Analisis Deret Berkala Bivariat Pada Model Fungsi Transfer

(1)

ANALISIS DERET BERKALA BIVARIAT PADA MODEL FUNGSI

TRANSFER

(Analisys Of Bivariate Time Series On Transfer Function Models)

SKRIPSI

FRANEKA SH TAMBUNAN

090823009

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PERSETUJUAN

Judul : ANALISIS DERET BERKALA BIVARIAT PADA MODEL FUNGSI TRANSFER

Kategori : SKRIPSI

Nama : FRANEKA SH TAMBUNAN Nim : 090823009

Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juni 2011 Komisi pembimbing:

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Marwan Harahap, M.Eng Drs. Bambang Irwan, M.Sc NIP. 19461225 197403 1 001 NIP. 19470421 197303 1 001

Diketahui /Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Prof. Dr. Tulus, M.Si

NIP. 19620901 198803 1 002


(3)

PERNYATAAN

ANALISIS DERET BERKALA BIVARIAT PADA MODEL FUNGSI TRANSFER

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2011

FRANEKA SH TAMBUNAN 090823009


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpah karunia-Nya skripsi ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Drs. Bambang Irwan, MSc dan Drs. Marwan Harahap, M. Eng, selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberi panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan skripsi ini. Panduan ringkas dan padat serta profesional telah diberikan agar penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada ketua dan Sekretaris Departemen Matematika FMIPA USU Prof. Dr. Tulus, M.Si dan Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen pada Departemen Matematika FMIPA USU, pegawai di FMIPA USU, dan rekan-rekan kuliah. Akhirnya tidak terlupakan kepada Ayah dan Ibu serta semua sanak keluarga yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalasnya.


(5)

ABSTRAK

Fungsi transfer memiliki konsep lebih dari satu deret berkala. Metode fungsi transfer membutuhkan deret input (x ), deret output (t y ) dan gangguan (t n ). Hal ini merupakan t

syarat utama agar fungsi transfer t xt b nt B

B y = +

) (

) (

δ

ω dapat digunakan. Selanjutnya

dilakukan analisis ke dalam suatu proses yang disebut sebagai tahap pembentukan fungsi transfer sehingga didapatkan suatu model yang dinamakan model fungsi transfer. Analisis ini bertujuan untuk menerapkan metode fungsi transfer dalam analisis deret berkala sehingga diperoleh model peramalan dari suatu pengamatan dan melihat adanya pengaruh dari deret input dan output.


(6)

ABSTRACT

Transfer function concept has more than one time series. Transfer function method requires the input (x ), output (t y ) and noise (t n ). That is a major requirement for the t transfer function t xt b nt

B B y = +

) (

) (

δ

ω can be used.

Further analysis into a process known as phase transfer function to obtain the establishment of a model called the transfer function model. This analysis aims to implement the transfer function method in the analysis of time series that is obtained forecasting model from an observation and observe the influence of input and output series.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tinjauan Pustaka 3

1.4 Tujuan Penelitian 5

1.5 Kontribusi Penelitian 5

1.6 Metodologi Penelitian 6

Bab 2 Landasan Teori 7

2.1 Peramalan 7

2.1.1 Manfaat Peramalan 7

2.1.2 Jenis–Jenis Peramalan 8

2.1.3 Metode Peramalan 9

2.1.4 Metode Peramalan Kuantitatif 9

2.2 Pemilihan Teknik dan metode Peramalan 10

2.3 Model Deret Berkala 13

2.3.1 Alat-alat Metodologi untuk Menganalisa Data Deret Berkala 14 2.3.2 Aplikasi Analisis Deret Berkala 16

2.4 Model Rata-rata Bergerak Terpadu Autoregresif (ARIMA) 19 2.4.1 Model Autoregresif (AR) 20

2.4.2 Model Rata-rata Bergerak/Moving Average (MA) 21

2.4.3 Model Campuran Autoregressve Moving Average (ARMA) 21

2.4.4 Model Autoregressive Integrate Moving Average (ARIMA) 21


(8)

Bab 3 Pembahasan 24

3.1 Tahapan Pembentukan Fungsi Transfer 24

3.1.1 Identifikasi Bentuk Model 24

3.1.1.1 Mempersiapkan Deret Input dan Output 24

3.1.1.2 Pemutihan Deret Input 25

3.1.1.3 Pemutihan Deret Output 25

3.1.1.4 Perhitungan Korelasi Silang dan Autokorelasi untuk Deret Input dan Output yang Telah Diputihkan 26

3.1.1.5 Pendugaan Langsung Bobot Respons Impuls (αt) 27

3.1.1.6 Penetapan Parameter (r,s,b) 29 3.1.1.7 Pendugaan Deret Gangguan (n ) t 30 3.1.1.8 Penetapan (p ,n q ) untuk Model ARIMA (n p ,n q ) dari n Deret Gangguan 30

3.1.2 Pendugaan Parameter-parameter Model 30

3.1.2.1 Pendugaan Awal Parameter Model 30

3.1.2.2 Pendugaan Akhir Parameter Model 31

3.1.3 Pemeriksaan Uji Diagnostik Model 31 3.1.4 Peramalan dengan Fungsi Transfer 32 3.2 Contoh Kasus 32 3.2.1 Plot Data 33

3.2.2 Identifikasi Bentuk model 36

3.2.2.1 Memeriksa Kestasioneran Data 36 3.2.2.2 Pemutihan Deret Input 44 3.2.2.3 Pemutihan Deret Output 46

3.2.2.4 Perhitungan korelasi Silang dan korelasi Diri 48 3.2.2.5 Penundaan Langsung Bobot Respons Impuls 52 3.2.2.6 Penetapan (r,s,b) untuk Model Fungsi Transfer 53

3.2.2.7 Pengamatan Awal Deret Noise 53 3.2.2.8 Identifikasi Model ARIMA untuk Deret Gangguan 55 3.2.3 Penaksiran Parameter-parameter Model Fungsi Transfer 56

3.2.3.1 Taksiran Awal Parameter Model 56

3.2.3.2 Taksiran Akhir Parameter Model 57

3.2.4 Pemeriksaan Diagnosa Model 57 3.2.4.1 Analisis Nilai Sisa (Residu) a t 60 3.2.4.2 Analisis Korelasi Silang dari Gugus Residu (a ) dengan t Pemutihan Deret Input 60


(9)

Bab 4 Kesimpulan dan Saran 61

4.1 Kesimpulan 61

4.2 Saran 61

Daftar Pustaka


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Pola ACF dan PACF 21 Tabel 3.2 Data Bulanan IOS Bulan Januari 1999-2009 32 Tabel 3.2 Data Curah Hujan Bulan Januari 1999 - 2009 33 Tabel 3.3 Pembedaan Pertama Deret Input (X ) t 37 Tabel 3.4 Data Hasil Transformasi Logaritma 39 Tabel 3.5 Pembedaan Pertama dari Data Transformasi 41 Tabel 3.6 Nilai – Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial

Data Hasil Deret Input (X ) t 42 Tabel 3.7 Pendugaan Parameter Model ARIMA 44 Tabel 3.8 Pemutihan Deret Input (αt) 45 Tabel 3.9 Pemutihan Deret Output (βt) 47 Tabel 3.10 Ringkasan Statistik Pemutihan Deret Input dan Output 48 Tabel 3.11 Korelasi Silang Pemutihan Deret input 48 Tabel 3.12 Autokorelasi Pemutihan Deret Input 49 Tabel 3.13 Autokorelasi Pemutihan Deret Output

50

Tabel 3.14 Pendugaan Langsung Bobot Impuls 52 Tabel 3.15 Identifikasi Parameter (r,s,b) Fungsi Transfer 53 Tabel 3.16 Perkiraan Awal Deret Komponen Gangguan Noise 54 Tabel 3.17 Taksiran Awal Parameter 56 Tabel 3.18 Taksiran Akhir Parameter dari Pembobotan Impuls 57 Tabel 3.19 Taksiran Akhir Parameter (a ) t 57 Tabel 3.20 Gugus Residu Akhir (n ) t 59 Tabel 3.21 Korelasi Silang dari Gugus Residu (a ) dengan t


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Pola Data Horizontal 11

Gambar 2.2 Pola Data Musiman 11

Gambar 2.3 Pola Data Siklis 12

Gambar 2.4 Pola Data Trend 12

Gambar 2.5 Konsep Fungsi Transfer 23 Gambar 3.1 Plot IOS 33

Gambar 3.2 Autokorelasi IOS 34

Gambar 3.3 Autokorelasi parsial IOS 34 Gambar 3.4 Plot Curah Hujan 35 Gambar 3.5 Autokorelasi Curah Hujan 35 Gambar 3.6 Autokorelasi parsial Curah Hujan 35 Gambar 3.7 Plot IOS Pembedaan Pertama 38 Gambar 3.8 Autokorelasi IOS dengan Pembedaan Pertama 43

Gambar 3.9 Autokorelasi parsial IOS dengan Pembedaan Pertama 43 Gambar 3.10 Autokorelasi Pemutihan Deret Input 51 Gambar 3.10 Autokorelasi Pemutihan Deret output 51 Gambar 3.10 Plot Deret Noise (n ) Awal t 55 Gambar 3.11 Autokorelasi Noise (n ) Awal t 55 Gambar 3.12 Autokorelasi Parsial Noise (n ) Awal t 55


(12)

ABSTRAK

Fungsi transfer memiliki konsep lebih dari satu deret berkala. Metode fungsi transfer membutuhkan deret input (x ), deret output (t y ) dan gangguan (t n ). Hal ini merupakan t

syarat utama agar fungsi transfer t xt b nt B

B y = +

) (

) (

δ

ω dapat digunakan. Selanjutnya

dilakukan analisis ke dalam suatu proses yang disebut sebagai tahap pembentukan fungsi transfer sehingga didapatkan suatu model yang dinamakan model fungsi transfer. Analisis ini bertujuan untuk menerapkan metode fungsi transfer dalam analisis deret berkala sehingga diperoleh model peramalan dari suatu pengamatan dan melihat adanya pengaruh dari deret input dan output.


(13)

ABSTRACT

Transfer function concept has more than one time series. Transfer function method requires the input (x ), output (t y ) and noise (t n ). That is a major requirement for the t transfer function t xt b nt

B B y = +

) (

) (

δ

ω can be used.

Further analysis into a process known as phase transfer function to obtain the establishment of a model called the transfer function model. This analysis aims to implement the transfer function method in the analysis of time series that is obtained forecasting model from an observation and observe the influence of input and output series.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya peramalan adalah merupakan suatu dugaan atau perkiraan tentang terjadinya suatu keadaan di masa depan. Akan tetapi dengan menggunakan metode-metode tertentu peramalan menjadi lebih dari sekedar perkiraan. Peramalan dilakukan dengan memanfaatkan informasi terbaik yang ada pada masa itu, untuk menimbang kegiatan di masa yang akan datang agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai.

