Gambar 4.2 Plot
Deret Masukan dan Deret Keluaran terhadap Waktu Berdasarkan gambar di atas tampak bahwa terdapat hubungan antara
deret masukan dan deret keluaran. Hal tersebut terlihat dari adanya kesa- maan pola antara
�
dan
�
terhadap waktu. Pola naik turunnya titik-titik pada kedua deret tersebut terjadi pada periode waktu yang hampir bersa-
maan. Sebagai contoh, dari grafik di atas titik paling rendah pada deret masukan terpisah dua periode dengan titik paling rendah pada deret kelua-
ran. Setelah memperoleh gambaran awal pola hubungan deret masukan
dan deret keluaran, maka berikut ini merupakan tahap-tahap dalam mem- bentuk model fungsi transfer:
1. Identifikasi Model Fungsi Transfer
a. Mempersiapkan Deret Masukan dan Deret Keluaran
Tahap ini adalah tahap untuk menetapkan apakah transformasi untuk deret masukan dan deret keluaran perlu dilakukan.
100 90
80 70
60 50
40 30
20 10
1 350
300 250
200 150
100
t D
a ta
Xt Yt
Variable
Plot Deret Masukan Iklan dan Deret Keluaran Penjualan terhadap Waktu
1 Deret Masukan
Untuk mengidentifikasi kestasioneran pada deret masukan, maka akan dibuat plot data untuk deret masukan dan grafik ACF
dari deret masukan.
Gambar 4.3 Plot
Data Masukan Dari plot data di atas tampak bahwa data belum stasioner da-
lam rata-rata, hal tersebut terlihat di mana terjadi penurunan pada data ke-80. Untuk memastikannya, maka akan dilihat mengguna-
kan grafik ACF.
Gambar 4.4
Grafik ACF Deret Masukan
100 90
80 70
60 50
40 30
20 10
1 140
130 120
110 100
90 80
t X
t
Plot Data Masukan Pengiklanan
24 22
20 18
16 14
12 10
8 6
4 2
1.0 0.8
0.6 0.4
0.2 0.0
-0.2 -0.4
-0.6 -0.8
-1.0
Lag A
u to
c o
rr e
la ti
o n
Grafik ACF Deret Masukan Pengiklanan
Grafik ACF di atas mempertegas pendapat sebelumnya bah- wa data tidak stasioner dalam rata-rata. Hal ini terlihat karena lag-
lag pada grafik ACF turun secara perlahan dan terdapat lima lag pada grafik ACF yang berbeda signifikan dari nol. Berdasarkan
plot data dan grafik dari deret masukan, maka dapat disimpulkan
bahwa deret masukan tidak stasioner. Oleh sebab itu, maka perlu dilakukan usaha differencing un-
tuk mengatasi masalah kestasioneran tersebut. Deret masukan di atas akan dikenai transformasi differencing yang pertama. Berikut
adalah plot data dan grafik ACF dari deret masukan yang telah di- kenai transformasi differencing.
Gambar 4.5 Plot
Data Masukan setelah Differencing Plot
data dari deret masukan yang telah dikenai transformasi differencing
terlihat sudah stasioner dalam rata-rata. Sekalipun ter- dapat beberapa data yang berfluktuasi, namun sebaran data terletak
pada suatu interval tertentu.
90 80
70 60
50 40
30 20
10 1
10 5
-5 -10
-15
t d
if f
X t
Plot diff Data Masukan Pengiklanan
Gambar 4.6
Grafik ACF Deret Masukan setelah Differencing Kestasioneran deret masukan yang telah ditransformasi di-
perkuat dengan grafik ACF. Dari grafik ACF di atas tampak bahwa setelah lag pertama, lag-lag berikutnya adalah lag yang tidak signi-
fikan. Artinya, grafik ACF menurun secara cepat dan tidak signifi- kan. Ini menjadi indikasi bahwa deret masukan sudah stasioner. Se-
telah dilakukan proses differencing pertama pada deret masukan, maka sudah didapatkan suatu deret masukan yang sudah stasioner.
2 Deret Keluaran
Untuk mengidentifikasi kestasioneran pada deret keluaran, maka akan dibuat plot data untuk deret keluaran dan grafik ACF
dari deret keluaran.
