1.4 Tinjauan Pustaka
Jani Raharjo, I Nyoman Sutapa 2002 dalam jurnalnya menuliskan bahwa didalam penerapan
Analytical Hierarchy Process
AHP untuk pengambilan keputusan dengan
banyak kriteria yang bersifat subyektif, seringkali seorang pengambil keputusan dihadapkan pada suatu permasalahan yang sulit didalam penentuan bobot setiap
kriteria. Untuk menangani kelemahan AHP ini diperlukan suatu metode yang lebih memperhatikan keberadaan kriteria-kriteria yang bersifat subyektif. Salah satu metode
pendekatan yang sering dipakai adalah konsep
fuzzy.
Ulrich dan Eppinger 2001 mengatakan bahwa pemilihan konsep merupakan kegiatan di mana berbagai konsep dianalisis dan secara berturut-turut dieliminasi
untuk mengidentifikasi konsep yang paling menjanjikan. Proses ini biasanya membutuhkan beberapa iterasi dan mungkin diajukannya tambahan penyusunan dan
perbaikan konsep. Febransyah 2006 mengatakan bahwa apa yang sudah diperoleh pada satu
tahapan proses masih dapat berubah karena ketidakpastian yang bersumber dari ketidaktepatan dalam mengidentifikasi oportunitas produk. Kemampuan tim
pengembang produk untuk mengenali oportunitas produk akan sangat menentukan kesuksesan dari konsep produk yang dikembangkan.
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan pilihan konsep produk terbaik dari sejumlah konsep dengan menggunakan pendekatan
fuzzy
-AHP berdasarkan sejumlah kriteria dan alternatif. Tulisan ini juga membahas penyelesaian dengan menggunakan
Metode AHP dengan tujuan membandingkannya dengan Metode
fuzzy-
AHP.
1.6 Manfaat Penelitian
Tulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam pengambilan keputusan khususnya dalam pemilihan konsep produk dimana kondisi yang dihadapi
berupa kompleksitas dan ketidakpastian.
Universitas Sumatera Utara
1.7 Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a.
Melakukan studi yang berhubungan dengan AHP,
fuzzy-
AHP, dan pengembangan konsep produk dari internet berupa jurnal, artikel, dan dari
buku. b.
Mengerjakan contoh permasalahan dalam pemilihan konsep produk dengan pendekatan Metode AHP dan
fuzzy
-AHP. c.
Penarikan kesimpulan, yakni konsep produk mana yang terbaik untuk dikembangkan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Analytic Hierarchy Process
AHP
Analytic Hierarchy Process
AHP adalah salah satu metode khusus dari
Multi Criteria Decision Making
MCDM yang diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty. AHP sangat berguna sebagai alat dalam analisis pengambilan keputusan dan telah banyak
digunakan dengan baik dalam berbagai bidang seperti peramalan, pemilihan karyawan, pemilihan konsep produk, dan lain-lain.
Pada dasarnya, metode AHP memecah-mecah suatu situasi yang kompleks dan tak terstruktur ke dalam bagian-bagian komponennya. Kemudian menata bagian atau
variabel ini dalam suatu susunan hirarki dan memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya setiap variabel. Setelah itu
mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi
tersebut. Saaty, 1993
2.1.1 Landasan Aksiomatik
AHP memiliki landasan aksiomatik yang terdiri dari: a.
Resiprocal Comparison
, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A
adalah
k
kali lebih penting dari pada B maka B adalah
1k
kali lebih penting dari A.
Universitas Sumatera Utara
b.
Homogenity
, yaitu
mengandung arti
kesamaan dalam
melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan
bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.
c.
Dependence
, yang berarti setiap
level
mempunyai kaitan
complete hierarchy
walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna
incomplete hierarchy
. d.
Expectation
, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data
kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.
2.1.2 Prinsip Dasar AHP
Dalam menyelesaikan persoalan dengan Metode AHP, ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami, yakni:
a.