Teknik Peramalan sangat penting dalam berbagai macam organisasi ketika prediksi masa depan harus diikutsertakan dalam pengambilan keputusan. Sebagai contoh, pemerintah suatu negara harus dapat membuat prediksi beberapa hal antara lain kualitas udara, kualitas air, curah hujan, laju pengangguran laju inflasi dan beberapa hal yang berkaitan dengan penentuan kebijakan pemerintah. Contoh lain misalnya departemen marketing di bidang bisnis tertentu, lebih banyak membutuhkan peramalan peristiwa atau kondisi yang terjadi selama perusahaan itu beroperasi. Karena itu prediksi yang handal sangat dibutuhkan untuk menentukan kebijakan pada masa yang akan datang.

Dalam melakukan peramalan peristiwa yang akan terjadi di masa depan, seseorang memerlukan informasi tentang peristiwa masa lalu. Dengan kata lain, dalam melakukan peramalan ke depan harus melakukan analisa data masa lalu, dan menjadikannya dasar untuk meramalkan di masa yang akan datang.

Para peramal biasanya melakukan peramalan melalui tahapan berikut:

1. Melakukan analisa data masa lalu dengan tujuan untuk melihat pola atau perilaku data masa lalu.

2. Setelah ditemukan pola tertentu, dilakukan eksplorasi data masa lalu kemudian pemilihan metode peramalan untuk mendapatkan model peramalan pada masa depan berdasarkan data sekarang atau data masa lalu.


(15)

Metode peramalan yang baik adalah metode yang memberikan nilai perbedaan atau penyimpangan sekecil mungkin antara ramalan dengan data yang sebenarnya. Syarat suatu peramalan kuantitatif harus bisa memenuhi 3 (tiga) kondisi yaitu tersedia informasi masa lalu, informasi dapat dikuantitatifkan ke dalam bentuk data numerik serta dapat diasumsikan bahwa pola masa lalu akan berlanjut pada masa yang akan datang.

Lebih dari beberapa dekade, banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mempelajari dan memprediksi masa depan. Penelitian penelitian tersebut telah memberikan rekomendasi beberapa metode untuk peramalan antara lain Moving Average, Naïve Model, Exponential Smothing sampai model yang paling rumit seperti model Holt dan model dan model Winter dan pengembangan model-model lain seperti model kombinasi deterministik stokastik, ARIMA, fungsi transfer dan peramalan multivariabel.

Data yang digunakan dalam peramalan merupakan suatu data time series. Time series sendiri merupakan observasi yang diamati secara kronologis dari waktu ke waktu. Sebagai contoh data time series adalah curah hujan setiap jangka waktu tertentu, jumlah pengangguran dari tahun ke tahun, permintaan konsumen terhadap suatu produk yang tercatat setiap bulan dan sebagainya.

Data deret berkala yang akan diramalkan harus dilakukan analisa data terlebih dahulu untuk melihat pola atau perilaku data masa lalu. Analisis deret berkala (time series) adalah suatu analisa yang berdasarkan hasil ramalan yang disusun atas pola hubungan antara variabel yang dicari dengan variabel waktu yang mempengaruhinya.

Peramalan data deret berkala pada dasarnya adalah analisis univariat (tunggal) yaitu pada model ARIMA, sedangkan dalam kenyataannya, sebagian besar pengamatan merupakan data multivariat. Salah satu upaya menganalisis data deret waktu multivariat agar diperoleh hasil yang dapat memberikan informasi yang lengkap dan simultan, adalah dengan mentransformasikan menjadi model univariat melalui model fungsi transfer, yang konsepsinya berdasarkan pada data bivariat.

Pemodelan fungsi transfer adalah metode dalam analisis deret berkala berganda (multivariate). Model Fungsi Transfer adalah suatu model yang menggambarkan bahwa nilai prediksi masa depan dari suatu time series (output series) adalah berdasarkan pada


(16)

nilai-nilai masa lalu dari time series itu sendiri dan berdasarkan pula pada satu atau lebih time series yang berhubungan (input series) dengan output series tersebut. Menurut beberapa ahli bahwa metodologi fungsi transfer merupakan metodologi yang tingkat kesulitannya tinggi, akan tetepi pada saat ini dengan banyaknya perangkat lunak komputer yang mendukung dalam penggunaan metode ini dalam peramalan semakin banyak juga digunakan dalam meramalkan suatu keadaan dimasa yang akan datang.

Berdasarkan kondisi di atas, penulis ingin menguraikan cara pemodelan fungsi transfer. Untuk itu penulis mengambil judul " Analisis Deret Berkala Bivariat Pada Model Fungsi Transfer ".

1.2 Perumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini bagaimanakah menentukan karakteristik (sifat) indikator penentu (deret input) sehingga diperoleh variabel deret output pada masa yang akan datang dengan menggunakan konsep fungsi transfer yang terdiri dari deret input, deret output, dan seluruh pengaruh lain disebut gangguan. Dalam tulisan ini penulis hanya membahas pada fungsi transfer dengan menggunakan data deret berkala bivariat.

1.3 Tinjauan Pustaka

ARIMA dikembangkan oleh Box dan Jenkins sehingga disebut ARIMA Box-Jenkins. Metode ini merupakan gabungan dari metode penghalusan, metode regresi dan metode dekomposisi. Analisis deret berkala berganda dalam model multivariat adalah menggabungkan beberapa karateristik dari model ARIMA univariat dan beberapa karateristik analisis regresi berganda. Fungsi transfer adalah bagian dari model multivariat itu sendiri yaitu data yang terdiri dari dua deret berkala (bivariat) dan data yang terdiri lebih dari dua deret berkala (multivariat) sehingga dapat memprediksi apa yang akan terjadi pada deret output apabila deret input berubah.

Beberapa ahli telah menggunakan model fungsi transfer dalam peramalan, di bidang teknik konsep fungsi transfer sudah menjadi pusat perhatian selama beberapa waktu yang lalu. Box dan Jenkins (1976) membahas secara rinci penentuan fungsi


(17)

transfer untuk suatu tanur gas (gas furnance) dimana deret inputnya adalah laju gas dalam feet kubik/menit dan deret outputnya adalah persentase CO2 dari gas yang keluar.

Dalam bidang ekonomi manejerial, penerapan pemodelan fungsi transfer sedang meningkat. Umsteat (1977) mengembangkan suatu model fungsi transfer untuk tujuan meramalkan harga pasar bursa (stock market).

Helmer dan Johansson (1977) menggunakan "Lydia Pinkham data base" dan mengembangkan model fungsi transfer yang menghubungkan tingkat penjualan hasil tanaman dengan pengeluaran advertensinya. Pada subjek yang sama, Montgomery dan Weatherby (1980) mengembangkan model fungsi transfer untuk menghubungkan penjualan "konsentrat soft drink" (y) dengan pengeluaran (x).

Model fungsi transfer bivariat ditulis dalam dua bentuk umum (Metode dan Aplikasi Peramalan Karangan Makridakis: 1999). Bentuk pertama adalah sebagai berikut:

t t

t v B X N

Y = ( ) + (1.1) Keterangan:

t

Y = Deret output

t

X = Deret input

t

N = Nilai gangguan random ) ... (

)

( 0 1 2 2

k kB v B v B v v B

v = + + + k adalah orde fungsi transfer.

1

) (Xt =Xt

B

=

k

v

v ,...0 Bobot respons impuls (bobot fungsi transfer)

Box-Jenkins (1976) menamakan persamaan (1.1) dengan model fungsi transfer, atau model ARMAX.

Untuk menunjukkan nilai yang ditransformasikan, persamaan (1.1) diubah ke dalam bentuk:

t

t n

B B

y = +

) (

) (

δ

ω (1.2)

atau t b t t a B B x B B y ) ( ) ( ) ( ) ( φ θ δ ω +


(18)

Tujuan deret input dan output tersebut ditransformasikan adalah untuk mengatasi varians yang nonstasioner dan dibedakan untuk mengatasi nilai tengah yang nonstasioner dan jika perlu untuk menghilangkan unsur musimannya. Selain itu orde dari fungsi transfer tersebut adalah k menjadi orde tertinggi untuk proses pembedaan dan kadang–kadang dapat lebih besar sehingga tidak perlu dibatasi, oleh sebab itu model fungsi transfer dapat diubah menjadi model yang lebih sederhana.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Menerapkan metode fungsi transfer untuk melihat pengaruh deret input terhadap deret output.

2. Menduga model peramalan deret output berdasarkan deret input dengan menerapkan metode fungsi transfer.

3. Mendapatkan bentuk model peramalan deret berkala yang baik dengan menggunakan fungsi transfer.

1.5 Kontribusi Penelitian

1. Mengembangkan fungsi transfer dan pengunaannya dalam peramalan

2. Meningkatkan pemahaman yang baik dalam rangka menerapkan fungsi transfer dalam statistika, maupun penerapannya dengan ilmu lain.


(19)

1.6 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode peramalan dengan menggunakan fungsi transfer, adapun langkah–langkah yang dilakukan dengan fungsi transfer adalah sebagai berikut:

1. Plot Data

2. Identifikasi bentuk model dengan cara memeriksa kestasioneran data dan melakukan pembedaan, kemudian dilakukan pemutihan deret input dan output, melihat model perhitungan korelasi silang dan korelasi diri dari deret input dan output serta pendugaan langsung bobot fungsi transfer (bobot respon impuls).

3. Pendugaan parameter model dengan cara menduga nilai awal dan akhir parameter (disebut tahap pendugaan).

4. Uji diagnosa model dengan cara perhitungan korelasi diri (autokorelasi) dan korelasi silang dari deret input dan output (untuk melihat bentuk model sudah tepat atau belum).


(20)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Peramalan

Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan adalah sesuatu kegiatan situasi atau kondisi yang diperkirakan akan terjadi pada masa yang akan datang. Peramalan dilakukan dengan memanfaatkan informasi terbaik yang ada pada masa itu, untuk menimbang kegiatan di masa yang akan datang.

2.1.1 Manfaat peramalan

Kegunaan peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan atau menetapkan berbagai kebijakan. Keputusan yang baik adalah keputusan yang didasarkan atas pertimbangan apa yang akan terjadi pada waktu keputusan itu dilaksanakan. Ramalan diperlukan untuk memberikan informasi sebagai dasar untuk membuat suatu keputusan dalam berbagai kegiatan, seperti penerbangan, peternakan, perkebunan dan sebagainya.

Pertimbangan tentang peramalan telah tumbuh karena beberapa faktor, yang pertama adalah karena meningkatnya kompleksitas organisasi dan lingkungan. Hal ini menyebabkan semakin sulit bagi pengambil keputusan untuk mempertimbangkan semua faktor secara memuaskan. Ke dua, meningkatnya ukuran organisasi menyebabkan bobot dan kepentingan suatu keputusan meningkat pula. Ke tiga, lingkungan dari kebanyakan organisasi telah berubah dengan cepat.