24 22
20 18
16 14
12 10
8 6
4 2
1.0 0.8
0.6 0.4
0.2 0.0
-0.2 -0.4
-0.6 -0.8
-1.0
Lag A
u to
c o
rr e
la ti
o n
Grafik ACF diff Deret Masukan Pengiklanan
Gambar 4.7 Plot
Data Keluaran Dari plot data keluaran tampak bahwa data tidak stasioner da-
lam rata-rata. Beberapa data berfluktuasi tajam naik dan turun. Pernyataan tersebut akan diuji melalui grafik ACF. Berikut adalah
grafik ACF dari deret keluaran:
Gambar 4.8
Grafik ACF Deret Keluaran Pada grafik ACF di atas tampak hanya lag pertama dan lag
kedua saja yang signifikan, lag- lag setelah itu merupakan lag yang tidak signifikan dan cenderung mendekati nol. Hal tersebut meru-
pakan indikasi bahwa deret keluaran telah stasioner. Jadi berdasar-
100 90
80 70
60 50
40 30
20 10
1 350
300 250
200 150
t Y
t
Plot Data Keluaran Penjualan
24 22
20 18
16 14
12 10
8 6
4 2
1.0 0.8
0.6 0.4
0.2 0.0
-0.2 -0.4
-0.6 -0.8
-1.0
Lag A
u to
c o
rr e
la ti
o n
Grafik ACF Deret Keluaran Penjualan
kan grafik ACF di atas dapat disimpulkan bahwa deret keluaran te- lah stasioner.
b. Pemutihan Deret Masukan
Untuk melakukan pemutihan pada deret masukan, maka harus di- tentukan terlebih dahulu model ARIMA yang cocok untuk deret ma-
sukan. Dalam hal ini, akan digunakan deret masukan yang telah sta- sioner. Untuk menetapkan model ARIMA yang cocok, maka dibutuh-
kan grafik ACF dan PACF. Grafik ACF dari data yang telah stasioner sudah ditampilkan pada Gambar 4.6. Berikut adalah PACF untuk deret
masukan yang telah stasioner.
Gambar 4.9
Grafik PACF Data Masukan setelah Differencing Lag yang signifikan pada grafik ACF merupakan indikasi untuk
nilai pada model ARIMA. Dari grafik ACF yang sudah dibentuk tampak hanya lag pertama saja yang signifikan, itu berarti dapat dite-
rapkan = 1 untuk deret masukan. Sedangkan lag yang signifikan pa- da grafik PACF merupakan indikasi untuk nilai pada model ARIMA.
24 22
20 18
16 14
12 10
8 6
4 2
1.0 0.8
0.6 0.4
0.2 0.0
-0.2 -0.4
-0.6 -0.8
-1.0
Lag P
a rt
ia l
A u
to c
o rr
e la
ti o
n
Grafik PACF diff Data Masukan Pengiklanan
Dari grafik PACF di atas, lag-lag yang signifikan adalah lag pertama dan lag kedua. Jadi ada dua kemungkinan untuk nilai , yaitu
= 1 atau
= 2. Oleh sebab itu, akan dicoba tiga model yaitu, ARIMA 1, 1, 1, ARIMA 2, 1, 1, dan ARIMA 0, 1, 1.
1 ARIMA 1, 1, 1
Berikut adalah tabel pendugaan parameter dan uji signifikasi untuk model ARIMA 1, 1, 1:
Tabel 4.1 Tabel Pendugaan dan Signifikansi Parameter ARIMA 1, 1, 1 un-
tuk Deret Masukan setelah Differencing
Nilai SE
T T tabel
Keterangan �
1
-0,3007 0,1531
-1,96 2,364
Tidak �
1
-0,7885 0,097
-8,13 2,364
Signifikan
Dari tabel di atas tampak bahwa parameter
�
1
tidak signifikan. Pemeriksaan diagnostik untuk otokorelasi dari galat ditampilkan
dengan tabel sebagai berikut:
Tabel 4.2 Tabel Pemeriksaan Diagnostik ARIMA 1, 1, 1 untuk Deret Ma-
sukan setelah Differencing
Lag df
�
df 2
Keterangan 12
12,3 9
16,92 White Noise
24 22
21 32,67
White Noise 36
32,7 33
47,4 White Noise
48 43
45 61,66
White Noise
Dari tabel di atas tampak bahwa model sudah memenuhi syarat white noise
untuk otokorelasi dari galat.
Model ARIMA 1, 1, 1 memiliki rata-rata kuadrat galat sebesar 22,58.
