Lampiran Diktum Putusan Mahkamah Internasional mengenai GABCIKOVO-NAGYMAROS PROJECT (HUNGARIA/SLOWAKIA) 1977
Gambar II. Lampiran Diktum Putusan Mahkamah Internasional mengenai GABCIKOVO-NAGYMAROS PROJECT (HUNGARIA/SLOWAKIA) 1977
sumber: Reports of Judgements, Advisory Opinions and Ordes of Case Concerning the Gabcikovo-Nagymaros Project (Hungary v.Slovakia) 1977
Kemudian dari pada itu, berdasarkan putusan Mahkamah Internasional terlampir di atas dapat disimpulkan bahwa:
(1) Memperhatikan pasal 2 ayat (1) Perjanjian 1977,
A. Perihal Penundaan Pengerjaan Proyek Nagymaros. Mendapati bahwa Hungaria tidak berhak untuk menunda dan kemudian mengabaikan pengerjaan Nagymaros pada tahun 1989, yang merupakan bagian Proyek Gabcikovo dimana Perjanjian 16 September 1977 dan instrumen terkait menyandangkan tanggung jawabnya. Poin ini dikabulkan oleh empat belas hakim dan ditolak oleh satu hakim;
B. Perihal ‘Solusi Sementara’ oleh Cekoslowakia. Mendapati bahwa Cekoslowakia berhak untuk melanjutkan kepada ‘solusi sementara’ pada November 1991 seperti yang dijelaskan dalam persyaratan Perjanjian 1977. Poin ini dikabulkan oleh sembilan hakim dan ditolak oleh enam hakim lainnya;
C. Perihal Pengoperasian ‘Solusi Sementara’ oleh Cekoslowakia. Mendapati bahwa Cekoslowakia tidak berhak untuk mengoperasikan ‘solusi sementara’ tersebut pada Oktober 1992. Poin ini dikabulkan oleh sepuluh hakim dan ditolak oleh lima hakim lainnya;
Berdasarkan poin-poin putusan di atas dapat dianalisis bahwa pada bagian poin-poin ini hakim memutus dengan mempertimbangkan prinsip itikad baik dalam kerja sama internasional.
Dapat dilihat pada poin A bahwa Hungaria tidak berhak untuk menunda terlebih lagi mengabaikan pengerjaan proyek yang disepakati dalam Perjanjian
1977, dikarenakan proyek tersebut merupakan objek utama dalam kesepakatan yang melekatkan dari padanya kewajiban-kewajiban kepada para pihak yang telah disepakati bersama. Hungaria dalam hal ini mengabaikan kewajibannya dengan kata lain tidak mematuhi apa yang telah disepakati dala perjanjian, yang dalam artiannya adalah beritikad buruk dan gagal dalam melaksanakan prinsip pacta sunt servanda karena melakukan wanprestasi terhadap Perjanjian 1977.
Kemudian dalam poin B disebutkan bahwa Cekoslowakia berhak untuk melanjutkan proyek Gabcikovo-Nagymaros yang terhambat kepada ‘solusi sementara’, yakni Varian C. Cekoslowakia dalam hal ini tetap pada arus itikad baik dengan melaksanakan prestasi pada perjanjian, yakni melakukan opsi yang memang diatur demikian dalam Perjanjian 1977.
Selanjutnya dalam poin C, disebutkan bahwa Cekoslowakia tidak berhak untuk mengoperasikan Varian C pada Oktober 1992. Hal ini dikarenakan belum berhasilnya negosiasi terhadap persetujuan pengoperasian Varian C yang akan dibangun di teritorial perairan Hungaria. Bahkan pemerintah Hungaria menunjukkan ketidaksetujuannya dengan mengirim sebuah note verbale yang bertujuan untuk mengakhiri Perjanjian 1977. Hal ini menggambarkan bahwa Cekoslowakia melaksanakan tindakan unilateral tanpa persetujuan Hungaria dalam melaksanakan hak opsional yang diatur dalam Perjanjian 1977, padahal Hungaria juga merupakan pihak dalam Perjanjian 1977 yang patut dipertibangkan pandangannya. Dalam artian Cekoslowakia juga beritikad buruk.
D. Perihal Note Verbale dari Hungaria Kepada Slowakia. Mendapati bahwa pemberitahuan mengenai pengakhiran Perjanjian 1977 dan intrumen-instrumen terkait lainnya pada 19 Mei 1992 tidak memiliki pengaruh hukum apapun untuk mengehentikannya. Poin ini dikabulkan oleh sebelas hakim dan ditolak oleh empat hakim lainnya.
Dapat dianalisis dari poin di atas bahwa hakim menimbang merujuk pada pasal 59 ayat (1) huruf (a) VCLT, yang mana Perjanjian 1977 tersebut dianggap hapus karena adanya perjanjian lain mengenai pengakhiran Perjanjian 1977. Note Verbale yang dikirimkan pemerintah Hungaria kepada Cekoslowakia bukan merupakan sebuah perjanjian yang disepakati kedua belah pihak, melainkan hanya komunikasi diplomatik mengenai niat Hungaria untuk mengakhiri Perjanjian 1977.
