Analisis Indeks Kesukaran Aitem

Menurut Kumar 2009, angka untuk indeks kesukaran aitem sama dengan nomor aitem dalam tes tersebut. Artinya penyusunan aitem didasarkan pada indeks kesukarannya. Pernyataan ini didukung oleh Murphy Davidshofer 2003 yang menyarankan untuk menyusun aitem-aitem dalam tes secara sistematis, dengan menempatkan aitem-aitem berdasarkan taraf kesukarannya, mulai dari aitem yang paling mudah hingga yang paling sulit. Oleh karena itu, pola penyusunan aitem-aitem dalam tes sebaiknya dimulai dari aitem dengan harga p yang paling tinggi hingga aitem dengan harga p yang paling rendah.

b. Analisis Indeks Kesukaran Aitem

Azwar 2007 menyatakan bahwa taraf kesukaran yang terbaik bergantung pada tujuan dari tes tersebut. Untuk tes prestasi yang bertujuan untuk evaluasi formatif misalnya, tidak jarang diperlukan aitem-aitem dengan taraf kesukaran rendah atau aitem-aitem dengan harga p tinggi. Namun demikian untuk tes yang bertujuan untuk proses seleksi masuk, terlebih dalam tes masuk yang bertujuan untuk proses pendidikan atau pemilihan sebagian kecil calon karyawan, harus diusahakan tes yang memiliki harga p yang rendah atau aitem yang sulit, sehingga individu yang dinyatakan lulus selanjutnya adalah individu yang benar-benar memiliki atribut yang diukur. Lord dalam Murphy Davidshofer, 2003 menyatakan bahwa untuk tes seleksi karyawan, p akan dikatakan baik jika nilai p mendekati 0,2. Namun, jika tes dimaksud sebagai perangkat untuk memilih sebagian besar dari calon karyawan yang melamar, maka tes yang baik adalah yang mudah, yaitu rata-rata p-nya tinggi Suryabrata, 2005. 20 Pada dasarnya tes disusun untuk melihat perbedaan individu sehingga jika tidak ada seorang pun yang menjawab pertanyanan dengan benar, dalam artian soal sangat susah p = 0 bahkan sebaliknya jika soal sangat gampang sehingga semua dapat menjawab pertanyaan dengan benar p= 1 tentu tujuan alat tes tidak dapat dipenuhi Murphy Davidshofer, 2003. Oleh karena itu harga p bergerak mulai dari 0 sampai dengan 1. Apabila dilihat lebih lanjut, harga p yang berada pada titik ekstremnya yaitu titik 0 atau 1 mengindikasikan bahwa aitem tersebut kurang berguna Azwar, 2007. Allen Yen dalam Lababa, 2008, mengkategorikan nilai p sebagai berikut: Tabel 1. Kategori Nilai p No. p Kategori 1 p 0,3 Sulit 2 0.3 p 0,7 Sedang 3 p 0,7 Mudah Umumnya pada penyusunan alat tes disarankan untuk menggunakan aitem dengan nilai p mendekati 0,5. Ketika tes disusun untuk pengukuran secara umum seperti inteligensi, aitem dengan nilai p mendekati 0,5 akan lebih baik dari pada aitem yang memiliki nilai p ekstrim. Jadi dalam analisis indeks kesukaran aitem, aitem dengan p mendekati 0,5 akan lebih optimal Murphy Davidshofer, 2003. Pada penelitian ini, IST merupakan salah satu tes inteligensi dan sering digunakan oleh P3M Fakultas Psikologi USU. Oleh karena itu, berdasarkan Murphy Davidshofer, 2003, p akan dikatakan baik jika nilai p mendekati 0,5, dan tidak mendekati 0 atau 1. Jika dihubungkan pada kategori Allen Yen dalam Lababa, 2008 maka p yang dianggap baik berada pada kategori sedang atau 0,3p0,7. 21

2. Indeks Diskriminasi Aitem a. Pengertian Indeks Diskriminasi Aitem