Juni 1482 yang menjadi Acuan Hari Jadi Bogor

Tanggal 1 Juni 1482 yang menjadi Acuan Hari Jadi Bogor

Hari jadi, dalam kaitan apapun juga, menyangkut identitas. Salah satu identitas Bogor yang cukup terkenal di Jawa Barat adalah latar belakang sejarahnya karena di Bogor inilah terletak Ibukota Pakuan Pajajaran dan di sini pula Prabu Siliwangi pernah hidup dan memerintah. Dua serangkai ini, Kerajaan Pakuan Pajajaran dan Prabu Siliwangi, merupakan salah satu kebanggan masyarakat Jawa Barat. Wajar sekali bila Pemerintah Daerah Kotamadya dan Kabupaten Bogor sepakat mengambil titik awal identitasnya dari dua serangkai ini.

Telah diungkapkan bahwa Jaman Pajajaran dimulai dengan pemerintahan Sri Baduga Maharaja yang dikenal dengan sebutan Prabu Siliwangi. Sri Baduga mulai memerintah tahun 1482 dan berlangsung selama 39 tahun. Sejak dia memerintah Pakuan dijadikan ibukota kerajaan menggantikan Kawali.

Peristiwa kepindahan itulah yang dijadikan titik tolak perhitungan hari jadi Bogor.

Hubungan antara Bogor dengan peristiwa masa lalu sebenarnya tak sulit dicari karena sejak lama disadari oleh orang-orang tua. Entje Madjid salah satunya (tokoh seni awal abad ke-20) sudah lama mencetuskan lirik "Pajajaran tilas Siliwangi, wawangina kasilih jenengan, kiwari dayeuhnya Bogor" (Pajajaran peninggalan Siliwangi, namanya semerbak mewangi, kini kotanya Bogor).

Jadi beliau telah mengambil kesimpulan bahwa Dayeuh Bogor adalah pengganti Dayeuh (ibukota) Pajajaran.

Pengambilan angka tahun 1482 berpijak pada telaah sejarah karena sumber yang ada akan menampilkan angka tahun itu sebagai awal masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi I). Untuk bulan dan tanggal rupanya harus ditelusuri dari sumber sejarah dengan berpijak pada upacara tradisional dengan nama Gurubumi dan Kuwerabakti karena sumber-sumber sejarah itu tidak menuliskan secara eksplisit mengenai bulan dan tanggalnya.

Berikut adalah penjelasan mengenai upacara Gurubumi dan Kuwerabakti: Dalam Lakon Ngahiyangnya Pajajaran dikisahkan, bahwa di Ibukota Pajajaran selalu diadakan upacara Gurubumi dan Kuwerabakti setiap tahun. Dalam upacara itu hadir para pembesar dan raja-raja daerah. Upacara itu dimulai 49 hari setelah penutupan musim panen dan berlangsung selama sembilan hari dan kemudian ditutup dengan upacara Kuwerabakti pada malam bulan purnama.

Kisah dari Pantun ini didukung oleh sumber lainnya. Misalnya, Kropak 406 yang memberitakan bahwa raja-raja daerah harus datang menghadap ke Pakuan setiap tahun. Di antara barang antaran yang dibawa raja-raja daerah, ikut serta juga "Anjing Panggerek" (Anjing Pemburu). Jadi dalam waktu perayaan yang sembilan hari itu, kegiatan berburu juga dilakukan. Tome Pires menyebutkan, bahwa "the king is great sportman and hunter" (Raja adalah olahragawan dan pemburu yang ulung).

Fakta lain yang mendukung adalah upacara Gurubumi ini masih biasa dilakukan di daerah Pakidulan (bagian selatan Banten dan Sukabumi). Mengenai Kuwerabakti, para sesepuh di Sirnaresmi mengemukakan bahwa upacara itu hanya dilakukan di Dayeuh. Meskipun Sirnaresmi ini terletak di Kecamatan Cisolok - Sukabumi, yang dimaksud Dayeuh di sini adalah Bogor karena upacara Kuwerabakti ini dulu hanya dilakukan di Ibukota Pajajaran. Kaum adat Sirnaresmi adalah keturunan para pengungsi dari Pakuan waktu kota ini diserang Banten.