Peramalan diperlukan karena adanya perbedaan-perbedaan waktu antara kebijakan baru dengan waktu pelaksanaan tersebut. Oleh karena itu dalam menentukan kebijakan sangat diperlukan pemanfaatan kesempatan yang ada, dan gangguan yang mungkin terjadi pada saat kebijakan baru tersebut dilaksanakan. Peramalan diperlukan untuk mengantisipasi suatu peristiwa yang dapat terjadi pada masa yang akan datang, sehingga dapat dipersiapkan kebijaksanaan atau tindakan-tindakan yang perlu dilakukan.


(21)

1. Membantu agar perencanaan suatu pekerjaan dapat diperkirakan dengan tepat.

2. Merupakan suatu pedoman dalam menentukan tingkat persediaan perencanaan dapat bekerja secara optimal.

3. Sebagai masukan untuk penentuan jumlah investasi.

4. Membantu menentukan pengembangan suatu pekerjaan untuk periode selanjutnya. 2.1.2 Jenis-jenis Peramalan

Berdasarkan sifatnya peramalan dibedakan atas 2 (dua) macam yaitu: 1. Peramalan Kualitatif

Peramalan Kualitatif merupakan peramalan yang didasarkan atas data kualitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada orang yang menyusunnya. Hal ini penting karena hasil peramalan tersebut ditentukan berdasarkan pemikiran yang bersifat intuisi, pendapat dan pengetahuan serta pengalaman penyusunan.

2. Peramalan Kuantitatif

Peramalan Kuantitatif merupakan peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada metode yang dipergunakan dalam peramalan tersebut. Baik tidaknya metode yang digunakan ditentukan oleh perbedaan antara penyimpangan hasil ramalan dengan kenyataan yang terjadi. Peramalan kuantitatif hanya dapat digunakan apabila terdapat 3 (tiga) kondisi sebagai berikut:

1. Adanya informasi masa lalu yang dapat dipergunakan. 2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data.

3. Dapat diasumsikan bahwa pola yang lalu akan berkelanjutan pada masa yang akan datang.

Peramalan yang baik adalah peramalan yang dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah atau prosedur penyusunan yang baik. Pada dasarnya ada 3 (tiga) langkah peramalan yang penting, yaitu:


(22)

1. Menganalisis data masa lalu

2. Menentukan metode yang dipergunakan

3. Memproyeksi data masa lalu dengan menggunakan metode yang dipergunakan dan mempertimbangkan adanya beberapa faktor perubahan.

2.1.3 Metode Peramalan

Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang terjadi pada masa depan berdasarkan data yang relevan pada masa lalu. Oleh karena metode peramalan didasarkan atas data yang relevan pada masa lalu, sehingga metode peramalan ini dipergunakan dalam peramalan yang objektif. Metode peramalan sangat berguna untuk membantu dalam mengadakan pendekatan analisis terhadap pola data yang lalu, sehingga dapat memberikan cara pemikiran, pekerjaan dan pemecahan yang sistematis, serta memberi tingkat keyakinan yang lebih atas ketepatan hasil ramalan yang dibuat. Keberhasilan dari suatu peramalan ditentukan oleh:

1. Pengetahuan teknik tentang informasi masa lalu yang dibutuhkan, informasi ini bersifat kuantitatif.

2. Teknik dan metode peramalan.

2.1.4 Jenis-jenis Metode Peramalan Kuantitatif

1. Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisis pola hubungan antara variabel yang diperkirakan dengan variabel waktu yang merupakan deret berkala (time series). Metode peramalan yang termasuk data deret berkala adalah:

a. Metode pemulusan b. Metode Box-Jenkins

c. Metode proyeksi trend dengan regresi

2. Metode peramalan yang didasarkan atas analisa pola hubungan antara variabel yang mempengaruhinya, yang bukan waktu disebut metode korelasi atau sebab akibat (metode kausal).

a. Metode regresi dan korelasi b. Metode ekonometri


(23)

Salah satu metode yang mencampurkan pendekatan deret berkala dan pendekatan kausal yaitu metode fungsi transfer (adakalanya disebut multivariat ARIMA atau MARIMA). Hal ini disebabkan karena model multivariat menggabungkan beberapa karakteristik dari model ARIMA univariat dan beberapa karakteristik analisa regresi berganda.

2.2 Pemilihan Teknik dan Metode Peramalan

Semua tipe organisasi telah menunjukkan keinginan yang meningkat untuk mendapatkan ramalan dan menggunakan sumber daya peramalan secara lebih baik. Oleh karena metode peramalan yang tersedia sangat banyak, maka masalah yang timbul bagi para praktisi adalah memahami bagaimana karakteristik suatu metode peramalan cocok bagi situasi pengambilan keputusan tertentu.

Ada enam faktor utama yang dapat didefinisikan sebagai teknik dan metode peramalan yaitu:

1. Horizon waktu

Merupakan pemilihan yang didasarkan atas jangka waktu peramalan yaitu: a. Peramalan yang segera dilakukan dengan waktu kurang dari satu bulan. b. Peramalan jangka pendek dengan waktu antara satu sampai tiga bulan.

c. Peramalan jangka menengah dengan waktu antara tiga bulan sampai dua tahun. d. Peramalan jangka panjang dengan waktu tiga tahun ke atas.

2. Pola Data

Salah satu dasar pemilihan metode peramalan adalah dengan memperhatikan pola. Ada empat jenis pola data mendasar yang terdapat dalam suatu deretan data yaitu: a. Apabila pola data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan (deret

seperti ini adalah stasioner terhadap nilai rata-ratanya), maka disebut dengan Pola Horisontal (H).


(24)

Y

waktu

Gambar 2.1 Pola Data Horizontal

b. Apabila pola data terjadi saat suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya: kuartalan, bulanan, atau hari-hari pada minggu), maka disebut dengan Pola Musiman (M).

waktu Y

Gambar 2.2 Pola Data Musiman

c. Apabila pola data terjadi saat data dipengaruhi oleh fluktuasi jangka panjang dan lebih lama dari pola musiman, lamanya berbeda dari satu siklus yang lain, maka pola ini disebut dengan Pola siklis (C).

waktu Y

Gambar 2.3 Pola Data Siklis

d. Apabila pola data terjadi saat terdapat kenaikan dan penurunan jangka panjang dalam data, maka disebut dengan Pola Trend (T).


(25)

Y

waktu

Gambar 2.4 Pola Data Trend 3. Jenis dari model

Untuk mengklasifikasikan metode peramalan kuantitatif perlu diperhatikan model yang didasarinya. Model sangat penting diperhatikan, karena masing-masing model mempunyai fungsi yang berbeda.

4. Biaya yang dibutuhkan

Biaya sangat diperlukan dalam meneliti suatu objek, yang termasuk biaya dalam penggunaan metode peramalan antara lain, biaya penyimpangan data, biaya perhitungan, biaya untuk menganalisisa dan biaya pengembangan.

5. Ketepatan metode peramalan

Tingkat ketepatan yang sangat erat hubungannya dengan tingkat perincian yang dibutuhkan dalam suatu peramalan. Dalam pengambilan keputusan, variasi atau penyimpangan atas peramalan yang dilakukan antara 10% sampai 15% bagi maksu-maksud yang diharapkan, sedangkan untuk hal atau kasus lain mungkin menganggap bahwa adanya variasi atau penyimpangan atas ramalan sebesar 5% adalah cukup berbahaya.

6. Kemudahan dalam penerapan

Metode peramalan yang digunakan adalah metode yang mudah dimengerti dan mudah diterapkan dalam pengambilan dan analisanya.

2.3 Model Deret berkala

Metode peramalan yang sering digunakan adalah deret berkala (time series), dengan menggunakan sejumlah observasi selama beberapa periode sebagai dasar dalam


(26)

penyusunan suatu ramalan untuk beberapa periode di masa depan yang diinginkan. Dengan kata lain, deret berkala adalah deret waktu yang pengamatan pada suatu waktu berkorelasi linier dengan waktu sebelumnya secara dinamis.

Peramalan dengan model deret waktu ini tidak memperhatikan setiap faktor yang mempengaruhi suatu perubahan, melainkan berdasarkan pada pola tingkah laku peubah itu sendiri pada masa lampau. Kemudian dengan menggunakan informasi tentang tingkah laku peubah tersebut dilakukan proses menduga kecenderungan peubah tersebut pada masa yang akan datang. Pada umumnya perhatian utama dalam analisis deret waktu bukan pada titik waktu pengamatan, melainkan pada urutan pengamatan.

Tujuan metode peramalan deret berkala adalah menemukan pola dalam deret data historis dan mengekstrapolasikan data tersebut ke masa depan. Metode peramalan Box-Jenkins merupakan suatu metode yang sangat tepat untuk menganalisis deret waktu dan situasi peramalan lainnya. Pada dasarnya ada 2 (dua) model dari metode Box-Jenkins, yaitu model linier untuk deret statis (Stationary Series) disebut ARMA dan model untuk data yang tidak statis (Non Stationary Series) disebut ARIMA .

Metode fungsi transfer merupakan perluasan metode Box-Jenkins untuk analisis deret berkala multivariat yaitu yang melibatkan dua atau lebih kelompok data.

2.3.1 Alat-alat Metodologi untuk Menganalisa Data Deret Berkala

Pada bagian ini kita akan memusatkan pada analisis tertentu yang dapat diterapkan untuk analisis deret berkala secara empiris guna menetapkan sifat-sifat statistikanya dan dengan demikian dapat kita peroleh pengertian tentang jenis model formal yang tepat.

1. Plot Data

Langkah pertama yang baik untuk menganalisis data deret berkala adalah membuat plot data tersebut secara grafis. Untuk mempermudah hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan program komputer yang tersedia.

2. Koefisien Autokorelasi Plot Data

Statistika kunci di dalam analisis deret berkala adalah koefisien autokorelasi (korelasi deret berkala dengan deret berkala itu sendiri dengan selisih waktu (lag) 0,1,2 periode atau lebih.


(27)

Menurut Pindyck dan Rubinfield (1981) secara matematis rumus untuk koefisien autokorelasi dapat dituliskan dengan rumus seperti pada persamaan sebagai berikut:

= − − + − − − = n t t k n t k t t k X X X X X X r 1 2 1 ) ( ) )( ( (2.1)

Apabila r merupakan fungsi atas waktu, maka hubungan autokorelasi dengan lagnya k dinamakan fungsi autokorelasi (Autocorrelation function) sering disebut ACF dan dinotasikan oleh: 2 _ 1 _ _ 1 ) ( ) )( ( X X X X X X t n t k t t k n i k − − − =

Σ

Σ

= + − = ρ (2.2)

Konsepsi lain pada autokorelasi adalah autokorelasi parsial (Partial Autocorrelation Function) sering disebut PACF. Seperti halnya autokorelasi yang merupakan fungsi atas lagnya, yang hubungannya dinamakan autokorelasi (ACF), autokorelasi parsial juga merupakan fungsi atas lagnya, dan disebut dengan fungsi autokorelasi parsial (PACF).

Gambar dari ACF dan PACF dinamakan kolerogram dan dapat digunakan untuk menelaah signifikansi autokorelasi dan kestasioneran data.

