Budak/Bocah Angon menurut Uga Wangsit Silwangi

Budak/Bocah Angon menurut Uga Wangsit Silwangi

Wangsit Siliwangi : Suatu saat nanti, apabila tengah malam terdengar suara minta tolong, nah itu adalah tandanya.

Sosok Satrio Piningit dalam ramalan Prabu Jaya Baya dari Kerajaaan Kediri abad ke-

10 M, dan Ramalan Keadtangan ―Ratu Adil‖ dari Ronggowarsito dari Kerajaan Mataram Islam Jawa Abad ke 16, memang masih misterius. Namun legenda semacam mesianisme akhir zaman, atau Mahdawiyah (Kebangkitan Imam Mahdi dan Mesias/Jesus Christ/Isa al Masih), ini ada hampir di setiap sejarah peradaban bangsa-bangsa lain di dunia. Menurut Ari Harmedi : ―Banyak sudah yang mencoba untuk menemukannya dengan caranya sendiri-sendiri. Alhasil ada yang yakin telah menemukannya, bahkan juga ada yang mengaku dirinyalah si Satrio Piningit tersebut. Apabila diteliti maka sosok yang telah ditemukan itu masih bisa diragukan apakah memang dia si calon Ratu Adil .‖

Keragu-raguan yang muncul mendorong untuk menelaah dan mempelajari kembali apa yang telah diungkapkan dalam naskah-naskah leluhur mengenai sosok Satrio Piningit sejati. Salah satu naskah yang biasa kita gunakan sebagai rujukan yaitu Ugo Wangsit Siliwangi . Siliwangi dalam Ugo Wangsitnya menyebut si calon Ratu Adil dengan sebutan Bocah Angon atau Pemuda Penggembala. Beberapa hal yang disebutkan dalam Ugo Wangsit Siliwangi mengenai Bocah Angon yaitu :

1. Suara minta tolong.

Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan ―Suatu saat nanti, apabila tengah malam, dari gunung Halimun terdengar suara minta tolong, nah itu adalah tandanya. Semua keturunan kalian dipanggil oleh yang mau menikah di Lebak Cawéné.‖ Kata ―suara minta tolong‖ sepertinya sama dengan ungkapan Joyoboyo dalam bait 169 yaitu ―senang menggoda dan minta secara nista, ketahuilah bahwa itu hanya ujian, jangan dihina, ada keuntungan bagi yang dimintai artinya dilindungi anda sekeluarga―.

Bocah Angon (Budk Angon) di awal kemunculannya akan beraksi melakukan hal-hal sebagai pertanda kedatangannya. Salah satunya adalah meminta tolong kepada orang di sekitar daerah Gunung Halimun. Tidak jelas mengapa dia minta tolong kepada orang lain, apakah dia dalam kesulitan ataukah keperluan lainnya. Yang pasti bila telah terjadi hal demikian berarti itu pertanda akan kemunculannya.

Sementara dikaitkan dengan Ramalan Joyoboyo paba bait 169 disebutkan bila Bocah Angon tersebut ―suka minta secara nista sebagai ujian‖. Kalimat tersebut mengindikasikan bahwa minta tolong itu hanya sebatas ujian bagi yang dimintai

pertolongan. Ujian apakah itu? belum diketahui ujian apa yang suka dilakukan Bocah Angon

saja kejadiannya.

2. Mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa.

Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan ―Suatu saat nanti akan banyak hal yang ditemui, sebagian-sebagian. Sebab terlanjur dilarang oleh Pemimpin Pengganti! Ada yang berani menelusuri terus menerus, tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dialah Anak Gembala.‖ Kata terlanjur dilarang ini apa maksudnya? Apakah dilarang dalam mengungkap fakta-fakta, ato dilarang meluruskan sejarah? sepertinya masih butuh penafsiran lagi.

Yang pasti Bocah Angon sepertinya tidak peduli dengan larangan pemimpin yang berkusasa pada zamannnya. Bahkan bukan hanya tidak peduli dengan larangan tersebut, tetapi lebih dari itu Bocah Angon melawan larangan si pemimpin itu sambil tertawa. Tidak bisa dibayangkan bagaimana perasaan si pemimpin bila dilawan sambil tertawa. Bisa-bisa Bocah Angon dalam situasi bahaya nih karena kerjanya selalu melawan sang pemimpin pengganti.