Decomposition
prinsip menyusun hirarki Pengertian
decomposition
adalah memecahkan atau membagi problem yang utuh menjadi unsur
–unsurnya ke dalam bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk
mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan
beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai
complete
dan
incomplete
. Suatu hirarki keputusan disebut
complete
jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya
Gambar 2.1, sementara pada hirarki keputusan
incomplete
tidak semua unsur pada masing-masing jenjang mempunyai hubungan. Pada umumnya
problem nyata mempunyai karakteristik struktur yang
incomplete
.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Struktur Hirarki AHP
Complete
b.
Comparative Judgement Comparative Judgement
dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan
tingkatan di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen-elemennya. Hasil dari
penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks
pairwise comparison
yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1
yang menunjukkan tingkat yang paling rendah
equal importance
sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi
extreme importance
. c.
Synthesis of Priority Synthesis of Priority
dilakukan dengan menggunakan
eigen vector method
untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur-unsur pengambilan keputusan. d.
Logical Consistency Logical Consistency
merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengagresikan seluruh
eigen vector
yang diperoleh dari berbagai tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu
vector composite
tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.
Objektif
Kriteria 2 Kriteria 1
Kriteria
i
Alternatif 2 Alternatif 1
Alternatif
j
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Tahapan-tahapan AHP
Tahapan-tahapan pengambilan keputusan dengan Metode AHP adalah sebagai berikut:
a. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
b. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan kriteria-kriteria, sub kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin di
ranking
. c.
Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan
atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau
judgement
dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
d. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam
matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom. e.
Menghitung nilai
eigen vector
dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten pengambil data preferensi perlu diulangi. Nilai
eigen vector
yang dimaksud adalah nilai
eigen vector
maximum yang diperoleh dengan menggunakan
matlab
maupun manual. f.
Mengulangi langkah c, d, dan e untuk seluruh tingkat hirarki. g.
Menghitung
eigen vector
dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai
eigen vector
merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan dan penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai
pencapaian tujuan. h.
Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan
CR
0,100 maka penilaian harus diulang kembali.
2.1.4 Menetapkan Prioritas
Langkah pertama dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu persoalan keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan
pairwise comparison
, yaitu elemen-elemen dibandingkan secara berpasangan terhadap suatu kriteria yang
Universitas Sumatera Utara
ditentukan. Perbandingan berpasangan ini dipresentasikan dalam bentuk matriks. Skala yang digunakan untuk mengisi matriks ini adalah 1 sampai dengan 9 skala
Saaty dengan penjelasan pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1 Skala untuk Perbandingan Berpasangan
Intensitas Kepentingan Defenisi
1
Equally important
sama penting 3
Moderately more important
sedikit lebih penting 5
Strongly more important
lebih penting 7
Very strongly more important
sangat penting 9
Extremely more important
mutlak lebih penting 2, 4, 6, 8
Intermediate values
nilai yang berdekatan
Setelah keseluruhan proses perbandingan berpasangan dilakukan, maka bentuk matriks perbandingan berpasangannya adalah seperti pada Tabel 2.2. Apabila dalam
suatu subsistem operasi terdapat
n
elemen operasi yaitu
A
1
,
A
2
,…,
A
n
maka hasil perbandingan dari elemen-elemen operasi tersebut akan membentuk matriks
A
berukuran
n
×
n
sebagai berikut:
Tabel 2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan
A
1
A
2
A
n
A
1
1
a
12
a
1
n
A
2
a
21
1
a
2
n
A
n
a
n
1
a
n
2
1
Universitas Sumatera Utara
Matriks
A
n
×
n
merupakan matriks
reciprocal
yang diasumsikan terdapat
n
elemen yaitu
w
1
,
w
2
,…,
w
n
yang akan dinilai secara perbandingan. Nilai perbandingan secara berpasangan antara
w
i
dan
w
j
yang dipresentasikan dalam sebuah matriks , dengan
i, j =
1, 2,…,
n
, sedangkan
a
ij
merupakan nilai matriks hasil perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan
A
i
terhadap
A
j
bersangkutan sehingga diperoleh matriks yang dinormalisasi. Untuk
i = j
, maka nilai
a
ij
= 1 diagonal matriks, atau apabila antara elemen operasi
A
i
dengan
A
j
memiliki tingkat kepentingan yang sama maka
a
ij
=
a
ji
=
1. Data dari matriks perbandingan berpasangan ini merupakan dasar untuk menyusun vektor prioritas dalam AHP. Bila
vektor pembobotan elemen-elemen operasi dinyatakan dengan
W
, dengan
W = w
1
,
w
2
,…,
w
n
, maka intensitas kepentingan elemen operasi
A
1
terhadap
A
2
adalah , sehingga matriks perbandingan berpasangan dapat dinyatakan sebagai berikut:
Tabel 2.3 Matriks Perbandingan Intensitas Kepentingan Elemen Operasi
A
1
A
2
A
n
A
1
A
2
A
n
Berdasarkan matriks perbandingan berpasangan tersebut dilakukan normalisasi dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menjumlahkan nilai setiap kolom dalam matriks perbandingan berpasangan:
, untuk
i, j
= 1, 2,…,
n
. b.