3. Distribusi sampling autokorelasi

Tercapainya keberhasilan analisis deret berkala sangat bergantung pada keberhasilan menginterpretasikan hasil analisis autokorelasi dan kemampuan membedakan pola dan kerandoman data. Koefisien autokorelasi dari data random mendekati distribusi sampling yang mendekati kurva normal dengan nilai tengah nol dan kesalahan standar 1/ n. Dengan demikian suatu deret data dapat disimpulkan bersifat random apabila koefisien korelasi yang dihitung berada didalam batas tersebut. Sedangkan uji Box-Pierce Pormanteau untuk sekumpulan nilai-nilai rk didasarkan pada nilai-nilai statistik Q.

= = m k k r n Q 1 2 (2.3)


(28)

Seperti yang diperlihatkan oleh Anderson (1942), Bartlett (1946), Quenouille (1949) suatu deret berkala dikatakan bersifat acak apabila koefisien korelasi yang dihitung berada di dalam batas:

) / 1 ( 96 . 1 )

/ 1 ( 96 .

1 nrk ≤+ n

− (2.4)

Ini berarti bahwa 95% dari seluruh koefisisien autokorelasi berdasarkan sampel harus terletak di dalam daerah nilai tengah ditambah atau dikurangi 1,96 kali galat standart. 4. Periodogram dan Analisis Spektral

Salah satu cara untuk menganalisis data deret berkala adalah dengan menguraikan data tersebut ke dalam himpunan gelombang sinus (siklus) pada frekuensi yang berbeda-beda. Hal ini merupakan prosedur yang sangat terkenal pada masa sebelum adanya komputer tetapi prosedur masih sangat berguna untuk menetapkan kerandoman dan musiman (seasonality) di dalam suatu deret berkala, dan untuk mengenali adanya autokorelasi positif dan negatif.

5. Koefisien Autokorelasi Parsial

Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan (association) antara Xt dan Xtk, pengaruh dari time-lag 1,2,3,.. dan seterusnya sampai k-1 dianggap terpisah. Satu-satunya tujuan di dalam analisis deret berkala adalah untuk membantu menetapkan model ARIMA yang tepat untuk peramalan.

2.3.2 Aplikasi Analisis Deret Berkala

Analisis deret berkala dapat diaplikasikan dalam hal sebagai berikut: 1. Penentuan Kerandoman Data

Membuat plot koefisien autokorelasi sangat bermanfaat untuk membantu menentukan model yang tepat. Autokorelasi dapat digunakan untuk menetapkan apakah terdapat suatu pola dalam suatu kumpulan data dan apabila tidak terdapat kumpulan data tersebut, maka dapat dibuktikan bahwa kumpulan data tersebut adalah random. Membuat plot koefisien autokorelasi sangat bermanfaat untuk membantu menetapkan adanya suatu pola. Apabila suatu model peramalan telah dipilih, maka autokorelasi kesalahan nilai sisa dapat dihitung untuk menetapkan apakah data tersebut random.


(29)

2. Pengujian Stasioner Data Deret Berkala

Plot autokorelasi dapat dengan mudah memperlihatkan ketidakstasioneran. Nilai-nilai autokorelasi dari data stasioner akan turun sampai nol sesudah time lag kedua atau ketiga sedangkan untuk data yang tidak stasioner, nilai-nilai tersebut bernilai signifikan dari nol beberapa periode waktu. Apabila disajikan secara grafik, maka autokorelasi data yang tidak stasioner memperlihatkan suatu trend searah diagonal dari kanan ke kiri bersama dengan meningkatnya jumlah time lag.

Kestasioneran data dapat diperiksa dengan analisa autokorelasi dan autokorelasi parsial. Data yang dianalisa dalam model ARIMA Box-Jenkins adalah data yang bersifat stasioner yaitu data yang rata-rata dan variansinya relatif konstan dari satu periode ke periode selanjutnya, demikian juga halnya dengan analisis dengan model Fungsi transfer.

Autokorelasi-autokorelasi dari data yang tidak stasioner berbeda secara signifikan dari nol dan mengecil secara perlahan membentuk garis lurus, nilai-nilai tersebut bernilai signifikan dari nol beberapa periode waktu sedangkan autokorelasi-autokorelasi dari data yang stasioner mengecil secara drastis membentuk garis lengkung ke arah nol setelah periode kedua atau ketiga.

Jadi bila autokorelasi pada periode satu, dua, maupun periode ketiga tergolong signifikan sedangkan autokorelasi-autokorelasi pada periode lainnya tergolong tidak signifikan, maka datanya bersifat stasioner.

Menurut Box-Jenkins data deret waktu yang tidak stasioner dapat ditransformasikan menjadi deret data yang stasioner dengan melakukan proses pembedaan (differencing) pada data aktual. Pembedaan ordo pertama dari data aktual dapat dinyatakan sebagai berikut:

untuk t = 2, 3, …, N (2.5) Secara umum proses pembedaan(differencing) ordo ke – d dapat ditulis sebagai berikut:

(2.6)

3. Menghilangkan Ketidakstasioneran Data Deret Berkala

Jika proses pembangkitan yang mendasari suatu deret berkala didasarkan pada nilai tengah konstan dan varians konstan, maka deret berkala stasioner. Apabila sebuah deret


(30)

sudah stasioner, maka sifat statistiknya bebas dari periode selama pengamatan. Jadi, stasioner adalah fluktuasi data berada di sekitar nilai rata-rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan varian dari fluktuasi tersebut serta tetap konstan setiap waktu.

Dalam metode deret berkala (time series) pengujian kestasioneran data sangat diperlukan karena apabila data tersebut sudah stasioner, maka dapat digunakan untuk melakukan peramalan di masa yang akan datang.

Ada beberapa hal yang yang diperlukan untuk melihat suatu data telah stasioner antaralain sebagai berikut:

1. Apabila suatu deret berkala diplot, dan kemudian tidak terbukti adanya perubahan nilai tengah dari waktu kewaktu, maka dikatakan bahwa deret tersebut stasioner pada nilai tengahnya.

2. Apabila plot deret berkala tidak memperlihatkan adanya perubahan yang jelas dari waktu ke waktu, maka dapat dikatakan bahwa deret berkala tersebut adalah stasioner pada variasinya.

3. Apabila plot deret berkala memperlihatkan adanya penyimpangan nilai tengah atau terjadi perubahan varians yang jelas dari waktu ke waktu, maka dikatakan bahwa deret berkala tersebut mempunyai nilai tengah yang tidak stasioner atau mempunyai nilai variasi yang tidak stasioner.

4. Apabila plot deret berkala memperlihatkan adanya penyimpangan pada nilai tengah serta terjadi perubahan nilai tengah dari waktu ke waktu, maka dikatakan bahwa deret data tersebut mempunyai nilai tengah dan variasi yang tidak stasioner.

Untuk melakukan peramalan dengan metode deret berkala Box-Jenkins, maka dipilih deret berkala yang stasioner baik nilai tengahnya maupun variasinya, sehingga untuk deret berkala yang tidak stasioner baik nilai tengah maupun variasinya perlu dilakukan suatu proses untuk mendapatkan keadaan stasioner. Proses untuk mendapatkan keadaan stasioner nilai tengah adalah dengan melakukan pembedaan, sedangkan untuk mendapatkan keadaan stasioner varians perlu dilakukan transformasi. Ke dua hal tersebut biasa dilakukan salah satu saja atau ke dua-duanya, tergantung dari keadaan stasioner dari deret data deret berkala yang akan dipilih untuk peramalan.


(31)

4. Mengenali Adanya Faktor Musiman dalam Suatu Deret Berkala

Musiman didefinisikan sebagai pola yang berulang-ulang dalam selang waktu yang tetap. Sebagai contoh, penjualan minyak untuk alat pemanas adalah tinggi untuk musim dingin dan rendah pada musim panas yang memperlihatkan suatu pola musim 12 bulan.

Untuk data stasioner, faktor musiman dapat ditentukan dengan mengidentifikasi koefisien autokorelasi pada dua atau tiga time lag yang berbeda nyata dari nol. Autokorelasi yang berbeda nyata dari nol menyatakan adanya suatu pola dalam data.

Adanya faktor musiman dapat dengan mudah dilihat di dalam grafik autokorelasi namun hal ini tidaklah selalu mudah dikombinasikan dengan pola lain seperti trend. Semakin kuat pengaruh trend akan semakin tidak jelas adanya ketidak stasioneran data (adanya trend). Sebagai pedoman data tersebut harus ditransformasikan ke bentuk yang stasioner sebelum ditentukan adanya faktor musiman.

2.4 Model Deret Berkala Box-Jenskin

ARIMA sering juga disebut metode runtun waktu Box-Jenskins. Model Autoregresif Integrated Moving Average (ARIMA) adalah model yang secara penuh mengabaikan variabel bebas dalam membuat peramalan. ARIMA menggunakan nilai masa lalu dan sekarang dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. ARIMA cocok digunakan untuk observasi dari deret waktu (time series) secara statistik berhubungan satu sama lain (dependent).

ARIMA hanya menggunakan satu variabel (univariat) deret waktu. Misalnya: variabel IHSG. Model ARIMA terdiri dari 3 (tiga) langkah dasar, yaitu tahap identifikasi, tahap penaksiran dan pengujian, dan pemeriksaan diagnostik.

Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kebanyakan deret berkala bersifat nonstasioner dan bahwa aspek-aspek AR dan MA dari model ARIMA hanya berkenaan dengan deret berkala yang stasioner.


(32)

Dalam anlisis data deret berkala untuk mendapatkan hasil yang baik nilai pengamatan harus cukup besar, paling kecil 50 dah lebih baik lagi jika lebih dari 100 dan autokorelasi dikatakan berarti jika k diambil lebih kecil atau sama dengan seperempat dari pengamatan.

Model Box-Jenkins dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu: 1. Model Autoregressive

2. Model Moving Average 3. Model Campuran

Model campuran ini terdiri dari model Autoregressive-Moving Average (ARMA) dan model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA).

2.4.1 Model Autoregresif (AR)

Metode autoregresif adalah model yang menggambarkan bahwa variabel dependent dipengaruhi oleh variabel dependent itu sendiri pada periode-periode yang sebelumnya, atau autokorelasi dapat diartikan juga sebagai korelasi linier deret berkala dengan deret berkala itu sendiri dengan selisih waktu (lag) 0,1,2 periode atau lebih. Bentuk umum autoregresif dengan ordo p atau ditulis dengan AR (p) atau model ARIMA (p,0,0) mempunyai persamaan sebagai berikut:

t p t p t

t

t X X X e

X =µ+φ1 12 2+⋅ ⋅⋅+φ +

(2.7) Keterangan:

X = Nilai series yang stasioner t

µ = Nilai konstan

i

φ = Parameter autokorelasi ke-i dengan i=1,2,3,….,p

t

e = Nilai kesalahan pada saat t

2.4.2 Model Rataan Bergerak/Moving Average (MA)

Metode rataan bergerak (Moving Average) mempunyai bentuk umum dengan ordo q atau biasa ditulis dengan MA (q) atau ARIMA (0,0,q) adalah sebagai berikut:


(33)

(2.8) Keterangan:

t

X = Nilai series yang stasioner

µ

= Konstanta

i

θ = Parameter moving average ke- i dengan i = 1, 2,…,q

t

X = Variabel yang akan diramalkan

q t

e = Nilai kesalahan pada saat t-q

Perbedaan moving average dan model autoregressif terletak pada jenis variabel bebas pada model autoregresif adalah nilai sebelumnya (lag) dari variabel dependent

)

( X itu sendiri, pada model moving average sebagai variabel bebas adalah nilai residual pada periode sebelumnya.