2 ARIMA 2, 1, 1
Berikut adalah tabel pendugaan parameter dan uji signifikasi untuk model ARIMA 2, 1, 1:
Tabel 4.3 Tabel Pendugaan dan Signifikansi Parameter ARIMA 2, 1, 1 un-
tuk Deret Masukan setelah Differencing
Nilai SE
T T Tabel
Keterangan �
1
0,675 0,2475
2,73 2,364
Signifikan �
2
-0,4171 0,1049
-3,98 2,364
Signifikan �
1
0,3021 0,2694
1,12 2,364
Tidak
Dari tabel di atas tampak bahwa parameter
�
1
tidak signifikan. Pemeriksaan diagnostik untuk otokorelasi dari galat ditampilkan
dengan tabel sebagai berikut:
Tabel 4.4 Tabel Pemeriksaan Diagnostik ARIMA 2, 1, 1 untuk Deret Ma-
sukan setelah Differencing
Lag df
�
df 2
Keterangan 12
16 8
21,03 White Noise
24 28,2
20 36,42
White Noise 36
37,3 32
46,19 White Noise
48 54,8
44 60,48
White Noise
Dari tabel di atas tampak bahwa model sudah memenuhi syarat white noise
untuk otokorelasi dari galat.
Model ARIMA 2, 1, 1 memiliki rata-rata kuadrat galat sebesar 22,88.
3 ARIMA 0, 1, 1
Berikut adalah tabel pendugaan parameter dan uji signifikasi untuk model ARIMA 0, 1, 1:
Tabel 4.5 Tabel Pendugaan dan Signifikansi Parameter ARIMA 0, 1, 1 un-
tuk Deret Masukan setelah Differencing
Nilai SE
T T tabel
Keterangan �
1
-0,5797 0,0839
-6,91 2,364
Signifikan
Dari tabel di atas tampak bahwa parameter
�
1
signifikan. Pemeriksaan diagnostik untuk otokorelasi dari galat ditampilkan
dengan tabel sebagai berikut:
Tabel 4.6 Tabel Pemeriksaan Diagnostik ARIMA 0, 1, 1 untuk Deret Ma-
sukan setelah Differencing
Lag Df
�
df 2
Keterangan 12
17,6 10
18,31 White Noise
24 29,7
22 33,92
White Noise 36
39,7 34
48,60 White Noise
48 51,3
46 62,83
White Noise
Dari tabel di atas tampak bahwa model sudah memenuhi syarat white noise
untuk otokorelasi dari galat. Model ARIMA 0, 1, 1 memiliki rata-rata kuadrat galat sebesar
23,18.
Dari ketiga model yang telah dipaparkan di atas, maka dipilih model ARIMA 1, 1, 1 sebagai model yang terbaik. Sekalipun ada
koefisien yang tidak signifikan, tetapi model tersebut memenuhi syarat white noise
untuk otokorelasi dari galat dan memiliki rata-rata kuadrat galat yang paling kecil.
Persamaan model untuk ARIMA 1, 1, 1 adalah sebagai berikut: 1 − �
1
� 1 − �
�
= 1 − �
1
�
�
4-1 Berdasarkan hasil pendugaan parameter pada Tabel 4.3, maka dipero-
leh �
1
= −0,301 dan �
1
= −0,789. Oleh sebab itu persamaan 4-1
berubah menjadi: 1 + 0,301� 1 − �
�
= 1 + 0,789 �
�
4-2 Deret masukkan yang telah stasioner akan disimbolkan dengan
�
, ma- ka persamaan 4-2 dapat ditulis kembali menjadi:
1 + 0,301�
�
= 1 + 0,789 �
�
4-3 Dan untuk mengubah deret
�
menjadi white noise
�
, maka persa- maan 4-3 diubah menjadi:
1 + 0,301� 1 + 0,789
�
�
=
�
4-4
�
adalah deret masukan yang telah diputihkan. Dengan menggunakan persamaan 4-4, maka didapatkan data baru berupa deret masukan
yang telah diputihkan.