Membagi nilai
a
ij
pada setiap kolom dengan jumlah nilai pada kolom: ,untuk
i, j
= 1, 2,…,
n
.
Universitas Sumatera Utara
c. Menjumlahkan semua nilai setiap baris dari matriks yang telah dinormalisasi
dan membaginya dengan elemen tiap baris. Hasil pembagian tersebut menunjukkan nilai prioritas untuk masing-masing elemen.
2.1.5 Konsistensi
Dalam penilaian perbandingan berpasangan sering terjadi ketidakkonsistenan dari pendapat preferensi yang diberikan oleh pengambil keputusan. Konsistensi dari
penilaian berpasangan tersebut dievaluasi dengan menghitung
Consistency Ratio CR
. Saaty menetapkan apabila
CR
≤ 0,1, maka hasil penilaian tersebut dikatakan konsisten. Formulasi untuk menghitung adalah:
. Dimana,
CI = Consistency Indeks
Indeks Konsistensi dan
RI = Random Consistency Index
. Formula
CI
adalah: ; dimana
max
= nilai maksimum dari
eigen value
berordo
n
.
Eigen value
maksimum didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian matriks perbandingan dengan
eigen vector
utama vektor prioritas dan membaginya dengan jumlah elemen. Nilai
CI
tidak akan berarti bila tidak terdapat acuan untuk menyatakan apakah
CI
menunjukkan suatu matriks yang konsisten atau tidak konsisten. Saaty mendapatkan nilai rata-rata
Random Index RI
seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.4 Tabel Nilai Random Indeks RI
Ordo Matriks
1,2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
RI
0,52 0,89 1,11 1,25 1,35 1,4 1,45 1,49 1,51 1,54 1,56
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Defenisi. Misalkan
A
adalah sebarang matriksbujur sangkar. Skalar disebut sebagai
nilai eigen dari
A
jika terdapat vektor kolom bukan-nol
v
sedemikian rupa sehingga:
Sebarang vektor yang memenuhi hubungan ini disebut sebagai vektor eigen dari
A
yang termasuk dalam nilai eigen .
Dicatat bahwa setiap kelipatan skalar
kv
dari vektor eigen
v
yang termasuk dalam juga adalah vektor eigen karena:
Untuk mencapai nilai eigen dari matriks
A
yang berukuran
n × n,
maka dapat ditulis pada persamaan berikut:
Atau secara ekuivalen: Agar
menjadi nilai eigen, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan ini. Akan tetapi, persamaan di atas akan mempunyai pemecahan tak nol jika dan hanya
jika:
Ini dinamakan persamaan karakteristik
A
, skalar yang memenuhi persamaan ini adalah nilai eigen dari
A.
Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen
A
i
terhadap elemen
A
j
adalah
a
ij
, maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni . Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor
. Nilai
menyatakan bobot kriteria
A
n
terhadap keseluruhan set kriteria pada subsistem tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Jika
a
ij
mewakili derajat kepentingan faktor
i
terhadap faktor
j
dan
a
ik
menyatakan derajat kepentingan dari faktor
j
terhadap faktor
k
, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan
i
terhadap faktor
k
harus sama dengan atau
jika untuk semua
i, j, k
. Untuk suatu matriks konsisten dengan vektor
w
, maka elemen dapat ditulis:
Jadi, matriks konsistennya adalah:
Seperti yang diuraikan di atas, maka untuk
pairwise comparison matrix
diuraikan menjadi:
Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa:
Dengan demikian untuk matriks perbandingan berpasangan yang konsisten menjadi:
Persamaan tersebut ekuivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa
w
adalah eigen vektor dari matriks
A
dengan nilai eigen
n
. Perlu diketahui bahwa
n
merupakan dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut:
Tetapi pada prakteknya tidak dapat dijamin bahwa:
Salah satu penyebabnya yaitu karena unsur manusia
decision maker
tidak selalu dapat konsisten mutlak dalam mengekspresikan preferensi terhadap elemen-elemen
yang dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa penilaian yang diberikan untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hirarki dapat saja tidak konsisten
inconsistent
.
2.2 Himpunan
Fuzzy
Pada tahun 1965, Zadeh memodifikasi teori himpunan dimana setiap anggotanya memiliki derajat keanggotaan yang bernilai kontinu antara 0 dan 1. Himpunan ini
disebut dengan Himpunan Kabur
Fuzzy Set
. Himpunan
Fuzzy
didasarkan pada gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian hingga fungsi
tersebut akan mencakup bilangan real pada interval [0, 1]. Nilai keanggotaannya menunjukkan bahwa suatu item dalam semesta pembicaraan tidak hanya berada pada
0 atau 1, namun juga nilai yang berada diantaranya. Sedangkan dalam himpunan
crisp
, nilai keanggoataan hanya 2 kemungkinan yaitu 0 atau 1. Jika , maka nilai
yang berhubungan dengan
a
adalah 1. Namun, jika , maka nilai yang
berhubungan dengan
a
adalah 0.
Universitas Sumatera Utara
Misalkan diketahui klasifikasi sebagai berikut: MUDA
umur 35 tahun SETENGAH BAYA
35 ≤ umur ≤ 55 tahun TUA
umur 55 tahun Dengan menggunakan pendekatan
crisp
, amatlah tidak adil untuk menetapkan nilai SETENGAH BAYA. Pendekatan ini bisa saja dilakukan untuk hal-hal yang bersifat
diskontinu. Misalkan umur klasifikasi 55 tahun dan 56 tahun sangat jauh berbeda, umur 55 tahun termasuk SETENGAH BAYA, sedangkan umur 56 tahun sudah
termasuk TUA. Demikian pula untuk kategori TUA dan MUDA. Dengan demikian pendekatan
crisp
ini sangat tidak cocok untuk diterapkan pada hal-hal yang bersifat kontinu, seperti umur. Selain itu, untuk menunjukkan suatu unsur pasti termasuk
SETENGAH BAYA atau tidak, dan menunjukkan suatu nilai kebenaran 0 atau 1, dapat digunakan nilai pecahan, dan menunjuk 1 atau nilai yang dekat dengan 1 untuk
umur 45 tahun, kemudian perlahan menurun menuju ke 0 untuk umur dibawah 35 tahun dan diatas 55 tahun.
