A : Perlakuan dengan menggunakan aerator
I, II, III, IV : berat blotong kg 1,8 : dosis aerator lminkgVs setara dengan 0,1 bar
Gambar 4.2 Fluktuasi suhu selama pengomposan aerator 1,8 lminkgVs Melalui gambar 4.2 dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan suhu semua reaktor
dengan aerasi menggunakan aerator 1,8 lminkgVs pada hari pertama sampai hari keempat yang berkisar antara 34-42
o
C, reaktor dengan komposisi penambahan blotong 1 dan 2 kg mencapai suhu tertinggi pada hari kedua dengan suhu masing-
masing 39
o
C. Sedangkan reaktor dengan komposisi penambahan blotong 3 dan 4 kg mencapai suhu tertinggi pada hari keempat dengan suhu 42
o
C dan 41
o
C. Setelah itu suhu turun secara perlahan hingga mencapai suhu tanah.
Melalui gambar 4.2 dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh terhadap penambahan blotong, panambahan blotong sebanyak 3 dan 4 kg membuat reaktor
lebih lama mencapai suhu puncak dan suhu puncaknya lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan blotong 1 dan 2 kg.
Berikut data dalam tabel yang disajikan dalam bentuk grafik digambarkan pada gambar 4.3 untuk proses pengomposan menggunakan aerator dengan dosis 2,7
lminkgVs atau setara dengan 0,15 bar berikut :
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
7 14
21
Su hu
o
C
Hari ke-
A I 1,8 A II 1,8
A III 1,8 A IV 1,8
Kontrol
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Keterangan : A : Perlakuan dengan menggunakan aerator
I, II, III, IV : berat blotong kg 2,7 : dosis aerator lminkgVs setara dengan 0,15 bar
Gambar 4.3 Fluktuasi suhu selama pengomposan aerator 2,7 lminkgVS Melalui gambar 4.3 dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan suhu semua reaktor
dengan aerasi menggunakan aerator 2,7 lminkgVs pada hari pertama sampai hari ketujuh yang berkisar antara 33-42
o
C, reaktor dengan komposisi penambahan blotong 1 kg mencapai suhu tertinggi pada hari ketujuh dengan suhu 38
o
C, sedangkan reaktor dengan komposisi penambahan blotong 2 dan 4 kg mencapai suhu tertinggi pada hari
kedua dengan suhu 41
o
C dan 42
o
C, pada reaktor dengan komposisi penambahan blotong 3 kg mencapai suhu tertinggi pada hari keempat dengan suhu 42
o
C. Setelah itu berangsur-angsur turun hingga suhu tanah.
Berikut data dalam tabel yang disajikan dalam bentuk grafik digambarkan pada gambar 4.4 untuk proses pengomposan menggunakan aerator dengan dosis 3,6
lminkgVs atau setara dengan 0,2 bar berikut :
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
7 14
21
Su hu
o
C
Hari ke-
A I 2,7 A II 2,7
A III 2,7 A IV 2,7
Kontrol
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Keterangan : A : Perlakuan dengan menggunakan aerator
I, II, III, IV : berat blotong kg 3,6 : dosis aerator lminkgVs setara dengan 0,2 bar
Gambar 4.4 Fluktuasi suhu selama pengomposan aerator 3,6 lminkgVs Melalui gambar 4.4 dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan suhu semua reaktor
dengan aerasi menggunakan aerator 3,6 lminkgVs pada hari pertama sampai hari keempat yang berkisar antara 34
– 49
o
C, pada reaktor dengan komposisi penambahan blotong 1, 2 dan 4 kg mencapai suhu tertinggi pada hari kedua dengan masing-masing
dengan suhu 37
o
C, 38
o
C dan 40
o
C, sedangkan pada reaktor dengan komposisi penambahan blotong sebanyak 3 kg mencapai suhu tertinggi pada hari keempat
dengan suhu 49
o
C. Kemudian suhu perlahan menurun hingga suhu tanah yakni berkisar antara 27
– 29
o
C. Pada reaktor dengan penambahan blotong 3 kg suhu puncak mencapai 49
o
C, pada suhu tersebut mikroorganisme termofilik dapat hidup.
4.2.2 Kondisi pH Selama Proses Pengomposan.