Pengaruh Antar Variabel

2.10. Pengaruh Antar Variabel

2.10.1. Pengaruh Kepuasan Terhadap Loyalitas

Vuuren, V, et al., (2011), dalam penelitianya mengkonfirmasi bahwa kepuasan pelanggan perlu perhatian khusus karena faktor kepuasan memiliki pengaruh terbesar terhadap loyalitas pelanggan. Loyalitas pelanggan dapat menyebabkan retensi pelanggan, yang akan menghasilkan profitabilitas yang lebih besar untuk bisnis dan berkelanjutan dimasa depan, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kiyani, mahmood (2012), Richard, Cinamoma (2013), yang mendukung bahwa kepuasan adalah prediktor kuat dari loyalitas pelanggan bisnis karena pelanggan yang menikmati kepuasan tinggi akan lebih bersedia menunjukkan pembelian ulang. Namun penelitian berbeda yang dilakukan oleh Zahara (2007), Ouyang (2010), mengkonfirmasi bahwa kepuasan tidak berpengaruh signifikan terhadap loyalitas nasabah, Hal ini mengindikasikan bahwa tinggi rendahnya kepuasan para nasabah tidak membawa dampak terhadap tinggi atau rendahnya loyalitas nasabah.

2.10.2. Pengaruh Kepercayaan Terhadap Loyalitas

Lau & Lee (1999) mengemukakan bahwa untuk memenangkan loyalitas pada pasar saat ini, pemasaran harus dilakukan dengan fokus pada membangun serta mempertahankan trust dalam hubungan antara konsumen dan merek. Dalam hal ini merek menjadi hal yang fokus karena merek merupakan perantara antara konsumen dengan perusahaan dan konsumen akan mengembangkannya menjadi loyalitas terhadap merek tersebut. Peran pentingnya kepercayaan di dalam menciptakan loyalitas juga didukung oleh Selnes (1998) yang menyatakan bahwa Lau & Lee (1999) mengemukakan bahwa untuk memenangkan loyalitas pada pasar saat ini, pemasaran harus dilakukan dengan fokus pada membangun serta mempertahankan trust dalam hubungan antara konsumen dan merek. Dalam hal ini merek menjadi hal yang fokus karena merek merupakan perantara antara konsumen dengan perusahaan dan konsumen akan mengembangkannya menjadi loyalitas terhadap merek tersebut. Peran pentingnya kepercayaan di dalam menciptakan loyalitas juga didukung oleh Selnes (1998) yang menyatakan bahwa

Sikap terhadap merek menurut Assael, H (2004) adalah kecenderungan yang dipelajari oleh konsumen untuk mengevaluasi merek dengan cara mendukung (positif) atau tidak mendukung (negatif) secara konsisten. Kepercayaan yang dimiliki oleh seorang konsumen terhadap sebuah merek membuat konsumen mempunyai sikap yang baik, seperti melakukan konsumsi dengan frekuensi dan volume yang semakin banyak serta melakukan konsumsi terhadap produk lain yang disediakan oleh perusahaan yang bersangkutan. Sikap yang baik dalam diri konsumen tersebut akan menciptakan niat dalam diri seseorang untuk menjadi loyal. Pada akhirnya niat untuk menjadi loyal tersebut akan menghasilkan loyalitas. Menurut Lau dan Lee (1999), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kepercayaan terhadap merek. Ketiga faktor ini berhubungan dengan tiga entitas yang tercakup dalam hubungan antara merek dan konsumen. Adapun ketiga faktor tersebut adalah karakteristik merek itu sendiri (brand characteristic), karakteristik perusahaan pembuat merek (company characteristic), dan karakteristik konsumen (consumer brand characteristic). Selanjutnya Lau dan Lee memproposisikan bahwa kepercayaan terhadap merek akan menimbulkan loyalitas merek. Penelitian Al-Nazer, Nahla (2010), mengkonfirmasi bahwa kepecayaan dapat memprediksi dengan sangat baik. Oleh karena itu manajemen puncak harus mempehatikan faktor kepercayaan. Hasil penelitian Sivesan. S (2012), juga mengemukakan bahwa kepercayaan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas nasabah.