2.4.3 Model Campuran Autoregressive-Moving Average(ARMA)

Model umum untuk campuran proses AR (p) dan MA (q) atau sering disebut ARMA (p,q) adalah sebagai berikut:

q t q t

t p t p t

t X X e e X

X =µ+φ1 1+⋅ ⋅⋅+φ − −θ1 1 −⋅ ⋅⋅−θ (2.9) 2.4.4 Model Autoregressive Integrated Moving Average(ARIMA)

Apabila proses nonstasioner ditambahkan pada campuran proses ARMA, maka model umum ARIMA (p,d,q) ditulis sebagai berikut:

(2.10) Salah satu tahapan dalam analisis deret berkala adalah menggetahui adanya pola AR, MA dan ARMA dalam data tersebut. Hal ini dapat diidentifikasi dibantu dengan mengamati pola Fungsi autokorelasi (ACF) dan pola fungsi autokorelasi Parsial (PACF) Tabel 2.1 berikut:

q t q t

t t

t e e e e


(34)

Tabel 2.1 Pola ACF dan PACF

Model ACF PACF

MA (q) Menuju nol setelah lag q Menurun secara bertahap/bergelombang

AR (p) Menurun secara

bertahap/bergelombang Menuju nol setelah lag q ARMA

(p,q)

Menurun secara

bertahap/bergelombang Menurun secara bertahap/bergelombang

2.5 Metode Fungsi Transfer

Peramalan data deret waktu pada dasarnya adalah analisis univariat, sedangkan dalam kenyataan, sebagian besar pengamatan merupakan data multivariat (lebih dari satu data). Misal dalam bidang pemasaran, volume penjualan yang masing-masing bergantung pada cara pemasaran, bentuk promosi, dan daerah pemasaran, yang masing-masing faktor tersebut lebih dari satu macam, sehingga jika analisis peramalan hanya didasarkan pada volume penjualan saja tanpa memperhatikan faktor-foktor yang mempengaruhinya, maka informasi untuk pembuatan perencanaan menjadi tidak lengkap, sehingga tujuan peramalan menjadi tidak tercapai secara utuh.

Salah satu upaya menganalisis data deret waktu multivatiat agar diperoleh hasil yang dapat memberikan informasi yang lengkap dan simultan, adalah dengan menggunakan model fungsi transfer.

Model Fungsi Transfer adalah suatu model yang menggambarkan bahwa nilai prediksi masa depan dari suatu time series (disebut output series atau Y ) adalah t berdasarkan pada nilai-nilai masa lalu dari time series itu sendiri dan berdasarkan pula pada satu atau lebih time series yang berhubungan (disebut input series atau X ) dengan t output series tersebut.

Model fungsi transfer merupakan pengembangan dari model ARIMA satu peubah atau satu deret berkala. Jika deret berkala Y berhubungan dengan satu atau lebih deret t


(35)

berkala lain X maka dapat dibuat suatu model berdasarkan informasi deret berkala t X , t

untuk menduga nilai Y . t Contoh:

1. Model antara total sales (Y ) dan advertising expenditure (t X ) yang diamati per t bulan. (Makridakis, Wheelwright, and Mc Gee, 1983).

2. Model antara sales (Y ) dan leading indicator (t X ) yang telah dianalisis oleh Box t

dan Jenkins (1976).

Jika deret berkala Y berhubungan dengan satu atau lebih deret berkala lain t X t maka dapat dibuat suatu model berdasarkan informasi deret berkala lain X , untuk t menduga nilai Yt model yang dihasilkan desebut fungsi transfer. Jadi, fungsi transfer

adalah suatu cara untuk meramalkan nilai Y dari t X dan gabungan deret ke dua-duanya t serta melihat pengaruh ke dua deret tersebut.

Gambar 2.5 Konsep Fungsi Transfer

Pada Gambar 2.5 diperlihatkan konsep fungsi transfer, di mana terdapat deret output disebut Y , yang diperkirakan akan dipengaruhi oleh deret berkala input t X , dan t

input-input lain yang disebut gangguan (noise) N . Seluruh sistem-sistem tersebut adalah t

dinamis, dengan kata lain deret input X memberikan pengaruh-pengaruhnya melalui t fungasi transfer, mendistribusikan dampak X melalui beberapa periode yang akan t datang. Tujuan pemodelan fungsi transfer adalah untuk menetapkan model yang sederhana, yang menghubungkan Y dengan t X dan t N , sehingga dengan menetapkan t peranan indikator penentu (leading indicator) deret input sehingga dapat ditetapkan variabel yang dibicarakan yaitu variabel output.

Deret input (Xt) Fungsi Transfer Deret output (Yt)

Seluruh pengaruh lain disebut gangguan (N ) t


(36)

Dengan kata lain fungsi transfer membuat suatu konsep dengan cara mentransfer data deret input (indikator penentu) melalui sistem dan keluaran sebagai deret output.

Untuk deret input (X ) dan deret output (t Y ) tertentu dalam bentuk data mentah, t terdapat empat tahap utama dan beberapa sub tahap di dalam proses yang lengkap dari pembentukan model fungsi transfer yang akan penulis bahas di Bab 3.


(37)

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 Tahapan Pembentukan Fungsi Transfer

Untuk deret input Xt dan deret output Y tertentu, terdapat 4 (empat) tahap utama dan t beberapa sub tahap di dalam proses dari pembentukan model fungsi transfer.

3.1.1 Identifikasi Bentuk Model

Identifikasi bentuk model dibagi dalam delapan tahap sebagai berikut: 3.1.1.1 Mempersiapkan Deret Input dan Output

Dalam mempersiapkan model fungsi transfer hal yang pertama dilakukan adalah mempersiapkan deret input dan output. Kestasioneran data merupakan kondisi yang diperlukan dalam analisis deret berkala karena dapat memperkecil kekeliruan model, sehingga pada tahap ini dilakukan identifikasi apakah data mentah (input dan output) sudah stasioner dalam rataan dan ragam. Apabila belum stasioner, maka perlu dilakukan pembedaan (mungkin pertama-tama ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma) atau transformasi deret input dan output untuk menghilangkan ketidakstasionerannya.

Tahap identifikasi untuk mempersiapkan deret input dan output ini adalah tahap untuk menetapkan apakah transformasi terhadap data input dan output perlu dilakukan, dan berapa besar tingkat pembedaan yang seharusnya diterapkan untuk deret input dan deret output agar menjadi stasioner, serta apakah deret input dan deret output perlu dihilangkan pengaruh musimannya. Dengan demikian deret rataan yang telah ditransformasikan dan yang telah sesuai disebut sebagai

x

t dan y , transformasi yang t biasa diterapkan adalah dalam bentuk:

)

log(

,

m

X

X

t

=

t

+


(38)

Pada pemutihan deret input dimaksudkan untuk menghilangkan pola yang diketahui sehingga yang tinggal hanya data hasil pemutihan (white noise).

Misalkan deret input x , apabila dimodelkan sebagai proses ARIMA (pt x,0,qx),

maka dalam hal ini tidak perlu dilakukan pembedaan (dx) karena sudah dilakukan

pembedaan pada tahap sebelumnya. Model ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

t x t

x B x θ Bα

φ ( ) = ( ) (3.1)

Keterangan: ) (B

x

φ = operator autoregresif )

(B

x

θ = operator moving average

t

α = kesalahan random

Dengan menyusun kembali suku-suku pada persamaan 3.1, sehingga dapat diubah deret

t

x kedalam αt yang disebut dengan pemutihan deret x , maka persamaan tersebut t diubah menjadi:

t x x

t x

B B ) (

) (

θφ

α =

(3.2)

3.1.1.3 Pemutihan Deret Output (y ) t

Fungsi transfer yang akan ditetapkan adalah, memetakan x ke dalam t y . Apabila telah t diterapkan suatu taransformasi pemutihan untuk deret x , maka untuk deret output t y t dilakukan hal yang sama untuk mempertahankan integritas hubungan fungsional. Dengan demikian deret yt diubah ke dalam deret βt sebagai berikut:

t x x

t y

B B ) (

) (

θφ

β = (3.3)

3.1.1.4 Perhitungan Korelasi Silang dan autokorelasi untuk Deret Input dan Output yang Telah Diputihkan


(39)

Dalam pemodelan fungsi transfer, korelasi diri mempunyai peranan yang ke dua setelah korelasi silang. Korelasi silang dugunakan untuk mengetahui hubungan dua deret waktu t x dan y yang terpisah atau dalam bentuk yang telah diputihkan α dan β yang salah satu deret dilambatkan (lag) tergadap deret lainnya.

Korelasi silang antaraα dan β dihitung dengan rumus:

β α αβ αβ S S k C k

r ( )= ( ) (3.4)

β α β α αβ µ β µ α S S n k r k t k n t ) )( ( 1 ) ( 1 − − = + − =

Keterangan: ) (k

rαβ = korelasi silang antara deret α dan β pada lag ke-k )

(k

Cαβ = kovarian antara deret α dan β pada lag ke-k

α

S = standar deviasi deret α β

S = standar deviasi deret β k = 0,1,2,…

Untuk menguji tingkat kepercayaan 95% dari nilai korelasi silang, menurut rumus Bartlett (1955) dilakukan pendekatan perhitungan kesalahan baku dengan rumus:

k n se k

XY

r = −

1

(3.5)

Keterangan:

n = Jumlah pengamatan k = Kelambatan (lag)

Untuk perhitungan autokorelasi dapat dilihat pada persamaan 3.7 dan uji Box-Pierce Portmanteau untuk sekumpulan nilai r didasarkan pada niai statistik k Q yang


(40)

) ( 2 1 k r n Q m k

Σ

= = (3.6) Keterangan:

m= lag maksimum r = Autokorelasi untuk lag ke-k k n= N-d N = Jumlah pengamatan asli d= Pembedaan

Koefisien autokorelasi deret X yang stasioner untuk lag ke-k, dapat dihitung dengan t rumus: 2 _ 1 _ _ 1 ) ( ) )( ( X X X X X X r t n t k t t k n i k − − − =

Σ

Σ

= + −

= (3.7)

Keterangan:

k

r = Korelasi pada lag ke-k

t

X = Nilai pengamatan ke-t

k t

X + = Nilai pengamatan saat ke-t+k

_

X = Rata-rata pengamatan

Untuk deret x yang telah diputihkan dinamakan deret t αt seharusnya tidak terdapat

beberapa autokorelasi yang signifikan, tetapi pada deret y yang diputihkan dinamakan t deret βt terdapat beberapa pola.