Kata banyak yang ditemui sebagian-sebagian karena terlanjur dilarang pemimpin baru, menunjukkan bahwa yang akan ditemukan masyarakat memang hanya sebagian saja. Oleh karena sebagian saja maka yang ditemukan tersebut belumlah lengkap dan tentunya belum sempurna hasilnya. Tetapi tidak bagi Bocah Angon, dia terus saja mencari sambil melawan. Bisa jadi temuan si Bocah Angon ini kelak merupakan temuan yang paling lengkap dan mendekati kebenaran.

3. Dia gembalakan ranting daun kering dan sisa potongan pohon.

Dalam Ugo Wangsit Si liwangi disebutkan ―Apa yang dia gembalakan? Bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng. Tetapi ranting daun Dalam Ugo Wangsit Si liwangi disebutkan ―Apa yang dia gembalakan? Bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng. Tetapi ranting daun

Bocah Angon memiliki kebiasaan mengumpulkan daun dan ranting. Kata daun dan ranting yang disebutkan Ugo Wangsit Siliwangi dalam bahasa asli Sundanya yaitu ―Kalakay jeung Tutunggul―. Kalakay merupakan daun lontar yang biasa digunakan oleh orang kita pada jaman dulu kala sebagai lembaran daun untuk menulis. Sementara Tutunggul merupakan ranting pohon yang biasa digunakan orang kita pada jaman dulu kala sebagai pena untuk menulis. Sehingga Kalakay dan Tutunggul bisa diartikan sebagai kertas dan pena.

Si Bocah Angon ini memiliki kegemaran suka menggembalakan kertas dan pena. Dia terus mengumpulkan dan mengumpulkan kedua barang tersebut sebagai gembalaannya. Tidak jelas kenapa dia suka menggembalakan kertas dan pena. Kata mengumpulkan itu berarti kertas dan pena tersebut tidak hanya 1 buah, tetapi jumlahnya banyak dan itu menjadi barang kegemarannya.

Selanjutny a disebutkan ―Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui. Tapi akan menemui banyak sejarah/kejadian―. Kalimat tersebut bisa berarti bahwa Bocah Angon menggembalakan kertas dan pena untuk menemukan sejarah dan kejadian. Ntah sejarah dan kejadian apa yang dia kumpulkan, tetapi bisa dimengerti bahwa di Nusantara banyak sekali sejarah yang dirubah, mungkin hal tersebut bisa juga terkait dengan pelurusan sejarah kita.

Dia akan terus mengumpulkan data-data sejarah dan kejadian-kejadian penting tentunya untuk menyelesaikan masalah di Nusantara. Wajar saja bila sejarah ditelusuri karena memang untuk menyelesaikan suatu masalah tidak bisa tidak harus mengetahui awal sejarahnya bagaimana bisa terjadi. Dengan kegemarannya menelusuri sejarah dan kejadian yang dituangkan dalam kertas dan pena tersebut kelak masalah di Nusantara akan bisa dibereskan dengan mudah. Semoga.

4. Rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu.

Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan ―lalu mereka mencari anak gembala, yang rumahny a di ujung sungai yang pintunya setinggi batu‖. Kata di ujung sungai menunjukkan bahwa rumah Bocah Angon letaknya berada dekat dengan hulu sungai. Siliwangi tidak memberikan gambaran berapa jarak antara rumah dengan sungai tersebut. Bisa jadi hanya beberapa meter dari sungai, tetapi bisa jadi puluhan meter dari sungai.

Siliwangi juga tidak menyebutkan nama dari sungai tersebut sehingga rada menyulitkan untuk menentukan letak sungainya. Di Jawa terdapat banyak sekali sungai membentang dari utara hingga selatan. Dan rata-rata di pinggir sungai terdapat banyak rumah penduduk dan ini tentunya sangat menyulitkan untuk menentukan letak sungainya yang sesuai kata Siliwangi. Namun yang pasti Bocah Angon rumahnya dekat sungai sehingga bila ada yang mengaku dirinya Bocah Angon tetapi rumahnya jauh dari sungai berarti itu tidak sesuai dengan Ugo Wangsit Siliwangi.

Kemudian untuk kata pintunya setinggi batu masih perlu dipertanyakan, apakah atap rumahnya terbuat dari batu? dan juga apakah pintu rumahnya juga terbuat dari batu? kok seperti rumah nenek moyang kita dulu. Bisa jadi demikian tetapi mungkin juga tidak demikian.