Selanjutnya Wijayanto, Gatot (2015), yang melakukan penelitian pada perbankan BPR, menemukan bahwa kepercayaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas. Hal ini menunjukkan bahwa loyalitas pelanggan dipengaruhi secara signifikan oleh tinggi rendahnya kepercayaan nasabah pada bank.

2.10.3. Pengaruh Komitmen Terhadap Loyalitas

Pengaruh antara komitmen terhadap loyalitas menunjukkan bahwa semakin tinggi komitmen dari nasabah maka akan semakin tinggi keinginan untuk tetap menggunakan jasa Bank tersebut. Hasil penelitian dari Luarn dan Lin (2003), Supriaddin, N., et al (2015), serta Afser et al. (2010) menunjukkan bahwa komitmen berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas nasabah,

Komitmen adalah prediktor kuat dari loyalitas pelanggan bisnis dari konteks hotel outsorcing, Rahma et. Al, (2012), Hal yang mengejutkan dari hasil penelitian pada tahun yang sama oleh Sivesan.S (2012), menunjukkan bahwa komitmen cenderung tidak berdampak pada loyalitas nasabah perbankan di Yordania. hal ini sejalan dengan hasil penelitian Chen et al (2010) yang menemukan, bahwa pengaruh antara komitmen dan loyalitas negatif dan tidak signifikan. Dalam sisi loyalitas, pelanggan ada yang puas dan tidak puas. Komitmen merupakan persyaratan penting untuk membangun kesetiaan dan Komitmen adalah prediktor kuat dari loyalitas pelanggan bisnis dari konteks hotel outsorcing, Rahma et. Al, (2012), Hal yang mengejutkan dari hasil penelitian pada tahun yang sama oleh Sivesan.S (2012), menunjukkan bahwa komitmen cenderung tidak berdampak pada loyalitas nasabah perbankan di Yordania. hal ini sejalan dengan hasil penelitian Chen et al (2010) yang menemukan, bahwa pengaruh antara komitmen dan loyalitas negatif dan tidak signifikan. Dalam sisi loyalitas, pelanggan ada yang puas dan tidak puas. Komitmen merupakan persyaratan penting untuk membangun kesetiaan dan

Penelitian tentang komitmen nasabah juga diteliti oleh Madjid, Rahmat (2012), yang menyatakan bahwa bahwa komitmen memberi efek terhadap loyalitas nasabah. Hal ini mengindikasikan bahwa nasabah akan tetap menabung atau bertransaksi ketika nasabah memiliki komitmen.

2.10.4. Peran Demografi dalam Memoderasi Pengaruh Kepuasan Terhadap Loyalitas

Assauri, S (2014), faktor demografi merupakan salah satu dimensi dari segmentasi. Sedangkan segmentasi adalah salah satu strategi yang dilakukan oleh perusahaan dalam melakukan segmentasi untuk mengelompokkan pelanggan yang heterogen menjadi pelanggan yang homogen agar perusahaan lebih mudah dalam merancang sistem dan strategi untuk memberikan layanan berdasarkan kebutuhan dan keinginannya agar mampu memberi kepuasan optimal terhadap pelanggan.

Mittal Komakura (2001), mengkonfirmasi bahwa ada efek penguatan dari dimensi gender bahwa laki-laki umumnya lebih loyal dari wanita. Sementara Shongting dong (2011), dalam penelitiannya memiliki pandangan yang berbeda bahwa pengaruh kepuasan dan loyalitas memiliki efek melemahkan pada indikator gender. age dan education, sedangkan income memiliki efek menguatkan pada pengaruh tersebut. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh beberapa penelitian sebelumnya Kahraman dan Ndubisi (2005) yang menyatakan bahwa wanita cenderung lebih loyal.