c. “Pemutihan” Deret Keluaran
Untuk mempertahankan hubungan fungsional yang memetakan deret masukan ke deret keluaran, maka apabila deret masukan dikenai
suatu transformasi berarti transformasi yang sama juga berlaku untuk deret keluaran. Berikut adalah deret keluaran yang telah “diputihkan”:
1 + 0,301� 1 + 0,789
� �
�
=
�
4-5 dimana
�
�
merupakan deret keluaran yang dikenai transformasi diffe- rencing
yang sama seperti pada deret masukan. Sekalipun pada tahap mempersiapkan deret keluaran didapatkan
hasil bahwa deret keluaran telah stasioner tanpa transformasi diffe- rencing
, tetapi apabila dilakukan pengolahan data menggunakan data tersebut maka terdapat kesulitan pada penentuan deret gangguan. Deret
gangguan pada kasus ini adalah deret yang tidak stasioner dan mem- butuhkan transformasi differencing lebih dari dua kali, sehingga akan
menghasilkan suatu model yang lebih rumit. Oleh sebab itu, pada ta- hap pemutihan, deret keluaran akan dikenai transformasi differencing
yang sama seperti pada deret masukan. Dengan menggunakan persamaan di atas, maka didapatkan data
baru berupa deret keluaran yang telah “diputihkan”. Deret masukan dan deret keluaran yang telah diputihkan dilampirkan pada lampiran 4.
d. Penghitungan Korelasi-silang dan Otokorelasi
Tahap selanjutnya adalah menghitung korelasi-silang dan otoko- relasi untuk deret masukan dan deret keluaran yang telah diputihkan.
Untuk mempelajari hubungan antara
�
dan
�
, kuncinya adalah meng- hitung korelasi-silang antara kedua deret tersebut. Korelasi-silang an-
tara kedua deret tersebut dihitung untuk � = 15. Nilai dari korelasi si-
lang disajikan pada lampiran 5. Berikut adalah grafik CCF yang meng- gambarkan korelasi silang dari kedua deret tersebut.
Gambar 4.10 Grafik CCF Deret Masukan dan Deret Keluaran
Deret masukan pengiklanan diasumsikan akan menentukan de- ret keluaran penjualan. Perhatikan bahwa hampir semua korelasi si-
lang untuk � = −1 sampai � = −15 mendekati nol. Begitu juga peng-
iklanan untuk bulan tertentu tidak mempunyai hubungan dengan pen- jualan pada bulan yang sama dan bahkan pada bulan berikutnya. Ke-
mudian untuk � = 2, atau apabila perbedaan waktu adalah dua bulan,
korelasi silang = 0,351, dan untuk 3 bulan korelasi silang = 0,591.
14 12
10 8
6 4
2 -2
-4 -6
-8 -10
-12 -14
1.0 0.8
0.6 0.4
0.2 0.0
-0.2 -0.4
-0.6 -0.8
-1.0
Lag C
ro s
s C
o rr
e la
ti o
n
Grafik CCF Deret Masukan dan Deret Keluaran
Untuk � = 11 sampai � = 15 korelasi silang sekali lagi mendekati
nol. Grafik CCF di atas menunjukkan dengan jelas bahwa deret ma- sukan menentukan deret keluaran, terdapat nilai penundaan 2 bulan
sebelum secara signifikan mempengaruhi . Hal tersebut terlihat dari grafik CCF di mana lag yang terlihat signifikan adalah mulai lag
kedua. Tahap selanjutnya adalah menghitung nilai otokorelasi untuk de-
ret masukan dan deret keluaran secara terpisah. Nilai otokorelasi dari deret masukan dan deret keluaran akan dilampirkan pada lampiran 6.
Berikut adalah grafik ACF untuk deret masukkan yang memperli- hatkan 15 nilai otokorelasi pertama dari deret
�
.
Gambar 4.11
Grafik ACF Deret Masukan yang Diputihkan Perhatikan bahwa nilai-nilai otokorelasi yang didapatkan sangat
kecil dan mendekati nol. Ini sesuai dengan yang diharapkan, karena proses pemutihan pada
�
berarti mentransformasikan deret
�
ke da- lam proses white noise, yang secara teori berarti otokorelasi harus
15 14
13 12
11 10
9 8
7 6
5 4
3 2
1 1.0
0.8 0.6
0.4 0.2
0.0 -0.2
-0.4 -0.6
-0.8 -1.0
Lag A
u to
c o
rr e
la ti
o n
Grafik ACF Deret Masukan yang Diputihkan
mendekati nol. Tetapi hal tersebut tidak berlaku untuk deret keluaran
�
. Perhatikan grafik ACF untuk deret keluaran berikut ini:
Gambar 4.12
Grafik ACF Deret Keluaran yang Diputihkan Grafik ACF untuk deret keluaran di atas masih memiliki bebe-
rapa pola otokorelasi. Terlihat masih ada lag-lag yang berbeda signifi- kan dengan nol. Transformasi pemutihan pada deret keluaran bertujuan
untuk mempertahankan hubungan fungsional antara deret masukan dan deret keluaran. Jadi transformasi pemutihan pada deret keluaran tidak
harus mengubah deret keluaran ke dalam proses white noise.
e. Pendugaan Langsung Bobot Respon Impuls
Tahap selanjutnya adalah pendugaan langsung bobot respon im- puls. Bobot respon impuls berguna untuk menghitung deret gangguan.