Terkadang kemiripan antara keanggotaan
fuzzy
dengan probabilitas menimbulkan kerancuan. Keduanya memiliki interval [0, 1], namun interpretasi
nilainya sangat berbeda. Keanggotaan
fuzzy
memberikan suatu ukuran terhadap pendapat atau keputusan, sedangkan probabilitas mengindikasikan proporsi terhadap
keseringan suatu hasil bernilai besar dalam jangka panjang. Kusumadewi, 2004
2.2.1 Fungsi Keanggotaan
Fungsi keanggotaan
membership function
adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya sering juga disebut
dengan derajat keanggotaan yang memiliki interval antara 0 sampai 1. Atau dapat dinotasikan sebagai berikut :
Untuk
x
maka
µ
A
x
adalah derajat keanggotaan
x
dalam
A.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Bilangan
Fuzzy
Triangular
Fungsi keanggotaannya adalah sebagai berikut:
Berikut akan ditampilkan gambar bilangan
fuzzy
segitiga Triangular:
µ
A
x
1
a -
β
a a
+ β
x
Gambar 2.2 Bilangan
Fuzzy
Triangular
2.2.3 Bilangan
Fuzzy
Trapezoidal
Fungsi keanggotaannya adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Berikut akan ditampilkan gambar bilangan
fuzzy
trapezoidal:
µ
A
x
1
a
– β
a b
a
+ β
x
Gambar 2.3 Bilangan
Fuzzy
Trapezoidal
2.2.4 Himpunan Penyokong
Support Set
Terkadang bagian tidak nol dari suatu himpunan
fuzzy
ditampilkan dalam domain. Sebagai contoh, domain untuk BERAT adalah 40 kg hingga 60 kg, namun kurva yang
ada dimulai dari 42 kg hingga 60 kg. Daerah ini disebut dengan himpunan penyokong
support set
. Hal ini penting untuk menginterpretasikan dan mengatur daerah
fuzzy
yang dinamis.
2.2.5 Nilai Ambang Alfa-Cut
Salah satu teknik yang erat hubungannya dengan himpunan penyokong adalah himpunan level-
alfa α-
cut
. Level-alfa ini merupakan nilai ambang batas domain yang didasarkan pada nilai keanggotaan untuk tiap-tiap domain. Himpunan ini berisi
semua nilai domain yang merupakan bagian dari himpunan
fuzzy
dengan nilai keanggota
an lebih besar atau sama dengan α.
Universitas Sumatera Utara
2.2.6 Operasi-operasi pada Himpunan
Fuzzy
Seperti halnya himpunan konvensional, ada beberapa operasi yang didefenisikan secara khusus untuk mengkombinasi dan memodifikasi himpunan
fuzzy
. Berikut ini ada beberapa operasi logika
fuzzy
yang didefinisikan oleh Zadeh, yaitu: Interseksi
: Union
: Komplemen :
Karena himpunan
fuzzy
tidak dapat dibagi dengan tepat seperti halnya dalam himpunan
crisp
, maka operasi-operasi ini diaplikasikan pada tingkat keanggotaan. Suatu elemen dikatakan menjadi anggota himpunan
fuzzy
jika: a.
Berada pada domain himpunan tersebut. b.
Nilai kebenaran keanggotaannya ≥ 0. c.
Berada di atas ambang α-
cut
yang berlaku. Untuk interval [a, b] dan [d, e], maka operasi aritmetik untuk bilangan
fuzzy
adalah: a.
Penjumlahan : [
a, b
] + [
d, e
] = [
a + d, b + e
] b.
Perkalian : [
a, b
] . [
d, e
] = [
min ad, ae, bd, be
,
max ad, ae, bd, be
] c.
Pembagian : [
a, b
] [
d, e
] = [
min ad, ae, bd, be
,
max ad, ae, bd, be
]
2.3
Fuzzy-Analytic Hierarchy Process
FAHP
Pada dasarnya langkah-langkah dalam Metode
fuzzy-
AHP adalah hampir sama dengan Metode AHP. Penggunaan AHP dalam problem
Multi Criteria Decision Making
MCDM sering dikritisi sehubungan dengan kurang mampunya pendekatan ini untuk mengatasi faktor ketidakpresisian yang dialami oleh pengambil keputusan ketika
harus memberikan nilai yang pasti dalam
pairwise comparison.
Untuk menangani ketidakpresisian ini diajukan dengan menggunakan teori
fuzzy set
. Tidak seperti dalam metode AHP orisinil yang menggunakan skala 1-9 dalam
pairwise comparison
,
fuzzy
Universitas Sumatera Utara
AHP menggunakan
fuzzy numbers
. Dengan kata lain
fuzzy-
AHP adalah metode analisis yang dikembangkan dari Metode AHP orisinil.
Dalam pendekatan
fuzzy
AHP digunakan
Triangular Fuzzy Number
TFN atau Bilangan
Fuzzy
Segitiga BFS untuk proses
fuzzyfikasi
dari matriks perbandingan yang bersifat
crisp.
Data yang kabur akan dipresentasikan dalam TFN. Setiap fungsi keanggotaan didefenisikan dalam 3 parameter yakni,
l, m,
dan
u,
dimana
l
adalah nilai kemungkinan terendah,
m
adalah nilai kemungkinan tengah dan
u
adalah nilai kemungkinan teratas pada interval putusan pengambil keputusan. Nilai
l, m,
dan
u
dapat juga ditentukan oleh pengambil keputusan itu sendiri. Tulisan ini mengajukan tiga parameter bilangan
fuzzy
untuk merepresentasikan skala Saaty 1-9 sesuai dengan tingkat kepentingannya, yakni Alias, 2009:
Bilangan kabur
segitiga TFN
dapat menunjukkan
kesubjektifan perbandingan berpasangan atau dapat menunjukkan derajat yang pasti dari kekaburan
ketidakpastian. Dalam hal ini variabel linguistik dapat digunakan oleh pengambil keputusan untuk merepresentasikan kekaburan data seandainya ada ketidaknyamanan
dengan TFN. TFN dan variabel linguistiknya sesuai dengan skala Saaty ditunjukkan pada tabel berikut Alias, 2009:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Tabel Fungsi Keanggotaan Bilangan
Fuzzy
Defenisi Skala Saaty
TFN
Equally important
sama penting
1 1, 1, 1
Moderately more important
sedikit lebih penting
3 2, 3, 4
Strongly more important
lebih penting 5
4, 5, 6
Very strongly more important
sangat penting
7 6, 7, 8
Extremely more important
mutlak lebih penting
9 9, 9, 9
Intermediate Values
nilai yang berdekatan 2, 4, 6, 8
1, 2, 3, 3, 4, 5, 5, 6,7 dan 7, 8, 9
Untuk melakukan prioritas lokal dari matriks
fuzzy pairwise comparison
sudah banyak metode yang dikembangkan oleh para ahli sebelumnya. Dengan mengkombinasikan
prosedur AHP dengan operasi aritmetik untuk bilangan
fuzzy
, prioritas lokal dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut Febransyah, 2006:
Universitas Sumatera Utara
Dimana
g
i
= goal set i =
1, 2, 3, …,
n
= bilangan kabur segitiga
j =
1, 2, 3, ... ,
m
Yang memuat persamaan-persamaan berikut:
Dan
Perhatikan urutan
l, m, u
, bahwa letak
l
selalu berada di bagian kiri,
m
berada di tengah dan
u
berada di bagian kanan. Dan
l m u
, sehingga persamaan 3 menjadi:
Sehingga persamaan 1 menjadi:
Untuk:
l
= nilai batas bawah kemungkinan terendah
m =
nilai yang paling menjanjikan kemungkinan tengah
u =
nilai batas atas kemungkinan teratas Dimana operasi aritmetik untuk bilangan
fuzzy
dapat dilihat dari persamaan berikut: 1.
2. 6
Universitas Sumatera Utara
3. Sedangkan prioritas global diperoleh dengan mengalikan bobot setiap kriteria
w
j
dengan nilai evaluasi. Persamaan dapat dituliskan sebagai berikut: 7
Dimana
v
ij
adalah prioritas lokal untuk alternatif
i
relatif terhadap kriteria
j
. Nilai
defuzzyfikasi
diperoleh dengan cara
defuzzifying
terhadap prioritas global. Untuk TFN , nilai
defuzzyfikasi
nya dapat diperoleh dari persamaan berikut:
Dimana:
DP
i
= nilai
defuzzyfikasi
= bilangan
fuzzy
segitiga dari prioritas global Nilai
defuzzyfikasi
dinormalkan dengan membaginya dengan nilai penjumlahan semua nilai
defuzzyfikasi
.
2.4 Proses Pengembangan Produk
Kesuksesan ekonomi sebuah perusahaan tergantung pada kemampuan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan, kemudian secara tepat menciptakan produk
yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan biaya yang rendah. Hal ini bukan merupakan tanggung jawab bagian pemasaran atau bagian desain, melainkan
tanggung jawab yang melibatkan banyak fungsi dalam suatu perusahaan, sehingga membentuk suatu tim gabungan dari berbagai fungsi untuk bekerja sama dalam proses
pengembangan produk. Pengembangan produk merupakan serangkaian aktivitas yang dimulai dari analisis persepsi dan peluang pasar, kemudian diakhiri dengan tahap
produksi, penjualan dan pengiriman produk. Salah satu cara berpikir tentang pengembangan produk adalah sebagai kreasi
pendahuluan dari sekumpulan alternatif konsep produk dan kemudian mempersempit
Universitas Sumatera Utara
alternatif-alternatif dan menambah spesifikasi produk sehingga produk dapat diandalkan dan diproduksi ulang dalam sistem produksi. Konsep adalah uraian dari
bentuk, fungsi, dan tampilan suatu produk dan biasanya dibarengi dengan sekumpulan spesifikasi, analisis produk-produk pesaing serta pertimbangan ekonomis proyek.
Konsep produk adalah perkiraan gambaran dari teknologi, prinsip kerja dan bentuk dari produk. Konsep produk yang dimaksud merupakan gambaran singkat bagaimana
produk dapat memuaskan kebutuhan pelanggan yang biasanya diekspresikan sebagai sebuah sketsa model atau bentuk dari produk. Sebagai catatan, kebanyakan fase
pengembangan didefenisikan berdasarkan keadaan produk, meskipun proses produksi dan rencana pemasaran, yang merupakan
output-output
berwujud yang lain, juga turut berproses mengikuti kemajuan pengembangan. Enam fase dalam proses
pengembangan secara umum adalah: a.
Fase 0: Perencanaan Produk Kegiatan perencanaan sering dirujuk sebagai “
zerofase
” karena kegiatan ini mendahului persetujuan proyek dan proses peluncuran pengembangan produk
aktual. b.
Fase 1: Pengembangan Konsep Pada fase pengembangan konsep, kebutuhan pasar target diidentifikasi,
alternatif konsep-konsep produk dibangkitkan dan dievaluasi, dan satu atau lebih konsep dipilih untuk pengembangan dan percobaan lebih jauh.
c. Fase 2: Perancangan Tingkatan Sistem
Fase perancangan tingkatan sistem mencakup defenisi arsitektur produk dan uraian produk menjadi subsistem-subsistem serta komponen-komponen.
d. Fase 3: Perancangan Detail
Fase perancangan detail mencakup spesifikasi lengkap dari bentuk, material, dan toleransi-toleransi dari seluruh komponen unik pada produk dan
identifikasi seluruh komponen standar yang dibeli dari pemasok. e.
Fase 4: Pengujian dan Perbaikan Fase pengujian dan perbaikan melibatkan kontruksi dan evaluasi dari
bermacam-macam versi produksi awal produk.
Universitas Sumatera Utara
f. Fase 5: Produksi Awal
Pada fase produksi awal, produk dibuat dengan menggunakan sistem produksi yang sesungguhnya. Tujuan dari produksi awal ini adalah untuk melatih tenaga
kerja dalam memecahkan permasalahan yang mungkin timbul pada proses produksi sesungguhnya. Peralihan dari produksi awal menjadi produksi
sesungguhnya biasanya tahap demi tahap. Pada beberapa titik pada masa peralihan ini, produk diluncurkan dan mulai disediakan untuk didistribusikan.
Inti dari pengembangan poduk adalah pengembangan konsep. Fase pengembangan konsep membutuhkan integrasi yang sangat baik di antara fungsi-
fungsi yang berbeda pada tim pengembangan. Proses pengembangan konsep mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Identifikasi kebutuhan pelanggan
Sasaran kegiatan ini adalah untuk memahami kebutuhan konsumen dan mengkomunikasikannya secara efektif kepada tim pengembangan.
Output
dari langkah ini adalah sekumpulan pernyataan kebutuhan pelanggan yang tersusun
rapi, diatur dalam hirarki, dengan bobot-bobot kepentingan untuk tiap kebutuhan. Tujuan identifikasi kebutuhan pelanggan adalah:
1. Meyakinkan bahwa produk telah difokuskan terhadap kebutuhan
konsumen. 2.