Songting Dong et.al., (2010) dalam penelitiannya menguji pengaruh langsung antar kepuasan dan loyalitas dan menemukan hasil yang signifikan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengaruh kepuasan dan loyalitas memiliki efek pelemahan jika dimoderasi oleh pendapatan, namun ditemukan bahwa efek pelemahan menonjol saat kepuasan pelanggan rendah dan menghilang saat tingkat kepuasan tinggi.

Hasil penelitian Saad, Ramli (2013), bahwa berdasarkan analisis dilakukan pada data yang dikumpulkan dari responden, menemukan bahwa mayoritas pengguna kartu kredit adalah nasabah berusia 31- 40 tahun. Hasil ini didasarkan oleh kualifikasi dan faktor pendapatan yang pada usia ini, stabilitas pendapatan mereka memenuhi syarat untuk memiliki kartu kredit. Selain itu, juga karena alasan bahwa pada usia ini, gaya hidup mereka menggunakan fasilitas kredit meningkat. Temuan lain menunjukkan bahwa tingkat pendapatan memiliki pengaruh yang signifikan dengan loyalitas pelanggan di mana-nilai r adalah 0,223 pada tahap 0,01% dan tingkat signifikan (p <0,01). Sementara faktor demografi lainnya (umur, jenis kelamin, pekerjaan dan gaya hidup) tidak memiliki pengaruh yang signifikan yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa ketika pendapatan responden meningkat maka akan diikuti oleh peningkatan loyalitas pelanggan Hasil penelitian Saad, Ramli (2013), bahwa berdasarkan analisis dilakukan pada data yang dikumpulkan dari responden, menemukan bahwa mayoritas pengguna kartu kredit adalah nasabah berusia 31- 40 tahun. Hasil ini didasarkan oleh kualifikasi dan faktor pendapatan yang pada usia ini, stabilitas pendapatan mereka memenuhi syarat untuk memiliki kartu kredit. Selain itu, juga karena alasan bahwa pada usia ini, gaya hidup mereka menggunakan fasilitas kredit meningkat. Temuan lain menunjukkan bahwa tingkat pendapatan memiliki pengaruh yang signifikan dengan loyalitas pelanggan di mana-nilai r adalah 0,223 pada tahap 0,01% dan tingkat signifikan (p <0,01). Sementara faktor demografi lainnya (umur, jenis kelamin, pekerjaan dan gaya hidup) tidak memiliki pengaruh yang signifikan yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa ketika pendapatan responden meningkat maka akan diikuti oleh peningkatan loyalitas pelanggan

Pemasar biasanya menggabungkan beberapa variabel untuk menentukan profil demografis. Sebuah profil demografis memberikan informasi yang cukup tentang anggota khas dari kelompok ini untuk menciptakan gambaran mental agregat hipotesis ini. Sebagai contoh, pemasar mungkin berbicara tentang pria dan wanita, kelas menengah, kelas atas, usia 18 sampai 24, tingkat pendidikan tinggi atau rendah. Peneliti pemasaran biasanya memiliki dua tujuan dalam hal ini : Pertama untuk menentukan apa segmen atau sub kelompok yang ada dalam populasi secara keseluruhan; dan Kedua untuk membuat gambaran yang jelas dan lengkap dari karakteristik dari anggota khas dari masing-masing segmen ini. Setelah profil tersebut dibangun, mereka dapat digunakan untuk mengembangkan strategi pemasaran dan rencana pemasaran. Lima jenis demografi yang biasanya digunakan dalam riset pemasaran adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendapatan, pekerjaan dan gaya hidup.