3.1.1.5 Pendugaan Langsung Bobot Respons Impuls

Setelah diperoleh deret input dan deret output yang telah diputihkan, kemudian menghitung korelasi silang sehingga dapat diperoleh pendugaan langsung untuk masing-masing bobot respons impuls, dengan rumus sebagai berikut:

α β αβ

S

S

k

r


(41)

Dasar pemikiran teoritis untuk persamaan 3.8 mudah dipahami sesudah tahapan persiapan input dan output pada tahap pertama dan mengasumsikan b=0 untuk fungsi transfer ditulis:

t t t v B x n

y = ( ) + (3.9)

Apabila

x

t ditransformasikan dengan (B)/ (B)

x x

θ

φ

dan memasukkan transformasi ini ke dalam persamaan 3.9 secara keseluruhan, maka diperoleh:

(3.10)

atau

β

t =v(B)

α

t +

ε

t

t

ε

adalah deret gangguan yang telah ditransformasikan yang diperkirakan tidak berhubungan dengan deret

α

t. Kemudian jika ke dua sisi persamaan 3.9 dikalikan dengan

k t

α

nilai ekspektasinya, maka diperoleh:

) ( ) ( ) ( ]

[ t k t v0E t k t v1E t k t 1 E t k t Eα −β = α α + α α +⋅ ⋅⋅+ α ε

Cαβ(k)=vkCαα(tk)+0 (3.11) Dengan mensubsitusikan nilai sampel pada persamaan 3.11 dan menyusun kembali suku-sukunya akan diperoleh:

α β αβ α αβ S S k r S k C vk ) ( ) ( 2 =

= (3.12)

3.1.1.6 Penetapan Parameter (r,s,b)

Dalam model fungsi transfer terdapat 3 (tiga) parameter kunci yaitu (r,s,b), r menunjukkan derajat fungsi δ(B), s menunjukkan derajat fungsi ω(B), dan b menunjukkan keterlambatan yang dicatat pada subskrip Xt+b. Pada persamaan fungsi

t x t x t x n B B x B B B v y B B ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( θφ θφ


(42)

transfer dilakukan penetapan seperti dalam persamaan (1.3), selanjutnya untuk penetapan persamaan: b t t x B B x B

v =

) ( ) ( ) ( δ ω (3.13)

Apabila pernyataan v(B), ω(B), dan δ(B)koefisisen-koefisiennya dibandingkan, maka akan didapat hubungan sebagai berikut:

0

=

j

v untuk j<b

0 1

1 δ ω

δ +⋅ ⋅⋅+ +

= jr jr

j v v

v untuk j =b

b j r j r j

j v v

v =δ1 1+⋅ ⋅⋅+δ −ω untuk j =b+1,...,b+s

r j r j

j v v

v =δ1 1+⋅ ⋅⋅+δ untuk j >b+s (3.14)

Arti (r,s,b) itu sendiri merupakan aturan yang mudah diuraikan, nilai b menyatakan bahwa y tidak dipengaruhi oleh nilai xt sampai periode t+b, sehingga nilainya menjadi:

b t t

t t

t x x x x

y =0 +0 1+0 2 +⋅ ⋅⋅+ω0

sedangkan arti s menyatakan untuk berapa lama deret output (y) secara terus-menerus dipengaruhi nilai baru dari deret input (x ), dalam keadaan y dipengaruhi oleh: t

s b t b t b

t

x

x

x

,

1

,...,

Selanjutnya nilai r menunjukkan bahwa yt berkaitan dengan nilai-nilai masa lalu, sehingga nilainya menjadi:

r t t

t

y

y

y

1

,

2

,...,

Dalam menentukan parameter (r,s,b) dapat digunakan 3 (tiga) prinsip untuk membantu dalam menentukan nilai yang tepat adalah sebagai berikut:

1. Sampai lag waktu ke b, korelasi silang tidak akan berbeda dari nol secara signifikan.

2. Untuk s time lag selanjutnya, korelasi silang tidak akan memperhatikan adanya pola yang jelas.

3. Untuk r time lag selanjutnya, korelasi silang akan memperlihatkan suatu pola yang jelas.


(43)

3.1.1.7 Pendugaan deret gangguan (n ) t

Perhitungan nilai taksiran awal deret gangguan nt menggunakan rumus sebagai berikut:

g t g t t t o t

t y v x v x v x v x

n = − − 1 12 2 −⋅ ⋅⋅− (3.15) untuk g adalah hasil lag dari korelasi silang.

3.1.1.8 Penetapan (pn,qn) untuk Model ARIMA (pn,qn) dari deret gangguan

Untuk menemukan apakah terdapat model ARIMA (pn,0,qn), dianalisis nt dengan cara

ARIMA. Autokorelasi, autokorelasi parsial dan spektrum garis ditetapakan dan selanjutnya nilai pn dan qn untuk autoregresif dan proses moving average berturut-turut

dipilih. Dengan cara ini, fungsi φn(B) dan θn(B)untuk deret gangguan nt diperoleh:

t n t

n B n θ Bα

φ ( ) = ( ) (3.16)

3.1.2 Pendugaan Parameter-parameter Model

Pada tahap ini terbagi atas 2 (dua) sub tahap sebagai berikut: 3.1.2.1 Pendugaan Awal Parameter Model

Pada tahap ini ditentukan model fungsi transfer untuk menduga nilai awal dari parameter. Untuk mendapatkan nilai parameter-parameter tersebut digunakan algoritma Marquardt dengan iterasi, tujuannya untuk mendapatkan nilai dugaan yang lebih baik.

Misalkan untuk nilai (r,s,b)=(2,2,2) dan deret gangguan mempunyai model ARIMA (2,0,1) model tentatif yang digunakan adalah:

t t t a B B B x B B B B y ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( ) ( 2 1 1 2 2 1 2 2 1 0 φ φ θ δ δ ω ω ω − − − + − −− − = −

Selanjutnya adalah menaksir nilai awal parameter ω0, ω1, ω2, δ1, δ2, θ1, φ1 dan φ2


(44)

3.1.2.2 Pendugaan Akhir Parameter Model

Dengan menggunakan algoritma Marquardt pada setiap iterasi, nilai-nilai baru parameter ditemukan dan dugaan baru nilai dapat dihitung. Untuk memilih nilai parameter yang terbaik dilihat dari nilai jumlah kuadrat sisa yang paling kecil.

3.1.3 Pemeriksaan Uji Diagnosa Model

Pemeriksaan uji diagnosa model pada fungsi transfer dilakukan apabila nilai sisa (residu) autokorelasi sangat kecil tau tidak signifikan dan model yang diperoleh akan bersifat acak. Dengan menggunakan uji Box-Pierce untuk deret stasioner ARIMA (p,d,q) rumusnya adalah sebagai berikut:

) ( ) ( 2 1 2 k r n df m k

Σ

= χ (3.17) Keterangan:

n = Jumlah pengamatan

m = Lag terbesar yang diperhatikan rk = Autokorelasi untuk lag ke-k

df = Derajat bebas (m-p-q)

sedangkan untuk nilai sisa rumusnya menjadi:

) ( ) ( 2 1 2 k r b s r n m k

Σ

− − − = χ (3.18) (r,s,b) merupakan parameter fungsi transfer.

Untuk menunjukkan bahwa a merupakan deret acak maka perlu dilakukan uji t

Box-Pierce seperti pada persamaan 3.16. Apabila χ2tabel>χ2hitung, maka model a pada t

hakikatnya adalah acak.

3.1.4 Peramalan dengan Model Fungsi Transfer

Di dalam peramalan pada pemodelan fungsi transfer tujuannya adalah untuk menduga nilai deret waktu untuk masa yang akan datang dengan penyimpangan yang diperoleh


(45)

harus dapat sekecil mungkin. Jika model yang ditetapkan menunjukkan residual yang acakan, maka model tersebut dapat digunakan untuk tujuan peramalan. Model yang digunakan adalah sebagai beriut:

n b t n b

t b t r

t r t

t

t y y y x x x

y1 12 2 +⋅ ⋅⋅+δ 0 1 1+⋅ ⋅⋅+ω

(3.19) 3.2 Contoh Kasus

Untuk memperjelas mengenai proses analisis fungsi transfer seperti yang telah dikemukakan berikut ini penulis menyajikan proses membangun fungsi transfer. Data yang digunakan adalah data Indeks Osilasi Selatan (IOS) dan curah hujan, yang datanya seperti pada Tabel 3.1. Dalam analisis ini curah hujan IOS sebagai deret masukan atau deret input (X ), dan data curah hujan sebagai deret keluaran atau output (t Y ). t

Tabel 3.1 Data Bulanan IOS (mb)

Thn 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jan -4 8.4 4.1 -24 15.6 5.1 8.9 2.7 -2 -12 1.8 Feb -2.7 1.1 13.3 -19.2 3.6 12.9 11.9 7.7 -7.4 8.6 -29 Mar 3.5 6.2 -8.5 -29 8.9 9.4 6.7 -5.2 -6.8 0.2 0.2 Apr 16.2 7.8 -16 -24 19 17 0.3 -3.8 -5.5 -15 -11 May -9 1.3 -22 0.5 1.3 3.6 -9 -15 -7.4 13 -15 Jun -1.5 13.9 -24 9.9 1 -5.5 1.8 -6.3 -12 -14 2.6 Jul 4.2 6.8 -9.5 14.6 4.8 -3.7 -3 -7.6 2.9 -6.9 0.9 Aug 0.8 4.6 -20 9.8 2.1 5.3 -8.9 -15 -1.8 -7.6 -6.9 Sep 3.2 6.9 -15 11 0 9.9 1.4 -8 -2 -3 3.9 Oct -1 4.2 -18 11 9.1 9.7 -2 -7 -2 -4 11 Nov 1.3 -0.1 -15 12.5 13.1 22.4 7.2 -6 -3.4 -9.3 -2.7 Dec -6 7.2 -9 13 13 7.7 -9 -11 9.8 -8 0.6


(46)

Tabel 3.2 Data Bulanan Curah Hujan (mm)

Thn 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jan 341 76 106 181 315 59 217 91 51 138 35 Feb 159 63 97 50 260 87 15 79 99 130 25 Mar 203 78 134 29 127 182 158 104 192 155 155 Apr 61 215 110 35 322 115 165 71 192 257 225 May 240 152 81 134 303 60 256 192 364 191 192 Jun 185 175 175 145 256 191 308 192 271 287 90 Jul 121 195 226 213 30 122 281 139 215 193 423 Aug 424 248 96 321 111 325 121 156 729 139 193 Sep 221 320 291 170 119 451 373 383 153 160 65 Oct 301 311 139 340 204 382 732 364 732 122 340 Nov 336 354 256 276 126 108 431 158 70 220 159 Dec 192 143 182 414 456 174 339 102 321 246 136

3.2.1 Plot Data


(47)

Gambar 3.2 Autokorelasi IOS Kota Medan


(48)

