Kepercayaan Pelanggan

2.5. Kepercayaan Pelanggan

Mancintosh and Lockskin (1997) mengemukakan definisi kepercayaan pelanggan sebagai keyakinan satu pihak dalam keandalan dan integritas mitra. Definisi kepercayaan pelanggan tersebut, menunjukan bahwa salah satu pihak percaya dan meyakini kehandalan dan integritas partner dalam pertukaran. Lau & Lee (1999) mengembangkan konsep kepercayaan pelanggan pada merek (brand in a trust) dimana “brand trust didefinisikan sebagai kesediaan pelanggan mempercayai atau mengandalkan merek dalam situasi risiko karena adanya harapan bahwa merek tersebut memberikan hasil positif”. Kepercayaan pelanggan pada merek di atas dikaitkan dengan kesediaan pelanggan menerima risiko dengan harapan pelanggan akan memperoleh nilai sesuai atau melebihi harapannya.

Customer Trust didefinisikan sebagai kepercayaan bahwa kata kata atau janji mitra dapat dipercaya dan mereka memenuhi kewajiban yang harus dilakukan dalam sebuah hubungan (Ndubisi, 2007). Kaitannya dengan relationship marketing, trust diproposisikan berkaitan positif dengan relationship marketing. Pendapat ini mengacu pada studi yang dilakukan oleh Too et al., (2000), Ndubisi (2007) yang menjelaskan bahwa semakin tinggi intensitas perusahaan melakukan strategi relationship marketing, semakin tinggi tingkat kepercayaan (trust) konsumen terhadap perusahaan

Konsumen memiliki kedaulatan untuk memutuskan produk mana yang hendak dibeli tanpa ada paksaan atau tuntunan dari pihak eksternal (Gronow, 2001). Namun demikian yang terjadi adalah nama besar merek seringkali menjadi satu-satunya sumber informasi konsumen dalam keputusan pembelian. Kondisi ini menunjukkan bahwa konsumen menjadi pihak yang lemah dalam proses pertukaran. Konsumen menjadi terbawa oleh arus informasi yang diciptakan oleh pemasar. Pada tahap tertentu, konsumen menjadi sangat pasif dan dengan mudah mempercayai semua informasi yang disampaikan pemasar. Kondisi ini membuat salah satu pihak dalam proses pertukaran menjadi tidak berdaya dan adanya kepercayaan akan menciptakan rasa aman dan kredibel sehingga mengurangi persepsi konsumen akan risiko dalam pertukaran. Perusahaan perlu menciptakan kondisi yang lebih stabil, lebih mudah saling memprediksi perilaku patner sehingga konsumen menjadi enggan untuk berganti penyedia produk (Turnbull et al. dalam Bennet dan Gabriel, 2001).

Morgan dan Hunt (1994) mendefinisikan kepercayaan sebagai suatu kondisi ketika salah satu pihak yang terlibat dalam proses pertukaran yakin dengan keandalan dan integritas pihak yang lain. Definsi Morgan dan Hunt sejalan dengan pendapat Moorman et al. (dalam Morgan dan Hunt, 1994) bahwa kepercayaan adalah kesediaan atau kerelaan untuk bersandar pada rekan yang terlibat dalam pertukaran yang diyakini. Kerelaan merupakan hasil dari sebuah keyakinan bahwa pihak yang terlibat dalam pertukaran akan Morgan dan Hunt (1994) mendefinisikan kepercayaan sebagai suatu kondisi ketika salah satu pihak yang terlibat dalam proses pertukaran yakin dengan keandalan dan integritas pihak yang lain. Definsi Morgan dan Hunt sejalan dengan pendapat Moorman et al. (dalam Morgan dan Hunt, 1994) bahwa kepercayaan adalah kesediaan atau kerelaan untuk bersandar pada rekan yang terlibat dalam pertukaran yang diyakini. Kerelaan merupakan hasil dari sebuah keyakinan bahwa pihak yang terlibat dalam pertukaran akan

Riset Costabile (1998) kepercayaan atau trust didefinisikan sebagai persepsi akan kehandalan dari sudut pandang konsumen didasarkan pada pengalaman, atau lebih pada urut- urutan transaksi atau interaksi yang dicirikan oleh terpenuhinya harapan akan kinerja produk dan kepuasan. Ciri utama terbentuknya kepercayaan adalah persepsi positif yang terbentuk dari pengalaman.