Demografi terus menjadi salah satu basis paling populer dan diterima dengan baik untuk segmentasi pasar dan pelanggan. (Kotler dan Armstrong, 1991). Dengan secara khusus mengidentifikasi demografi kunci target pasar seseorang, profil dasar dari pelanggan sasaran muncul. Bahkan jika jenis-jenis variabel segmentasi yang digunakan (misalnya perilaku, psikografis) pemasar harus mengetahui dan memahami demografi untuk menilai ukuran, jangkauan dan efisiensi pasar Selain itu, demografi lebih mudah untuk mengukur dari variabel segmentasi lainnya. Faktor demografi merupakan central dasar untuk membangun rencana pemasaran dan merumuskan strategi dasar untuk pengembangan keunggulan kompetitif.

Tiga variabel kunci segmentasi demografis pendidikan, jenis kelamin dan pendapatan rumah tangga. Umur adalah variabel demografis namun kritis, karena pembelian bervariasi berdasarkan kategori usia. Usia juga memungkinkan pemasar untuk menentukan bagaimana keinginan dan kebutuhan perubahan sebagai individu dewasa. Selanjutnya Hansman et. al (1993) mengusulkan "asumsi rasional" usia itu adalah prediktor kuat dari perubahan sikap dan perilaku. Misalnya, Usia berbanding terbalik dengan penggunaan kartu kredit; orang dewasa muda menggunakan kartu kredit secara signifikan lebih dari orang dewasa yang lebih tua. Berkenaan dengan penelitian ini, ada kebutuhan penting untuk memahami bagaimana usia mempengaruhi persepsi kualitas pelayanan dengan menentukan unsur-unsur kualitas layanan yang penting untuk kelompok usia yang berbeda.

Segmentasi gender telah berkembang digunakan selama bertahun-tahun sebagai pemasar telah mengakui bahwa perempuan adalah segmen pasar yang menguntungkan, oleh karena itu, pemasar telah menjadi lebih sensitif terhadap Segmentasi gender telah berkembang digunakan selama bertahun-tahun sebagai pemasar telah mengakui bahwa perempuan adalah segmen pasar yang menguntungkan, oleh karena itu, pemasar telah menjadi lebih sensitif terhadap

Segmentasi pendapatan juga menjadi variabel demografis populer yang digunakan oleh berbagai pemasar dalam memetakan konsumen. Segmentasi pendapatan tidak berarti hanya menargetkan mereka yang berpenghasilan gaji yang lebih tinggi. Namun perusahaan seperti Neiman Marcus dan Mercedes dapat menargetkan orang-orang dengan kekuatan pendapatan tinggi, sejumlah besar bisnis dan merek mengarahkan upaya pemasaran mereka terhadap rumah tangga berpenghasilan rendah dan menengah. Segmentasi pendapatan juga memungkinkan perusahaan untuk menarget tingkat pendapatan dalam mempromosikan produk dan jasa yang berbeda untuk kelompok pendapatan yang berbeda.

Berkenaan dengan usia dan loyalitas, Wood (2004) menemukan perbedaan dalam loyalitas terhadap pada konsumen muda 18-24 pada kategori produk, meskipun, ada keyakinan umum bahwa konsumen yang lebih tua lebih konservatif dan kurang bersedia untuk mencoba merek-merek baru; namun nilai-nilai konsumen telah berubah, generasi tua lebih mungkin untuk menunjukkan perilaku loyal dan mengurangi mobilitas dan membatasi pilihan merek dibandingkan dengan generasi muda.

Teori pertukaran sosial adalah relevan karena upaya untuk menjelaskan berkurangnya jaringan dengan bertambahnya usia mereka dalam menata hubungan pribadi mereka. Menurut teori ini, hidup adalah serangkaian pertukaran sosial yang memberikan tingkat kepuasan, kekuasaan dan prestise (Moschis, 1994). Teori ini berguna dalam menjelaskan penataan kembali peran hubungan sebagai akibat dari perubahan jumlah dan sifat hubungan sosial yang terkait dengan penuaan, atau bahkan pada siklus kehidupan keluarga di mana orang mungkin menetap dan memiliki anak. Dalam penataan kembali hubungan sosial, konsumen lebih tua memiliki kecenderungan untuk memiliki lebih sedikit, tetapi lebih dalam, hubungan sosial yang bermakna (Moschis, 1994).