Kalimat tersebut bisa dipahami bahwa rumah Bocah Angon tidak hanya 1 lantai, namun bertingkat rumahnya. Hal ini diperkuat dengan ungkapan Joyoboyo pada bait 161 yaitu ―berumah seperti Raden Gatotkaca, berupa rumah merpati susun tiga―. Dari ungkapan Joyoboyo menunjukkan ada 3 lantai rumah dari Bocah Angon. Tentunya bukan rumah biasa, bisa jadi rumah tingkat ekonomi menengah atau memang Bocah Angon dari keluarga kaya? belum bisa dipastikan.

Oleh karena untuk membuat suatu rumah yang bertingkat dengan bahan semen untuk lantai 2nya, maka dari bahan semen yang padat otomatis akan membentuk batu yang keras. Sehingga bisa dipahami bila pintu lantai pertama akan setinggi batu (setinggi cor semen lantai 2). Memang kebanyakan rumah orang yang bertingkat pintunya pasti akan setinggi lantai 2, tepat di bawah cor semen yang telah menjadi batu tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa rumah Bocah Angon memang bertingkat yang pintunya setinggi lantai tingkat 2nya.

5. Tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang.

Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan ―rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu, yang rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang‖. Kata rimbun oleh pohon Handeuleum dan Hanjuang berarti di depan rumah Bocah Angon terdapat 2 pohon yang sangat subur dan menjadi ciri khas rumahnya. Dalam hal ini hanya disebutkan 2 buah pohon saja, artinya memang hanya ada 2 buah pohon di depan rumahnya sebagai pembeda dari rumah lainnya.

Apabila ditelusuri kedua jenis pohon tersebut dalam istilah bahasa Indonesianya memang belum diketahui apa namanya. Kedua kata tersebut sepertinya bahasa kuno dari daerah Sunda tempat Siliwangi berada. Hingga kini belum ada pihak yang merasa mengetahui kedua jenis pohon tersebut. Bahkan orang-orang asli Sundapun juga mengaku tidak mengetahui kedua jenis pohon itu. Kita tunggu saja kelak akan kita ketahui juga.

Sementara itu beberapa kalangan justru menafsirkan kata Handeuleum dan Hanjuang sebagai simbol saja. Benarkah kedua pohon itu sebenarnya bukan pohon hidup di atas tanah, tetapi sekedar simbol saja? Coba anda lihat kembali Siliwangi menyebut Pemuda Penggembala dengan ―Apa yang dia gembalakan? Bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng. Tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon.‖

Kata pemuda penggembala itu cuma simbol dari Siliwangi. Kemudian simbol tersebut dijelaskan bila yang digembalakan bukan binatang, tetapi daun dan ranting. Sementara kata Handeuleum dan Hanjuang tidak ada kalimat penjelasan selanjutnya. Sehingga kedua kata tersebut dapat dipastikan memang dua buah pohon yang tumbuh di atas tanah. Apabila simbol tentunya Siliwangi akan menjelaskan maksudnya.

6. Pergi bersama pemuda berjanggut.

Dalam Ugo Wangsit S iliwangi disebutkan ―Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak Cawéné!‖ Siapakah pemuda berjanggut itu? Penyebutan pemuda berjanggut ini masih perlu dipertanyakan. Apakah pemuda tersebut merupakan kerabat atau keluarga atau teman ataukah pengasuh si Bocah Angon? Belum jelas diketahui karena memang dalam Ugo Wangsit Siliwangi tidak menyinggung mengenai hal tersebut.

Dalam naskah-naskah lain memberitahukan bahwa Ratu Adil memiliki pengasuh yaitu Sabdo Palon. Mungkinkah pemuda berjanggut tersebut adalah Sabdo Palon? Sepertinya tidak karena Sabdo Palon merupakan sosok Jin, sementara penyebutan kata pemuda menunjukkan dia adalah manusia. Jadi pemuda berjanggut bukanlah Sabdo Palon.

Misteri ini masih sulit untuk diungkap yang sebenarnya. Pada saat Bocah Angon masih menjadi sosok yang misteri, pada saat yang sama pula ada sosok lain yaitu pemuda berjanggut yang jati dirinya juga masih misteri. Namun yang pasti pemuda tersebut memiliki janggut dan kelak akan kita ketahui setelah tiba waktu kemunculan Bocah Angon.