Gambar 3.4 Plot Curah Hujan

Gambar 3.5 Autokorelasi Curah Hujan


(49)

3.2.2 Identifikasi Bentuk Model

Tahapan dalam mengidentifikasi bentuk model fungsi transfer sebagai berikut: 3.2.2.1 Memeriksa Kestasioneran Data

Dari plot data IOS tahun 1999-2009 pada Gambar 3.1 memperlihatkan deret data tersebut tidak stasioner, plot autokorelasi memperlihatkan sebuah trend yang linier pada sepuluh lag pertama artinya bahwa nilai dari autokorelasi berturut turut bernilai positif antara satu dengan yang lainnya, hal ini juga ditandai adanya fluktuasi data yang semakin naik dan menurun dengan meningkatnya waktu, untuk menstasionerkannya dilakukan pembedaan pertama untuk deret input dapat dicari sebagai berikut:

1

− − = t t

t x x

x

1 2 2 2 =xx

x

= x2 −x1

=−2,7−(−4) =1,3

x3 = x3 −x3−1

= x3 −x2

=3,5−(−2,7) =6,2


(50)

Tabel 3.3 Pembedaan Pertama Deret Input

No. x t No. x t No. x t No. x t

1 0 34 -3 67 1.8 100 1.3

2 1.3 35 3 68 9 101 -1.9

3 6.2 36 6 69 4.6 102 -4.6

4 12.7 37 -15 70 -0.2 103 14.9

5 -25.2 38 4.8 71 12.7 104 -4.7 6 7.5 39 -9.8 72 -14.7 105 -0.2

7 5.7 40 5 73 1.2 106 0

8 -3.4 41 24.5 74 3 107 -1.4

9 2.4 42 9.4 75 -5.2 108 13.2

10 -4.2 43 4.7 76 -6.4 109 -21.8 11 2.3 44 -4.8 77 -9.3 110 20.6 12 -7.3 45 1.2 78 10.8 111 -8.4

13 14.4 46 0 79 -4.8 112 -15.2

14 -7.3 47 1.5 80 -5.9 113 28

15 5.1 48 0.5 81 10.3 114 -27

16 1.6 49 2.6 82 -3.4 115 7.1

17 -6.5 50 -12 83 9.2 116 -0.7

18 12.6 51 5.3 84 -16.2 117 4.6 19 -7.1 52 10.1 85 11.7 118 -1

20 -2.2 53 -17.7 86 5 119 -5.3

21 2.3 54 -0.3 87 -12.9 120 1.3

22 -2.7 55 3.8 88 1.4 121 9.8

23 -4.3 56 -2.7 89 -11.2 122 -30.8

24 7.3 57 -2.1 90 8.7 123 29.2

25 -3.1 58 9.1 91 -1.3 124 -11.2

26 9.2 59 4 92 -7.4 125 -4

27 -21.8 60 -0.1 93 7 126 17.6

28 -7.5 61 -7.9 94 1 127 -1.7

29 -6 62 7.8 95 1 128 -7.8

30 -2 63 -3.5 96 -5 129 10.8

31 14.5 64 7.6 97 9 130 7.1

32 -10.5 65 -13.4 98 -5.4 131 -13.7


(51)

Gambar 3.7 Plot IOS dengan Menggunakan Pembedaan Pertama

Pada data asli curah hujan terlihat musiman yang jelas yaitu fluktuasi mengecil dan membesar deret data terjadi secara acak atau disebut random walk. Oleh karena itu untuk mengatasi pola musiman dari data tersebut perlu dilakukan transformasi dan untuk membuat data stasioner pada rataan dan ragamnya. Untuk transformasi logaritma digunakan rumus:

) log(Yt

l =

) log(

1 Yt

l =

=log(341) =2,53275

132 2,..., l


(52)

Tabel 3.4 Data Hasil Transformasi Logaritma

No. l t No. l t No. l t No. l t

1 2.53275 34 2.14301 67 2.08636 100 2.2833 2 2.2014 35 2.40824 68 2.51188 101 2.5611 3 2.3075 36 2.26007 69 2.65418 102 2.43297 4 1.78533 37 2.25768 70 2.58206 103 2.33244 5 2.38021 38 1.69897 71 2.03342 104 2.86273 6 2.26717 39 1.4624 72 2.24055 105 2.18469 7 2.08279 40 1.54407 73 2.33646 106 2.86451 8 2.62737 41 2.1271 74 1.17609 107 1.8451 9 2.34439 42 2.16137 75 2.19866 108 2.50651 10 2.47857 43 2.32838 76 2.21748 109 2.13988 11 2.52634 44 2.50651 77 2.40824 110 2.11394 12 2.2833 45 2.23045 78 2.48855 111 2.19033 13 1.88081 46 2.53148 79 2.44871 112 2.40993 14 1.79934 47 2.44091 80 2.08279 113 2.28103 15 1.89209 48 2.617 81 2.57171 114 2.45788 16 2.33244 49 2.49831 82 2.86451 115 2.28556 17 2.18184 50 2.41497 83 2.63448 116 2.14301 18 2.24304 51 2.1038 84 2.5302 117 2.20412 19 2.29003 52 2.50786 85 1.95904 118 2.08636 20 2.39445 53 2.48144 86 1.89763 119 2.34242 21 2.50515 54 2.40824 87 2.01703 120 2.39094 22 2.49276 55 1.47712 88 1.85126 121 1.54407 23 2.549 56 2.04532 89 2.2833 122 1.39794 24 2.15534 57 2.07555 90 2.2833 123 2.19033 25 2.02531 58 2.30963 91 2.14301 124 2.35218 26 1.98677 59 2.10037 92 2.19312 125 2.2833 27 2.1271 60 2.65896 93 2.5832 126 1.95424 28 2.04139 61 1.77085 94 2.5611 127 2.62634 29 1.90849 62 1.93952 95 2.19866 128 2.28556 30 2.24304 63 2.26007 96 2.0086 129 1.81291 31 2.35411 64 2.0607 97 1.70757 130 2.53148 32 1.98227 65 1.77815 98 1.99564 131 2.2014 33 2.46389 66 2.28103 99 2.2833 132 2.13354


(53)

Untuk membuat data stasioner terhadap rataannya perlu dilakukan pembedaan pertama dengan rumus:

1

− − = t t

t y y

y

1 2 2 2 = yy

y

=2,20140−2,53275 =−0,33136


(54)

Tabel 3.5 Pembedaan Pertama Dari Data Transformasi Curah Hujan No. y t No. y t No. y t No. y t

1 0 34 -0.32088 67 -0.19467 100 0 2 -0.33136 35 0.26523 68 0.42552 101 0.2778 3 0.1061 36 -0.14817 69 0.14229 102 -0.12813 4 -0.52217 37 -0.00239 70 -0.07211 103 -0.10053 5 0.59488 38 -0.55871 71 -0.54864 104 0.53029 6 -0.11304 39 -0.23657 72 0.20713 105 -0.67804 7 -0.18439 40 0.08167 73 0.09591 106 0.67982 8 0.54458 41 0.58304 74 -1.16037 107 -1.01941 9 -0.28297 42 0.03426 75 1.02257 108 0.66141 10 0.13417 43 0.16701 76 0.01883 109 -0.36663 11 0.04777 44 0.17813 77 0.19076 110 -0.02594 12 -0.24304 45 -0.27606 78 0.08031 111 0.07639 13 -0.40249 46 0.30103 79 -0.03984 112 0.2196 14 -0.08147 47 -0.09057 80 -0.36592 113 -0.1289 15 0.09275 48 0.17609 81 0.48892 114 0.17685 16 0.44034 49 -0.11869 82 0.2928 115 -0.17232 17 -0.15059 50 -0.08334 83 -0.23003 116 -0.14254 18 0.06119 51 -0.31117 84 -0.10428 117 0.06111 19 0.047 52 0.40405 85 -0.57116 118 -0.11776 20 0.10442 53 -0.02641 86 -0.06141 119 0.25606 21 0.1107 54 -0.0732 87 0.11941 120 0.04851 22 -0.01239 55 -0.93112 88 -0.16577 121 -0.84687 23 0.05624 56 0.5682 89 0.43204 122 -0.14613 24 -0.39367 57 0.03022 90 0 123 0.79239 25 -0.13003 58 0.23408 91 -0.14029 124 0.16185 26 -0.03853 59 -0.20926 92 0.05011 125 -0.06888 27 0.14033 60 0.55859 93 0.39007 126 -0.32906 28 -0.08571 61 -0.88811 94 -0.0221 127 0.6721 29 -0.13291 62 0.16867 95 -0.36244 128 -0.34078 30 0.33455 63 0.32055 96 -0.19006 129 -0.47264 31 0.11107 64 -0.19937 97 -0.30103 130 0.71857 32 -0.37184 65 -0.28255 98 0.28807 131 -0.33008 33 0.48162 66 0.50288 99 0.28767 132 -0.06786

Dari Gambar 3.7 dapat dilihat deret data sudah stasioner pada nilai tengahnya, sehingga ARIMA (Auto Regresive Integrate-Moving Average) cocok digunakan untuk data IOS.


(55)

Koefisien korelasi sederhana antara x dengan t xt−1 dapat dicari dengan menggunakan

rumus pada persamaan (2.2) sebagai berikut:

2 1 1 ) ( ) )( ( − = − + − − = − − − =

Σ

Σ

X X X X X X t n t k t t k n t k ρ

Untuk ρ1 dapat dihitung

=−0,483

Untul nilai r2,...dan seterusnya dapat dilihat pada Tabel 3.6

Tabel 3.6 Nilai -nilai Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial Data Hasil Pembedaan Pertama Deret Input

Lag ρk ρkk Lag ρk ρkk Lag ρk ρkk

1 -.483 -.483 12 -.059 -.007 23 .058 .075 2 .033 -.261 13 .109 .035 24 -.092 .069 3 .148 .059 14 -.177 -.138 25 -.017 -.073 4 -.224 -.140 15 .008 -.194 26 -.014 -.117 5 .164 .006 16 .032 -.101 27 .127 .027 6 -.153 -.149 17 .049 .077 28 -.031 .107 7 .115 .033 18 -.021 .012 29 -.019 .021 8 -.042 -.032 19 -.069 -.062 30 .065 .006 9 -.139 -.170 20 .090 -.048 31 -.137 -.039 10 .215 .016 21 -.172 -.238 32 .047 -.033 11 -.053 .129 22 .130 -.063 33 .015 -.111 Untuk meyakinkan bahwa deret input yang telah dilakukan pembedaan pertama memiliki pola AR dan MA maka dilakukan pengujian sebagai berikut:

) / 1 ( 96 . 1 ) / 1 ( 96 .

1 nrk ≤+ n

− ) 0873 . 0 ( 96 . 1 ) 0873 . 0 ( 96 .

1 ≤ ≤+

rk

171 . 0 171

.