Dalam tahap ini akan dihitung 16 bobot respon impuls menggunakan rumus pada persamaan 3-11. Berikut merupakan proses penghitung-
an bobot respon impuls:
15 14
13 12
11 10
9 8
7 6
5 4
3 2
1 1.0
0.8 0.6
0.4 0.2
0.0 -0.2
-0.4 -0.6
-0.8 -1.0
Lag A
u to
c o
rr e
la ti
o n
Grafik ACF Deret Keluaran yang Diputihkan
Tabel 4.7 Tabel Statistik Dasar Deret Masukan dan Keluaran yang Diputihkan
Variabel Rata-rata
Standar Deviasi Variansi
�
0,004 4,778
22,829
�
-0,02 17,06
291,16
Dari Tabel 4.12 diperoleh = 4,778 dan
= 17,06. �
= � 0
= −0,078
17,06 4,778
= −0,280
�
1
= � 1
= −0,133
17,06 4,778
= −0,475
�
2
= � 2
= 0,351
17,06 4,778
= 1,253 Bobot respon impuls dihitung dengan cara yang sama sampai
�
15
, dan berikut adalah hasil pendugaan langsung bobot respon impuls:
Tabel 4.8 Tabel Hasil Pendugaan Langsung Bobot Respon Impuls
� � �
�� �
� � ��
-0,07832 -0,27963
8 -0,03203
-0,11437 1
-0,13291 -0,47455
9 0,120139
0,428961 2
0,350999 1,253251
10 0,108207
0,386357 3
0,591289 2,111217
11 0,050099
0,17888 4
0,292751 1,045278
12 -0,00702
-0,02507 5
-0,1928 -0,68841
13 -0,00615
-0,02197 6
-0,43577 -1,55594
14 -0,00791
-0,02826 7
-0,39222 -1,40043
15 -0,01343
-0,04795
f. Penetapan , , � untuk Model Fungsi Transfer
Penetapan � yang merupakan nilai penundaan sebelum deret ma-
sukan mulai mempengaruhi deret keluaran adalah parameter yang pal- ing mudah untuk ditentukan. Dengan menggunakan korelasi silang
atau grafik CCF dan dapat juga dilihat dengan pembobotan impuls yang diperkirakan pada tahap sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
terdapat 2 bulan penundaan sebelum pengiklanan deret masukan mempengaruhi penjualan deret keluaran. Oleh karena itu, ditentukan
� = 2. Dari grafik CCF tampak bahwa terdapat enam korelasi silang
yang secara signifikan berbeda dari nol � = 2, 3, 4, 5, 6, 7. Sementara
itu nilai menyatakan untuk berapa lama deret keluaran dipengaruhi oleh deret masukan. Secara simbol
�
�
dipengaruhi oleh
�−�
,
�−�−1
, … ,
�−�−
. Sebelumnya telah ditentukan nilai � = 2,
dan dari nilai-nilai korelasi silang yang signifikan, maka nilai paling maksimal adalah 5. Jadi artinya ada 5 kemungkinan, yaitu: = 1, =
2, = 3,
= 4, = 5.
Nilai � menunjukkan bahwa deret keluaran berkaitan dengan ni-
lai-nilai masa lalunya. Artinya, untuk menentukan nilai � dapat diguna-
kan informasi dari grafik ACF untuk deret keluaran. Dalam hal ini ada- lah deret keluaran yang telah diputihkan. Dari grafik ACF untuk deret
keluaran yang telah diputihkan tampak bahwa lag pertama adalah lag yang cukup signifikan. Oleh sebab itu, ada indikasi nilai
� = 1. Setelah lag pertama, ada beberapa lag yang kembali signifikan, sehingga dapat
dicoba pula nilai yang lebih besar dari 1, yaitu 2. Jadi, kemungkinan untuk nilai
� adalah � = 1 dan � = 2.