7. Pergi membuka lahan baru di Lebak Cawéné!

Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan ―Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak Cawéné!‖ Bocah Angon sepertinya tidak akan ditemukan sebelum kemunculannya. Ketika orang-orang sudah menemukan rumahnya yang di ujung sungai, dia telah pergi bersama pemuda berjanggut ke Lebak Cawéné.

Siliwangi tidak menyebutkan kemudian orang-orang akan berhasil menemukan Bocah Angon di Lebak Cawéné setelah gagal menemukan di rumahnya. Tidak ada kalimat tersebut dalam Ugo Wangsit Siliwangi. Karena tidak ada kata itu maka bisa disimpulkan bahwa jarak antara rumah dengan Lebak Cawéné tidak dekat bahkan mungkin sangat jauh.

Siliwangi juga tidak menyebutkan setelah pergi ke Lebak Cawéné si Bocah Angon kemudian kembali lagi ke rumahnya. Karena tidak ada kalimat yang menyebutkan hal tersebut berarti Lebak Cawéné merupakan tempat baru yang ditinggali Bocah Angon setelah rumahnya yang di ujung sungai di tinggal pergi. Apabila Bocah Angon kembali lagi ke rumahnya yang di ujung sungai, maka tentunya Siliwangi akan menyebutnya berhasil ditemukan di rumahnya. Sudah pasti bila orang telah menemukan rumahnya maka akan ditunggui kapan kembalinya. Tetapi ternyata tidak ada kalimat tersebut dalam Ugo Wangsit Siliwangi.

Sampai saat ini belum diketahui dimana letak Lebak Cawéné berada. Dalam peta Jawa maupun peta Indonesia, tidak ada daerah yang diberi nama Lebak Cawéné. Oleh karena namanya yang masih asing inilah maka banyak kalangan menafsirkan menurut keyakinannya masing-masing.

Ada yang menafsirkan Lebak Cawéné berada di lereng sebuah gunung. Ada juga yang mengatakan berada di petilasan Joyoboyo. Yang lain mengatakan berada di tempat yang ada guanya dan sebagainya membuat semakin tidak jelas saja letak Lebak Cawéné dimana. Tetapi apabila anda meyakini sebuah tempat merupakan Lebak Cawéné, maka bisa dipastikan anda akan memaksakan kehendak untuk menentukan 1 orang di daerah tersebut sebagai calon Ratu Adil. Wah jadi kasian pada orangnya kena sasaran.

Ketahuilah bahwa Siliwangi tidak menyebutkan Bocah Angon akan berhasil ditemukan di Lebak Cawéné. Di sisi lain Siliwangi juga tidak memberikan ciri-ciri Lebak Cawéné yang dia katakan sehingga mustahil Lebak Cawéné bisa diketahui sebelum Ratu Adil muncul, kecuali anda lebih sakti dari Siliwangi. Kemampuan sama dengan Siliwangi aja tidak mungkin apalagi lebih tinggi dari Siliwangi, jelas tidak mungkin lagi.

8. Gagak berkoar di dahan mati.

Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan ―Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak Cawéné! Yang ditemui hanya gagak yang berkoar di dahan mati‖. Kata Gagak berkoar mungkinkah memang burung Gagak yang suka berkicau, ataukah itu merupakan simbol saja.

Banyak kemungkinan mengenai Gagak berkoar tersebut. Namun dalam naskah-naskah lain seperti yang diungkap Ronggowarsito dan Joyoboyo bahwa Bocah Angon sebelum menjadi Ratu Adil hidupnya menderita, dia sering dihina oleh orang. Apabila dikaitkan dengan hal tersebut maka Gagak berkoar itu bisa juga diartikan sebagai orang-orang yang suka menghina si Bocah Angon.

Oleh karena hidupnya yang selalu saja dihina orang, maka akhirnya Bocah Angonpun pergi meninggalkan rumahnya. Kemudian dia bersama pemuda berjanggut menuju ke Lebak Cawéné untuk membuka lahan baru disana. Semua mencari tumbal bisa saja diartikan sebagai mencari berita dan ketika yang dicari si Bocah Angon sudah tidak ada, maka tidak bisa tidak mencari berita dari para Gagak yang berkoar tersebut.