Dari cerita terdahulu digambarkan bahwa latar belakang kebudayaan masyarakat Pajajaran adalah pertanian ladang. Di Jawa Barat, masyarakat ladang Dari cerita terdahulu digambarkan bahwa latar belakang kebudayaan masyarakat Pajajaran adalah pertanian ladang. Di Jawa Barat, masyarakat ladang

Perbedaan usia bulan memang ada, tetapi jumlah hari dalam setahun tetap sama, yaitu 365 hari. Kedua kalender itu pun berpedoman kepada bentang waluku (bentang=bintang), yang di Kanekes dan Kiarapandak (Cigudeg), juga disebut bentang kidang (Sunda). Gugus bintang ini terletak pada rasi Orion. Kadang-kadang juga digunakan gugus bintang tetangganya, yaitu Kereti (Kartika atau Pleyades) yang terdapat pada rasi Taurus. Pengamatan astronomi traditional ini bertujuan untuk mengamati musim, sebab baik di ladang maupun di sawah, musim tanam padi harus pada musim labuh (Sunda: dangdangrat), yaitu musim hujan awal yang jatuh pada minggu ketiga bulan September. Musim panen jatuh pada bulan Maret karena usia padi rata-rata 5 bulan 10 hari, kecuali padi jenis Hawara yang usianya lebih pendek.

Untuk lebih jelas, mungkin patut diketahui: Kalender Baduy Kanekes diawali dengan Kapat atau Sapar. Upacara musim panen di Kanekes hanya diadakan di Kajeroan yaitu upacara Kawalu. Upacara pergantian tahun (Ngalaksa) diadakan tiga hari sebelum tahun berganti. Upacara Kawalu jatuh pada bulan Maret, sedangkan upacara Ngalaksa di adakan Bulan Katiga (pranatamangsa: Sada) yang jatuh pada bulan Juni.

Dari uraian Pantun di atas diperkirakan bahwa untuk tahun 1482, upacara Kuwerabakti dilangsungkan pada tanggal 2 Juni, malam 3 Juni. Pada tanggal 3 Juni 1482 inilah secara resmi kegiatan upacara selama sembilan hari di Ibukota itu berakhir.

Upacara Gurubumi yang diadakan 49 hari setelah panen tentunya bukan tiada maksud. Lamanya penyelanggaraan upacara itu dimaksudkan agar raja-raja daerah berkesempatan mengadakan upacara penutupan panen di daerahnya masing-masing sebelum berangkat ke ibukota. Seperti yang masih terjadi di Kanekes. Upacara di daerah itu jatuh pada sekitar bulan Maret.

Dan yang menjadi titik perhatian dalam masalah ini adalah mulai berfungsinya kembali Pakuan sebagai pusat pemerintahan. Wajar sekali bila peristiwa itu dirayakan dan disyukuri yang bersamaan dengan memberikan pengumuman kepada raja-raja daerah bahwa sejak saat itu pusat pemerintahan ada di Pakuan.

Dalam naskah Wangsakerta yang mengandung nilai sejarah lebih tinggi dibanding naskah-naskah tradisional diberitakan, bahwa waktu itu Sri Baduga baru dinobatkan dan beberapa hari menempati Kedatuan Sri Bima. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa penobatan Sri Baduga Maharaja menjadi Susuhunan Pajajaran terjadi pada bulan Maret/April tahun 1482.

Maka, perayaan besar dan peresmian Pakuan menjadi pusat pemerintahan tentu dilangsungkan dalam peristiwa upacara Gurubumi dan Kuwerabakti terdekat. Untuk 1482, upacara dimulai tanggal 25 Mei dan ditutup 9 hari kemudian.

Namun ada catatan tambahan yang perlu diperhatikan. Menurut Karyawan Faturahman yang diceritakan kepada penulis, karena maksud sebenarnya dari upcara Kuwerabakti ini adalah sarana Sang Prabu Siliwangi untuk melakukan kontrol dan evaluasi keadaan kondisi hasil panen pertanian-perkebunan rakyatnya, apakah rakyatnya sejahtera atau tidak? yang dapatdilihat dari bagusnya hasil panen kebun/pertaniannnya, dan bukan untuk sekedar persembahan upeti raja mandala (kerajaan kecil di daerah kepada Maharaja Prabu Siliwangi, maka ketika kemudian Namun ada catatan tambahan yang perlu diperhatikan. Menurut Karyawan Faturahman yang diceritakan kepada penulis, karena maksud sebenarnya dari upcara Kuwerabakti ini adalah sarana Sang Prabu Siliwangi untuk melakukan kontrol dan evaluasi keadaan kondisi hasil panen pertanian-perkebunan rakyatnya, apakah rakyatnya sejahtera atau tidak? yang dapatdilihat dari bagusnya hasil panen kebun/pertaniannnya, dan bukan untuk sekedar persembahan upeti raja mandala (kerajaan kecil di daerah kepada Maharaja Prabu Siliwangi, maka ketika kemudian