Beberapa hasil penelitian lainnya tentang demografi nasabah, Choi dan Devaney (1995) menemukan bahwa tingkat pendapatan tidak signifikan dalam menentukan penggunaan kartu kredit, selain itu, mereka yang berpenghasilan tinggi muncul di antara segmen demografi lainnya, karena lebih banyak menerima kemudahan dari fitur kredit (Barker dan Sekerkaya, 1992). Kaynak et al. (1995) mengungkapkan bahwa konsumen dengan pendapatan rendah dan menengah cenderung menghargai fitur kredit lebih dari fitur layanan, seperti keamanan dan kenyamanan. Hal ini lebih didukung oleh Chan (2003) yang menemukan bahwa faktor-faktor ekonomi seperti "periode pembayaran bebas bunga panjang" dan "biaya tahunan yang rendah" yang paling penting bagi konsumen di Hong Kong ketika memutuskan apakah akan menggunakan kartu kredit. Penelitian Beberapa hasil penelitian lainnya tentang demografi nasabah, Choi dan Devaney (1995) menemukan bahwa tingkat pendapatan tidak signifikan dalam menentukan penggunaan kartu kredit, selain itu, mereka yang berpenghasilan tinggi muncul di antara segmen demografi lainnya, karena lebih banyak menerima kemudahan dari fitur kredit (Barker dan Sekerkaya, 1992). Kaynak et al. (1995) mengungkapkan bahwa konsumen dengan pendapatan rendah dan menengah cenderung menghargai fitur kredit lebih dari fitur layanan, seperti keamanan dan kenyamanan. Hal ini lebih didukung oleh Chan (2003) yang menemukan bahwa faktor-faktor ekonomi seperti "periode pembayaran bebas bunga panjang" dan "biaya tahunan yang rendah" yang paling penting bagi konsumen di Hong Kong ketika memutuskan apakah akan menggunakan kartu kredit. Penelitian

Pendapatan adalah sumber daya material yang sangat penting bagi konsumen. Dengan pendapatan konsumen bisa membiayai kegiatan konsumsinya. Jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli seorang konsumen (Sumarwan, 2002). Pendapatan juga ditemukan memiliki hubungan dengan perilaku keluhan konsumen. Seperti penelitian yang dilakukan Yulianti dan Anzola (2009) menunjukan pengaruh yang signifikan antara pendapatan dengan perilaku keluhan konsumen, 55 persen responden berpendapatan lebih dari Rp. 4 juta per bulan. Rata-rata pendapatan responden yang melakukan tindakan komplain berkisar antara Rp. 1,5 juta – Rp. 30 juta per bulan. Penelitian oleh Phau dan Sari (2004) juga menemukan pendapatan berpengaruh signifikan dengan perilaku keluhan konsumen. Hasil berbeda ditemukan oleh Phau dan Biard (2008) yang menunjukan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara pendapatan dengan perilaku keluhan konsumen yang dibuktikan dengan nilai p-value sebesar 0,358 (p-value > 0,05)

Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik konsumen yang saling berpengaruh. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang konsumen. Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai- nilai yang dianutnya, sehubungan dengan cara berpikir, cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung responsif terhadap informasi. Pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek. Pendidikan yang berbeda akan menyebabkan selera konsumen juga berbeda (Sumarwan, 2002:199).

Hasil penelitian berbeda dikemukakan oleh Ngai et al. (2007) menunjukan bahwa ditemukan pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan responden dengan perilaku keluhan konsumen. Hal ini disebabkan karena responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung untuk tidak terlibat dalam perilaku keluhan konsumen.