9. Ratu Adil sejati.

Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan ―Baik lagi semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati. Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, cari oleh kalian pemuda gembala.‖ Kita disuruh Siliwangi untuk mencari Bocah Angon, karena dialah yang kelak akan menjadi Ratu Adil sejati.

Sepertinya SIliwangi bermaksud memberikan pesan untuk berhati-hati dalam mencari Bocah Angon. Hal ini dikarenakan banyak sekali Bocah Angon palsu akan bermunculan di Jawa ini. Kemunculan Bocah Angon palsu bisa jadi karena dukungan orang lain akan dirinya sehingga dipaksa cocok menjadi Ratu Adil, tetapi juga bisa jadi karena terburu-buru meyakini dirinyalah si Bocah Angon.

Lihatlah saat ini telah banyak terdengar di mana-mana dari Jawa bagian barat hingga Jawa bagian timur, orang-orang yang muncul diyakini sebagai Ratu Adil. Bahkan juga bermunculan di mana-mana orang yang mengakui dirinyalah Ratu Adil tersebut. Apabila dimintai bukti maka orang-orang tersebut akan mencocok- cocokkan diri dengan naskah-naskah yang ada untuk meyakinkan orang. Padahal kenyataan tidak semuanya cocok

Untuk itulah Siliwangi berpesan agar kita mencari Ratu Adil sejati, karena Ratu Adil sejati hanya satu sementara Ratu Adil palsu banyak sekali. Walaupun banyak Ratu Adil palsu, hal itu tidak akan mengubah kepastian munculnya yang asli. Apabila yang asli telah muncul maka semua akan terbukti mana yang asli dan mana yang palsu sesuai kata Siliwangi ―Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, car i oleh kalian pemuda gembala.‖

Demikianlah beberapa hal mengenai Bocah Angon sesuai yang disebutkan dalam naskah Ugo Wangsit Siliwangi. Siliwangi sengaja tidak begitu jelas menggambarkan si Bocah Angon dalam naskahnya sehingga sangat menyulitkan kita untuk menemukannya. Kesengajaan ini dimengerti karena memang akan banyak pihak-pihak yang tentunya menghalangi kemunculan Ratu Adil dengan berbagai alasannya.

Pada saat Siliwangi tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai Bocah Angon. Di waktu yang sama pula kita disuruh untuk mencari si Bocah Angon tersebut, memangnya kita ini terlahir sebagai detektif semua. Namun yang pasti kelak akan diketahui juga mana Ratu Adil palsu dan mana Ratu Adil yang sejati tentunya setelah tiba waktu kemunculannya. Untuk itu baik ditunggu, dicari maupun

tidak sama sekali . 75

Inikah gambar (Replika ?) mahkota Prabu Siliwangi Mahkota Binokasih.

Manakah yang asli? Yang inikah?

Kriteria Calon Raja Pajajaran Anyar?

Dari uraian tentang Budak Angon atau Bocah Angon versi Uda Wangsit Siliwangi, maka seorang calon raja (Pimpinan Penguasa Pemerintahan) di ―Kerajaan Pajajaran Anyar ‖ (NKRI episode baru) harus memenuhi 3 (tiga) kriteria yang yang

satu sama lainnya saling melengkapi dan tidak bisa ditawar. Apa sajakah itu? 76

1. Dia harus memiliki trah (stamboom) garis keturunan langsung/asli. Mengapa?

2. Dia harus mewarisi ilmu yang mumpuni. Mengapa?

3. Dia harus memiliki dana (Kekayaan) independen. Mengapa? Mari kita bahas satu persatu.

1. Dia harus memiliki trah (stamboom) atau pohon/sejarah silsilah garis keturunan langsung/asli.

75 Sumber : Kontrofersi, Senin 14 Juli 2008

Eddy Corret. http://eddycorret.wordpress.com/2008/07/14/bocah-angon-menurut-ugo- wangsit-siliwangi/ ahwrah

76 http://siapacalonrajapajajarananyar.blogspot.com/…/kriteria… .,

Menurut R Vishnu

Kusumawardhana Tulisan ini aslinya ditulis oleh E.Rokayat Asura, penulis Novel Sejarah brjudul "Wangsit Siliwangi - Harimau di Tengah Bara"

Kalau penduduk Jawa Barat ada 40 juta jiwa, dan 30 juta di antaranya urang Sunda, maka mungkin hanya ribuan bahkan ratusan saja generasi masa kini yang merupakan garis keturunan dari Prabu Siliwangi. Dari jumlah tersebut, hanya beberapa yang merupakan garis keturunan langsung/asli, hanya beberapa gelintir saja yang 'dicirian' (baca: ditandai) oleh para karuhun untuk menjadi kandidat/calon kuat raja Pajajaran Anyar yang belum ada juntrungan bentuk fisiknya.