0 ≤ ≤+

rk

2 2 2 1 )) 775 , 0 ( 3 , 3 ( ... )) 775 , 0 ( 7 , 1 ( )) 775 , 0 ( 0 ( ) 775 , 0 ( 3 , 3 ))( 775 , 0 ( ) 7 , 13 (( ... ) 0775 , 0 3 , 1 ))( 775 , 0 ( 0 (( − − + + − + − − + + − − − − − − − = ρ


(56)

Ini berarti bahwa 95% dari seluruh koefisien korelasi berdasarkan sampel harus terletak dalam daerah batas interval penerimaan ditambah atau dikurangi 1,96 kali galat standart. Setelah dilakukan pengujian ternyata autokorelasi dan autokorelasi parsial memenuhi batas penerimaan, sehingga data deret input telah memiliki pola yang jelas. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.8 dan Gambar 3.9 berikut ini.

Gambar 3.8 Autokorelasi IOS dengan Pembedaan Pertama


(57)

Dari plot autokorelasi terdapat 5 autokorelasi yang berbeda nyata dengan nol sehingga diduga orde dari proses AR adalah 5 (p=5), autokorelasi parsial menunjukkan empat nilai koefisien yang berbeda dari nol sehingga diduga proses dari MA adalah empat (q=4). Sesuai dengan keterangan Gambar 3.8, model sementara data yang dibedakan adalah ARIMA (5,1,4). Oleh karena itu pendugaan parameter model ARIMA dapat dibuat ke dalam Tabel berikut:

Tabel 3.7 Pendugaan Parameter Model ARIMA

Parameter Taksiran SE Nilai-t

φ 0.095 0.223 2.17

θ 0.081 1.331 3.19

3.2.2.2 Pemutihan Deret Input

Data IOS sebagai deret input (X ) dimodelkan sebagai proses ARIMA (5,1,4) dan t x t merupakan bentuk pembedaan X , sehingga t x dimodelkan sebagai ARMA (5,4),dengan t

rumus persamaan sebagai berikut:

t x x t x B B ) ( ) ( θφ α = t t B x

B ) (1 0,081 )α

095 , 0 1

( − 5 = − 4

4 5 0,081

095 ,

0 = −

t t t

t x

x α α

αt =xt −0,095xt5 +0,081αt4 ) 0 ( 081 , 0 ) 0 ( 095 , 0

0− +

= t α =0 ) 0 ( 081 , 0 ) 0 ( 095 , 0 3 , 1

2 = − +

α

=1,3


(1)

-0.005853 0

0 =ω =

e

0.003045 1

1 =ω =

e

431 . 0 1 1 =θ =−

f

Jika diasumsikan a1,..., a5 sama dengan nol, maka a dapat dihitung dengan persamaan: 6

5 1 1 1 2 0 5 1 6

6 y d y e x e x f a

a = − − + +

) (-0.431(0) .3)

0.003045(1 .2)

0.005853(6

-0.11304)

0.296455(--0.18439− + +

=

=−0.18321


(2)

Tabel 3.20 Gugus Residual Akhir (a ) t

No. a t No. a t No. a t No. a t

1 -0.18321 33 -0.44447 65 -0.4862 97 -0.06418 2 0.42763 34 -0.15598 66 0.01433 98 0.51362 3 0.01287 35 0.566 67 0.04407 99 -0.49453 4 0.10559 36 0.14649 68 -1.14568 100 0.58843 5 0.06441 37 0.32171 69 0.56526 101 -0.9491 6 -0.17911 38 0.27347 70 0.19877 102 0.43477 7 -0.46839 39 -0.28366 71 0.25941 103 -0.3002 8 -0.22722 40 0.22261 72 0.17432 104 -0.10819 9 -0.05341 41 -0.03756 73 0.08644 105 0.02368 10 0.42871 42 0.22153 74 -0.27768 106 0.13045 11 -0.11584 43 -0.05208 75 0.45629 107 0.05649 12 0.11897 44 -0.07752 76 0.34562 108 0.06393 13 0.05221 45 -0.34439 77 -0.03673 109 -0.07233 14 0.12975 46 0.2796 78 -0.03946 110 -0.07392 15 0.20492 47 0.01738 79 -0.64351 111 -0.15367 16 -0.00883 48 0.0238 80 -0.24881 112 0.00999 17 0.13424 49 -0.96189 81 -0.08433 113 0.17353 18 -0.33398 50 0.19142 82 -0.1318 114 0.10834 19 -0.24523 51 0.11749 83 0.27981 115 -0.82162 20 -0.13265 52 0.24747 84 0.05568 116 -0.39612 21 0.0846 53 -0.14492 85 -0.01426 117 0.61255 22 -0.1295 54 0.55612 86 0.03518 118 0.29155 23 -0.14923 55 -0.69705 87 0.46734 119 0.01458 24 0.21605 56 -0.06963 88 0.07353 120 -0.08928 25 0.30448 57 0.2307 89 -0.27517 121 0.44835 26 -0.23421 58 -0.13537 90 -0.21772 122 -0.1013 27 0.45564 59 -0.26334 91 -0.44622 123 -0.44653 28 -0.18134 60 0.34998 92 0.10987 124 0.46039 29 0.15443 61 -0.07763 93 0.26912 125 -0.18767 30 -0.02328 62 0.37887 94 0.11765 126 -0.04851 31 -0.03446 63 0.35792 95 0.28449


(3)

3.2.4.1 Analisis Nilai Sisa (Residu) a t

Untuk menentukan autokorelasi gugus residu signifikan dari nol dapat digunakan uji statistik Box-Pierce dengan rumus:

− − = − − − − m k qn pn

m n r s b r a k

1 2 ) ( 2 ) ( ) 1 ( χ ] ) .053 0 ( ) -0.102 ( .... ) .016 0 ( ) -0.177 )[( 4 1 1 1 132

( 2 2 2 2

) 1 31 ( 2 + + + + − − − − = − χ 42.78111 =

Dengan memperhatikan tabel χ2

untuk derajat bebas dengan tingkat kepercayaan 90% nilainya adalah 43,7729, berarti χ2hitung lebih kecil dari χ2tabel, oleh karena itu a merupakan deret random, model fungsi transfer cocok untuk data ini.t

3.2.4.2 Analisis Korelasi Silang dari Gugus Residu (a dengan Pemutihan Deret t)

Input t)

Dari hasil analisis korelasi silang gugus residual dengan pemutihan deret input pada Tabel 3.20, memperlihatkan bahwa semua hasil autokorelasi silang tidak signifikan dengan nol sehingga biasa diasumsikan korelasi silang sama dengan nol.

Tabel 3.21 Korelasi Silang Gugus Residu dengan Pemutihan Deret Input

Lag rαa Lag rαa

0 -.112 11 .040

1 .031 12 -.048

2 -.041 13 -.061

3 -.109 14 -.017

4 .017 15 -.021

5 .093 16 .033

6 .026 17 .010

7 -.022 18 -.030

8 .112 19 .002

9 -.084 20 -.033


(4)

Untuk menguji bahwa korelasi silang antara pemutihan deret input (αt)apakah secara signifikan berbeda dari nol digunakan kembali persamaan Box-Pierce

− − = − − − m k a s r

m n r s b r k

1 2 ) ( 2 ) ( ) ( α χ ] ) -0.033 ( ) .002 0 ( ... ) .031 0 ( ) -0.112 )[( 0 1 1 132

( 2 2 2 2

) ( 2 + + + + − − − = − −pn qn m χ

=8.694895

Dengan memperhatikan tabel χ2

untuk derajat bebas 18 dengan tingkat kepercayaan 90% nilai adalah 28.8693, berarti χ2hitung lebih kecil dari χ2tabel, oleh karena itu model fungsi transfer memenuhi asumsi independensi antara deret αt dan a . t

Pada uji Box-Pierce autokorelasi dan korelasi silang pada hakikatnya telah nol, memperlihatkan bahwa model fungsi transfer telah bisa digunakan dalam peramalan.

3.2.5 Peramalan Dengan Fungsi Transfer

Model peramalan yang digunakan untuk contoh model (1,1,4) (0,1) adalah: 1 1 5 1 4 0 1

1 − − − −

− −

+

= yt xt xt at

y δ ω ω θ

Dari persamaan tersebut peramalan untuk data ke -133 adalah sebagai berikut: 1 1 5 1 4 0 1

1 − − − −

− −

+

= yt xt xt at

y δ ω ω θ

=0.097595

Total curah hujan untuk periode 133 = Total curah hujan periode 132+ ∧y133

+ =

136

Y 0.0997595


(5)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari bab-bab sebelumnya mengenai analisis deret berkala bivariat pada model fungsi transfer, dalam hal ini untuk menentukan karakteristik (sifat) indikator penentu (deret input) sehingga diperoleh variabel deret output pada masa yang akan datang sebagai berikut:

1. Dengan membuat plot data sehingga karakteristik (sifat) data deret input untuk menghasilkan output diketahui dan dapat mempermudah analisis data.

2. Dengan membuat korelogram fungsi autokorelasi (ACF) dan korelogram fungsi autokorelasi parsial (PACF) dengan menggunakan program SPSS dapat membantu memperlihatkan karakteristik data deret berkala yang telah disajikan dengan plot data.

3. Apabila karakteristik data deret input yang akan diramalkan outputnya telah diketahui, maka peramalan dapat dilakukan yang dimulai dengan identifikasi model, pendugaan parameter dan uji diagnosis model.

4.2 Saran

Dalam model model fungsi transfer bivariat, pembaca harus mempelajari pustaka untuk studi aplikasi yang baik dan menimbang keuntungan dan kerugian dari metodologinya dan penulis mengharapkan agar peramalan dengan fungsi transfer dapat dikembangkan dengan menggunakan deret Fibonacci.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Bovas Abraham, Johannes Ledolter. 1982. "Statistical Methods For Forecasting". New York: John Wiley and Sons.

C. W. J. Granger. 1983." Forecasting Economic Time Series". Second Edition. San Diego, NewYork: Academic Press, Inc.

Gaspersz, Vincent. 1991. "Ekonometrika Terapan". Bandung: Tarsito

J. Ronald. Wonnacot, H. Thomas Wonnacot. 1981. "Regression A second Course in

Statistic". Canada. John Wiley and Sons, Inc.

Makridakis Spyros, Wheel Wright Steven C, Wheelwright, Victor E. Mc Gee. 1993."Metode dan Aplikasi Peramalan". Edisi Ke-2. Jakarta: Erlangga. Purwanto, Suharyadi. 2007. "Statistika Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern". Edisi

ke-2. Jakarta: Salemba Empat.

Ritonga Abdul Rahman. 1983. "Statistik Terapan Untuk Penelitian". Jakarta: LPFEI. UI Soejati, Zanzawi. 1987. "Analisis Runtun Waktu". Jakarta: Penerbit Kanunika Universitas

terbuka.

Sudjana. 1996. "Metode Statistika". Bandung: Tarsito

Vandaele, Walter. 1983. "Aplied Time Series and Box–Jenkins Models". Florida: Academic Press Inc.

Wei, W.S William. 1990. "Univariate and Multivariate Methods". California. Addison Wesley Publishing Company, Inc.