(2) Memperhatikan pasal 2 ayat (2) dan pasal 5 Perjanjian 1977,
A. Perihal Slowakia Merupakan Pihak Dari Perjanjian 16 September 1977.
Mendapati bahwa Slowakia adalah negara penerus dari Cekoslowakia, dan telah menjadi pihak dari Perjanjian 16 September 1977 sejak 1 Januari 1993. Poin ini dikabulkan oleh dua belas hakim dan ditolak oleh tiga hakim lainnya;
B. Perihal Negosiasi Atas Dasar Itikad Baik Dalam Situasi Yang Berlaku. Mendapati bahwa Hungaria dan Slowakia harus bernegosiasi dengan itikad baik dalam situasi yang berlaku, dan harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan tercapainya tujuan Perjanjian 16 September 1977, sesuai dengan modalitas yang mereka setujui. Poin ini dikabulkan oleh tiga belas hakim dan ditolak oleh dua hakim lainnya;
C. Perihal Pengerjaan Proyek Berdasarkan Perjanjian 1977. Mendapati bahwa kecuali jika para pihak telah menyetujui sebaliknya, pengerjaan bersama tersebut harus diadakan sesuai dengan Perjanjian 16 September 1977. Poin ini dikabulkan oleh tiga belas hakim dan ditolak oleh dua hakim lainnya;
Berdasarkan ketiga putusan di atas dapat dianalisis bahwa pada bagian poin-poin ini hakim memutus dengan mempertimbangkan prinsip itikad baik dan pacta sunt servanda dalam kerja sama internasional juga.
Mengenai Republik Slowakia sebagai suksesor tunggal atau negara penerus dari Cekoslowakia untuk melaksanakan Perjanjian 1977 dalam poin A telah disepakati bersama dalam kompromi (perjanjian mengenai kesepakatan bersama untuk menyelesaikan sengketa ke Mahkamah Internasional) dalam poin
pembukaan: 234 “Bearing in mind that the Slovak Republic is one of two successor States
od Czech and Slovak Federal Republic and the sole successor State in respect of rights and obligations relating to the Gabcikovo-Nagymaros Project.”
Hal tersebut di atas tidak semata-mata dapat dijadikan alasan pembenar bagi Hungaria untuk tidak mengakui Slowakia sebagai pihak dalam Perjanjian 1977 sehingga perjanjian tersebut berakhir. Dapat diartikan bahwa Hungaria dan Slowakia telah menyepakati hal tersebut sebelumnya dalam kompromi, sehingga kesepakatan tersebut harus dipatuhi dan diakui dengan itikad baik pula.
Case Concerning the Gabcikovo-Nagymaros Project (Hungary v. Slovakia), op.cit., para. 2, hal. 11
Negosiasi merupakan hal dan cara yang paling utama yang harus didahulukan jika timbulnya suatu permasalahan, karena negosiasi merupakan
penyelesain sengketa secara damai, 235 dalam poin B ditegaskan bahwa Hungaria dan Slowakia harus bernegosiasi dengan itikad baik dalam situasi timbulnya
sengketa dalam pengerjaan dan pengoperasian Proyek Gabcikovo-Nagymaros. Hungaria dan Slowakia dituntut untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan tercapainya tujuan Perjanjian 1977, sesuai dengan modalitas yang mereka setujui bersama anatara mereka.
Selanjutnya kembali pada itikad baik dalam mematuhi Perjanjian 1977 yang disepakati bersama, dalam poin C para pihak harus melaksanakan prestasi yakni pengerjaan terhadap investasi bersama terkait, sistem pintu air gabcikovo- Nagymaros. Tidak satupun dari para pihak boleh untuk beritikad buruk untuk tidak melaksanakan hal yang menjadi objek kesepakatan bersama yang paling utama dalam perjanjian, karena kedua belah pihak telah terikat dan harus mematuhi peraturannya yang dibuat oleh mereka sendiri. Hungaria dalam kasus ini tidak beritikad baik dengan menangguhkan dan mengabaikan pembangunan proyek berdasarkan hal yang tidak absah dan tidak disepakati bersama.
D. Perihal Kompensasi. Mendapati bahwa kecuali jika disepakati sebaliknya oleh para pihak, Hungaria harus membayar kompensasi kepada Slowakia atas kerusakan yang diderita oleh Cekoslowakia dan oleh Slowakia karena penangguhan dan pengabaian membayar kompensasi kepada Hungaria atas kerusakan yang
United Nations, Handbook on The peaceful Settlement Disputes between States, OLA/COD/2394, Sales No. E. 92.Vol. 7, (New York: United Nations Publication, 1992), hal. 9
Berdasarkan poin putusan di atas, dapat dianalisis bahwa hakim menimbang hal tersebut merujuk pada prinsip itikad baik dan the polluter-pays principle.
Hal ini menjadi hal yang lumrah karena akibat dari timbulnya sengketa ini timbul pula kerugian yang terjadi pada para pihak. Hakim dalam hal ini menjalankan perannya seadil mungkin, karena pada hakikatnya siapa yang menimbulkan kerugian pihak itu pula yang bertanggung jawab untuk membayar kompensasi terhadap kerugian tersebut. Begitu pula hal nya dari aspek lingkungan, siapa yang menimbulkan kerusakan pada lingkungan sehingga menimbulkan kerugian pula terhadap sektor-sektor lainnya, pihak itu pula yang harus membayar kompensasi terhadap akibat kerugian yang ditimbulkannya, mau itu kompensasi terhadap perbaikan lingkungan dan kompensasi terhadap sekto lainnya, contohnya ekonomi.
E. Perihal Perhitungan Konstruksi Berdasarkan Perjanjian 1977 Dan interumen terkait lainnya. Mendapati bahwa penyelesaian perhitungan atas konstruksi dan pengoperasian pengerjaan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang relevan dalam Perjanjian 16 September 1977 dan instrumen terkait, dengan mempertimbangkan tindakan-tindakan yang akan diambil oleh para pihak dalam E. Perihal Perhitungan Konstruksi Berdasarkan Perjanjian 1977 Dan interumen terkait lainnya. Mendapati bahwa penyelesaian perhitungan atas konstruksi dan pengoperasian pengerjaan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang relevan dalam Perjanjian 16 September 1977 dan instrumen terkait, dengan mempertimbangkan tindakan-tindakan yang akan diambil oleh para pihak dalam