2. Dia harus mewarisi ilmu yang mumpuni.

Bagi siapa saja urang sunda yang sudah membaca Wangsit Siliwangi, ada dua point penting yang patut diingat sebagai "benchmark". Pertama, ucapan Sang Prabu: "tong ngalieuk ka tukang!", dan kedua, proses kepergian beliau yang fenomenal: tilem! Tentu saja kita harus pisahkan/bedakan antara pengertian apa itu yang disebut ilmu dan apa pula itu yang disebut ilmu pengetahuan.

Kita harus bisa membayangkan perbandingan ilmu dalam konteks yang seperti halnya: pakar ilmu pengetahuan adalah seseorang yang bergelar doktor, spesialis, profesor, tetapi seseorang yang berilmu adalah yang bisa mengobati penyakit aneh-aneh, bisa terbang, bisa berjalan di atas air, bisa menjelma jadi ada dua-tiga sosok yang sama di waktu yang bersamaan di tempat/peristiwa yang berbeda. Disebut makin sakti bila bisa menghilang, bahkan mi'raj, dan lebih sakti lagi bila tatkala seseorang meninggal dunia maka sesaat sesudah dimakamkan malamnya jasadnya ngahiyang (menghilang). Lebih sakti lagi bila seseorang tilem (ngahiyang) justru pada saat diketahui belum meninggal.

Nah, bayangkan betapa tinggi ilmunya tatkala Prabu Siliwangi tilem, bukan hanya dirinya sendiri, tetapi tilem bersama para pengikut setianya bahkan keratonnya. Itulah kesaktian beliau: menggaibkan yang wujud!

Jadi maknanya adalah: barang siapa yang merasa dirinya layak, pantas menjadi Raja Pajajaran Anyar, adalah seseorang yang 'katitisan' (mewarisi kesaktian) Prabu Siliwangi dalam berbuat sebaliknya, yaitu mampu: mewujudkan yang gaib! Apa sajakah? Pertama, bisa membuktikan mampu membangun kembali keraton kerajaan Pajajaran Anyar, yang megah, anggun dan representatif, di tempat yang semestinya, dan keduanya bisa membuktikan dirinya terpilih/didaulat oleh rakyat Pajajaran Anyar karena rasa terima kasih mereka kepada dia yang telah berbuat karya nyata mampu mengangkat mereka dari kemiskinan dan kebodohan, terasa bantuannya dalam meningkatkan kesejahteraan mereka, dan terasa sugestinya meningkatkan harkat, derajat dan kehormatan peri kehidupan mereka.

3. Dia harus memiliki dana independen.

Membangun keraton tentu bukan membangun rumah. Jauh sekali bedanya. Tentu lebih akbar dan agung betapa pun rumahnya lux atau halamannya luas. Demikian pula membangun perekonomian rakyat hingga bisa maju, modern dan mandiri tentu bukan hanya berupa ritual memberi santunan bagi yang terkena musibah, atau menyumbang panti asuhan atau masjid atau pun mendirikan dapur umum tatkala ada musibah. Tentu lebih luas dan lebih sistemik dari itu, mendirikan Bank Desa semacam Grameen Bank di India beserta jaringan pelayanan modal dan technical know-how bagi para petani-pedagang-pelaut (nelayan). Nah, semuanya itu tentu saja perlu dana yang amat besar, bukan?

Alangkah sangat tidak lucunya seseorang yang merasa dirinya layak dan pantas menjadi Raja Pajajaran Anyar bila untuk membangun keraton dan memodali perekonomian rakyat harus menunggu bantuan Pemerintah Indonesia atau

Pemerintah Propinsi Jawa Barat, bahkan lebih fatal bila hanya untuk upacara seremonial pelantikan raja pun menunggu kucuran dana sponsor.

Seorang calon Raja Pajajaran Anyar harus terbukti merupakan rangkaian atau bagian dari asset dana dinasti yang amat besar, dll. Dia punya akses dan channeling dan/atau menjadi bagian tim pemegang dana amanah dunia.