Beberapa riset berhasil menemukan hubungan kepercayaan antara konsumen dengan merek mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Delgado et al. (2003) mengindikasikan kepercayaan konsumen mempengaruhi kesetiaannya. Achroll (dalam Bennet dan Gabriel, 2001) berpendapat baahwa dalam dunia bisnis, kepercayaan antar perusahaan (buyer-seller) membantu dalam menentukan indikator-indikator yang berkaitan dengan kinerja seperti jangkauan pertukaran informasi, penyelesain masalah bersama, kepuasan atas hasil-hasil aktivitas yang telah dilakukan dan semakin besarnya motivasi dalam implementasi hasil-hasil keputusan. Adanya kepercayaan akan menciptakan rasa aman dan kredibel dan mengurangi persepsi konsumen akan resiko dalam pertukaran (Selnes, 1988 dalam Bennet dan Gabriel, 2001). Hal ini berhasil dibuktikan oleh Walter et al. (2000) dalam Bennet dan Gabriel (2001) tentang hubungan kepercayaan antar perusahaan. Walter et al. (2000) dalam Bennet dan Gabriel (2003) membuktikan bahwa kepuasan konsumen akan mempengaruhi kepercayaan konsumen dalam hubungan pertukaran industri.

Selanjutnya Luarn dan Lin (2003), mengemukakan bahwa kepercayaan adalah sejumlah keyakinan spesifik terhadap integritas (kejujuran pihak yang dipercaya dan kemampuan menepati janji), benevolence (perhatian dan motivasi yang dipercaya untuk bertindak sesuai dengan kepentingan yang mempercayai mereka), competency (kemampuan pihak yang dipercaya untuk melaksanakan kebutuhan yang mempercayai) dan predictability (konsistensi perilaku pihak yang dipercaya).

Swan and Nolan dalam Kennedy et al. (2002) kepercayaan pelanggan diukur melalui empat indikator yaitu: Dependability, honest, competence and likable. Indikator pertama pengukuran kepercayaan pelanggan pada perusahaan adalah dependability yaitu pelanggan menggantungkan harapan dan kepercayaannya pada janji disampaikan perusahaan melalui pesan iklan dan personal selling kepada pelanggan. Semakin tinggi pelanggan menggantungkan harapannya kepada perusahaan untuk mendapatkan nilai yang diharapkan berarti pelanggan mempercayai perusahaan. Demikian pula semakin tinggi pelanggan dapat menggantungkan harapannya pada karyawan terhadap perwujudan janji perusahaan

karyawan. Pelanggan

menggantungkan harapannya pada personil perusahaan dan karyawan karena komitmen untuk mewujudkan janji yang sampaikan kepada para pelanggan “apa yang dijanjikan adalah benar diwujudkan”. Indikator kedua pengukuran kepercayaan nasabah adalah (kejujuran) yang melekat pada personil perusahaan. Kejujuran dalam kontek perusahaan adalah kejujuran yang melekat pada manusianya dalam memberikan informasi dan layanan yang dibutuhkan para nasabah. Kejujuran personil (manusia) perusahaan dari sudut pandang nasabah sangat penting karena pelanggan mempercayai perusahaan karena manusia yang bekerja di dalamnya jujur dan transparan dalam melayani dan memberikan informasi yang dibutuhkan. “Kejujuran personil perusahaan dalam mengelola dan memberikan informasi yang dibutuhkan pelanggan merupakan salah satu indikator penting yang membuat pelanggan mempercayai perusahaan. Dalam usaha perbankan kejujuran karyawan menjadi faktor kunci yang menentukan kepercayaan nasabah pada karyawan dan berdampak pada kepercayaan pelanggan pada pada perusahaan. Indikator ketiga pengukuran kepercayaan pelanggan adalah competence yaitu “kompetensi perusahaan dan kompetensi karyawan. Pembahasan awal adalah kompetensi perusahaan yang menjadi keunggulan bersaing perusahaan dibanding perusahaan saingan. Misalnya profesionalisme staf, desain barang/jasa, cita rasa dari suatu produk, layanan unggul dan keunggulan teknologi. Indikator keempat pengukuran kepercayaan pelanggan pada perusahaan adalah likable (menyenangkan) yaitu sifat personil perusahaan dan karyawan yang menyenangkan para pelanggan. Pelanggan menyenangi staf perusahaan dan karyawan karena sopan berbicara, ramah berbusana rapi dan sifat suka membantu memecahkan masalah atau perhatian pelanggan yang berkaitan dengan produk/jasa yang telah dibeli”

Penelitian ini menggunakan (empat) Indikator dalam mengukur kepercayaan nasabah bank berdasarkan Swan and Nolan dalam Kennedy et al. (2002) yakni : (1). Dependability (2). honest, (3). competence and (4). Likable.