Dari pemaparan di atas, maka ada 10 kombinasi �, �, yang
mungkin. Artinya, ada 10 kemungkinan model yang dapat dicoba, yai- tu:
1 �, , � = 1,1,2
�
�
= �
− �
1
� 1
− �
1
�
�−2
+
�
2 �, , � = 1,2,2
�
�
= �
− �
1
� − �
2
�
2
1 − �
1
�
�−2
+
�
3 �, , � = 1,3,2
�
�
= �
− �
1
� − �
2
�
2
− �
3
�
3
1 − �
1
�
�−2
+
�
4 �, , � = 1,4,2
�
�
= �
− �
1
� − �
2
�
2
− �
3
�
3
− �
4
�
4
1 − �
1
�
�−2
+
�
5 �, , � = 1,5,2
�
�
= �
− �
1
� − �
2
�
2
− �
3
�
3
− �
4
�
4
− �
5
�
5
1 − �
1
�
�−2
+
�
6 �, , � = 2,1,2
�
�
= �
− �
1
� 1
− �
1
� − �
2
�
2 �−2
+
�
7 �, , � = 2,2,2
�
�
= �
− �
1
� − �
2
�
2
1 − �
1
� − �
2
�
2 �−2
+
�
8 �, , � = 2,3,2
�
�
= �
− �
1
� − �
2
�
2
− �
3
�
3
1 − �
1
� − �
2
�
2 �−2
+
�
9 �, , � = 2,4,2
�
�
= �
− �
1
� − �
2
�
2
− �
3
�
3
− �
4
�
4
1 − �
1
� − �
2
�
2 �−2
+
�
10 �, , � = 2,5,2
�
�
= �
− �
1
� − �
2
�
2
− �
3
�
3
− �
4
�
4
− �
5
�
5
1 − �
1
� − �
2
�
2 �−2
+
� �
adalah model untuk deret gangguan yang akan diidentifikasi pada tahap selanjutnya.
g. Pendugaan Awal Deret Gangguan
Hasil dugaan bobot impuls pada tahap sebelumnya membantu untuk menghitung pendugaan awal komponen gangguan dari model
fungsi transfer, seperti berikut: �
�
= �
�
− �
�
− �
1 �−1
− �
2 �−2
− − �
15 �−15
Bila 16 pembobot �
sampai �
15
digunakan, maka hanya akan terda- pat 84 nilai
�
�
sementara terdapat 99 nilai �
�
dan
�
. Artinya, terdapat 15 nilai yang hilang akibat adanya 15 waktu penundaan time lag. Ni-
lai �
sampai �
15
diperoleh dari tabel 4.8. Perhatikan �
16
: �
16
= �
16
− −0,280
16
− −0,475
15
− − −0,048
1
Dengan mensubstitusikan nilaia
�
dan �
�
, maka penghitungan di atas akan menghasilkan hasil sebagai berikut:
�
16
= −14,22 + 0,280 5,11 + 0,475 5,60 − 1,253 −1,01
− 2,111 −7,20 − 1,046 3,31 − + 0,0483,14
= 4,278 Begitu juga nilai gangguan yang lain
�
17
, �
18
, … , �
99
dapat diten- tukan dengan cara yang sama. Nilai pendugaan awal komponen gang-
guan diperlihatkan pada lampiran 7. Perhatikan bahwa 84 nilai gang- guan tersebut dinyatakan sebagai
�
1
sampai �
84
.
h. Penetapan Model ARIMA untuk Deret Gangguan
Setelah data deret gangguan diperoleh, tahap selanjutnya adalah menentukan model ARIMA yang cocok untuk deret gangguan terse-
but. Untuk menentukan model ARIMA yang cocok, terlebih dahulu dibentuk plot dari deret gangguan untuk meneliti kestasioneran data.
Berikut adalah plot data dari deret gangguan:
Gambar 4.13 Plot
Deret Gangguan Dari plot deret gangguan di atas, tampak bahwa data sudah cukup
stasioner. Nilai-nilai dari deret gangguan di atas berada di suatu inter-
80 72
64 56
48 40
32 24
16 8
1 20
10
-10 -20
-30
t n
t
Plot Deret Gangguan
val tertentu, sekalipun ada beberapa data yang menjadi pencilan, tetapi keseluruhan data sudah dapat dikatakan stasioner.