Dari ketiga kriteria tersebut di atas (yaitu trah, ilmu, dan dana) maka mudah- mudahan sekarang menjadi jelas, mengapa sosok calon Raja Pajajaran Anyar yang asli dan haq sangat ditunggu-tunggu oleh para raja se-Nusantara yang berkumpul di Bandung, dan dicari-cari oleh para ponggawa Bretton Woods di lembaga-lembaga keuangan dunia dan para pemimpin negara-negara UE yang nyaris terseret mengalami krisis karena nyoba menolong rekannya Yunani yang hampir bangkrut.

Maka menjadi jelas juga, walaupun seseorang yang merasa dirinya layak menjadi Raja Pajajaran Anyar itu jelas-jelas punya trah, dan juga berilmu, tapi kalau seseorang itu tidak bisa punya otoritas dan akses ke dana amanah, maka percuma saja. Sebaliknya pun begitu, bisa saja seseorang yang tinggal di tatar sunda orangnya sekaya George Soros atau Bill Gates misalnya, tapi kalau tidak/bukan trah dan masih tembus santet bahkan takut hantu, ya sama juga bo'ong! Silahkan mundur teratur dan mawas diri saja! Dan jangan lanjutkan modus operandi gaya PO (baca: proyek ongkos) itu!

Sementara Tharyana Sastranegara, salah sato tokoh pelestari Budaya Sunda dan Guru Silat Sundsa di Amerika, berpendapat bahwa Budak Angon artinya Mengangon Diri, orang Sunda Buhun menyebutnya "hate rancage ", isi hatinya, jujur berjiwa kesatria .

Terkait dengan Si Ratu Adil mampu memelihara KABUYUTAN khususnya TANAH SUCI , AIR SUCI , Sumber Daya Alam serta Mengangkat Kebudayaan SUNDA Wiwitan sejak Megalit hingga modern .

Contoh nya sudah ada dalam Uga hingga kini masih hidup model "Urang SUNDA Baduy", "Urang Sunda di Gunung Halimun Ciptagelar". "Urang Sunda Cigugur di Kuningan ", Kemurnian lokal genius atau Adi Luhung dan lain lain ciri saat sekarang telah bermunculan sedang diAyak-Ayak (seleksi alam) menyaring Hyang Hate Rancage dalam KASUNDA-an yang menjadi ICON peradaban Somah Someah Ka Semah Urang Sunda yang Adab Terhormat pada bangsa- Bangsa yang punya Rasa Welas Asih,Cinta dan Damai .

Ciri mengayak munculnya secara terbuka tapi banyak hambatan dari rongrongan budaya asing wujud model adanya padepokan, paguron dan lain-lain wujud pemurnian kebudayaan, agama lokal, keyakinan, penghayat kepercayaan dan aliran agama. Semua attributes Kasundaan jelas akan ambil pemurnian Jati Diri SUNDA khususnya umumnya se Nusantara .

Kembali Si Ratu pemimpin yang pro-jutaan Rakyat Jelata, berpenyakit dan tanpa rumah , walaupun dia jadi pemimpin harus Sawala atau Demokrat dari Rakyat atau Peoples Power dengan pola dasar harus dari Rakyat itu bisa jadi Si Ratu Adil .

Motto yang dicontoh oleh TNI Siliwangi yang dulu exclusive sekarang berubah Kodam Siliwangi untuk Jawa Barat, Jawa Barat untuk Siliwangi, Silwangi untuk Rakyat, Rakyat untuk Siliwangi. Siliwangi untuk Jutaan Rakyat Jelata, Berpenyakit dan Tanpa Rumah .

Beny Sungkawa Djatnika berpendapat bahw a Rasullulah SWA, sangat dekat dengan saudara sepupunya: Sayidina Ali KW dan yang mempunyai rahasiailmu-ilmu Rasulullah SAW itu hanyalah Sayidina Ali, apakah kita akan Beny Sungkawa Djatnika berpendapat bahw a Rasullulah SWA, sangat dekat dengan saudara sepupunya: Sayidina Ali KW dan yang mempunyai rahasiailmu-ilmu Rasulullah SAW itu hanyalah Sayidina Ali, apakah kita akan

Tafsir Uga Wangsit Siliwangi dan