2.10.5. Peran Demografi dalam Memoderasi Pengaruh Kepercayaan Terhadap Loyalitas

Penelitian dilakukan Irawan, (2013) dengan jumlah responden sebanyak 100 orang, hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel demografi jenis kelamin memberikan efek moderasi terhadap pengaruh kepercayaan dengan loyalitas pelanggan. Fry et al. (1973), menemukan bahwa pelanggan laki-laki memiliki kemungkinan lebih tinggi tingkat kesetiaan dari pelanggan wanita. Ia mencontohkan pernikahan sebagai alasan untuk perubahan preferensi pelanggan wanita. Ndubisi (2006), atas dasar penelitian tentang nasabah bank Malaysia, berpendapat bahwa pengukuran 'dasar-dasar' dari pemasaran hubungan dapat Penelitian dilakukan Irawan, (2013) dengan jumlah responden sebanyak 100 orang, hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel demografi jenis kelamin memberikan efek moderasi terhadap pengaruh kepercayaan dengan loyalitas pelanggan. Fry et al. (1973), menemukan bahwa pelanggan laki-laki memiliki kemungkinan lebih tinggi tingkat kesetiaan dari pelanggan wanita. Ia mencontohkan pernikahan sebagai alasan untuk perubahan preferensi pelanggan wanita. Ndubisi (2006), atas dasar penelitian tentang nasabah bank Malaysia, berpendapat bahwa pengukuran 'dasar-dasar' dari pemasaran hubungan dapat

Selanjutnya Penelitian Meena Rambocas, (2011), mengkonfirmasi bahwa dampak demografi nasabah umur muda dan perempuan lebih mungkin untuk setia dan menyebarkan berita word of mouth yang positif dari segmen pasar lainnya. Sedangkan Jenis Kelamin (Gender) ditemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara jenis kelamin pada pengaruh kepuasan, kepercayaan, citra perusahaan, biaya switching, nilai terhadap loyalitas (p> 0,05). Namun, jenis kelamin memiliki dampak yang signifikan terhadap keluhan dan loyalitas (p <0,05). Penelitian ini menyimpulkan bahwa laki-laki lebih loyal dari perempuan.

Umur (Age) tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan antara kelompok umur pada pengaruh kepuasan pelanggan, keluhan citra perusahaan, biaya switching terhadap loyalitas yang dibuktikan dengan (p> 0,05). Namun, usia memiliki dampak yang signifikan terhadap kepercayaan pelanggan (F-value = 1,61, p = 0,008 <0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kelompok usia mengarah ke tingkat kepercayaan yang lebih rendah.

2.10.6. Peran Demografi dalam Memoderasi Pengaruh Komitmen Terhadap Loyalitas

Hasil penelitian Moghadam, et, al (2010), tentang pengaruh karakteristik demografi pada dimensi kualitas hubungan termasuk kepercayaan, kepuasan, komitmen, dan kualitas pelayanan yang dirasakan ditemukan bahwa tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen. Komitmen pelanggan terhadap keperusahaan merupakan hal yang sangat penting dari loyalitas pelanggan di industri jasa (Fullerton 2003), Morgan dan Hunt (1994). Menjelaskan bahwa konstruk komitmen merupakan konstruk sentral dalam relationship marketing (Garbarino dan Johnson 1999, Pritchard et al. 1999). Konsep komitmen berasal dari psikologi industri dan organisasi dan telah dilihat sebagai niat untuk melanjutkan tindakan atau kegiatan seperti menjaga hubungan dengan mitra bisnis. Dalam pembelian dan penjualan, komitmen didefinisikan sebagai janji implisit atau eksplisit kontinuitas relasional antara mitra pertukaran (Dwyer et al. 1987). Dalam istilah sederhana, komitmen mengacu pada motivasi untuk tetap berhubungan dengan supplier (Moorman et al. 1993). Dalam hubungan bisnis, komitmen adalah sentimen psikologis pikiran melalui pembentukan sikap dalam menjaga kelanjutan hubungan dengan mitra bisnis (Wetzels, de Ruyter dan Birgelen. 1998).

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN