Dasar Hukum Bidang Usaha Khusus
2. Dasar Hukum Bidang Usaha Khusus
Jauh sebelum Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 diundangkan, sebenarnya peraturan mengenai merger dan akuisisi dalam bidang perbankan telah lebih dahulu ada. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain:
i. Keputusan Menteri Keuangan No.Kep.614/MK/II/8/1971 mengenai Pemberian Kelonggaran Perpajakan kepada Bank-Bank Swasta Nasional yang Melakukan Penggabungan (Merger).
ii. Keputusan Menteri Keuangan No.278/KMK.01/1989 tanggal 25 Maret 1989 tentang Peleburan dan Penggabungan Usaha Bank.
iii. Surat Udaran Bank Indonesia No.21/15/BPPP tanggal 25 Maret 1989 tentang Peleburan Usaha dan Penggabungan dan Bank Perkreditan Rakyat.
iv. Keputusan Menteri Keuangan No. 222/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank. Keputusan No.222 ini menggantikan Keputusan No.278/KMK.01/1989.
Peraturan yang khusus mengatur masalah merger dan akuisisi di Indonesia diatur secara perdana dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Sejak diundangkannya Undang-Undang No.1 Tahun 1995, maka kepastian hukum merger mulai mendapatkan porsi yang jelas di hadapan Hukum Indonesia. Sebagai pelaksana dari ketentuan Pasal 102 hingga Pasal 109 undang-undang tersebut, maka kemudian ketentuan tersebut diejawantahkan secara lebih spesifik ke dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas.
Ketentuan merger dan akuisisi versi baru dalam tubuh bank diatur dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang juga diejawantahkan ke dalam Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank juga Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 1999 tentang Pembelian Saham Bank Umum. Tak hanya itu, pengaturan
Untaian Pemikiran Sewindu Hukum Persaingan Usaha
Pengendalian Praktek Merger dan Akuisisi dalam Kegiatan Usaha di Indonesia: Menuju Kegiatan Usaha yang Bersih dari Perilaku Anti Persaingan dan Praktek Monopoli
merger bank di Indonesia juga diatur dalam beberapa peraturan di bidang perbankan, yakni sebagai berikut:
a. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/50/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pembelian Saham Bank Umum;
b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.32/51/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi Akuisisi Bank Umum;
c. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.32/52/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Perkreditan Rakyat;
d. Peraturan NO.2/27PBI/2000 tanggal 15 Desember 2000 tentang Bank Umum;
e. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.32/34KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Syariah;
f. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.32/35/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat;
g. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Syariah;
h. Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/177/KAEP/Dir tanggal 31 Desember 1998 juncto Peraturan Bank Indonesia No. 2/51/PBI/2000 tanggal
12 November 1998;
i. Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 24/32/Kep/Dir juncto Surat Edaran Bank Indonesia No.24/1/UKU, tanggal 12 Agustus 1991;
j. Peraturan BI No.5/25PBI/2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatuhan (Kriteria Pemegang Saham, Pengurus Bank dan Pejabat Eksekutif Bank yang Tidak Lulus Fit dan Proper Test).
Ketentuan merger perseroan terbatas dan merger bank tersebut pada praktek menemui kendala yang cukup rumit, manakala bank uang hendak merger harus tunduk pada ketentuan perbankan, tetapi di sisi lain bank juga pada umumnya merupakan suatu entitas bisnis yang berbentuk perseroan terbatas yang mengharuskan tunduk pada ketentuan perseroan terbatas.
Tak hanya dibidang perbankan dan perseroan tebatas pada umumnya, ketentian mengenai merger dan akuisisi juga telah diatur dalam beberapa peraturan dibidang pasar modal. Ketentuan-ketentuan tersebut mengatur mengenai tata cara dan persyaratan merger bagi perusahaan yang listed atau go-public (perusahaan emiten), sebut saja Peraturan Bapepam No. IX.G1 tentang Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha Perusahaan Publik atau Emiten dan beberapa peraturan pelaksanaan lainnya, seperti Peraturan No.IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan dan Peraturan No. IX.F.1 tentang Penawaran Tender.
Dibidang persaingan usaha, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pun telah mengatur mengenai merger dan akuisisi , yakni Pasal 28 dan Pasal 29. Kedua pasal tersebut mengatur mengenai merger dan akuisisi yang berpotensi mengurangi persaingan, dengan tidak mengaturnya secara lebih rinci dari ketentuan yang telah ada sebelumnya. Adapun Pasal 28 ayat (3) dan Pasal
Untaian Pemikiran Sewindu Hukum Persaingan Usaha
Dr. Ir. Tresna Priyana Soemardi, S.E.,M.S.
29 ayat(2) undang-undang tersebut mengamanatkan dibuatnya Peraturan Pemerintah yang mengatur ketentuan tentang batasan nilai asset dan nilai penjualan, serta ketentuan mengenai pelaporan pasca merger.
Diaturnya merger dan akuisisi di dalam Undang-Undang No.5 tahun 1999 merupakan alasan yang wajar mengingat merger dan akuisisi merupakan aktivitas yang rentan dengan perubahan konsentrasi pasar, yang pada akhirnya membawa imbas pada iklim persaingan usaha. Merger dan akuisisi dikhawatirkan dapat menimbulkan efek negative terhadap persaingan usaha. Pada umumnya, merger dikatakan pemiliki efek anti persaingan apabila memenuhi kondisi sebagai berikut: 10
1. pasar menjadi terkonsentrasi secara substansial pasca merger;
2. adanya hambatan masuk pasar (entry barrier). Hingga saat ini, Peraturan Pemerintah yang dimaksud masih dalam tahap
pembahasan. Materi yang ingin diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut cukup banyak, mengingat merger dan akuisisi merupakan suatu praktek bisinis yang cukup luas ruang lingkupnya. Karena itulah, penting kiranya melakukan kajian yang komprehensif dalam meyusun peraturan pelaksana tentang merger dan akuisisi di bidang persaingan usaha.
Pengaturan merger dan akuisisi di dalam Peraturan Pemerintah tesebut, selayaknya diatur mengenai ketentuan yang bersifat substansial, dan bukan hanya pengaturan yang prosedural saja. Pengaturan merger dan akuisisi secara prosedural telah diakomodir dalam undang-undang dan peraturan pemerintah terdahulu (Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 dan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999). Oleh karena itu, perlu kiranya analisis hukum secara mendalam, serta didukung dengan analisis ekonomi yang komprehensif, sehingga Peraturan Pemerintah tersebut dapat mengakomodir masalah merger secara lengkap, tegas, dan mengandung kepastian hukum.