Gambar 4.14 Grafik ACF Deret Gangguan
Kestasioneran juga diperkuat dengan grafik ACF di atas di mana lag pertama sampai lag ketiga adalah lag yang signifikan, dan lag
keempat adalah lag yang mendekati nol. Sekalipun pada lag kelima menjadi signifikan lagi, tetapi setelah itu lag-lag turun dan tidak signi-
fikan lagi. Artinya, dari grafik ACF di atas dapat dikatakan hanya ada 3 lag yang paling menonjol atau berbeda signifikan dari nol. Grafik
ACF ini memperkuat bahwa data sudah stasioner.
Gambar 4.15 Grafik PACF Deret Gangguan
30 28
26 24
22 20
18 16
14 12
10 8
6 4
2 1.0
0.8 0.6
0.4 0.2
0.0 -0.2
-0.4 -0.6
-0.8 -1.0
Lag A
u to
c o
rr e
la ti
o n
Grafik ACF Deret Gangguan
30 28
26 24
22 20
18 16
14 12
10 8
6 4
2 1.0
0.8 0.6
0.4 0.2
0.0 -0.2
-0.4 -0.6
-0.8 -1.0
Lag P
a rt
ia l
A u
to c
o rr
e la
ti o
n
Grafik PACF Deret Gangguan
Dari grafik PACF di atas tampak lag pertama dan lag kedua ada- lah lag-lag yang paling menonjol dan signifikan. Mulai lag ketiga, lag-
lag sudah tidak signifikan lagi dan turun mendekati nol. Grafik PACF ini memperlihatkan adanya aspek autoregresif orde kedua yang kuat,
sehingga dapat ditentukan bahwa nilai = 2. Sementara itu, dari grafik ACF sebelumnya terdapat 3 lag yang
signifikan dan dapat dijadikan indikasi untuk nilai . Artinya, kemung- kinan untuk nilai adalah
= 0, = 1,
= 2, = 3. Jadi akan di-
coba 4 model sebagai berikut: 1
ARIMA 2, 0, 0 Berikut adalah tabel pendugaan parameter dan uji signifikasi untuk
model ARIMA 2, 0,0:
Tabel 4.9 Tabel Pendugaan dan Signifikansi Parameter ARIMA 2, 0, 0 untuk
Deret Gangguan
Nilai SE
T T Tabel
Keterangan �
1
0.8162 0.0162
13.34 2.374
Signifikan �
2
-0.8555 0.0609
-14.04 2.374
Signifikan
Dari tabel di atas tampak bahwa semua nilai parameter signifikan. Pemeriksaan diagnostik untuk otokorelasi dari galat ditampilkan deng-
an tabel sebagai berikut:
Tabel 4.10 Tabel Pemeriksaan Diagnostik ARIMA 2, 0, 0 untuk Deret Gang-
guan
Lag df
�
df 2
Keterangan 12
14.6 9
16.92 White Noise
24 35
21 32.67
Tidak 36
54.6 33
47.4 Tidak
48 72.3
45 61.66
Tidak
Dari tabel di atas, tampak bahwa untuk lag ke 24, 36, dan 48 nilai �
df 2
. Artinya, model tidak memenuhi syarat white noise untuk otokorelasi dari galat.
Model ARIMA 2,0,0 memiliki rata-rata kuadrat galat sebesar 17.
2 ARIMA 2, 0, 1
Berikut adalah tabel pendugaan parameter dan uji signifikasi untuk model ARIMA 2, 0,1:
Tabel 4.11 Tabel Pendugaan dan Signifikansi Parameter ARIMA 2, 0, 1 untuk
Deret Gangguan
Nilai SE
T T Tabel
Keterangan �
1
0.7451 0.0763
9.76 2.374
Signifikan �
2
-0.8283 0.0695
-11.93 2.374
Signifikan �
1
-0.2397 0.1255
-1.91 2.374
Tidak
Dari tabel di atas tampak bahwa parameter �
1
tidak signifikan. Pemeriksaan diagnostik untuk otokorelasi dari galat ditampilkan deng-
an tabel sebagai berikut:
Tabel 4.12 Tabel Pemeriksaan Diagnostik ARIMA 2, 0, 1 untuk Deret Gang-
guan
Lag df
�
df 2
Keterangan 12
11.9 8
15.51 White Noise
24 30.4
20 31.41
White Noise 36
48.2 32
46.19 Tidak
48 61.8
44 60.48
Tidak
Dari tabel di atas, tampak bahwa untuk lag ke 36, dan 48 nilai �
df 2
. Artinya, model tidak memenuhi syarat white noise untuk oto- korelasi dari galat.
