Pengertian Taqri>r Jama‘i>

1. Pengertian Taqri>r Jama‘i>

Pada sub sebelumnya telah dijelaskan, bahwa mekanisme pemahaman terhadap masalah-masalah keagamaan, berikut cara penyelesaian dan penjawaban terhadap masalah hukum yang terjadi, NU menggunakan pendekatan mazhab. Kemudian, bagaimana mekanisme mengambil pendapat dari para imam mazhab?

Berkaitan dengan hal ini, Zamakhsari Dhoir mengatakan:

“Keharusan untuk berkonsultasi dengan pendapat ulama ahli mazhab dalam memahami al-Qur’a>n dan al-H}adi>th, bukanlah semata-mata persoalan apakah sarjana Islam diperkenankan atau tidak untuk melakukan ijtiha>d; yaitu hak setiap orang Islam untuk menafsirkan al-Qur’a>n dan al-H{adi>th sebagaimana ditekankan oleh penganut Islam modern. Para kiai berpendapat bahwa rantai tranmisi pengetahuan agama Islam tidak boleh terputus. Apa yang dapat kita lakukan adalah menelusuri mata rantai yang paling baik dan sah dalam setiap generasi.” 5

2. Kreteria al-kutub al-mu‘tabarah, berdasarkan hasil Munas NU di Situbondo Jawa Timur tahun 1983 adalah semua kitab yang berailiasi kepada mazhab empat. Hal itu kemudian dipertegas dalam Munas NU di Bandar Lampung tahun 1992, bahwa termasuk dalam kriteria al-kutub al-mu‘tabarah adalah kitab-kitab yang substansinya sesuai dengan aqidah ahl al-sunnah wa al-jama>’ah Lihat; Keputusan Munas Alim Ulama tahun 1992 No. 01/Munas/1992 (Jakarta: Lajnah Ta’li>f wa nashr PBNU, 1992), 5.

3. Istilah al-kutub al-mawthu>q biha> merupakan istilah yang dipinjam dari kitab Bughyah al-Mustarshidi>n yang populer di lingkungan pondok pesantren. Lihat: ‘Abd al-Rah}ma>n b. Muh}ammad b. H}usayn b. ‘Umar, Bughyat al-Mustarshidi>n (Beirut: Da>r al-Fikr, 1995), 6.

4. Abdul Aziz Masyhuri, Ahka>m al-Fuqaha>’ i> Muqarrara>t Mu’tamara>t Nahd}ah al-‘Ulama (Surabaya: Ra>bit}ah Ma’a>hid al-Isla>miyah, t.th), 365. 5. Zamakhsyari Dhoier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1983), 157.

Taqri>r Jama‘i>: Model Tarji>h} Kontekstual Nahdlatul Ulama Dari pernyataan Dhoier di atas, dapat dipahami bahwa mekanisme

konsultasi NU dalam bermazhab dengan cara memeriksa, menyelidiki dan kemudian berpedoman pada keterangan-keterangan ulama mujtahidi>n. Dengan demikian, NU tidak hanya mengoper dan menelan mentah-mentah pendapat para mujtahid yang terdokumentasikan di dalam kitab-kitab ikih, melainkan terlebih dahulu mengkaji, meneliti bahkan mempertimbangkan konteks sosio-hitoris pendapat para mujtahid, sebelum menjadikan aqwa>l (pendapat) mereka sebagai pedoman untuk diikuti dan dipegang teguh sebagai landasan berfatwa.

Berkaitan dengan hal ini, KH. Hasyim Asy‘ari berkata:

….Shari>‘ah tidak dapat dikenali kecuali melalui tradisi istinba>t}. Tradisi tidak dapat berjalan kecuali dengan cara setiap generasi mengambil dari generasi sebelumnya secara berkesinambungan; sementara dalam mengadakan istinba>t}, mazhab-mazhab sebelumnya harus dikenali agar tidak keluar dari pendapat ulama sebelumnya, yang dapat menyebabkan keluar dari ijma>‘. Istinba>t} harus didasarkan pada mazhab-mazhab terdahulu, dan dalam hal ini harus menggunakan (meminta bantuan) kepada generasi sebelumnya…. Apabila berpegangan kepada pendapat-pendapat ulama salaf merupakan kemestian, maka pendapat-pendapat mereka yang dipegangi harus diriwayatkan dengan sanad (mata rantai) yang valid, atau tertulis dalam buku-buku masyhur. Harus dijelaskan pendapat mana yang unggul dari pelbagai pendapat yang mungkin;dijelaskan pula pendapat-pendapat ‘a>m (umum, general) yang bisa di-takhs}i>s} (dipartikularkan), yang mut}lak di-taqyi>d di beberapa tempat (kasus), mengkompromikan hal-hal yang diperselisihkan, dan dijelaskan pula ‘illat-‘illat hukumnya, sebab kalau tidak demikian, tidak dibenarkan memegangi pendapat tersebut. Tidak satupun mazhab di masa akhir- akhir ini yang memiliki karakteristik seperti di atas kecuali empat mazhab… 6

Apa yang dikemukakan KH. Hasyim Asy‘ari di atas, tidaklah beranjak jauh dari pola umum tradisi fuqaha>‘ Sunni> di masa klasik menyangkut perkara istinba>t} atau metode penarikan kesimpulan hukum-hukum agama. Istinba>t} harus didasarkan pada mazhab terdahulu. Bermazhab berarti harus berpegangan pada pendapat-pendapat ulama salaf. Bagaimana caranya?

6. Hasyim Asy’ari, al-Qa>nu>n al-Asa>si> li al-jam‘iyati al-Nahd}at al-‘Ulama>’, terj.Abdul Hamid (Kudus: Menara Kudus, 1971), 55-56.

Membaca dan Menggagas NU ke Depan: Kutipan di atas menjelaskannya secara terperinci, pertama, kualitas

pendapat-pendapat tersebut harus diveriikasi dulu, apakah punya otoritas tertentu, seperti sanad atau dimuat dalam kitab-kitab yang diakui (mu‘tabarah). Kedua, setelah berbagai pendapat diketahui punya keabsahan, langkah berikutnya adalah meneliti pendapat-pendapat mana yang unggul dari pelbagai pendapat yang mungkin.

Pola penyeleksian pendapat di forum bah}th al-masa>’il NU dikenal dengan istilah taqri>r jama‘i>>.