Mengidentifikasikan kebutuhan pelanggan yang tersembunyi dan tidak terucapkan
latent needs
seperti halnya kebutuhan yang eksplisit. 3.
Menjadi basis untuk menyusun spesifikasi produk. 4.
Menjamin tidak adanya kebutuhan konsumen penting yang terlupakan. 5.
Menanamkan pemahaman yang sama mengenai kebutuhan pelanggan di antara anggota tim pengembangan.
b. Penetapan spesifikasi target
Spesifikasi memberikan uraian yang tepat mengenai bagaimana produk bekerja. Spesifikasi merupakan terjemahan dari kebutuhan pelanggan menjadi
kebutuhan secara teknis.
Output
dari langkah ini adalah suatu daftar spesifikasi target yang terdiri dari suatu metrik besaran, serta nilai-nilai batas dan ideal
untuk besaran tersebut.
Universitas Sumatera Utara
c. Penyusunan konsep
Sasaran penyusunan konsep adalah menggali lebih jauh area konsep-konsep produk yang mungkin sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Penyusunan
konsep mencakup gabungan dari penelitian eksternal, proses pemecahan masalah secara kreatif oleh tim dan penelitian sistematis dari bagian-bagian
solusi yang dihasilkan oleh tim. Hasil dari kegiatan ini biasanya terdiri dari 10 sampai 20 konsep.
d. Pemilihan konsep
Pemilihan konsep merupakan kegiatan di mana berbagai konsep dianalisis dan secara berturut-turut dieliminasi untuk mengidentifikasi konsep yang paling
menjanjikan. Proses ini biasanya membutuhkan beberapa iterasi dan mungkin diajukannya tambahan penyusunan dan perbaikan konsep.
e. Pengujian konsep
Satu atau lebih konsep diuji untuk mengetahui apakah kebutuhan pelanggan telah
terpenuhi, memperkirakan
potensi pasar
dari produk,
dan mengidentifikasi beberapa kelemahan yang harus diperbaiki selama proses
pengembangan selanjutnya. f.
Penentuan spesifikasi akhir Spesifikasi target yang telah ditentukan diawal proses ditinjau kembali setelah
proses dipilih dan diuji. Pada tahap ini, tim harus konsisten dengan nilai-nilai besaran spesifik yang mencerminkan batasan-batasan pada konsep produk itu
sendiri, batasan-batasan yang diidentifikasi melalui pemodelan secara teknis, serta pilihan antara biaya dan kinerja.
g. Perencanaan proyek
Pada kegiatan akhir pengembangan konsep ini, tim membuat suatu jadwal pengembangan secara rinci, menentukan strategi untuk meminimisasi waktu
pengembangan, dan mengidentifikasi sumber daya yang digunakan untuk menyelesaikan proyek.
h. Analisis ekonomi
Tim pengembang sering didukung oleh analis keuangan untuk membuat model ekonomis untuk produk baru. Analisis ekonomi digunakan uuntuk memastikan
kelanjutan program pengembangan menyeluruh dan memecahkan tawar-
Universitas Sumatera Utara
menawar spesifik,
misalnya antara
biaya manufaktur
dan biaya
pengembangan. i.
Analisa produk-produk pesaing Pemahaman pengenai produk-produk pesaing adalah penting untuk
menentukan posisi produk baru yang berhasil dan dapat menjadi sumber ide yang kaya untuk rancangan produk dan proses produksi.
j. Pemodelan dan pembuatan prototype
Pemodelan dan pembuatan proptotipe mencakup model pembuktian konsep, yang akan membantu tim pengembangan dalam menunjukkan kelayakan
model “hanya bentuk” dapat ditunjukkan kepada pelanggan untuk mengevaluasi keergonomisan dan gaya, sedangkan model lembar kerja adalah
untuk pilihan teknis. Ulrich, 2001
2.5 Pemilihan Konsep Produk Sebagai Bagian Penting dari Proses