Model ARIMA 2,0,1 memiliki rata-rata kuadrat galat sebesar 16,48.
3 ARIMA 2, 0, 2
Berikut adalah tabel pendugaan parameter dan uji signifikasi untuk model ARIMA 2, 0,2:
Tabel 4.13 Tabel Pendugaan dan Signifikansi Parameter ARIMA 2, 0, 2 untuk
Deret Gangguan
Nilai SE
T T Tabel
Keterangan �
1
0.7427 0.0834
8.9 2.374
Signifikan �
2
-0.8368 0.0697
-12 2.374
Signifikan �
1
-0.2311 0.1383
-1.67 2.374
Tidak �
2
-0.0377 0.1357
-0.28 2.374
Tidak
Dari tabel di atas tampak bahwa parameter �
1
dan �
2
tidak signifikan. Pemeriksaan diagnostik untuk otokorelasi dari galat ditampilkan deng-
an tabel sebagai berikut:
Tabel 4.14 Tabel Pemeriksaan Diagnostik ARIMA 2, 0, 2 untuk Deret Gang-
guan
Lag df
�
df 2
Keterangan 12
12.4 7
14.07 White Noise
24 31.5
19 30.14
Tidak 36
49.9 31
44.99 Tidak
48 63.7
43 59.3
Tidak
Dari tabel di atas, tampak bahwa untuk lag ke 24, 36, dan 48 nilai �
df 2
. Artinya, model tidak memenuhi syarat white noise untuk oto- korelasi dari galat.
Model ARIMA 2,0,2 memiliki rata-rata kuadrat galat sebesar 16,69.
4 ARIMA 2, 0, 3
Berikut adalah tabel pendugaan parameter dan uji signifikasi untuk model ARIMA 2, 0,3:
Tabel 4.15 Tabel Pendugaan dan Signifikansi Parameter ARIMA 2, 0, 3 untuk
Deret Gangguan
Nilai SE
T T Tabel
Keterangan �
1
0.7376 0.0664
11.11 2.374
Signifikan �
2
-0.9063 0.0649
-13.96 2.374
Signifikan �
1
-0.3159 0.1319
-2.39 2.374
Signifikan �
2
-0.1369 0.1429
-0.96 2.374
Tidak �
3
-0.2375 0.1318
-1.8 2.374
Tidak
Dari tabel di atas tampak bahwa parameter �
2
dan �
3
tidak signifikan. Pemeriksaan diagnostik untuk otokorelasi dari galat ditampilkan deng-
an tabel sebagai berikut:
Tabel 4.16 Tabel Pemeriksaan Diagnostik ARIMA 2, 0, 3 untuk Deret Gang-
guan
Lag df
�
df 2
Keterangan 12
7.6 6
12.59 White Noise
24 23.7
18 28.87
White Noise 36
40.4 30
43.77 White Noise
48 51.6
42 58.12
White Noise
Dari tabel di atas, tampak bahwa semua nilai �
df 2
. Artinya, model sudah memenuhi syarat white noise untuk otokorelasi dari galat.
Model ARIMA 2,0,3 memiliki rata-rata kuadrat galat sebesar 16,13. Berdasarkan hasil pemaparan di atas, dipilih bahwa ARIMA 2,
0, 3 adalah model yang terbaik. Model ARIMA 2, 0, 3 adalah model yang telah memenuhi syarat white noise untuk otokorelasi daari galat,
sekalipun terdapat dua nilai koefisien yang tidak signifikan. Selain itu, model ARIMA 2, 0, 3 adalah model yang memeiliki rata-rata kuadrat
galat yang paling kecil diantara model-model lainnya. Jadi telah ditentukan model ARIMA yang cocok untuk deret
gangguan ini adalah ARIMA 2, 0, 3 yang disimbolkan sebagai beri- kut:
1 − �
1
� − �
2
�
2
�
�
= 1 − �
1
� − �
2
�
2
− �
3
�
3
�
�
4-6 Dari persamaan 4-6, maka diperoleh:
�
�
= 1
− �
1
� − �
2
�
2
− �
3
�
3
1 − �
1
� − �
2
�
2
�
�
4-7
�
�
merupakan proses gangguan random. �
�
adalah deret gangguan yang akan disubstitusikan pada sepuluh kemungkinan model yang te-
lah diidentifikasi sebelumnya.
2. Pendugaan Parameter Model Fungsi Transfer