Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa ada 16 aitem yang memiliki kualitas yang baik dan siap pakai untuk dijadikan alat tes inteligensi. Sementara
itu, 4 aitem yang memiliki kualitas yang kurang baik sebagai tes inteligensi, meskipun tidak ada yang memiliki harga d 0,2. 4 aitem yang kurang baik
tersebut disarankan untuk revisi, yaitu aitem nomor 77, 93, 94, dan 96.
3. Analisis Indeks Reliabilitas Subtes RA
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa nilai koefisien reliabilitas subtes RA sebesar 0,851. Hal ini berarti variasi skor tampak subjek pada subtes
RA mampu mencerminkan 85 dari variasi yang terjadi pada skor murni subjek yang bersangkutan. Dengan kata lain, hanya 15 variasi skor tampak disebabkan
oleh eror atau kesalahan. Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas subtes RA belum cukup
memuaskan jika dikaitkan bahwa subtes RA merupakan salah satu perangkat tes inteligensi. Hal ini didasari pada pernyataan Murphy Davidshofer 2003
bahwa untuk tes inteligensi, nilai estimasi reliabilitas dianggap baik jika koefisien reliabilitas ≥ 0,90. Berdasarkan hal tersebut dan subtes RA pada IST sebagai tes
inteligensi maka subtes RA dapat dikatakan memiliki nilai reliabilitas kurang baik atau subtes RA kurang dapat dipercaya sebagai alat tes inteligensi karena
memiliki nilai koefisien reliabilitas 0,9.
4. Analisis Validitas Konstrak Subtes RA
Subtes RA dirancang oleh Rodolf Amthauer untuk mengukur aspek inteligensi yang berhubungan dengan kemampuan berpikir praktis dalam
berhitung, berpikir induktif,
reasoning
, dan kemampuan mengambil kesimpulan. 69
Berdasarkan hasil analisis dengan mengkorelasikan subtes RA dengan 8 subtes lainnya pada IST, diketahui bahwa RA memiliki korelasi yang paling tinggi, yaitu
0,999 dengan subtes ZR. Artinya, antara subtes RA dan ZR hanya 0,001 atau 0,1 persen saja yang tidak mengukur aspek yang sama. Padahal berdasarkan teorinya,
subtes RA tidak mengukur aspek inteligensi yang benar-benar sama secara keseluruhan dengan subtes ZR serta diungkap dengan dua metode yang berbeda
pula. Subtes ZR berfungsi untuk mengukur kemampuan berpikir teoritis dengan hitungan, berpikir induktif dengan angka-angka, serta kelincahan dalam berpikir.
Bila dilihat lebih lanjut dari fungsi ukurnya, subtes RA dan ZR memang sama-sama mengukur kemampuan berhitung dan berpikir induktif, namun subtes
RA lebih menekankan pada masalah praktis dan ZR masalah teoritis. Selain itu, subtes RA mengukur kemampuan dalam mengambil kesimpulan sedangkan
subtes ZR tidak, subtes ZR mengukur fleksibilitas dalam berpikir sedangkan subtes RA tidak. Berdasarkan hal tersebut, seharusnya subtes RA dan ZR tidak
berkorelasi secara sempurna, apalagi subtes ini diungkap dengan dua metode yang berbeda. Subtes RA dengan metode menyelesaikan permasalahan berhitung dalam
bentuk kalimat cerita dan subtes ZR diungkap melalui metode deret angka. Artinya, sekarang ini subtes RA dan ZR memiliki fungsi ukur yang sama,
sehingga dalam penggunaannya, subtes RA dan ZR dapat dipilih salah satunya saja, menggunakan subtes RA atau ZR.
Apabila dilihat lebih lanjut, hasil analisis validitas subtes RA dan ZR tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa korelasi antara dua tes yang
mengukur konstrak yang sama dan menggunakan dua metode yang berbeda akan 70
berkorelasi tinggi, tetapi tidak mendekati sempurna, karena korelasi yang mendekati sempurna hanya dimiliki oleh dua tes yang mengungkap konstrak yang
sama dan menggunakan metode yang sama pula Crocker Algina, 2005. Dilihat dari validitas diskriminannya, subtes RA tidak berdiskriminan
dengan 8 subtes lainnya, karena semua subtes memiliki koefisien validitas 0,3. Sehingga dapat dikatakan bahwa subtes-subtes pada IST mengukur aspek yang
sama dan tidak berfungsi sebagai
special factor
. Secara keseluruhan, korelasi antara subtes RA dengan 8 subtes lainnya
yang cukup tinggi, berkisar dari 0,417 sampai 0,999. Hal ini menunjukkan IST, khususnya subtes RA tidak lagi berfungsi sesuai dengan ketentuan dan tujuan IST
disusun. Amthauer menyatakan bahwa IST disusun berdasarkan teori faktor yang dinyatakan sebagai baterai tes dengan karakteristik memiliki korelasi yang rendah
antar subtesnya, yaitu r = 0,25. Namun antara satu subtes dengan lainnya ada yang saling berhubungan karena mengukur faktor yang sama
general factor
dan ada juga yang tidak berhubungan karena mengungkap faktor yang khusus
special factor
Polhaupessy dalam Diktat Kuliah IST UNPAD, 2009. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa IST, khususnya subtes RA
tidak lagi berfungsi sebagaimana tes ini disusun oleh Amthauer pada tahun 1953. Hal ini diperkirakan terjadi karena IST yang dimiliki oleh P3M Fakultas Psikologi
USU telah digunakan dalam waktu yang lama tanpa pernah mengalami revisi sehingga aitem-aitemnya tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Selain
itu hal ini juga mungkin terjadi karena kerahasiaan tes yang sulit dikontrol. Menurut Azwar 2005, pengujian validitas konstrak merupakan proses yang
71
berlangsung terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai konstrak atau trait yang diukur.
Berdasarkan analisis terhadap validitas konstrak subtes RA, secara keseluruhan diketahui bahwa subtes RA tidak hanya mengukur kemampuan
berpikir praktis dalam berhitung, berpikir induktif,
reasoning
, dan kemampuan mengambil kesimpulan karena subtes RA juga mengungkap fungsi ukur subtes
ZR. Selain itu, korelasi yang tinggi antar subtes menunjukkan IST, khususnya subtes RA tidak lagi berfungsi sebagai mana subtes ini disusun.
5. Analisis Karakteristik Psikometri Subtes RA